Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

Retensi Urin e.c Susp. Benign Prostat Hiperplasia

Disusun Untuk Memenuhi


Persyaratan Dokter Internsip

Disusun Oleh :
Dr. Suci Mayangsari Riskana

Pembimbing
dr. Aditya, Sp. U

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM PERMATA CIBUBUR
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus : Retensi Urin e.c Suspect Benign Prostat


Hiperplasia

Penyusun : dr. Suci Mayangsari Riskana

MENYETUJUI DAN MENGESAHKAN

Bekasi,

Pembimbing:

dr. Aditya, SpU


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit pembesaran prostat jinak (Benign Prostatic Hyperplasia, BPH)
merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi di banyak negara. Di
Sub bagian urologi FKUI/RSCM, BPH menempati urutan kedua setelah penyakit
batu saluran kemih. Setiap tahun ditemukan antara 200 sampai 300 penderita baru dengan BPH .(1,
2)

Pertumbuhan kelenjar prostat tidak berhenti pada usia dewasa tetapi terus
berlanjut sepanjang hidup. Pada saat lahir, berat prostat sekitar 1 gram, pada masa
pubertas kelenjar prostat tumbuh secara cepat dan mencapai berat sekitar 20 gram
pada usia 20 - 30 tahun. Adanya tanda-tanda histopatologi BPH sudah dapat
dijumpai pada laki-laki berusia 60 tahun diperkirakan 50% kemungkinan untuk
ditemukannya BPH secara histologis dan kemungkinan ini meningkat menjadi
sekitar 80% pada usia 80 tahun bahkan 100% pada usia 90 tahun. Walaupun
banyak pada laki-laki dapat ditemukan adanya BPH secara histologis, hanya pada
setengah diantara meraka dapat ditemukan pembesaran prostat secara
makroskopis dan pada akhirnya sekitar 25% dari penderita. Penderita ini memerlukan
pembedahan untuk mengatasi adanya sumbatan saluran kemih.(1)
Kelenjar periuretral yang mengalami hiperplasi akan mendesak jaringan
prostat yang asli ke periper dan menjadi surgical capsul. Menurut teori sel stem,
faktor usia dan gangguan keseimbangan hormonal akan mempercepat proliferasi
sel stem sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral, teori reawakening
mengatakan jaringan akan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat
embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan
sekitarnya.(2)
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari kasus BPH, sehingga
dapat menegakkan diagnosis, dan dapat menentukan penatalaksanan yang tepat yang bisa
diberikan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. KP
Umur : 77 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Alamat : Kranggan, Bekasi
MRS : 8 Desember 2018
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta

II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)


A. Keluhan Utama
Tidak bisa kencing
B. Riwayat penyakit sekarang
Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sulit kencing, kencing
hanya menetes sedikit – sedikit. Penderita juga mengeluh kencing tidak lampias,
mengedan, dan apabila ingin kencing tidak bisa ditahan. Sejak 7 hari sebelum masuk
rumah sakit penderita mengeluh tidak bisa kencing dan terasa sakit sekali.
Sebelumnya kurang lebih 2 tahun sebelum masuk rumah sakit, penderita mulai
mengeluh sering mengejan saat kencing, kencing kurang deras, dan pancarannya
kurang jauh sehingga penderita lebih lama di kamar mandi. Bila siang hari bisa lebih
dari 5 kali kencing dan pada malam hari penderita sering terbangun untuk kencing
(bisa 3-4 kali semalam). Penderita juga sering mengeluh nyeri saat kencing. Penderita
sudah berobat ke dokter, oleh dokter penderita diberi obat dan dipasang kateter, jika
kateter dilepas pasien mengeluh tidak bisa kencing lagi dan terasa sakit sekali.

C. Riwayat penyakit dahulu


Asma : disangkal
Hipertensi : disangkal
DM : disangkal
Riwayat trauma regio perineum : disangkal
Kencing keluar batu : disangkal
Kencing keluar darah : disangkal
D. Riwayat Keluarga
Asma : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
Jantung : Disangkal
DM : Disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : TD : 120/80 mmhg S : 36,5 C
N : 80 X / mnt P : 20 X / mnt
Kulit : Dbn
Kepala : mesosephal
Mata :Conjunctiva anemis ( - ), sclera tidak ikterik
Telinga : Sekret ( - )
Hidung : Sekret ( - )
Mulut : Lidah Kotor tidak ada, gigi karies tidak ada
Thorax
Pulmo : Inspeksi : Retraksi ( - ), Ketinggalan gerak nafas ( - )
Palpasi : Ketinggalan gerak nafas ( - )
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi ( - ), Wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi : Ictus Cordis teraba di SIC IV
Perkusi : Redup
Auskultasi : Regular, bising ( - )
Abdomen : Inspeksi : Perut sejajar dada.
Palpasi : Hepar / lien tidak teraba, NT ( - )
Perkusi : Pekak alih ( - )
Auskultasi : Peristaltik baik
Ekstremitas : Akral hangat, Nadi kuat.

IV. STATUS LOKALIS


 Regio costo vertebre
Inspeksi: bulging (-)
Palpasi: balotemen (-)
 Regio Suprapubik
Inspeksi: Bulging (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Perkusi: Redup
 Regio genetalia eksterna
Inspeksi: benjolan daerah inguinal (-), benjolan di scrotum (-), OUE tak tampak
kelainan
Palpasi: nyeri takan (-), masa (-)

V. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium tanggal 8 Agustus 2014 :
Darah Rutin : WBC : 5,7 MCHC: 34,7 PCT: 0,04%
RBC : 4,36 PLT: 121% MPV: 3,5L
HGB : 12,7 LY: 25,3 PDW: 19,0H
HCT : 36,6 MO: 4,4 Gol. Darah: B
MCV: 83,9 GR: 70,3 CT: 4’00
MCH: 29,1 RDW: 13,7 BT: 2’00
Kimia Darah : kreatinin : 172
GDS : 110
Urea : 9,37
VI. RESUME
Penderita laki-laki umur 77 tahun, datang dengan keluhan tidak bisa kencing sekitar 1
hari. Pada anamnesis lebih lanjut ditemukan tanda-tanda prostatismus.

VII. DIAGNOSE
Tn KP, 77 tahun, retensi urin ec BPH

VIII. TINDAKAN
Pemasangan Kateter Urine
Direncanakan operasi elektif
DISKUSI

A. Anatomi

No. 4: Zona Prostat


Prostat Patologis

Definisi
Benign Prostat hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral
yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.
Ada juga yang menyatakan defenisi BPH adalah jika berat prostat 20 gram.(4,6)
B. Etiologi
Ada 3 teori terjadinya kelainan patologis prostat, yaitu: (1,2)
1. Teori Dihydro Testosteron (DHT).
Sejak diketemukannya sindrom defisiensi 5-reduktase dimana kelainan ini tidak
dapat merubah testoteron menjdai dehidrotestoteron (DHT), sehingga pada saat
berusia dewasa kelenjar prostat tidak dapat diraba. Hal ini disimpulkan DHT
memegang peranan penting pada pertumbuhan prostat.
2. Teori Reawakening
Jaringan kembali seperti pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan
periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
3. Teori Berkurangnya Kematian Sel
Sel stem adalah sel yang terletak pada dasar hirarki dan dapat memperbaharui diri
sendiri serta tidak tergantung pada androgen. Berikutnya adalah sel amplifying yang
berasal dari sel stem. Proliferasi sel amplifaying dianggap akan menghasilkan
amplifikasi mayoritas daiantara sel-sel prostat. Ketidak tergantungan terhadap
androgen dari kedua jenis sel ini dibuktikan dengan tetap terdapatnya kedua sel ini
dalam jumlah yang sama walaupun sumber androgen sudah ditiadakan untuk
jangka waktu lama. Namun dem,ekian, sel transit yang berasal dari sel amplifaying
secara mutlak tergantung pada androgen. Dengan adanya androgen maka sel-sel ini
akan berproliferasi menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal. Denagn
demikian, jika sel ini ditiadakan akan berakibat terjadinya involusi prostat walaupun
sel stem dan amplifaying tetap ada.
C. Gejala dan Tanda
Boyarsky dkk (1977) membagi gejala BPH menjadi: (3)
a. Gejala obstruktif yang berupa :
 perubahan ukuran dan kekuatan pancaran air kemih
 kadang-kadang ada interupsi pancaran/miksi terputus (intermittency)
 menetes pada akhir miksi ( terminal dribling)
 harus menunggu pada permulaan miksi(hesistency)
 rasa belum puas sehabis miksi
b. Gejala iritatif :
 nokturia
 frekuensi miksi bertambah ( Frequency)
 miksi sulit ditahan (urgensi)
 nyeri pada waktu miksi (disuria)
D. Diagnosis
Diagnosa BPH berdasarkan anamnesa pada penderita ini ditemukan
gejala-gejala prostatismus baik gejala obstruktif (pancaran kurang jauh, mengejan
saat kencing, rasa tidak puas sehabis kencing) maupun gejala iritatif (sering
miksi/frekuensi, terbangun untuk miksi pada malam hari/nokturia, perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak/urgensi dan disuria). Dari pemeriksaan fisik, apabila sudah
terjadi kelainan pada traktus urinarius bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba
dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok
pada pinggang. Vesika urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total. Daerah
inguinal harus diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus
diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan lain yang dapat menyebabkan gangguan
miksi.(3)
Pada penderita ini tidak ditemukan tanda-tanda kelainan pada traktus
urinarius bagian atas, daerah inguinal dan genitalia eksterna. Pemeriksaan colok
dubur merupakan pemeriksaan yang sangat penting. BPH biasanya dapat diraba
sebagai benjolan yang kenyal di dinding depan rektum dengan batas atas yang
dapat diraba dan kalau sudah besar sekali batas atas tidak dapat diraba. Apabila
batas atas masih dapat diraba biasanya berat prostat diperkirakan kurang dari 60
gram.(1,3)
Pemeriksaan radiologis yang dapat menunjang diagnosa BPH antara lain BNO,
IVP, sistogram retrograde, USG, CT Scan dan MRI. Pemeriksaan penunjang
lainnya adalah ureflowmetri.(1)

E. Penatalaksanan
Penatalaksanaan Secara klinis BPH dibagi menjadi 4 grade yaitu:
1. Grade I belum memerlukan tindakan operatif, pengobatan secara konservatif.
2. Grade II sudah ada indikasi operasi TURP
3. Grade III dapat dilakukan open prostatektomi
4. Bila sudah terjadi retensi total maka dipasang kateter terlebih dahulu atau
dilakukan schistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk melengkapi diagnosa kemudian dilakukan terapi definitif, dapat berupa
TURP ataupun open prostatektomi.(2)
Indikasi absolut lainnya untuk terapi bedah adalah hematuria, tanda penurunan
fungsi ginjal, ISK berulang, tanda obstruksi berat seperti divertikel, hidroureter,
hidronefrosis dan ada batu saluran kemih.(3)
Pengobatan BPH melalui jalan pembedahan, bertujuan mengangkat
keseluruhan kelenjar prostat yang dianggap sebagai sebab segala keluhan dan gejala
yang terjadi.
Operasi terbuka dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu: (2,5)
1. Route transvesikal, yaitu dengan membuka vesika dan prostat dinukleasi dari
dalam vesika. Keuntungannya dapat sekaligus untuk mengangkat batu vesika
atau diverkulektomi apabila ada divertikel yang cukup besar. Kerugiannya
harus membuka vesika sehingga perlu memakai kateter lebih lama sampai
luka pada dinding vesika sembuh.
2. Route retropubik menurut Terence Millin, yaitu dengan membuka kapsel
prostat tanpa membuka vesika kemudian prostat dienukleasi dari retropubik.
Keunggulannya tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak
usah selama bila membuka vesika. Kerugiannya tidak dapat dipakai kalau
diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam vesika.
Cara bedah terbuka umumnya memerlukan masa perawatan di RS yang
lama, beberapa komplikasinya antara lain : perdarahan, infeksi, fistula
kekulit/rektum, inkontinensia, striktur, impotensi. (5)
TURP (Transurethral Resection of the Prostate) masih merupakan standar
emas. Indikasi TURP adalah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat
kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk dioperasi. Komplikasi jangka
pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensi karena bekuan darah.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrograde atau
impotensi.(3)
Jenis terapi lainnya adalah: (3,5)
1. observasi (watchfull waiting) biasanya dilakukan pada penderita dengan keluhan
ringan (skor Madsen Iversen <9). Nasehat yang diberikan adalah mengurangi
minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-
obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan dilarang
minum alkohol. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa
kencing dan pemeriksaan colok dubur.
2. terapi medikamentosa:
a. penghambat enzim 5 alfa reduktase
1) finastride: 5 mg/hari selama 3-6 bulan mempunyai efek penurunan
volume prostat.
2) episteride: 80 mg/hari selama 3-6 bulan mempunyai efek penurunan
volume prostat.
b. penghambat alfa adrenergik:
1) prazosin (short acting): 2 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
2) doxazosin (long acting): 4 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
3) alfuzosin (short acting): 7,5 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
4) terazosin (long acting): 5 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
5) tamsulosin (long acting): 0,4 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
c. fitoterapi: Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain
eviprostat. Substansinya misalnya Pygeum africanum, Saw palmetto, Serenoa
repeus. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1 - 2 bulan.
3. terapi invasive minimal
a. Transuretral microwave thermotherapy (TUMT). Hanya dapat dilakukan di
rumah sakit besar. Dilakukan pemanasan prostat dengan gelombang mikro
yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui suatu tranducer yang
diletakkan di uretra pars prostatica.
b. Dilatasi balon transuretral (TUBD)
c. High intensity focused ultrasound
d. Ablasi jarum transurethral (TUNA)
e. Stent prostat

G. Prognosis
Untuk Prognosis BPH ini adalah Pembedahan tidak mengobati penyebab
BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.(3)
DAFTAR PUSTAKA

Umbas, R. 1995. Patofisiologi dan Patogenesis Pembesaran Prostat Jinak.


Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 1-5
Rahardjo, J. 1996. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Bina
rupa aksara, Jakarta ; 161-70
Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam:
Kapita selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta ; 329-34
Mulyono, A. 1995. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran
Prostat Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48.
Sjafei, M. 1995. Diagnosis Pembesaran Prostat Jinak. Dalam : Pembesaran
Prostat Jinak. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta ; 6-17
Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu
Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 1058-64.

Anda mungkin juga menyukai