Disusun Oleh :
M. Faliq Khubbata, S.Ked
14711145
Pembimbing :
dr. Pramono Sargo, Sp.B
A. Identitas
Nama : Bp. R
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 68 tahun
Alamat : Grogol II 7/6 Bejiharjo Karangmojo
Agama : Islam
Mondok di bangsal : Cempaka
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 14 Juli 2019
B. Anamnesis
Diberikan oleh : Autoanamnesis dan Alloanamnesis
Tempat/Tanggal/pukul : Cempaka/18 Juli 2019 pukul 11.15
Keluhan Utama : Buang air kecil berwarna merah
Resume Anamnesis
Bp. R dengan usia 68 tahun mengeluhkan buang air kecil berwarna merah sejak satu hari
yang lalu. Keluhan tidak disertai dengan nyeri. Pasien sempat mengalami retensi urin dan perut
bagian bawah terasa nyeri. Kebiasaan pasien lebih sering minum teh dibandingkan air putih, dan
dahulu sempat menggunakan air sumur yang berkapur. Riwayat keluhan serupa pada diri pasien
dan keluarga disangkal.
C. Pemeriksaan Fisik
I. Status Generalis
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80x/mnt
Respirasi : 19x/mnt
Suhu : 36,8˚ C
Kepala
Ukuran : Normocephali.
Mata : Konjungtiva palpebra tidak anemis. Sclera tidak ikterik.
Leher
Kelenjar Getah bening : Tidak teraba pembesaran.
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba pembesaran.
Thorax
Inspeksi : Bentuk thorax normal, simetris kanan dan kiri. Tidak tampak adanya pulsasi
abnormal.
Palpasi : Pergerakan napas kiri dan kanan simetris
Perkusi : Kedua lapang paru didapatkan suara sonor.
Auskultasi :
- Paru : Terdengar suara nafas vesikular. Tidak terdengar suara nafas tambahan
seperti ronkhi basah, wheezing, krepitasi.
- Jantung : Irama jantung teratur, dengan frekuensi 80x/menit, Tidak terdengar
adanya bunyi jantung tambahan seperti BJ III, BJ IV. Tidak terdengar adanya
murmur.
Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen normal
Auskultasi : Bising usus 12 kali/menit
Perkusi : Pada keempat kuadran abdomen didapatkan suara timpani.
Palpasi : Dinding abdomen supel, tidak teraba massa, tidak ada defense muscular, dan
turgor kulit baik. Tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas.
Ekstremitas
Inspeksi : Bentuk normal, simetris, dan tidak ada deformitas.
Palpasi : Keempat ekstremitas hangat dalam perabaan. Tidak ada edema. Tonus otot baik.
Darah Rutin
Urinalisis
PSA (Prostat Spesific Antigen)
Rongent BNO-IVP
USG Abdomen
E. DIAGNOSIS BANDING
1. BPH
2. Uretrolitiasis
3. Vesikolitiasis
4. ISK
F. DIAGNOSIS KERJA
H. PROGNOSIS
Dubia ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
I. HEMATURIA
Hematuria adalah keberadaan darah di dalam urin; lebih dari 3 sel darah merah per lapang
pandang kuat dianggap bermakna.
Hematuria dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang berasal di dalam maupun di luar
sistem urogenitalia. Kelainan di luar sistem urogenitalia antara lain adalah kelainan pembekuan
darah, SLE, dan kelainan hematologik lain. Kelainan yang berasal dari sistem urogenitalia antara
lain adalah:
Infeksi/inflamasi (pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis, sistitis, dan uretiritis)
Tumor jinak atau tumor ganas (tumor ureter, tumor buli-buli, tumor prostat, dan BPH)
Trauma yang mencederai sistem urogenitalia
Batu saluran kemih
II.a ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH. Beberapa
hipotesis yang diduga menjadi penyebab antara lain:
Teori dihidrotestosteron
DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel
kelenjar prostat. DHT dihasilkan dari reaksi perubahan testosteron di dalam sel prostat oleh
enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan
selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan prostat normal, hanya saja pada BPH aktivitas enzim 5α-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih
sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel ini lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.
IIb. PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-
buli. Perubahan struktur tersebut dirasakan oleh pasien sebagai lower urinary tract
symptoms (LUTS).
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
termasuk pada kedua muara ureter. Tekanan ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari
buli-buli ke ureter (refluks vesikoureter). Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan gagal ginjal.
Pembesaran prostat seringkali menyebabkan dilatasi vena pada leher buli-buli.
Apabila pasien mengejan saat berkemih, vena tersebut dapat ruptur dan menyebabkan
hematuria, baik mikroskopis atau makroskopis.
IIc. MANIFESTASI KLINIS
Watchful Waiting
Pasien hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya jangen mengkonsumsi kopi/alkohol setelah makan malam, kurangi konsumsi
makanan/minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), batasi penggunaan obat influenza
yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, dan jangan menahan
kencing terlalu lama. Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya yang mungkin menjadi lebih baik, di samping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium,
residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin
perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistensi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergik α, dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan
cara menurunkan kadar hormon testosteron/DHT melalui penghambat 5α-reduktase.
Operasi
Pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang: (1) tidak menunjukan perbaikan
setelah terapi medikamentosa, (2) mengalami retensi urin, (3) infeksi saluran kemih berulang, (4)
hematuria, (5) gagal ginjal, (6) dan timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat
obstruksi saluran kemih bagian bawah.
Pembedahan endourologi
- TURP (Transurethral resection of the prostate)
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan
irigan agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.
Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non-ionik agar tidak terjadi
hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai adalah H2O steril
(aquades).
Salah satu kerugian aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini
dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada
saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif
atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan nama sindroma TURP. Sindroma ini
ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen, tekanan darah meningkat, dan
bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang
akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal.
- Elektrovaporasi prostat
Cara elektrovaporasi prostat adalah sama dengan TURP hanya saja teknik ini
memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat,
sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak
banyak menimbulkan perdarahan pada saat operasi, dan masa mondok di rumah
sakit lebih singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak
terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.
Kontrol berkala
Setiap pasien hiperplasia prostat yang telah mendapatkan pengobatan perlu kontrol secara
teratur untuk mengetahui perkembangan penyakitnya. Jadwal kontrol tergantung pada tindakan apa
yang sudah dijalaninya. Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan (watchful waiting)
dianjurkan kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terjadi
perbaikan klinis. Penilaian dilakukan dengan pemeriksaan skor IPSS, uroflometri, dan residu urin
pasca miksi.
Pasien yang mendapatkan terapi penghambat 5α-reduktase harus dikontrol pada minggu ke-
12 dan bulan ke-6 untuk menilai respon terhadap terapi. Kemudian setiap tahun untuk menilai
perubahan gejala miksi. Pasien yang menjalani pengobatan penghambat 5α-adrenergik harus dinilai
respon terhadap pengobatan setelah 6 minggu dengan melakukan pemeriksaan IPSS, uroflometri,
dan residu urin pasca miksi. Kalau terjadi perbaikan gejala tanpa menunjukkan penyulit yang
berarti, pengobatan dapat diteruskan. Selanjutnya kontrol dilakukan setelah 6 bulan dan kemudian
setiap tahun.
Setelah pembedahan, pasien harus menjalani kontrol paling lambat 6 minggu pasca operasi
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyulit. Kontrol selanjutnya setelah 3 bulan untuk
mengetahui hasil akhir operasi. Pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal harus menjalani
kontrol secara teratur dalam jangka waktu lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan
setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal, selain dilakukan penilaian
terhadap skor miksi, dilakukan pemeriksaan kultur urin.
III. BATU BULI-BULI
Batu buli-buli atau vesikolitiasis merupakan manifestasi tersering dari batu pada saluran
kemih bagian bawah, dimana pada saat ini mencakup 5% dari penyakit batu pada saluran kemih.
Batu buli-buli sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat benda asing
di buli-buli.
Gangguan miksi terjadi pada pasien BPH, striktura uretra, atau buli-buli neurogenik. Kateter
yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama, adanya benda asing lain yang secara tidak
sengaja dimasukkan ke dalam buli-buli seringkali menjadi inti untuk terbentuknya batu buli-buli.
Selain itu batu buli-buli dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli.
Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain: nyeri kencing/disuria hinga
stranguri (perasaan tidak enak sewaktu kencing), dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi
lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan (referred
pain) pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki. Batu buli-buli dapat
dipecahkan dengan litotripsi ataupun jika terlalu besar memerlukan pembedahan terbuka
(vesikolitotomi).
DAFTAR PUSTAKA