Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN KASUS

“Benign Prostatic Hyperplasia dengan Vesicolithiasis”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan di Stase Bedah RSUD


Wonosari

Disusun Oleh :
M. Faliq Khubbata, S.Ked
14711145

Pembimbing :
dr. Pramono Sargo, Sp.B

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
RSUD Wonosari
2019
UNIVERSITAS DEPARTEMEN ILMU BEDAH
ISLAM
INDONESIA STATUS PASIEN
FAKULTAS KEDOKTERAN

Nama Dokter Muda M. Faliq Khubbata Tanda Tangan


NIM 14711145
Tanggal Ujian
Rumah sakit RSUD Wonosari
Gelombang Periode

A. Identitas
Nama : Bp. R
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 68 tahun
Alamat : Grogol II 7/6 Bejiharjo Karangmojo
Agama : Islam
Mondok di bangsal : Cempaka
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 14 Juli 2019

B. Anamnesis
Diberikan oleh : Autoanamnesis dan Alloanamnesis
Tempat/Tanggal/pukul : Cempaka/18 Juli 2019 pukul 11.15
Keluhan Utama : Buang air kecil berwarna merah

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RSUD Wonosari atas dasar rujukan dari Puskesmas II Karangmojo dengan
keluhan BAK berwarna merah namun tidak disertai rasa nyeri saat berkemih sejak satu hari yang
lalu. Sekitar satu minggu sebelum pasien mengalami BAK berwarna merah, pasien sempat
beberapa kali merasakan pipis tidak lancar atau anyang-anyangan disertai nyeri di awal dan diakhir
berkemih. Saat pasien berada di ruang tunggu Poli Urologi RSUD Wonosari, pasien mengeluhkan
tidak bisa buang air kecil dan perut bagian bawah terasa nyeri. Pasien kemudian di bawa ke IGD
RSUD Wonosari dan dilakukan pemasangan kateter urin, didapatkan urin berwarna merah gelap.
Kemudian atas kondisi tersebut pasien di transfer ke ruang rawat inap bangsal Cempaka RSUD
Wonosari untuk perawatan lebih lanjut.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU : - Keluhan serupa disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :


- Keluhan serupa disangkal
- Ibu pasien menderita vertigo
Anamnesis Sistem

Sistem Cerebrospinal : pusing (-)


Sistem Cardiovaskular : nyeri dada (-)
Sistem Respiratorius : sesak nafas (-)
Sistem Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), penurunan nafsu makan (+), BAB normal, Nyeri
tekan (-)
Sistem Urogenitale : buang air kecil normal
Sistem Integumentum : perubahan warna kulit (-), akral hangat (+)
Sistem Musculoskeletal: Nyeri pada sendi dan tulang (-)

Kebiasaan dan Lingkungan


Dari lingkungan pasien tinggal dilingkungan yang bersih, setiap satu minggu sekali anak
pasien selalu bersih-bersih rumah. Pasien mengatakan ada tetangga dilingkungan pasien yang
menderita batu ginjal. Dari kebiasaan pasien, kebiasaan sering minum teh dan sedikit minum air
putih. Saat ini pasien menggunakan air dari PDAM, namun sekitar beberapa tahun yang lalu pasien
masih menggunakan air sumur yang masih terdapat kapur dan harus diendapkan dahulu sebelum
diminum.

Resume Anamnesis

Bp. R dengan usia 68 tahun mengeluhkan buang air kecil berwarna merah sejak satu hari
yang lalu. Keluhan tidak disertai dengan nyeri. Pasien sempat mengalami retensi urin dan perut
bagian bawah terasa nyeri. Kebiasaan pasien lebih sering minum teh dibandingkan air putih, dan
dahulu sempat menggunakan air sumur yang berkapur. Riwayat keluhan serupa pada diri pasien
dan keluarga disangkal.
C. Pemeriksaan Fisik

I. Status Generalis

Kondisi Umum : Baik


Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4 V5 M6

Tanda vital :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80x/mnt
Respirasi : 19x/mnt
Suhu : 36,8˚ C

 Kepala
Ukuran : Normocephali.
Mata : Konjungtiva palpebra tidak anemis. Sclera tidak ikterik.
 Leher
Kelenjar Getah bening : Tidak teraba pembesaran.
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba pembesaran.
 Thorax
Inspeksi : Bentuk thorax normal, simetris kanan dan kiri. Tidak tampak adanya pulsasi
abnormal.
Palpasi : Pergerakan napas kiri dan kanan simetris
Perkusi : Kedua lapang paru didapatkan suara sonor.
Auskultasi :
- Paru : Terdengar suara nafas vesikular. Tidak terdengar suara nafas tambahan
seperti ronkhi basah, wheezing, krepitasi.
- Jantung : Irama jantung teratur, dengan frekuensi 80x/menit, Tidak terdengar
adanya bunyi jantung tambahan seperti BJ III, BJ IV. Tidak terdengar adanya
murmur.
 Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen normal
Auskultasi : Bising usus 12 kali/menit
Perkusi : Pada keempat kuadran abdomen didapatkan suara timpani.
Palpasi : Dinding abdomen supel, tidak teraba massa, tidak ada defense muscular, dan
turgor kulit baik. Tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas.
 Ekstremitas
Inspeksi : Bentuk normal, simetris, dan tidak ada deformitas.
Palpasi : Keempat ekstremitas hangat dalam perabaan. Tidak ada edema. Tonus otot baik.

II. Status Lokalis

 Ginjal : Nyeri ketuk CVA (-)/(-).


 Vesica Urinaria : Regio suprapubik dalam batas normal. Nyeri tekan (-).

D.USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Darah Rutin
 Urinalisis
 PSA (Prostat Spesific Antigen)
 Rongent BNO-IVP
 USG Abdomen

E. DIAGNOSIS BANDING

1. BPH
2. Uretrolitiasis
3. Vesikolitiasis
4. ISK

F. DIAGNOSIS KERJA

BPH dan Vesikolitiasis


G. USULAN TERAPI / TINDAKAN

1. TURP (Transurethral Resection Prostate)


2. Litotripsi atau Vesikolitotomi

H. PROGNOSIS

Dubia ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA

I. HEMATURIA
Hematuria adalah keberadaan darah di dalam urin; lebih dari 3 sel darah merah per lapang
pandang kuat dianggap bermakna.
Hematuria dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang berasal di dalam maupun di luar
sistem urogenitalia. Kelainan di luar sistem urogenitalia antara lain adalah kelainan pembekuan
darah, SLE, dan kelainan hematologik lain. Kelainan yang berasal dari sistem urogenitalia antara
lain adalah:
 Infeksi/inflamasi (pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis, sistitis, dan uretiritis)
 Tumor jinak atau tumor ganas (tumor ureter, tumor buli-buli, tumor prostat, dan BPH)
 Trauma yang mencederai sistem urogenitalia
 Batu saluran kemih

Dalam evaluasi hematuria, beberapa faktor perlu dikaji, antara lain:


 Waktu terjadinya hematuria
Pada saat berkemih, waktu terjadinya hematuria seringkali menunjukan tempat
asalnya. Hematuria pada saat awal berkemih biasanya berasal dari uretra dan
disebabkan oleh proses inflamasi; hematuria sepanjang berkemih paling sering terjadi
dan menunjukan perdarahan paling mungkin berasal dari buli-buli atau saluran kemih
bagian atas. Hematuria pada saat akhir berkemih biasanya terjadi pada proses inflamasi
pada daerah leher buli-buli atau uretra pars prostatika, hal ini terjadi karena pada saat
akhir miksi leher buli-buli berkontraksi untuk mengeluarkan sisa urin.
 Ada tidaknya rasa sakit
Hematuria biasanya tidak disertai rasa sakit kecuali apabila didasari proses
inflamasi atau obstruksi. Contohnya adalah proses patologis yang terjadi di saluran
kemih bagian atas dengan obstruksi ureter oleh bekuan darah. Pengeluaran dari bekuan
darah ini sering dihubungkan dengan sakit pinggang yang bersifat kolik.
 Keberadaan dan bentuk dari bekuan darah
Adanya bekuan darah biasanya menunjukan derajat hematuria yang lebih
signifikan, sehingga kemungkinan menentukan proses patologis yang terjadi semakin
meningkat. Apabila bekuan darah berbentuk amorf, biasanya berasal dari buli-buli atau
uretra pars prostatika.
Pasien dengan hematuria makroskopis dianjurkan melakukan pemeriksaan cystocopy
sesegera mungkin, agar sumber perdarahan dapat segera diidentifikasi apakah berasal dari uretra,
buli-buli, atau saluran kemih bagian atas.

II. BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA


Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel
kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan
bantuan enzim 5α-reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di
dalam sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan dan
proliferasi sel kelenjar prostat.
Pada usia lanjut, beberapa pria mengalami BPH. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang
berusia 60 tahun dan 80% pria yang berusia 80 tahun. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan
terganggunya aliran urin sehingga menimbulkan gangguan miksi.

II.a ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH. Beberapa
hipotesis yang diduga menjadi penyebab antara lain:
 Teori dihidrotestosteron
DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel
kelenjar prostat. DHT dihasilkan dari reaksi perubahan testosteron di dalam sel prostat oleh
enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan
selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan prostat normal, hanya saja pada BPH aktivitas enzim 5α-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak. Hal ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih
sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel ini lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.

 Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron


Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif
meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar
prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah apoptosis.
Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru
akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

 Berkurangnya kematian sel prostat


Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan penambahan
massa prostat. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel
karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan apoptosis sel kelenjar prostat.
Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel prostat, sedangkan growth factor TGF-β
berperan dalam proses apoptosis.

IIb. PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-
buli. Perubahan struktur tersebut dirasakan oleh pasien sebagai lower urinary tract
symptoms (LUTS).
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
termasuk pada kedua muara ureter. Tekanan ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari
buli-buli ke ureter (refluks vesikoureter). Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan gagal ginjal.
Pembesaran prostat seringkali menyebabkan dilatasi vena pada leher buli-buli.
Apabila pasien mengejan saat berkemih, vena tersebut dapat ruptur dan menyebabkan
hematuria, baik mikroskopis atau makroskopis.
IIc. MANIFESTASI KLINIS

a. Gejala pada saluran kemih bagian bawah


Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) meliputi gejala voiding,
storage dan pasca miksi. Untuk menilai keparahan dari LUTS, terdapat sistem skoring yang
secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan
WHO adalah IPSS (International Prostatic Symptoms Score). IPSS terdiri atas 7 pertanyaan
yang berhubungan dengan LUTS dan 1 pertanyaan tentang kualitas hidup pasien. Setiap
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0-5, sedangkan pertanyaan
tentang kualitas hidup diberi nilai 1-7. Dari skor IPSS dapat dikelompokkan LUTS dalam 3
derajat yaitu (1) ringan: skor 0-7, (2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit BPH pada saluran kemih bagian atas berupa gejala
obstruksi, antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (tanda hidronefrosis), atau
demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.

IId. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan kultur urin berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan
sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran
kemih bagian atas. Gula darah dimaksudkan untuk mencari penyakit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan buli-buli neurogenik. Jika dicurigai adanya keganasan perlu diperiksa tumor marker
prostate specific antigen (PSA).
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, batu/kalkulosa
prostat, dan kadangkala dapat menunjukan bayangan buli-buli penuh terisi urin (retensi urin).
Pemeriksaan USG dapat dilakukan melalui transabdominal (TAUS) dan transrektal (TRUS).
Dari TAUS diharapkan mendapat informasi mengenai perkiraan volume prostat, intraprostatic
protrusion, kelainan buli-buli (massa, batu, bekuan darah), menghitung residu urin pasca miksi,
atau hidronefrosis. Pada TRUS dicari kemungkinan adanya fokus keganasan prostat berupa area
hipoekoik dan kemudian sebagai penunjuk dalam melakukan biopsi prostat.
IIe. TATALAKSANA

Watchful Waiting
Pasien hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya jangen mengkonsumsi kopi/alkohol setelah makan malam, kurangi konsumsi
makanan/minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), batasi penggunaan obat influenza
yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, dan jangan menahan
kencing terlalu lama. Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya yang mungkin menjadi lebih baik, di samping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium,
residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin
perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.

Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistensi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergik α, dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan
cara menurunkan kadar hormon testosteron/DHT melalui penghambat 5α-reduktase.

Operasi
Pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang: (1) tidak menunjukan perbaikan
setelah terapi medikamentosa, (2) mengalami retensi urin, (3) infeksi saluran kemih berulang, (4)
hematuria, (5) gagal ginjal, (6) dan timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat
obstruksi saluran kemih bagian bawah.
 Pembedahan endourologi
- TURP (Transurethral resection of the prostate)
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan
irigan agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.
Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non-ionik agar tidak terjadi
hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai adalah H2O steril
(aquades).
Salah satu kerugian aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini
dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada
saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif
atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan nama sindroma TURP. Sindroma ini
ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen, tekanan darah meningkat, dan
bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang
akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal.

- Elektrovaporasi prostat
Cara elektrovaporasi prostat adalah sama dengan TURP hanya saja teknik ini
memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat,
sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak
banyak menimbulkan perdarahan pada saat operasi, dan masa mondok di rumah
sakit lebih singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak
terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Kontrol berkala

Setiap pasien hiperplasia prostat yang telah mendapatkan pengobatan perlu kontrol secara
teratur untuk mengetahui perkembangan penyakitnya. Jadwal kontrol tergantung pada tindakan apa
yang sudah dijalaninya. Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan (watchful waiting)
dianjurkan kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terjadi
perbaikan klinis. Penilaian dilakukan dengan pemeriksaan skor IPSS, uroflometri, dan residu urin
pasca miksi.
Pasien yang mendapatkan terapi penghambat 5α-reduktase harus dikontrol pada minggu ke-
12 dan bulan ke-6 untuk menilai respon terhadap terapi. Kemudian setiap tahun untuk menilai
perubahan gejala miksi. Pasien yang menjalani pengobatan penghambat 5α-adrenergik harus dinilai
respon terhadap pengobatan setelah 6 minggu dengan melakukan pemeriksaan IPSS, uroflometri,
dan residu urin pasca miksi. Kalau terjadi perbaikan gejala tanpa menunjukkan penyulit yang
berarti, pengobatan dapat diteruskan. Selanjutnya kontrol dilakukan setelah 6 bulan dan kemudian
setiap tahun.
Setelah pembedahan, pasien harus menjalani kontrol paling lambat 6 minggu pasca operasi
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyulit. Kontrol selanjutnya setelah 3 bulan untuk
mengetahui hasil akhir operasi. Pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal harus menjalani
kontrol secara teratur dalam jangka waktu lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan
setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal, selain dilakukan penilaian
terhadap skor miksi, dilakukan pemeriksaan kultur urin.
III. BATU BULI-BULI
Batu buli-buli atau vesikolitiasis merupakan manifestasi tersering dari batu pada saluran
kemih bagian bawah, dimana pada saat ini mencakup 5% dari penyakit batu pada saluran kemih.
Batu buli-buli sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat benda asing
di buli-buli.
Gangguan miksi terjadi pada pasien BPH, striktura uretra, atau buli-buli neurogenik. Kateter
yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama, adanya benda asing lain yang secara tidak
sengaja dimasukkan ke dalam buli-buli seringkali menjadi inti untuk terbentuknya batu buli-buli.
Selain itu batu buli-buli dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli.
Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain: nyeri kencing/disuria hinga
stranguri (perasaan tidak enak sewaktu kencing), dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi
lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan (referred
pain) pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki. Batu buli-buli dapat
dipecahkan dengan litotripsi ataupun jika terlalu besar memerlukan pembedahan terbuka
(vesikolitotomi).
DAFTAR PUSTAKA

Gravas S, Bachmann A, Descazeaud A, Drake M, Gratzke C, Madersbacher S; members of


the European Association of Urology (EAU) Guidelines Office. Guidelines on
Management of non-neurogenic male LUTS, incl. benign prostatic obstruction. In :
EAU Guidelines, edition presented at the 29th EAU Annual Congress, Stockholm
2014.
Purnomo BB, Dasar Dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto; 2012.
Tanagho EA, McAninch JW, eds. Smith's General Urology. 17th ed. New York, NY:
McGraw-Hill; 2008.
Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, eds. Campbell-Walsh Urology.
9th ed. Philadelphia, PA: Saunders; 2007.

Anda mungkin juga menyukai