Anda di halaman 1dari 43

BAB I ILUSTRASI KASUS I.1.

IDENTITAS PASIEN Nama Usia Jenis kelamin Alamat Pekerjaan Status Pendidikan Agama No. RM : Tn. Salihin Amir : 33 th : laki-laki :Jl. Mawar III Bintaro 01/014, Pesanggrahan, Jakarta selatan : Tidak bekerja : Belum kawin : Tamat akademi : Islam : 01000636

I.2. ANAMNESIS Keluhan utama : Buang air kecil terasa semakin nyeri sejak 2 minggu SMRS Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dengan keluhan buang air kecil terasa semakin nyeri sejak 2 minggu SMRS. Sebenarnya keluhan ini telah dirasakan pasien sejak berusia 7 tahun, pasien mengaku nyeri saat BAK, dan kadang keluar serpihan-serpihan kecil dari kemaluan ketika berkemih. BAK juga dirasakan tidak lancar. BAK berdarah (-). Nyeri pinggang saat itu disangkal. Pasien kemudian berobat ke RSUP fatmawati dan di rontgen, dari hasil rontgen didapatkan batu berukuran biji kelengkeng di kandung

kemih, namun pasien mengaku saat itu tidak disarankan untuk melakukan tindakan apapun. Sejak usia 7 tahun pasien hanya menggunakan obat herbal. 3 bulan SMRS pasien kembali mengeluh nyeri saat berkemih. BAK mengeluarkan batu dan darah yang menetes. Terkadang batu tersangkut di ujung kemaluan, dan saat pasien berusaha untuk mengambilnya, darah semakin menetes. Pasien juga mengaku kadang sulit untuk memulai BAK, sehingga harus sedikit mengedan. Pancaran air kencing tidak lancar dan sering berhenti tiba-tiba. Urin baru dapat keluar jika pasien merubah posisi berkemihnya. Nyeri pinggang (+), hilang timbul dan sangat mengganggu aktivitas pasien. Sejak saat itu pasien memutuskan untuk berhenti bekerja dan lebih sering berbaring di atas tempat tidur. Penjalaran ke perut disangkal. 2 minggu SMRS, keluhan nyeri berkemih semakin memberat, pancaran kencingnya tidak lancar (terputus-putus), pernah ada batu tersangkut di kemaluannya yang diikuti dengan keluarnya darah menetes. Pasien juga merasa panas dan tidak nyaman pada perut bawah saat berkemih serta merasa tidak tuntas selepas berkemih. Nyeri pinggang dirasa semakin hebat, hingga pasien tidak mampu untuk berjalan lagi. Pasien menyangkal sering terbangun pada malam hari untuk kencing. Mual muntah dan sesak juga disangkal. Tiada keluhan BAB.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat diabetes mellitus disangkal Riwayat hipertensi disangkal Riwayat penyakit Ginjal disangkal Riwayat Stroke disangkal Riwayat Asma, Alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Batu saluran kemih disangkal Riwayat diabetes mellitus disangkal Riwayat hipertensi disangkal Riwayat penyakit Ginjal disangkal Riwayat Stroke disangkal Riwayat Asma, Alergi disangkal

Riwayat kebiasaan : Sejak kecil pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih. Dalam sehari pasien hanya mengkonsumsi air putih sebanyak 1 gelas aqua. Pasien lebih suka minum air teh manis, sebanyak 5-6x perhari dengan ukuran gelas 500 ml dan minum susu. Konsumsi banyak protein disangkal oleh pasien. I.3. PEMERIKSAAN FISIK Status generalis Keadaan Umum Kesadaran Kesan sakit Gizi Sikap pasien Tanda vital: Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu tubuh Kepala : Bentuk normocephali Rambut hitam, tebal, distribusi merata : 120/80 mmHg : 84 x/menit : 20 x/menit : 36,5 C : kompos mentis : sakit sedang : kurus : kooperatif

Wajah : Mata : Alis mata hitam, tebal, distribusi merata Konjungtiva pucat -/-, Sklera tidak ikterik Refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+ bentuk telinga simetris dan normotia Tidak ada nyeri tarik Tidak ada nyeri tekan pada tragus dan mastoid sekret (-) terlihat simetris warna kulit tidak anemis, tidak sianosis, tidak ikterik

Telinga :

Hidung : Paru: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Inspeksi : pergerakan dada simetris saat stastis dan dinamis. : vokal fremitus teraba simetris : sonor dikedua lapang paru : suara napas vesikuler, ronki-/-,wheezing -/: ictus cordis terlihat Hidung simetris Tidak ada deviasi septum, sekret -/bibir terlihat simetris tidak kering, tidak pecah-pecah, tidak sianosis Tonsil T1/T1 trakea lurus di tengah tidak teraba pembesaran KGB tidak terlihat pembesaran tiroid

Mulut dan tenggorokan :

Leher :

Jantung :

Palpasi Perkusi Auskultasi Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi

: 2 jari medial garis midclavicularis kiri di ICS 5 : Batas jantung kanan : garis sternalis dextra. Batas jantung kiri : : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-). : tegang, tidak tampak ascites, spider nevi (-). : bising usus (+) normal : lemas, tidak ada defence muskular, NT (+), NL(-), hepar & lien: : timpani

ICS 5, 2 jari medial linea midclavicularis sinistra. Abdomen

tidak ada pembesaran Ekstremitas Akral hangat, edema tungkai -/- , tidak ada deformitas, Tonus otot baik.

Status Urologis Regio CVA - Inspeksi : tidak tampak adanya massa

- Palpasi bimanual : ( - / - ) - Nyeri tekan - Nyeri ketuk Regio suprasimfisis - Inspeksi - Palpasi - Perkusi : tidak tampak adanya massa : nyeri tekan ( + ) : nyeri ketuk ( + ) :(+/+) :(+/+)

Regio genitalia eksterna Inspeksi Palpasi : tanda radang (-), darah (-). sekret (-). jejas (-) : nyeri tekan (-), suhu sama dengan sekitar

I.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (30 Juni 2010) Pemeriksaan Hematologi - Hemoglobin Hematokrit Leukosit Eritrosit Trombosit Hasil 14,9 45 9.9 5,21 174 Nilai rujukan 13.2-17.3 g/dl 33-45 % 5-10 ribu/Ul 4.40-5.90 ribu/Ul 150-440 ribu VER/HER/ KHER/RDW - VER HER KHER RDW 86.0 28.6 33.3 13.9 80.0-100.0 fl 26.0-34.0 32.0-36 11.5-14.5 % Hitung Jenis - Netrofil Limfosit Monosit 87 10 3 50-70 % 20-40 % 2-8 Kimia Klinik Fungsi Hati 25 0-34 U/l %

SGOT

39

0-40 U/l

- SGPT Fungsi Ginjal Ureum Darah 23 1.2 20-40 mg/dl 0.6-1.5 mg/dl

- Creatinin Darah Diabetes Gula darah puasa

75

80-100 mg/dl 80-145 mg/dl 135 - 147 3.10 -5.10 mmol/L 95 -108 mmol/L

115 - Gula darah 2 jam PP Elektrolit - Natrium 135 Kalium Klorida 4.47 110

Urinalisa Urobilinogen Protein urine Berat Jenis Keton Bilirubin Nitrit pH Lekosit Darah/Hb Glukosa Warna Kejernihan

0.2 U.E/dl +2 1.025 +2 Negative Positif 8.0 +2 +2 Negative Yellow Keruh

<1 Negative 1.003-1.030 Negative Negative Negative 4,8-7,4 Negative Negative Negative Yellow Clear

Sedimen Urin

Epitel Lekosit Eritrosit Silinder Kristal Bakteri Lain-lain

Positif 5-6 5-6 Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif 0-5/LPB 0-2/LPB /LPK

BNO-IVP

Kesan : Fungsi sekresi dan ekskresi kedua ginjal baik Hidronefrosis dengan sumbatan parsial pada uterovesical junction kanan ec batu multiple buli-buli Divertikel buli sisi kiri

I.5. RESUME Laki-laki, 33 tahun, datang dengan keluhan buang air kecil terasa semakin nyeri sejak 2 minggu SMRS. Keluhan nyeri berkemih telah dirasakan sejak usia 7 tahun, dan kadang keluar serpihan-serpihan kecil dari kemaluan ketika berkemih. BAK juga dirasakan tidak lancar. Pasien kemudian berobat ke RSUP fatmawati dan di rontgen, dari hasil rontgen didapatkan batu berukuran biji kelengkeng di kandung kemih, namun pasien mengaku saat itu tidak disarankan untuk melakukan tindakan apapun. Sejak usia 7 tahun pasien hanya menggunakan obat herbal. 3 bulan SMRS pasien kembali mengeluh nyeri saat berkemih. BAK mengeluarkan batu dan darah yang menetes. Terkadang batu tersangkut di ujung kemaluan, dan saat pasien berusaha untuk mengambilnya, darah semakin banyak. Pasien juga mengaku kadang sulit untuk memulai BAK, sehingga harus sedikit mengedan. Pancaran air kencing tidak lancar dan sering berhenti tiba-tiba. Nyeri pinggang (+), hilang timbul dan sangat mengganggu aktivitas pasien. Pasien sudah tidak bekerja dan lebih sering berbaring di atas tempat tidur. 2 minggu SMRS, keluhan nyeri berkemih semakin memberat, pancaran kencingnya tidak lancar (terputus-putus), pernah ada batu tersangkut di kemaluannya yang diikuti dengan keluarnya darah menetes. Pasien juga merasa panas dan gatal pada perut bawah saat berkemih serta merasa tidak tuntas selepas berkemih. Nyeri pinggang dirasa semakin hebat. Sejak kecil pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih. Dalam sehari pasien hanya mengkonsumsi air putih sebanyak 1 gelas aqua. Pasien lebih suka minum air teh manis, sebanyak 5-6x perhari dengan ukuran gelas 500 ml dan minum susu. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum Kesadaran Tanda vital : Tampak sakit sedang : Kompos mentis

Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu tubuh Status generalis Status urologis Regio CVA

: 120/80 mmHg : 84 x/menit : 20 x/menit : 36,5 C : dalam batas normal :

- Nyeri tekan ( + / + ) - Nyeri ketuk ( + / + ) Regio suprasimfisis - Nyeri tekan ( + ) - Nyeri ketuk ( + ) Pemeriksaan Penunjang : Urinalisa : Urin keruh, protein +2, keton +2, nitrit (+), pH 8, leukosit +2, darah/Hb +2. Sedimen urin : leukosit 5-6/LPB, eritrosit 5-6/LPB, bakteri (+).

BNO-IVP : Hidronefrosis dengan sumbatan parsial pada uterovesical junction kanan ec batu multiple buli-buli Divertikel buli sisi kiri

I.6. DIAGNOSIS KERJA Vesikolitiasis multipel divertikel buli

I.7. PENATALAKSANAAN

Vesicolitotomi & biopsi mukosa buli

I.8. PROGNOSIS Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam : bonam : dubia ad bonam : dubia ad malam

I.9. Laporan Operasi 1. Tanggal 13 Juli 2010 Nama operator D/ sebelum operasi D/ post operasi : dr. Yonas Sp.U : Batu buli multipel dan divertikel buli kecil : Batu buli multipel dan divertikel buli kecil Jenis operasi : vesicolithotomy & biopsi mukosa buli Laporan operasi Pasien supine 2. A dan antisepsis abdomen bawah dan sekitarnya 3. Pasang FC 22 3-way, isi buli dengan NaCl 0,9% 300 cc (balon DC 20 cc) 4. Insisi mediana mulai dari 1 jari di atas simfisis s/d 4 jari dibawah umbilikus, menembus kutis, subkutis, fasia, m. rektus abdominis di split di midline secara tumpul. 5. Peritoneum disisihkan ke kranial, pasang tegel silk 2.0 sebanyak 2 buah pada dinding anterior buli. 6. Insisi buli diantara 2 tegel, diperlebar secara tumpul, tampak batu diluksir keluar 4 buah batu, ukuran terbesar 10 x 5 cm, terkecil 2,5 x 1,5 cm, tidak melekat ke mukosa, tampak mukosa dinding posterior dan trigonum hiperemis & agak tebal biopsi 3 cubitan (dengan ellis clamp) PA 7. Bekas biopsi berdarah hemostasis 8. Cuci intravesika dengan aqua steril

9. Tutup buli 2 lapis mukosa secara continuous dengan vicryl 4.0, seromuskular dengan vicryl 2.0 interrupted 10.Cuci rongga Retzii 11.Pasang drain NGT 18 12.Tutup kembali lapis demi lapis. 13.Operasi selesai. Instruksi post-op Awasi tanda vital Infus RL 10 tetes / menit Bed rest sehingga esok pagi Boleh makan dan minum seperti biasa Cek darah lengkap post op Pertahankan drain sehingga produksi minimal Terapi: Ceftriaxone 1 x 2 gr Transamine amp 3 x 1 gr Ketesse amp 2 x 1 gr

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. ANATOMI SISTEM KEMIH Ginjal merupakan organ tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi untuk homeostasis, terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur keseimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh. (Scanlon VC, 2007, Sanders T, 2007) Ginjal Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri. (Netter, 2006)

Gambar 2.1. Anatomi Sistem Kemih

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian (Netter, 2006):

Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdiri dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

Medula, yang terdiri dari 9-14 piramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).

Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara piramid ginjal Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor.

Calix minor, yaitu percabangan dari calix major. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis. Pelvis renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Gambar 2.2. Bagian-bagian Ginjal Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal). Berdasarkan letaknya nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta. (Scanlon VC, 2007, Sanders T, 2007)

Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior. (Netter, 2006) Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus. (Netter, 2006) Ureter Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal. (Netter, 2006) Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus. (Scanlon VC, 2007, Sanders T, 2007) Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior. (Netter, 2006)

Vesika Urinaria

Gambar 2.3. Vesika Urinaria Vesica urinaria, merupakan tempat untuk menampung urin yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf. (Scanlon VC, 2007, Sanders T, 2007) Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong. (Scanlon VC, 2007, Sanders T, 2007)

Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. (Netter, 2006) Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan 2006) Uretra Uretra merupakan saluran yang membawa urin keluar dari vesica urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Pada pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter). (Van de Graaf KM, 2001) Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa dan pars spongiosa.

n.splanchnicus

lumbalis

L1-L2.

Adapun

persarafan

parasimpatis

melalui

n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik. (Netter,

Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.

Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.

Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi

diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter (somatis).

Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Gambar 2.4. Uretra Pria

Gambar 2.5. Uretra Wanita

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina ( vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif. (Van de Graaf KM, 2001)

II.2. BATU SALURAN KEMIH II.2.1. EPIDEMIOLOGI Prevalensi batu saluran kemih di USA sekitar 10%, dan dengan insidens 0,2 %. Insidens batu saluran kemih di negara maju lainnya lebih banyak terjadi pada saluran kemih atas, berbeda dengan di negara berkembang mayoritas terjadi di kandung empedu. Nyeri (rasa tidak nyaman) dapat terjadi pada pasien yang menderita batu ginjal, walaupun belum menimbulkan dampak obstruksi. Namun, pasien dengan obstruksi seringkali asimptomatik hingga diagnosis penyakit diketahui. Batu saluran kemih lebih sering ditemukan di Asia dan Afrika, dan Amerika Utara. Secara umum, urolitiasis lebih sering terjadi pada laki-laki(rasio 3:1).Akumulasi batu ginjal juga berhubungan dengan sekresi hormon atau defek metabolik. Gejala pada penyakit umumnya muncul pada umur 20-49 tahun, walaupun pada umur 50 tahun juga jarang terjadi. Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Sekitar 1 di antara 1000 pria dan 1 dari 3000 wanita datang dengan keluhan utama batu ginjal yang pertama dalam satu tahun. Lima belas persen mengalami batu rekuren dalam waktu setahun setelah keluhan pertama, 30% dalam 5 tahun. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy ) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, dan operasi terbuka).

II.2.2. ETIOLOGI Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih, gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis papil) dan multifaktor. (R. Sjamsuhidayat, 2005) 1. Gangguan aliran urin a. Fimosis b. Striktur meatus c. Hipertrofi prostat d. Refluks vesiko-uretral e. Ureterokele f. Konstriksi hubungan ureteropelvik 2. Gangguan metabolisme Menyebabkan ekskresi kelebihan bahan dasar batu a. Hiperparatiroidisme b. Hiperuresemia c. Hiperkalsiuria 3. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease 4. Dehidrasi a. Kurang minum, suhu lingkungan tinggi 5. Benda asing a. Fragmen kateter, telur sistosoma 6. Jaringan mati (nekrosis papil) 7. Multifaktor a. Anak di negara berkembang b. Penderita multitrauma 8. Batu idiopatik (R. Sjamsuhidayat, 2005)

Terdapat beberapa faktor yang mempermudahkan terjadinya batu saluran kemih pada seseorang, yaitu : Faktor intrinsik antara lain adalah : 1. Herediter penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya 2. Umur penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun 3. Jenis kelamin jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan pasien perempuan. Beberapa faktor ekstrinsik adalah : 1. Geografi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt, sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih. 2. Iklim dan temperatur 3. Asupan air kurangnya asupan air dan tinggi kadar mineral kalsium pada air yang dikosumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih 4. Diet diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih 5. Pekerjaan penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life. Immobilisasi lama pada penderita cedera dengan fraktur multipel atau paraplegia yang menyebabkan dekalsfikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium dan stasis sehingga presipitasi batu mudah terjadi. (R. Sjamsuhidayat, 2005)

II.2.3. Patogenesis Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin)., yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis

uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang mempermudahkan terjadinya pembentukan batu. (Purnomo BB, 2009) Beberapa teori pembentukan batu adalah : a. Teori Nukleasi Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu (nukleus). Agregat polikristalin terdiri dari berbagai macam jumlah kristaloid dan matriks organik. Pembentukan batu memerlukan keadaan supersaturasi urin. Supersaturasi tergantung pada pH urin, kekuatan ion, konsentrasi zat terlarut, dan kompleksasi. Kekuatan ion terutama ditentukan oleh konsentrasi relatif ion monovalen. Dengan meningkatnya kekuatan ion, koefisien aktivitas menurun. Koefisien aktivitas mencerminkan availibilitas ion tertentu. Peran konsentrasi zat terlarut jelas, yaitu semakin dan besar konsentrasi 2 ion, semakin Dengan besar pula kemungkinannya untuk mengendap. Konsentrasi ion rendah menyebabkan saturasi menurun meningkatkan kelarutan. meningkatnya konsentrasi ion, produk aktivitas mencapai suatu titik tertentu yang disebut produk kelarutan (KSP). Konsentrasi di atas titik ini metastabil dan mampu menginisiasi pertumbuhan kristal dan nukleasi heterogen. Karena zat terlarut menjadi lebih terkonsentrasi, produk aktivitas akhirnya mencapai produk formasi (K fp). Tingkat supersaturasi yang melebihi titik ini tidak stabil, dan dapat terjadi nukleasi homogen spontan. (Emil, 2008, Jack W, 2008) Faktor lain yang berperan utama dalam pembentukan batu saluran kemih antara lain kompleksitas. Kompleksitas mempengaruhi availibilitas ion tertentu. Sebagai contoh, natrium membentuk kompleks dengan oksalat dan menurunkan bentuk ion bebasnya, sedangkan sulfat membentuk kompleks dengan kalsium. Teori nukleasi menunjukkan bahwa batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda asing yang mengendap dalam urin supersaturasi. Batu terutama terdiri dari komponen kristalin. Beberapa langkah

terlibat dalam pembentukan batu, yaitu nukleasi, pertumbuhan, dan agregasi. (Emil, 2008, Jack W, 2008) b. Teori Matriks Jumlah komponen matriks nonkristalin pada batu saluran kemih bervariasi sesuai jenis batu, umumnya berkisar antara 2-10% menurut beratnya. Hal ini lebih didominasi oleh protein, dengan sejumlah kecil heksosa dan heksosamin. Jenis batu yang jarang terjadi, dan biasa disebut kalkulus matriks, berkaitan dengan pembedahan ginjal sebelumnya atau infeksi saluran kemih kronik, dan mempunyai tekstur gelatin. Pemeriksaan histologi menunjukkan laminasi dengan sedikit kalsifikasi. Pada foto polos abdomen, kalkuli matriks biasanya menunjukkan radiolusen dan sulit dibandingkan dengan filling defect lainnya, seperti bekuan darah, tumor saluran atas, dan lain sebagainya. Computed tomography (CT) menunjukkan kalsifikasi dan dapat membantu untuk konfirmasi diagnosis. (Emil, 2008, Jack W, 2008) Peran matriks dalam proses inisiasi batu saluran kemih tidak diketahui. Hal itu mungkin dapat berfungsi sebagai kerangka tempat agregasinya kristal atau mungkin sebagai lem alami untuk menempelkan komponen kristal kecil, dengan demikian dapat menghalangi aliran saluran kemih. (Emil, 2008, Jack W, 2008) c. Penghambatan kristalisasi Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Ion magnesium (Mg ++) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium (Ca++) untuk membentuk kalsium oksalat menurun. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan Ca ++ membentuk garam kalsium sitrat; sehingga jumlah kalsium yang berikatan dengan oksalat ataupun fosfat

berkurang. Hal ini menyebabkan kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat jumlahnya berkurang. (Purnomo BB, 2009) Jaringan abnormal atau mati seperti nefrosis papila pada ginjal dan benda asing mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang merupakan nidus batu. (R. Sjamsuhidayat, 2005) II.2.4. Komposisi batu a. Batu kalsium Kalsium merupakan ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium plasma yang terionisasi dan tersedia untuk filtrasi di glomerulus. Lebih dari 95% kalsium terfiltrasi di glomerulus diserap baik pada tubulus proksimal maupun distal, dan dalam jumlah yang terbatas dalam tubulus pengumpul. Kurang dari 2% diekskresikan dalam urin. Banyak faktor yang mempengaruhi availibilitas kalsium dalam larutan, termasuk kompleksasi dengan sitrat, fosfat, dan sulfat. Peningkatan monosodium urat dan penurunan pH urin mengganggu kompleksasi ini, dan oleh karena itu menginduksi agregasi kristal. (Emil, 2008, Jack W, 2008) Batu ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70 80 % dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Predisposisi kejadian hiperkalsiuria (kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250 300 mg / 24 jam), menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab : a. b. c. Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus. Hiperkalsiuri renal karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal. Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiriodisme primer atau pada tumor paratiriod.

b.

Batu oksalat Oksalat merupakan produk limbah metabolisme normal dan relatif tidak terlarut. Normalnya, sekitar 10-15% dari oksalat yang ditemukan dalam urin berasal dari diet. Sebagian besar oksalat yang masuk ke usus besar didekomposisi bakteri. Diet, bagaimanapun dapat berdampak pada jumlah oksalat yang ditemukan dalam urin. Setelah diserap melalui usus halus, oksalat tidak dimetabolisme dan diekskresikan hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal. Adanya kalsium dalam lumen usus merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah oksalat yang diabsorbsi. Pengaturan oksalat dalam urin memainkan peran penting dalam pembentukan batu kalsium oksalat. Ekskresi normal 20-45 mg/hari dan tidak berubah secara signifikan menurut usia. Perubahan kecil pada level oksalat dalam urin dapat menyebabkan dampak dramatis terhadap supersaturasi kalsium oksalat. Prekursor utama oksalat adalah glisin dan asam askorbat, namun dampak masuknya vitamin C (<2 g/hari) diabaikan. Hiperoksaluria (ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 g/hari) dapat terjadi pada pasien dengan gangguan usus, terutama inflammatory bowel disease, reseksi usus halus, bypass usus dan pasien yang banyak mengonsumsi makanan yang kaya dengan oksalat, diantaranya adalah : teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.. Batu ginjal terjadi pada 5-10% pasien dengan kondisi ini. Kalsium intralumen berikatan dengan lemak sehingga menjadi tidak tersedia untuk mengikat oksalat. Oksalat yang tidak berikatan mudah diserap. Oksalat yang berlebihan dapat terjadi pencernaan ethylene glycol (oksidasi parsial oksalat). Hal ini dapat mengakibatkan deposit kristal kalsium oksalat yang difus dan masif dan kadang-kadang dapat menyebabkan gagal ginjal. (Emil, 2008, Jack W, 2008)

c.

Fosfat Fosfat merupakan buffer dan berikatan dengan kalsium dalam urin. Ini adalah komponen penting dari batu kalsium fosfat dan batu amonium magnesium fosfat. Ekskresi fosfat urin pada orang dewasa normal berkaitan dengan jumlah

diet fosfat (terutama pada daging, produk susu, dan sayuran). Sejumlah kecil fosfat yang difiltrasi oleh glomerulus secara dominan diserap kembali oleh tubulus proksimal. Hormon paratiroid menghambat reabsorpsi ini. Kristal utama yang ditemukan pada mereka yang hiperparatiroidisme adalah fosfat, dalam bentuk hidroksiapatit, amorf kalsium fosfat, dan karbonat apatit. (Emil, 2008, Jack W, 2008) d. Asam urat Asam urat merupakan produk sampingan dari metabolisme purin. Sekitar 5 10 % dari seluruh batu saluran kemih. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini. (Emil, 2008, Jack W, 2008) Asam urat relatif tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah (1) urin yang terlalu asam(pH urin <6), (2) volume urin yang jumlahnya terlalu sedikit (< 2 liter / hari), (3) hiperurikosuri atau kadar asam urat tinggi (> 850 mg / 24 jam). Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga sering keluar spontan. Batu asam urat murni bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga seringkali harus dibedakan dengan bekuan darah, bentukan papila ginjal yang nekrosis, tumor, atau benzoar jamur. Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik ( acoustic shadowing). (Purnomo BB, 2009) e. Batu struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2 + H20 2NH3 + CO2 Suasana basa ini yang memudahkan garam garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP). Kuman pemecah fosfat anatranya adalah: Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus. (Purnomo BB, 2009) f. Batu jenis lain Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu sisitin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu silikat. (Purnomo BB, 2009) Keadaan lain yang menyebabkan terjadinya batu saluran kemih adalah : I. Hipositraturia di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturia terjadi pada: penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama. Estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan dapat menjadi faktor yang mengurangi timbulnya batu pada wanita, terutama selama

kehamilan. Alkalosis juga meningkatkan sitrat ekskresi. (Emil, 2008, Jack W, 2008) II. Hipomagnesuria Magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu oksalat, karena dalam urin magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus ( inflamatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi. (Purnomo BB, 2009)

II.2.5. BATU GINJAL DAN URETER Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal mempermudah timbulnya batu saluran kemih. Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis. Tanda tanda ureterolitiasis: 1. kolik a. serangan nyeri b. mual / muntah c. kegelisahan 2. nyeri alih ke regio inguinal 3. perut kembung (ileus paralitik)

4. hematuria 5. batu tampak pada pencitraan Gambaran Klinis Keluhan yang dialami pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang, bisa berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Karena peristalsis, akan terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul yang disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang ulang sampai batu bergeser dan memberi kesempatan air kemih untuk lewat. Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat berkemih atau sering kencing. Hematuria seringkali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis. Jika didapatkan demam harus curiga urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotik. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urin.

Gambar 2.6. Batu ginjal II.2.6. BATU KANDUNG KEMIH Vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada pasien hiperplasia prostat, striktur uretra, divertikel buli-buli, atau buli-buli neurogenik. Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama, adanya benda asing lain yang secara tidak sengaja masuk ke dalam buli-buli seringkali menjadi inti untuk terbentuknya batu buli-buli. Selain itu vesikolitiasis dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli. Gejala khas vesikolitiasis adalah berupa gejala iritasi, antara lain disuria hingga stranguri, perasaan tidak enak waktu kencing, dan kencing tiba-tiba berhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh ataupun menetes dan disertai dengan nyeri karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung kemih. Nyeri pada saat miksi sering kali dirasakan pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki. Pada anak, nyeri yang bersangkutan akan menyebabkan anak menarik penisnya sehingga tidak jarang dilihat penis yang agak panjang. Bila pada sakit tersebut penderita berubah posisi, suatu saat air kemih akan dapat keluar karena letak batu

yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi sekunder, selain nyeri, sewaktu miksi juga akan terdapat nyeri menetap suprapubik. II.2.7. DIAGNOSIS II.2.7.1. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya, besarnya, dan morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai tanda umum, yaitu hematuria, baik hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain itu, bila disertai infeksi saluran kemih, dapat juga ditemukan kelainan endapan urin, bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lain. II.2.7.2. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Pemeriksaan urinalisis makroskopik didapatkan gross hematuria.

Pemeriksaan sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria, hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. 85 % pasien dengan batu ginjal didapatkan hematuria maksoskopik dan mikroskopik. Namun, tidak ditemukannya hematuria tidak berarti menghilangkan kemungkinan menderita batu ginjal. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. (Fisher WE, 2006, R. Sjamsuhidayat, 2005) Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan adanya pertumbuhan asam dan kemungkinan terbentuk batu asam urat. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Proteinuria juga disebut albuminuria adalah kondisi abnormal dimana urin berisi sejumlah protein. Kebanyakan protein terlalu besar untuk melewati filter ginjal ke dalam urin. Namun, protein dari darah dapat bocor ke dalam urin ketika glomeruli rusak. Proteinuria merupakan tanda penyakit ginjal kronis (CKD), yang dapat disebabkan oleh diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit yang kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu fosfat. Bisa juga pH urin lebih

menyebabkan peradangan pada ginjal. Sebagai akibat fungsi ginjal menurun, jumlah albumin dalam urin akan meningkat. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih, antara lain kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat. Pemeriksaan darah lengkap, dapat menentukan kadar meningkat akibat proses peradangan di ureter. b. Radiologis Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak, sedangkan batu asam urat bersifat radio lusen. Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrograde pielografi atau dilanjutkan. Dengan anterograd pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah urutan batu menurut densitasnya, dari yang paling opak hingga yang paling bersifat radiolusen, kalsium Magnesium, amonium fosfat, sistin, asam urat, xantine. Jenis Batu Kalsium Magnesium Amonium Fosfat Urat/Sistin Tabel 2.1. Gambaran Batu Radioopasitas Opak Semiopak Non Opak fosfat, kalsium oxalat, hemoglobin yang menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkan jumlah lekosit yang

Pielografi Intravena (IVP) Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan, fungsi ginjal. Juga untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang, tidak terlihat oleh foto polos abdomen.

Gambar 2.7. Pielografi Intravena Ullrasonografi USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP yaitu pada keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat pada gambar echoic shadow jika terdapat batu. CT-scan Teknik CT-scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk melihat gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana terjadinya obstruksi.

II.2.8. DIAGNOSIS BANDING Beberapa diagnosa banding dari batu kandung kemih antara lain ialah: 1. Kolik Ginjal dan Ureter 2. Hematuria Bila terjadi hematuri perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. 3. Tumor ginjal Pcrlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz, bila ada batu ginjal dengan hidronefrosis. 4. Tumor ureter Pada batu ureter, terutama dari jenis radiolusent, bila disertai hematuria yang tidak disertai dengan kolik, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ureter walaupun tumor ini jarang ditemukan. 5. Tumor kandung kemih Perlu dibandingkan dengan tumor kandung kemih terutama bila batu yang terdapat dari jenis radiolusen. II.2.9. PENYULIT Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan iritasi yang bekepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid. Sebagai akibat obstruksi, khususnya di ginjal atau ureter, dapat terjadi hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila terjadi pada kedua ginjal, akan timbul uremia karena gagal ginjal total. Hal yang sama dapat juga terjadi akibat batu kandung kemih, lebih-lebih bila batu tersebut membesar sehingga juga menganggu aliran kemih dari kedua orfisium ureter. batu saluran kemih yang bertahun-tahun, dapat menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma

Khusus pada batu uretra dapat terjadi divertikulum uretra. Bila obstruksi berlangsung lama, dapat terjadi ekstravasasi kemih dan terbentuklah fistula yang terletak proksimal dari batu ureter II.2.10. TATALAKSANA Medikamentosa Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar. Dapat juga diberi pelarut batu seperti batu asam urat yang dapat dilarutkan dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai makanan alkalis. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi) Alat ESWL adalah pemecah batu yang yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Prinsip dari ESWL adalah memecah batu menjadi fragmen-fragmen kecil dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh, sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi SWL mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras ( misalnya kalsium oksalat monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. Juga pada orang gemuk mungkin akan kesulitan. Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.

Gambar 9: Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi

Gambar 2.8. ESWL Endourologi 1. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi: memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntutan ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini.

2. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu. 3. Litotripsi : yaitu memecah batu bull-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik. 4. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan keranjang Dormia. Bedah Laporoskopi Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter. Bedah terbuka Pembedahan terbuka ini antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk mengambil batu di ureter. II.2.11. PENCEGAHAN Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Umumnya pencegahan dapat berupa menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 liter per hari, diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu, aktifitas harian yang cukup dan pemberian medikamentosa. Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah diet rendah protein karena protein akan memacu ekskresi kalsium urin dan menyebabkan suasana urin menjadi lebih asam. Diet rendah oksalat, diet rendah garam karena natriuresis akan memicu timbulnya hiperkalsuria dan diet rendah purin.

BAB III ANALISIS MASALAH Diagnosis vesikolitiasis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis : Identitas pasien laki-laki, usia 33 tahun. Hal ini sesuai dengan data epidemiologi terjadinya batu saluran kemih di negara berkembang yaitu lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada wanita dengan rasio 3:1. Jenis kelamin lakilaki merupakan faktor risiko intrinsik terjadinya batu saluran kemih pada kasus ini. Dalam literature didapatkan bahwa estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan menjadi faktor yang menghambat timbulnya batu pada wanita, terutama selama kehamilan. (Emil, 2008, Jack W, 2008) Keluhan buang air kecil terasa nyeri sejak usia 7 tahun SMRS, keluar serpihanserpihan kecil dan darah yang menetes dari kemaluan ketika berkemih. Pancaran urin tidak lancar dan sering berhenti tiba-tiba. Urin baru dapat keluar jika pasien merubah posisi berkemihnya. Terkadang batu juga tersangkut di ujung kemaluan. Sulit untuk memulai BAK, sehingga harus sedikit mengedan. Nyeri pinggang (+), hilang timbul dan sangat mengganggu aktivitas pasien. Rasa panas dan tidak nyaman pada perut bawah saat berkemih. Rasa tidak tuntas selepas berkemih. Pasien pernah didiagnosis menderita batu saluran kemih di RSUP Fatmawati saat berusia 7 tahun. Hal ini sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa gejala khas vesikolitiasis adalah berupa gejala iritasi, antara lain disuria hingga stranguri, perasaan tidak enak waktu kencing, dan kencing tiba-tiba berhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh disertai dengan nyeri karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung kemih.

Adapun faktor risiko ekstrinsik yang terdapat pada kasus ini adalah kurangnya asupan air dan tingginya kadar oksalat dalam teh yang sering dikonsumsi pasien sejak kecil. Diet berdampak pada jumlah oksalat yang ditemukan dalam urin. Setelah diserap melalui usus halus, oksalat tidak dimetabolisme dan diekskresikan hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal. Oleh karena itu dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. Selain itu, kurangnya aktivitas pada pasien juga merupakan faktor risiko terjadinya batu saluran kemih. (R. Sjamsuhidayat, 2005) Pemeriksaan Fisik Berdasarkan status urologis Regio CVA - Nyeri tekan ( + / + ) - Nyeri ketuk ( + / + ) Regio suprasimfisis - Nyeri tekan ( + ) - Nyeri ketuk ( + ) Pemeriksaan Penunjang o Urinalisa : Urin keruh, protein +2, keton +2, nitrit (+), pH 8, leukosit +2, darah/Hb +2. o Sedimen urin : leukosit 5-6/LPB, eritrosit 5-6/LPB, bakteri (+). BNO-IVP : Hidronefrosis dengan sumbatan parsial pada uterovesical junction kanan ec batu multiple buli-buli Divertikel buli sisi kiri :

Berdasarkan pemeriksaan urinalisa didapatkan adanya leukosituria, bakteriuria dan hematuria mikroskopis, dimana hal ini menunjukkan terjadinya

infeksi saluran kemih akibat gangguan aliran urin yang berlangsung lama dan hematuria yang terjadi disebabkan adanya trauma pada mukosa saluran kemih akibat batu. Divertikel yang ditemukan pada sisi kiri kandung kemih menunjukkan faktor predisposisi terjadinya vesikolitiasis, hal ini sesuai dengan literature, yang menyatakan bahwa vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi yang terjadi pada pasien ini karena adanya divertikel buli. Adapun tatalaksana pada kasus ini dilakukan vesikolitotomi & biopsi mukosa buli. Tatalaksana ini sudah tepat, mengingat jumlah batu yang banyak dengan ukuran yang multipel dan terletak di vesika urinaria.

DAFTAR PUSTAKA

Fisher WE dkk. Pancreas. In : Schwartzs Manual of Surgery. Edisi ke-8. New York: The McGraw Hill Companies; 2006. hal 2829 -2859. Gardjito W. Urolitiasis. Dalam : Sjamsuhidajat R, dkk, (editor). Buku Ajar Ilmu Bedah. Buku II, Edisi kedua. Jakarta: EGC ; 2005. hal : 756 764 Liou LS. Kidney Stones. 2009. http://health.allrefer.com/health/nephrolithiasis-lithotripsyprocedure.html. Diakses tanggal 10 Juli 2010

Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
Purnomo BB. Dasar Dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto ; 2009. hal 57 68

Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5 th ed. US: FA Davis Company; 2007.
Sjabani M. Batu Saluran Kemih. Dalam: Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi keempat. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006. hal 574 -584 Tanagho ME dkk. Urinary tract obstruction. In : Tanagho ME dkk, (editor). Smith General Urology, Edisi ke tujuh belas. USA: The McGraw Hill Companies; 2008. Hal 179-188

Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001.

Anda mungkin juga menyukai