Anda di halaman 1dari 48

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

LAPORAN KASUS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

Agustus 2015

UROLITH

Oleh :
Radina

C11111901

Muh. Faudhy Ariyandi

C11111896

Julham Soamole

C11111258

Romario Vianney W.G.L

0808013593

Pembimbing Residen
dr. Mira Maya Kumala

Dosen Pembimbing
Prof. Dr. dr. Bachtiar Murtala, Sp. Rad (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2015

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :
Nama :
1. Radina

(C11111901)

2. Muh. Faudhy Ariyandi

(C11111896)

3. Julham Soamole

(C11111258)

4. Romario Vianney W.G.L

(0808013593)

Judul Laporan Kasus : Urolith


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, 10 Agustus 2015
Penguji

Pembimbing Residen

Dosen Pembimbing

dr. Mira Maya. K Prof. Dr. dr. Bachtiar Murtala, Sp.Rad (K)
Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin

Prof.Dr.dr.Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K)

DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

I.

KASUS PENDERITA
1. IDENTITAS PASIEN ...............................................................

2. ANAMNESIS ...........................................................................

3. PEMERIKSAAN FISIS ............................................................

4. LABORATORIUM ...................................................................

5. RADIOLOGI ............................................................................

6. DIAGNOSIS .............................................................................

12

7. TERAPI ....................................................................................

12

II. TINJAUAN PUSTAKA


1. DEFINISI .................................................................................

13

2. EPIDEMIOLOGI .....................................................................

16

3. ANATOMI ...............................................................................

17

4. ETIOPATOGENESIS................................................................

23

5. KLASIFIKASI .........................................................................

24

6. KOMPOSISI ...........................................................................

25

7. GAMBARAN KLINIS ............................................................

30

8. GAMBARAN RADIOLOGI....................................................

31

9. DIAGNOSIS BANDING .........................................................

38

10. PENATALAKSANAAN
11. KOMPLIKASI .........................................................................
III.

40
43

DISKUSI
1. RESUME KLINIS ...................................................................

44

2. PEMBAHASAN RADIOLOGI ..............................................

44

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

49

I.

KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
No. Rekam Medik
Alamat
Ruang Perawatan
Tanggal MRS

: Tn. La Ode Gani


: 59 tahun
: 720380
: Desa Matano
: Lontara 2 Bedah Urologi
: 29 Juni 2015

A. Anamnesis
Keluhan utama
:
Nyeri pinggang
Riwayat penyakit sekarang :
Dialami sejak 1 bulan yang lalu sebelum masuk RSWS. Memberat
sejak 1 minggu yang lalu dan bertambah nyeri saat beraktifitas.
Nyeri pinggang dirasakan hilang timbul. Pasien ada riwayat

kencing berpasir dan mengeluhkan nyeri di akhir buang air kecil.


Riwayat penyakit sebelumnya:
- Riwayat kencing berwarna merah tidak ada
- Tidak ada riwayat Asam Urat
- Tidak ada riwayat hipertensi
- Tidak ada riwayat Diabetes Melitus
Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
Riwayat pengobatan
:
Tidak ada

B. Pemeriksaan Fisis
Status Generalis :
Sakit Sedang / Gizi cukup / Compos mentis
Status Vitalis :
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu

: 110/80 mmHg
: 80 x/menit
: 20 x/menit (Tipe : Thoracoabdominal)
: 36.8oC (Axilla)

Status Lokalis :
Regio Costovertebralis Dextra
Inspeksi

: Alignment vertebralis kesan normal, gibbus tidak


ada, hematom tidak ada, massa tumor tidak ada.

Palpasi

: Ballotement ginjal kanan tidak teraba, massa tumor


tidak ada, nyeri tekan tidak ada

Perkusi

: Nyeri ketok tidak ada

Regio Costovertebralis Sinistra


Inspeksi

: Alignment vertebralis kesan normal, gibbus tidak


ada, hematom tidak ada, massa tumor tidak ada.

Palpasi

: Ballotement ginjal kiri tidak teraba, massa tumor


tidak ada, nyeri tekan tidak ada

Perkusi

: Nyeri ketok Costovertebralis ada

Regio Suprapubik
Inspeksi

: Tidak tampak bulging, warna kulit sama dengan


sekitarnya, hematom tidak ada, massa tumor tidak
ada

Palpasi

: Massa tumor tidak ada, nyeri tekan tidak ada

Regio Genitalia Eksterna


.

Penis
Inspeksi

: Tampak telah disirkumsisi, OUE berada di ujung,


hematom penis tidak ada, massa tumor tidak ada

Palpasi
.

: Massa tumor tidak teraba, nyeri tekan tidak ada

Skrotum
Inspeksi

: Tampak warna kulit lebih gelap dari sekitarnya,


hematom tidak ada, nyeri tidak ada, massa tumor
tidak tampak

Palpasi

: Massa tumor tidak ada, teraba 2 buah testis dengan


ukuran yang normal, tidak ada nyeri tekan

Perineum
Inspeksi

: Warna kulit sama dengan sekitarnya, hematom tidak


ada, massa tumor tidak ada

Palpasi

: Massa tumor tidak teraba, nyeri tekan tidak ada

Digital Rectal Examination

Bimanual Palpation

: Spingter mengcukik, mukosa licin, ampulla


berisi feses, tidak teraba pembesaran prostat

Handschoen

: feses ada, lender tidak ada, darah tidak ada

C. Laboratorium

Jenis Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH

Hasil
5.88
2.92
8.6
25.3
86.6
29.5

Nilai Rujukan
4 - 10 x 103/Ul
4 - 6 x 106/Ul
12 - 16 g/dL
37 - 48%
76 - 92 pl
22 - 31 pg

MCHC

34.0

32 - 36 g/dl

Darah Rutin PLT


Eo
Baso
Neutr
Lymph
Mono
Gula Darah
GDS

249
4.8
0.3
63.1
18.9
12.9

150 - 400x103/uL
1.00 - 3.00 x 103/uL
0.00 - 0.10 x 103/uL
52.0 - 75.0 sel
20.0 - 40.0
2.00 - 8.00

108

<140 mg/dl

Ureum

50

10-50 mg/dl

Kreatinin

1.90

L (< 1.3), P (< 1.1) mg/dl

Asam Urat

3.4 -7.0 mg/dL

SGOT
SGPT
Warna

19
15
Kuning
(++)50

< 38 U/L
< 41 U/L
Kuning

Fungsi
Ginjal
Kimia
Darah
Fungsi Hati

Darah

Urin Rutin

Bilirubin
Urobilinogen
Keton
Protein
Nitrit
Glukosa
Ph
Berat Jenis
Leukosit
Vit. C

RBC/ul
Negatif
Normal
Negatif
10 mg/dl
Negatif
Negatif
6.0
1.015
(+++) 500
WBC/ul
Negatif

Negatif
Negatif
Normal
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
4.5-8.0
1.005-1.035
Negatif
Negatif

D. Pemeri

E. Ksaa
Kesan :
Azotemia
Leukosuria
Hematuria

D. Pemeriksaan Radiologi

Gambar 1. Foto BNO.


Hasil pada pemeriksaan foto BNO :
-

Udara usus terdistrbusi sampai ke distal kolon


Tidak tampak dilatasi loop-loop usus dan gambaran herring bone

Tampak multiple bayangan radioopak berbentuk staghorne pada


regio hypocondrium dextra setinggi CV L1-L2, pada region
hypocondrium sinistra dengan ukuran terbesar 0.38 x 0.38 cm dan

pada rongga pelvis berbentuk lamellar dengan ukuran 3.1 x 2.4 cm


Kedua preperitoneal fat lne dan psoas line intak
Tampak osteofit pada aspek lateral pada CV L2-L3
Tampak pemipihan pada CV L3 dan L4 sisi kanan yang
menyebabkan scoliosis lumbalis sinistroconvex

Kesan :
Nefrolith bilateral
Vesicolith
Spondylosis Lumbalis
Scollosis lumbalis sinistroconvex

Gambar 2. Foto USG.


Hasil pemeriksaan USG Abdomen :
- Hepar : tidak membesar, echo parenkim normal homogeny, tip
tajam. Tidak tampak dilatasi vascular dan bile duct ekstra/intra
-

hepatic. Tidak tampak echo SOL/nodul metastase


GB : dinding tidak menebal. Tidak tampak echo batu/SOL
Pankreas : ukuran dan echo parenkim normal homogeny. Tidak

tampak echo SOL/nodul metastase


Ginjal kanan : ukuran dalam batas normal. Tampak densitas batu
besar/bentuk staghorn pada PCS kanan, ukuran sekitar 3,37 x 1,50

cm. Densitas cortex masih dalam batas normal


Ginjal kiri : ukuran dalam batas normal, tampak multiple echo batu
berbagai ukuran dengan ukuran terbesar sekitar 2,16 cm, PCS tidak
dilatasi, tampak lesi anechoic, dinding tipis, ukuran 1,91 x 1,57 cm

pada pole bawah ginjal


VU : mukosa reguler dan tidak menebal, tampak echo batu

berukuran sekitar 2,96 cm


- Prostat : volume = 15 ml
Kesan :
Nephrolith bilateral

Kista ginjal kiri


Vesicolith

Gambar 3. Foto MSCT- Scan.


Hasil pada pemeriksaan MSCT-Scan Abdomen :
-

Hepar : tidak membesar, permukaan regular, tip tajam


dengandensitas parenkim dalam batas normal.Tidak tampak
dilatasi vaskuler maupun bile duct. Tidak tampak SOL

10

GB : kontraktil
Lien : Bentuk, ukuran, dan densitas dalam batas normal tidak

tampak mass/cyst.
Pankreas : bentuk, ukuran, dan densitas dalam batas normal.Tidak

tampak dilatasi ductus pancreaticus


Ginjal kanan : ukuran dalam batas normal. Tampak densitas batu
besar/bentuk staghorn pada PCS kanan, ukuran sekitar 3,37 x 1,50

cm. Densitas cortex masih dalam batas normal


Ginjal kiri : ukuran dalam batas normal, tampak multiple densitas
batu berbagai ukuran, berbagai bentuk, salah satu berukuran sekitar

1,94 x 1,08 cm. Densitas masih dalam batas normal


VU : dinding tidak menebal, reguler, tampak densitas batu besar

berukuran sekitar 4,63 x 3,59 cm


Kalsifikasi pada dinding aorta abdominalis (atherosclerosis aorta

abdominalis)
Tampak scoliosis sinistroconvex dengan osteofit pada hampir seluruh
vertebra lumbalis
Kesan :
Nephrolith bilateral
Vesicolith
Scoliosis lumbalissinistroconvex dan spondylosis lumbalis
E. Diagnosis
Tampak nefrolith bilateral, vesicolith dan scoliosis lumbalis
sinistroconvex
F. Terapi
NaCl 0,9% 500 ml / 8 jam
Ceftriaxone inj IV 1 gr 2x1 vial
Ketorolac inj IV 30 mg/ml 3x1 amp

II.

TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Urolith

11

Urolith adalah batu yang terdapat pada saluran kemih .(2) Urolith
dapat terdiri atas batu ginjal (Nefrolith), batu ureter (Ureterolith), batu
buli-buli (Vesicolith), dan batu uretra (Urethrolith). Urolith yang kami
maksud dalam judul laporan kasus ini adalah batu ureter (Ureterolith).(2)
Nefrolith adalah renal calculus atau batu ginjal.(2) Batu gnjal
merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal dan mengandung
komponen Kristal dan matriks organic. Lokasi batu ginjal dijumpai
khas di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat terhenti di ureter
atau di kandung kemih. Batu ginjal sebagian besar mengandung batu
kalsium. (3)

Gambar 4a
Gambar 4b(4)
(a) Tampak batu berbentuk staghorn memenuhi Sistem Pelvokalises.
(b) Tampak bayangan radioopag berbentuk staghorn pada kedua ginjal.

Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,


infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta
seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum lebih dari dua kaliks
ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut
batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada system pelvikalises ginjal
(penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah
timbulnya batu saluran kemih. (4)
Ureterolith adalah batu yang menyangkut atau terbentuk di ureter.(2)
Batu yang tidak terlalu besar dari ginjal dapat didorong oleh peristaltic
otot-otot system pelvikalises dan masuk di ureter menjadi batu ureter. (4)
Gambar 5a
Gambar 5b(4)
(a) Tampak batu pada tiga tempat penyempitan fisiologis Ureter.
(b) Tampak bayangan radioopak setinggi CV L4.

12

Vesicolith adalah batu yang ditemukan pada vesica urinaria. Biasa


disebut juga batu buli-buli, vesica calculus, dan cystolith. Batu buli-buli
adalah massa yang berbentuk Kristal yang terbentuk atas material
mineral dan protein yang terdapat pada urin. (5)
Penyebab terbanyak batu vesika urinaria atau vesicolithiasis pada
orang dewasa adalah adanya obstruksi vesika urinaria oleh karena
penekanan vesica dari luar. Dari penelitian yang dilakukan oleh
American Urological Association Education and Research tahun 2013,
mendapatkan hasil bahwa peningkatan terjadinya batu buli - buli
berkaitan erat dengan proses pengisian kandung kemih yang tidak
sempurna dikarenakan terjadinya Bladder Outlet Obstruction (BOO)
oleh adanya Bening Prostate Hiperplasia (BPH). Selain stasis urin
penyebab terbentukbatu buli-buli juga berkaitan dengan riwayat batu
saluran kemih, riwayat penyakit gout, dan kondisi pH urin yang
rendah.(6)
Beberapa penyebab lain adalah infeksi traktus urinarius, neurogenic
bladder, diverticula vesica urinaria, striktur uretra dan congenital
anomali seperti bladder neck contracture.(5)
Batu vesika urinaria dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

Batu primer atau batu yang memang berasal dari vesika urinaria

Batu sekunder yaitu batu dari ginjal yang turun ke vesika urinaria(7)

Gambar 6a
(a) Tampak batu didalam vesika urinaria.

Gambar 6b(4)

13

(b) Tampak bayangan radioopag pada rongga pelvis.

2. Epidemiologi
Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu
ginjal dan batu kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak
normal di dalam ginjal dan mengandung komponen kristal serta matriks
organik. Lokasi batu ginjal dijumpai khas di calyx atau pelvis dan bila
akan keluar dapat terhenti di ureter atau di kandung kemih. Batu ginjal
sebagian besar mengandung batu kalsium. Batu oksalat, kalsium
oksalat, atau kalsium fosfat secara bersama dapat dijumpai 65-85% dari
jumlah keseluruhan batu ginjal, jenis batu tersebut juga dapat terbentuk
di ureter maupun di buli-buli. Dari 96 batu saluran kemih ditemukan
batu dengan kandungan asam urat tinggi, bentuk murni sebesar 25%
dan campuran bersama kalsium oksalat/ kalsium fosfat sebesar 79%,
sedangkan batu kalsium oksalat / kalsium fosfat sebesar 73%. (3)
Di Negara maju, batu pada saluran kemih banyak dijumpai pada
saluran kemih bagian atas, sedangkan di negara berkembang lebih
banyak dijumpai batu kandung kemih. Peningkatan kejadian batu pada
saluran kemih bagian atas terjadi di abad-20, proporsi batu ginjal
dijumpai relatif meningkat dibanding proporsi batu kandung kemih.
Sekitar 80% pasien batu ginjal merupakan batu kalsium, dan
kebanyakan terdiri dari kalsium oksalat atau agak jarang sebagai
kalsium fosfat (3)
Sedangkan hubungan antara nefrolitiasis dan infeksi saluran kemih
adalah kompleks dan sulit dianalisis baik secara fisiopatologi maupun
dari sudut pandang klinisnya. Saat ini, kebanyakan penelitian lebih
fokus pada bakteri yang membantu perkembangan terjadinya batu di
ginjal. Secara khusus, batu ginjal terdiri atas 2 kelompok besar, yaitu: (8)
batu kalsium yang dikarakteristikkan dengan batu oksalat dan batu

fosfat
batu non-kalsium yang terdiri dari batu urat, batu cystine, batu
bentuk jarang, batu yang infeksius, batu yang terdiri dari trifosfat,
amonium, dan magnesium (batu struvit).

14

3. Anatomi Organ Urinaria


Organ Urinaria terdiri atas ren, ureter, vesica urinaria, dan uretra. Organorgan ini berfungsi menyaring darah melalui proses filtrasi darah dan
mengumpulkan urine untuk sementara waktu.(1)

Gambar 7. Anatomi Traktus Urinarius.

a. Ren
Ren ada dua buah, berada di sebelah kiri dan kanan columna
vertebralis. Berbentuk seperti kacang merah dengan ukuran panjang 11
cm, lebar 6 cm, dan tebal 3 cm. Ukuran berat kira-kira 135-150 gram.
Berwarna agak kecoklatan. Mempunyai ekstremitas cranialis (polus
cranialis) dan ekstremitas inferior (polus caudalis), facies anterior, dan
facies posterior, kedua saluran tersebut bertemu pada margo lateralis
dan margo medialis. Kira-kira pada pertengahan margo medialis
terbentuk suatu cekungan yang dinamakan hilum renale, yang
merupakan tempat masuknya arteri renalis dan serabut-serabut saraf,
serta tempat keluarnya vena renalis dan ureter. Secara relatif ren pada
anak-anak lebih besar daripada orang dewasa. Ren ikut bergerak dengan
gerakan repsirasi. (1)
Struktur ren terdiri atas cortex renalis dan medulla renalis yang
masinga-masing berbeda warna dan bentuk. Cortex renalis berwarna

15

pucat, mempunyai permukaan yang kasar. Medulla renalis terdiri atas


pyramedes renalis (pyramis renalis Malpighii) berjumlah antara 12-20
buah, berwarna agak gelap. Basis dari bangunan pyramis ini disebut
basis pyramidis berada pada korteks dan apexnya disebut papilla renalis
terletak menghadap ke medial bermuara pada calyx minor. (1)
Hilum renale meluas membentuk sinus renalis dan di dalam sinus
renalis terdapat pelvis renalis yang merupakan pemebesaran dari ureter
kearah cranialis. Pelvis renalis terbagi menjadi 2-3 buah celices renalis
majores dan setiap calyx mayor terbagi menjadi 7-14 buah calices
renalis minores. (1)
Ren terletak di bagian posterior cavum abdominis, retroperitoneal, di
sebelah kiri dan kanan columna vertebrali, setinggi vertebra lumbalis 14 pada posisi berdiri. Kedudukan ini bisa berubah mengikuti perubahan
posisi tubuh. Ren dexter terletak lebih rendah dari yang sinister
disebabkan karena hepar terletak di sebelah cranial dari ren. Pada
wanita kedudukan ren kira-kira setengah vertebra lebih rendah
dibanding pria. (1)
Ren difiksasi pada tempatnya oleh fascia renalis, corpus adiposum
pararenale dan vasa renalis.

Gambar 8. Anatomi Ginjal(7)

16

b. Ureter
Ureter adalah suatu saluran yang dibentuk oleh jaringan otot polos
dengan ukuran 25-30 cm, menghubungkan ren dengan vesica urinaria.
Terletak retroperitoneal, sebagian berada pada cavum abdominis disebut
pars abdominalis, dan sebagian lain berada dalam cavitas pelvis disebut
pars pelvica. Kedua bagian ini kurang lebih sama panjang, merupakan
kelanjutan dari pelvis renalis, meninggalkan ren melalui hilum renale,
berada di sebelah dorsal vasa renalis, berjalam descendens pada
permukaan m.psoas major. (1)
Ureter dexter berada di sebelah dorsal duodenum pars descendens
dan menyilang radix mesenterii di bagian dorsal. Ureter menyilang
arteri iliaca communis atau pangkal arteri iliaca externa, berjalan di
sebelah ventro-caudal arteri iliaca interna lalu menyilang arteri
umbilicalis serta vasa obturatoria dan nervus obturatorius di sebelah
medialnya. Selanjutnya berjalan sepanjang dinding lateral pelvis, lalu
membelok ke medial menuju ke dinding dorsal vesica urinaria. (1)
Kedua ureter bermuara ke dalam vesica urinaria dengan jarak 5 cm
satu sama lain. Berjalan obliq sepanjang 2 cm di dalam dinding vesica
urinaria sebelum bermuara ke dalam vesica urinaria. Muara terseut
berbentuk lubang yang pipih disebut ostium ureteris yang pada vesica
urinaria yang kosong berjarak 2,5 cm satu sama lain, sedangkan pada
vesica urinaria yang terisi penuh jarak antara kedua muara tersebut
adalah 5 cm. Ureter menyempit di tiga tempat, masing-masing pada
tempat peralihan pelvis renalis menjadi ureter, ketika menyilang arteri
iliaca communis, dan ketika bermuara ke dalam vesica urinaria. (1)

17

Gambar 9. Penyempitan Fisiologis Ureter.

c. Vesica Urinaria
Vesica urinaria adalah sebuah kantong yang dibentuk oleh jaringan
ikat dan otot polos, berfungsi sebagai tempat penyimpanan urin.
Apabila terisi hingga 200-300 cc, maka akan timbul keinginan untuk
miksi. Dalam keadaan kosong, bentuk vesica urinaria agak bulat.
Terletak di dalam pelvis. Pada wanita, letaknya lebih rendah daripada
pria(1)
Dalam keadaan kosong, vesica urinaria mempunyai 4 buah dinding,
yaitu facies superior, facies infero-lateralis (dua buah), dan fascies
posterior. Facies superior berbentuk segitiga dengan sisi basis
menghadap ke arah posterior. Facies superior dan facies inero-lateralis
bertemu dibagian ventral membentuk apex vesicae. Facies infero-lateral
satu sama lain bertemu di anterior membentuk sisi anterior yang bulat
dan dibagian inferior membentuk collum vesicae. Facies posterior
membentuk fundus vesicae (basis vesicae). (1)

18

Gambar 10. Anatomi Ureter dan Vesica Urinaria(7)

d. Urethra
Merupakan suatu saluran fibromuskuler yang dilalui oleh urine
keluar dari vesica urinaria. Saluran ini menutup apabila kosong. Pada
pria uretra dilalui juga oleh semen (spermatozoa). Ada beberapa
perbedaan antara urethra feminina dan masculina. (1)
Urethra Feminina
Panjang urethra feminina 4 cm, terletak dibagian anterior vagina.
Muaranya disebut ostium uretrae externum, berada di dalam vestibum
vaginae, diventralis dari ostium vaginae, di antara kedua ujung anterior
labia minora. Berjalan melalui diafragma pelvis dan diafragma
urogenitale. Pada dinding dorsal terdapat suatu lipatan yang menonjol ,
membentuk cristra uretralis. Urethra difiksasi pada os.pubis oleh
serabut-serabut ligamentum pubovesicale. (1)
Urethra Masculina
Dimulai dari collum vesicae, mempunyai ukuran panjang 20cm,
berjalan menembus glandula prostate, diafragma pelvis, diafragma
urogenitale, dan penis. Urethra masculina dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu pars prostatica, pars membranacea, dan pars spongiosa. (1)

19

Urethra pars prostatica berjalan menembus prostat, mulai dari basis


prostat sampai pada apex prostat dengan panjang kira-kira 3 cm.
Mempunyai lumen yang lebih besar daripada bagian lainnya. (1)
Urethra pars membranacea berjalan ke arah caudo-ventral, mulai dari
apex prostat menjuju ke bulbus penis dengan menembus diafragma
pelvis dan diafragma urogenitale. Merupakan bagian yang tersempit
dan terpendek serta kurang mampu berdilatasi. Ukuran panjang 1-2 cm,
terletak 2,5 cm di sebelah dorsal tepi caudal symphysis osseum pubis.
Di kelilingi oleh m.spinchter urethrae membranacea pada diafragma
urogenitale. (1)
Urethra pars spongiosa berada di dalam corpus spongiosum penis,
berjalan dalam bulbus penis, corpus penis sampai pada glasn penis.
Panjang kira-kira 15 cm terdiri dari bagian yang fiks dan bagian yang
mobile. Lumen urethra pars spongiosa lebih besar dibandingkan bagian
lainnya. Membentuk pelebaran di dua tempat, masing-masing di dalam
bulbus penis, disebut fossa intrabulbaris dan pada glans penis
dinamakan fossa navicularis uretrae. (1)
4. Etiopatogenesis
Secara teoritis, batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih
terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran
urin (statis urin), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan pada pelvikalises (steno-uretero pelvis), divertikel,
obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna,
striktura dan buli-buli neurogenik, merupakan keadaan keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu. (4)
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan
organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal
tersebut teatp berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam
urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan
terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi

20

bahan kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar,


agrerat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran
kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih
(membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan
pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih.(4)
Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH, larutan, adanya
koloid di dalam urin, konsentrasi solut didalam urin, laju aliran urin di
dalam saluran kemih, atau adanya korpus alineum didalam saluran
kemih yang bertindak sebagai inti batu.(4)
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik
yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu
kalsium baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat,
sedangkan sisanya berasal dari batu asam uratbatu magnesium
amonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis
lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir
sama, tetapi suasana disalam saluran kemih yang memungkinkan
terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu
asam urat mudah terbentuk dalam suasananya asam, sedangkan batu
magnesium amonium fosfat terbentuk karena urin bersifat basa. (4)
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko pembentukan
batu : (9)
1.
Konsentrasi mineral yang tinggi dalam urin, khususnya kalsium
2.
Menghabiskan waktu untuk bekerja pada suasana yang panas
3.
4.
5.

sehingga terjadi dehidrasi


Penyebab biokimia: hiperkalsiuria, hipositraturia, hiperurikosuria
Abnormalitas struktural, seperti : obstruksi pelviureteric junction
Faktor diet

5. Klasifikasi Batu
Batu saluran kemih dapat di klasifikasikan berdasar ukuran, lokasi, dan
karakteristik X-Ray.(10)

Ukuran batu

21

Ukuran batu selalu memberikan satu atau dua dimensi, bertingkattingkat dan ukuran dapat mencapai sampai 5, 5-10, 10-20 dan > 20

mm diameter terlebar
Lokasi batu
Batu dapat diklasifikasikan berdasarkan posisi anatomi : proximal,
tengah, distal calyx; renal pelvis; proximal, tengah, distal ureter,

dan vesika urinaria.


Karakteristik X-Ray
Batu dapat diklasifikasikan menurut tampilan foto X-Ray (ginjal,
ureter, vesika urinaria radioghraphy), yang dimana bervariasi
mengikuti kompisisi mineral. (10)

Radiopak

Semi radiopak

Radiolusen

Calcium oxalate

Magnesium

Uric acid

dihydrate

ammonium
phosphate

Calcium oxalate

Apatite

Ammonium urat

Cystine

Xanthine

monohydrate
Calcium phosphates

2,8Dihydroxyadenine
Drug Stone

6. Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium
oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat
(MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lainnya. Data mengenai
kandungan/komposisi zat yang terhadap kemungkinan timbulnya batu
residif.(4)
Batu Kalsium

22

Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih


70-80% dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini
terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari
kedua unsur itu.(4)
Faktor terjadinya batu kalsium adalah :
1. Hiperkalsiuria, yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih besar
dari 250-300 mg/24 jam. Menurut pak (1976) terdapat 3
macam penyebab terjadinya hiperkalsiuria, antara lain:
Hiperkalsiuria absobtif yang terjadi karena adanya
peningkatan absorbsi kalsium melalui usus.(4)
Hiperkalsiuria renal terjadi karena adanya gangguan
kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.(10)
Hiperkalsiuria resorptif terjadi karena adanya peningkatan
resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada
hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid.(4)
2. Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urin yang melebihi 45
gr per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang
mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani
pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkomsumsi
makanan yang kaya akan oksalat, diantaranya adalah teh,
kopi instant, soft drink, kokoa, arbei dll.(4)
3. Hiperurikosuria, adalah kadar asam urat didalam urin yang
melebihi 850mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam
urin bertindak sebagai inti batu/nidus untuk terbentuknya
batu kalsium oksalat. Sumber asam urat pada urin berasal
dari makanan yang megandung purin maupun yang berasal
dari metabolisme endogen.(4)
4. Hipositraturia, di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium
membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan
kalsium dengan oksalat ataupun fosfat. Hal ini dimungkinkan
karena ikatan kalsium istrat lebih mudah larut daripada
kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat bertindak
sebagai penghambat pembentukan batu kalsium.
Hipositraturia dapat terjadi pada : penyakit asidosis tubuli

23

ginjal, sindrom malbasorbsi, atau pemakaian diuretik


golongan thiazide dalam jangka waktu lama.(10)
5. Hipomagnesia, seperti halnya pada sitrat, magnesium
bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium,
karena di dalam urine magnesium bereaks dengan oksalat
menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan
kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering adalah penyakit
inflamasi usus yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi.(4)
Batu Asam U

rat

Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi


asam urat. Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat
dibentuk hanya oleh asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan
diet tinggi protein mempunyai peluang lebih besar menderita
penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan
ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran
batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran
besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat
ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan.
Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.(4)
Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya
batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman
penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau
urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah
urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya
adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-20%

24

pada penderita BSK Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita
daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya
konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit
volume air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas
(4)

bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.


Pembentukan Batu

Penyebab pasti pembentukan BSK belum diketahui, oleh


karena banyak faktor yang dilibatkannya, sampai sekarang banyak
teori dan faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan BSK yaitu :
(11)

Teori Fisiko Kimiawi


Prinsip dari teori ini adalah terbentuknya BSK karena
adanya proses kimia, fisika maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari
hal tersebut diketahui bahwa terjadinya batu sangat dipengaruhi
oleh konsentrasi bahan pembentuk batu di saluran kemih.
Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori pembentukan batu,
yaitu: (11)
.

1. Teori Supersaturasi

Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan dasar


terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan suatu
produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga
menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk batu.
Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan suatu bahan
yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat
akan terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih
tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi
juga oleh kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih.(11)

25

2. Teori Infeksi
Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi
dari kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK
adalah teori terbentuknya batu survit dipengaruhi oleh pH air
kemih > 7 dan terjadinya reaksi sintesis ammonium dengan
molekul magnesium dan fosfat sehingga terbentuk magnesium
ammonium fosfat (batu survit) misalnya saja pada bakteri pemecah
urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang menghasilkan urease
yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Teori pengaruh infeksi lainnya
adalah teori nano bakteria dimana penyebab pembentukan BSK
adalah bakteri berukuran kecil dengan diameter 50-200 nanometer
yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih. Bakteri ini tergolong
gram negatif dan sensitif terhadap tetrasiklin. Dimana dinding pada
bakteri tersebut dapat mengeras membentuk cangkang kalsium
kristal karbonat apatit dan membentuk inti batu, kemudian kristal
kalsium oksalat akan menempel yang lama kelamaan akan
membesar. Dilaporkan bahwa 90% penderita BSK mengandung
nano bakteria. (11)
Menurut Hardjoeno (2006), diduga dua proses yang terlibat
dalam BSK yakni supersaturasi dan nukleasi. Supersaturasi terjadi
jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam jumlah yang
besar dalam urine, yaitu ketika volume urine dan kimia urine yang
menekan pembentukan menurun. Pada proses nukleasi, natrium
hidrogen urat, asam urat dan kristal hidroksipatit membentuk inti.
Ion kalsium dan oksalat kemudian merekat (adhesi) di inti untuk
membentuk campuran batu. Proses ini dinamakan nukleasi
heterogen. Analisis batu yang memadai akan membantu memahami
mekanisme patogenesis BSK dan merupakan tahap awal dalam
penilaian dan awal terapi pada penderita BSK.(11)

26

7. Gambaran Klinis
Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih
bergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu
menghambat aliran urine, terjadi obstruksi yang dapat mengakibatkan
terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta
ureter proksimal. Infeksi biasanya disertai gejala demam, menggigil,
dan dysuria. Namun, beberapa batu jika ada gejala tetapi hanya sedikit
dan secara perlahan akan merusak unit fungsional (nefron) ginjal, dan
gejala lainnya adalah nyeri yang luar biasa ( kolik).Gejala klinis yang
dapat dirasakan yaitu : (16)
a. Rasa Nyeri
Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang
(kolik) tergantung dari lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi
akut, disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebratal, tidak
jarang disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut sedang
mengalami kolik ginjal. Batu yang berada di ureter dapat
menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar
ke paha dan genitalia. Pasien sering ingin merasa berkemih, namun
hanya sedikit urine yan keluar, dan biasanya air kemih disertai
dengan darah, maka pasien tersebut mengalami kolik ureter.(16)
b. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah
sehingga menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas
normal. Gejala ini disertai jantung berdebar, tekanan darah rendah,
dan pelebaran pembuluh darah di kulit. (16)

27

c. Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder
akibat obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang
terjadi di saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella,
Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. (11)
d. Hematuria dan kristaluria
Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria)
dan air kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu diagnosis
adanya penyakit BSK. (16)
e. Mual dan Muntah
Obstruksi daluran kemih bahian atas (ginjal dan ureter) seringkali
menyebabkan mual dan muntah (11)
8. Gambaran Radiologi
a. Foto BNO
Pada tahap awal pemeriksaan radiologis traktus
urinarius, dibutuhkan foto BNO untuk menilai dengan baik
apakah ada abnormalitas pada tulang-tulang; batas-batas soft
tissue dari hati, limfe, dan regio psoas; dan keadaan gas pada
usus; dan juga ada atau tidaknya kalsifikasi. Pada kasus tertentu,
seperti pada kasus kali ini, secara khusus kita harus
memperhatikan kalsifikasi pada regio dimana ginjal, ureter dan
vesica urinaria berada.(13)

28

Gambar 11. Foto BNO Normal.(2)

Foto BNO normal memberikan gambaran :


a. Distribusi udara sampai ke distal kolon.
b. Tidak tampak dilatasi loop-loop usus halus yang memberikan
gambaran herring bone appereance.
c. Tidak tampak gambaran radioopak pada lintasan traktus
urinarius.
d. Pre-pretioneal fat line dan psoas line intak.
e. Tulang-tulang intak.(15)

Berdasarkan lokasi, urolith dapat dibedakan menjadi empat bagian, yaitu nefrolith
(batu ginjal), ureterolith (batu ureter), vesikolith (batu vesica urinaria), dan batu
uretrolith (batu uretra).(4). Pada foto BNO akn didapatkan gambaran urolith
sebagai berikut :

29

Gambar 12a(4)

Gambar 12b(4)

(a) Tampak bayangan radioopak pada hypchondrium sinistra.


(b) Tampak bayangan radioopak berbentuk staghorn pada kedua ginjal.

Gambar 12c(4)

Gambar 12d(4)

30

Gambar 12e(4)

(c) Tampak bayangan radioopak pada regio lumbal sinistra setinggi CV L4.
(d) Tampak bayangan radioopak berbentuk lamelar pada rongga pelvis.
(e) Tampak bayangan radioopak berbentuk oval pada penis.

Intravenous Urography (IVU)


Intravenous Urography atau IVU dilakukan untuk menetapkan
apakah gambaran yang terlihat pada foto BNO terletak pada saluran
kemih, dan jika demikian, apakah hal itu yang menyebabkan
obstruksi. Alasan lain untuk melakukan suatu IVU adalah untuk
melihat apakah ada abnormalitas di dalam saluran kemih yang
mungkin mempengaruhi pembentukan kalkulus, seperti obstruksi
atau deformitas lokal dengan stasis.(14) Foto IVU juga penting
digunakan untuk melihat gambaran batu radiolusen pada traktus
urinarius karena menggunakan bahan kontras.(14) berikut adalah
gambaran urolith dengan menggunakan foto IVU :

31

Gambar 13a(1)

Gambar 13b(1)

Gambar 13c(1)

(a) Tampak bayangan radiolusen pada sistem pelviocalyces dextra


yang tidak terisi kontras.
(b) Tampak kontras tidak mengisi keseluruhan ureter dextra,
terdapat sumbatan pada ureter dextra setinggi CV L4.
(c) Tampak bayangan radiolusen pada vesica urinaria yang telah
terisi kontras seluruhnya.

Ultrasonography (USG)
Pada prinsip pemeriksaan ultrasonografi adalah menangkap
gelombang bunyi ultra yang dipantulkan oleh organ-organ yang
berbeda kepadatannya. Pemeriksaan ini tidak invasif dan tidak

32

menimbulkan efek radiasi. USG dapat membedakan antara massa


padat (hiperechoic) dengan massa kistus ( hipoechoic), sedangkan
batu non opak yang tidak dapat diditekeksi dengan foto rongten akan
terdeteksi oleh USG sebagai echoic shadow.(4)

Gambar 14a(5)

Gambar 14b(5)

(a) Tampak densitas batu besar/bentuk staghorn pada PCS kiri.


(b) Tampak lesi hiperechoic dan acoustic shadow pada bagian bawah.

33

Computed Tomography Scan (CT-Scan)


CT-Scan adalah teknik pencitraan non-invasif, yang lebih
superior dibandingkan ultrasonography. Pemeriksaan ini
dipergunakan untuk mengungkap kelainan pada ginjal, arteri dan
vena renalis, vena kava, massa retroperitoneal (adrenal). Saat ini
banyak dipakai untuk mengevaluasi berbagai kelaianan system
urogenitalia.(4)
CT-Scan lebh superior daripada IVU karena dapat
memberikan visualisasi lebih baik terhadap parenkim ginjal dan
disamping itu dapat menggambarkan organ keadaan organ non
urologi. CT-Scan dapat mendeteksi kelaianan dalam waktu yang
cepat (<30 detik), sehingga dapat dipakai untuk menilai penyebab
kolik ureter atau ginjal.(4)
Pencitraan dapat direkonstruksi dalam berbagai bidang
maupun gambaran tiga dimensi. Pemeriksaan CT-Scan dapat
memakai media kontras ataupun tidak. Pemberian kontras media
dapat diberikan secara 1) per-oral ditujukan untuk memberikan
gambaran saluran cerna, dan 2) intravena untuk menilai struktur dan
faal ginjal, kelenjar adrenal, system vaskuler.(4)
Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada kelainan urologi adalah
kecurigaan adanya massa di ginjal, penderajatan (Staging) keganasan
urologi, abses, urinoma, dan infeksi urogenitalia, kolik ureter/ginjal,
cedera urogenitalia, kecurigaan kelainan di retroperitoneum/kelenjar
adrenal.(4)

Gambar 15(5)

34

Tampak densitas batu


besar/bentuk staghorn
pada kedua PCS ginjal.

9. Diagnosis Banding
a. Cholelithiasis
Sekresi empedu memungkinkan hati untuk mengeluarkan
bilirubin, xenobiotic, dan kolesterol (sebagai kolesterol bebas serta
garam-garam empedu). Kolesterol akan dilarutkan dalam oleh
garam-garam empedu dan lesitin yang disekresikan secara
bersamaan, supesaturasi getah empedu dengan kolesterol atau
garam bilirubin akan meningkatkan pembentukan batu.(14)
Gambaran ultrasound dari kolesistitis akuta adalah
penebalan fokal kandung empedu, dinding kandung empedu
menebal, lapisan sonolusen di dalam dinding kandung empedu dan
distensi kandung empedu. (14)

Gambar 16(3)
Tampak bayangan radioopak pada hypocondrium dextra.

35

b. Kalsifikasi kelenjar prostat


Pembesaran kelenjar prostat mungkin untuk terjadi
kalsifikasi yang pada foto polos akan memberikan kesan batu
radioopak. Jika terus terjadi pembesaran maka akan mendorong
buli-buli yang disebut indentasi caudalpada pemeriksaan IVU. (14)

Gambar 17(4)
Gambaran kalsifikasi pada kelenjar prostat.

c. Kalsifikasi uterus
Fibroid merupakan tumor yang banyak dijumpai,
disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan yang jinak dari otot polos
dan jaringan lunak. Pada gambaran radiologi akan tampak
kalsifikasi, uterus yang membesar, dengan batas luar terdistorsi,
dan massa yang berlobul dan bulat dengan ekogenisitas yang
bervariasi, baik yang bersifat miometrial, pedunculated, maupun
subendometrial.(20)

36

Gambar 18(6)
Tampak bayangan radioopak yang menunjukkan
kalsifikasi pada fibroid uterus.

10. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang
berukuran lebih kecil yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm,
karena diharapkan batu dapat keluar tanpa intervensi medis.
Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet makanan
tertentu yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu
(misalnya kalsium) yang efektif mencegah pembentukan batu atau
lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien
BSK harus minum paling sedikit 8 gelas air sehari.(10)
Analgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan
mengusahakan agar batu dapat keluar sendiri secara spontan.
Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu petidin hidroklorida atau
obat anti inflamasi nonsteroid seperti ketorolac dan naproxen dapat

37

diberikan tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat


digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik
apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu
untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah batu dikeluarkan, BSK
dapat dianalisis untuk mengetahui komposisi dan obat tertentu
dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat pembentukan
batu berikutnya.(11)
b. Non Medikamentosa

ESWL (

Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan,


pada tindakan ini digunakan gelombang kejut eksternal yang
dialirkan melalui tubuh untuk memecah batu. Alat ESWL
adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh
Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal,
batu ureter proximal, atau menjadi fragmen-fragmen kecil
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. ESWL
dapat mengurangi keharusan melakukan prosedur invasif dan
terbukti dapat menurunkan lama rawat inap di rumah sakit.(3)

38

Gambar 19. Proses penghancuran batu menggunakan metode ESWL

Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal
untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat
yang dimasukan langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut
dimasukan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit
(perkutan). Beberapa tindakan endourologi tersebut adalah (10)
(a) PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha
mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal
dengan cara memasukan alat endoskopi ke sistem kalies
melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
(b) Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra
dengan memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke
dalam buli-buli.
(c) Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan
memasukan alat ureteroskopi per-uretram. Dengan
memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter
maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui

39

tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.


(d) Ekstrasi Dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan
menjaringnya melalui alat keranjang Dormia. (10)
Tindakan Operasi
Penanganan BSK, biasanya terlebih dahulu diusahakan
untuk mengeluarkan batu secara spontan tanpa
pembedahan/operasi. Tindakan bedah dilakukan jika batu tidak
merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada beberapa
jenis tindakan pembedahan, nama dari tindakan pembedahan
tersebut tergantung dari lokasi dimana batu berada, yaitu : (3)
a.

Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di


dalam ginjal

b.

Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di


ureter

c.

Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu yang berada di


vesica urinearia

d.

Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di


uretra (3)

11. Komplikasi
Batu ginjal yang tidak diterapi akan memberikan
komplikasi sebagai berikut, yaitu : (19)

Kerusakan atau destruksi parenkim renal,


Obstruksi oleh batu,
Infeksi.

40

Batu vesika urinaria yang tidak diterapi dan terjadi retensi


urine yang lama akan memberikan komplikasi sebagai berikut,
yaitu: (19)

Disfungsi vesika urinaria kronik,


Infeksi traktus urinarius berulang, pionefrosis dan urosepsis,
Obstruksi ostium uretra interna oleh batu, hidroureter,
hidronefrosis dan nefropathy obstruktif.

III. DISKUSI
1. Resume Klinis
Seorang pria berusia 59 tahun masuk RS dengan keluhan nyeri
pada pinggang kanan yang dirasakan sejak + 1 bulan SMRS. Nyeri
memberat ketika beraktifitas sejak 1 minggu yang lalu dan dirasakan
hilang timbul. Tidak ada warna kemerahan pada air kencing namun pasien
memiliki riwayat kencing berpasir dan mengeluh nyeri di akhir buang air
kecil. Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi
cukup, kesadaran compos mentis GCS 15 (E4M6V5). Tanda vital: tekanan
darah: 110/80 mmHg, nadi: 80 x/menit, pernapasan: 20 x/menit, , suhu:
36.8C. Adanya nyeri ketok RCV sinstra (+).
Dalam pemeriksaan urinalisis, ditemukan adanya kandungan
patologik, yaitu darah, protein dan leukosit dalam urin. Pemeriksaan
darah dalam batas normal.
Pemeriksaan radiologi pada foto polos abdomen, tampak multiple
bayangan radioopak berbentuk staghorne pada regio hypocondrium dextra
setinggi CV L1-L2, pada region hypocondrium sinistra dengan ukuran
terbesar 0.38 x 0.38 cm dan pada rongga pelvis berbentuk lamellar dengan
ukuran 3.1 x 2.4 cm. Tampak osteofit pada aspek lateral pada CV L2-L3
Dari anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium, serta
pemeriksaan radiologi dapat ditentukan diagnosa definitif Nefrolith
bilateral dan Vesicolith.

41

2. Pembahasan Kasus dan Radiologi


Gejala yang diderita pada pasien dengan vesikolitiasis dapat
bervariasi, pasien dapat tidak bergejala hingga mengeluhkan nyeri
suprapubik, dysuria, nocturia dan retensi urin. Tanda-tanda yang muncul
seperti gross hematuri, nyeri yang menjalar ke ujung penis, scrotum,
perineum, punggung maupun paha sehingga pasien sering berhenti
berkemih secara tiba-tiba akibat nyeri yang dirasakan. Nyeri yang
dirasakan dapat bersifat tumpul maupun tajam yang bertambah saat
aktifitas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan suprapubik, dan
pada beberapa kondisi dapat teraba distensi vesika urinaria seperti pada
retensi urine akut, dapat ditemukan sistokel pada wanita, dan pemeriksaan
neurologis dapat menunjukkan defisit neurologis pada pasien dengan
neurogenic bladder. Pada pasien dapat ditemukan adanya nyeri pinggang
sebelah kanan yang menjalar ke bagian tengah perut dan tembus ke
belakang. Pasien juga mengatakan nyeri sering hilang timbul dan hilang
dengan sendirinya. Namun tidak ditemukan nyeri tekan supra pubik pada
pemeriksaan fisik pasien. Hal ini sangat berkaitan dengan tingkat severitas
penyakit pasien dan besar batu.(12)
Kondisi-kondisi yang dapat meningkatkan risiko terjadinya batu
vesika urinaria yaitu:
1. Obstruksi vesika urinaria10
Obstruksi vesika urinaria merupakan kondisi dimana
terjadinya sumbatan aliran urine dari vesika urinaria menuju
uretra. Kondisi seperti striktur uretra dan yang tersering
ialah Benign Prostat Hypertrophy (BPH)

2. Neurogenic Bladder

42

Merupakan kondisi-kondisi yang dapat menurunkan


fungsi saraf yang mengontrol fungsi vesika
urinaria.Kondisi-kondisi seperti stroke, spinal cord injuries,
Penyakit Parkinson, Diabetes Melitus, Multipel Myeloma.
Obstruksi Vesika Urinaria : BPH

Batu Primer

Vesikolitiasis

Pada vesikolitiasis, pembentukan batu dapat terjadi secara primer

Neurogenic Bladder

Batu Sekunder

yakni batu terbentuk di vesika urinaria sedangkan pada batu sekunder


merupakan batu yang berasal dari organ di atasnya seperti ginjal dan

ureter.Pada kasus dengan obstruksi vesika urinaria seperti BPH maupun


kondisi neurogenic bladder, terjadi peningkatan volume residu urin dalam
vesika yang dapat meningkatkan resiko terjadinya batu vesika urinaria.(10)
Pasien berusia > 50 tahun merupakan risiko tinggi terjadinya BPH,
tidak terdapat riwayat stroke maupun gangguan neurologis lainnya yang
dapat menyebabkan kelainan neurogenik pada pasien. Pada pasien juga
terdapat nefrolith berdasarkan pemeriksaan foto polos terlihat gambaran
radioopak berbentuk staghorne pada regio hipokondrium dextra setinggi
corpus vertebra Lumbal 1- Lumbal 2 dan region hipokondrium sinistra
dengan ukuran 0,38 cm x 0,38 cm. Berdasarkan hal tersebut, dapat
menunjukkan bahwa batu yang terjadi ialah batu sekunder, dimana batu
terbentuk di ginjal sebelumnya yang kemudian terakumulasi di vesika
urinaria.

Tampak bayangan multipel


radioopak berbentuk staghorn pada
hipochondrium dextra, berbagai

43

ukuran pada hipochondrium


sinistra, dan pada rongga pelvis
yang berbentuk lamelar.

Gambar 20

Pada gambar foto polos abdomen pasien, didapatkan adanya


batu berbentuk staghorne pada region hipokondrium dextra setinggi
CV L1-L2, pada hipokondrium sinistra dengan ukuran terbesar 0,38
x 0,38 cm dan pada rongga pelvis berukuran 3,1 x 2,4 cm sehingga
memberi kesan nefrolith bilateral dan vesicolithiasis. Dari
pemeriksaan ini dapat dibaca bahwa batu yang terbentuk merupakan
batu radiopak, berada pada rongga pelvis letaknya di bawah, bentuk
lamelar, soliter dan tepi rata.
Komposisi kimia dari batu opak dapat diperkirakan dengan
melihat densitasnya. Hal ini dapat berguna untuk kepentingan
radiologi. Kalkuli oksalat biasanya lebih padat daripada tulang. Batu
sistin umumnya kurang padat dari tulang rusuk yang berdekatan atau
processus transversus dan memberi ground-glass appearance, dan
batu asam urat murni yang radiolusen. Kalsifikasi papila sloughed
dari nekrosis papiler mungkin menunjukkan karakteristik yang
berbentuk segitiga dengan cincin kalsium.(14)
Bayangan radiopak pada foto polos abdomen pasien adalah
batu. Selain itu, pasien juga dilakukan pemeriksaan ultrasound yang
menunjukkan gambaran echoic batu pada vesika urinaria. Untuk
mengidentifikasi atau mencari tahu jenis batu adalah dengan melihat
tampakan batu pada foto polos abdomen.

44

Setelah dilakukan foto BNO pada pasien, tidak lagi dilakukan


foto IVU karena kadar ureum dan kreatinin pasien yang meningkat.
Foto IVU tidak boleh dikerjakan pada pasien gagal ginjal, karena
pada keadaan ini bahan kontras tidak diekskresi oleh ginjal dan
selain itu bahan kontras dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang
lebih parah karena bersifat nefrotoksik. Oleh karena itu, dilakukan
pemeriksaan CT-Scan untuk mengetahui secara pasti lokasi batu.
Dan setelah dilakukan pemeriksaan CT-Scan, maka kita
dapat mengetahui bahwa lokasi batu pada kasus ini terletak di ginjal
(nefrolith) bilateral yang berbentuk staghorne dan di vesica urinaria
(vesicolith) yang berbentuk lamellar.

Kesimpulan
1.Berdasarkan lokasi, batu terletak di ginjal (nefrolith) bilateral yang
berbentuk staghorn dan vesica urinaria (vesicolith) yang berbentuk
lamellar.
2. Berdasarkan opasitas, batu yang tampak pada gambaran radiologi adalah
radioopak yang berarti komposisi batu tersebut adalah kalsium.

45

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Anatomi FK Unhas. Buku Ajar Anatomi Biomedik II. Edisi 2.


2012. P64-75.
2. Dorland, Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 22 halaman
1442, 2336. Jakarta : EGC
3. Sjabani, Mochamad. 2009. Chapter 161 : Batu Saluran Kemih, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi V halaman 1025. Jakarta : Internal
Publisher.
4. Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-Dasar Urologi edisi Ketiga halaman 91.
Jakarta : Sagung Seto
5. Basler Joseph, Schwartz Bradley Fields.Bladder Stone.November 2014
6. Childs, M. Adam et al. Pathogenesis of Bladder Calculi in the Presence of
Urinary Stasis. J Urol. 2013 April ; 189(4): 13471351.
7. Muzio Bruno D, Gaillaard F. Bladder Calculus. 2014. (Diunduh dari
www.radiopaedia.org pada tanggal 11/12/14)
8. Borghi L, Nouvenne A, Meschi T. Nephrolithiasis and Urinary Tract
Infections : the chicken or egg dillema? Oxford journal. 2012:3982-4. Epub 22-7-2012.
9. Sutton D, E. Kabala J. The Kidney and Ureters. In : Sutton D, editor.
Radiology and Imaging. China : Elsevier Scienc; 2003.p. 929-1015,
p.891-892.
10. Turk C, Knoll T. Guidelines of Urolitihiasis. European Association of
Urology 2015.
11. L. Coe Fredric / J. Favus Murray. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : EGC, 2000.p. 1495-1499.
12. Brant W.E, Helms C.A. Fundamentals of Diagnostic Radiology.
California: Lippincott Williams and Wilkins ; 2007. p898 906.

46

13. Mettler Essentials of Radiology, 2nd Edition. 2005. Elsevier. P. 213.


14. R. G. Grainger. D. J Allison. A. Adam. A. K. Dixon, Diagnostic
Radiology: Textbook of Medical Imaging. Fourth Edition, Churchill
Livingston, 2001.
15. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Jakarta : FK UI. 2005
16. Dyer R. B, Chen M. Y. M, Zagoria. Abdominal Calcification In the
Urinary Tract1. Scientific Exhibit. USA. 1998
17. R. A. Costa, C. M. Oliveira, M. A. C. D. Abreu, F. Caseiro Alves, PT,
Coimbra/PT. Abdominal Calcification Of the Urinary Tract. European
Society of radiology. 2014. P:1-14
18. Cotra & Robbins. Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC.2009
19. Welsh. Kowalak. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC. 2011
20. R. Patel, Pradip. Lecture Notes Radiologi. EMS. Erlangga. Jakarta : 2012

47

DAFTAR PUSTAKA GAMBAR


1. www.radiopaedia.org
2. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Jakarta : FK UI. 2005
3. Sutton, David. Textbook of Radiology and Imaging Volume I, The Biliary
Tract. Seventh Edition. London : 2003
4. Sutton, David. Textbook of Radiology and Imaging Volume I, The Bladder
and Prostate. Seventh Edition. London : 2003
5. Sutton, David. Textbook of Radiology and Imaging Volume II, The Kidney
and Ureters. Seventh Edition. London : 2003
6. R. Patel, Pradip. Lecture Notes Radiologi. EMS. Erlangga. Jakarta : 2012
7. R. Putz & R. Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 22. Jakarta :
EGC, 2006

48

Anda mungkin juga menyukai