Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma croup adalah sindroma klinis yang ditandai dengan suara serak,
batuk menggonggong, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya stress
pernafasan. Gejala yang dapat ditimbulkan bisa dari yang bersifat ringan, sedang,
atau bahkan bisa dengan gejala yang cukup parah biasanya terjadi menburuk pada
malam hari. Penyakit ini sering terjadi pada anak. Croup berasal dari bahasa
Anglo-Saxon yang berarti tangisan keras. Penyakit ini pertama kali dikenal pada
tahun 1928.
Croup sindrome ini terjadi sekitar 15% dari anak-anak, dan biasanya
terpapar antara usia 6 bulan dan 5-6 tahun. Penyakit ini terdapat sekitar 5% dari
penerimaan rumah sakit dalam suatu populasi. Dalam kasus yang jarang, mungkin
terjadi pada anak-anak berumur 3 bulan dan yang tertua sekitar 15 tahun.
Perbandingan anak laki-laki dan perempuan yang menderita penyakit ini adalah
50% anak laki-laki lebih sering daripada perempuan, dan ada peningkatan
prevalensi dimusim gugur.
Istilah lain untuk croup ini adalah laringitis akut yang menunjukkan lokasi
inflamasi, yang jika meluas sampai trakea disebut laringitrakeitis, dan jika terjadi
sampai ke bronkus digunakan istilah laringotrakeabronkitis. Penyakit ini
disebabkan oleh virus yang menyerang saluran respiratori atas. Penyakit ini dapat
menimbulkan obstruksi saluran respiratori. Obstruksi yang terjadi dapat bersifat
ringga berat.
Radang akut saluran pernapasan atas jauh lebih penting pada bayi dan
anak kecil dibandingkan pada anak yang lebih tua, karena jalan napas yang lebih
kecil cenderung manghadapkan anak kecil pada suatu keadaan penyempitan yang
relatif lebih berat daripada yang ditimbulkan oleh tingkat radang yang sama pada
anak yang lebih tua (Orenstein, 2000).
Sebelum abad ke-20, semua penyakit yang serupa croup diperkirakan
merupakan penyakit difteria (Cherry, 2008). Croup adalah istilah umum yang
meliputi kelompok heterogen keadaan yang ralatif akut (kebanyakan infeksi) yang
ditandai dengan batuk keras dan kasar yang khas atau croupy, yang tidak atau
dapat disertai dengan stridor inspiratoir, suara parau, dan tanda-tanda kegawatan
pernapasan yang disebabkan oleh berbagai tingkat obstruksi laring (Orenstein,
2000).
Infeksi tersebut pada bayi dan anak kecil jarang terbatas pada suatu daerah
saluran pernapasan; biasanya mengenai sampai beberapa tingkat laring, takea, dan
bronkus. Bila ada keterlibatan laring yang cukup dapat menimbulkan gejala,
gambaran klinis dari bagian laring mungkin mengaburkan tanda-tanda dari trakea
dan bronkus (Orenstein, 2000).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom croup adalah berbagai penyakit respiratorik yang ditandai dengan
gejala akibat obstruksi laring yang bervariasi dari ringan sampai berat berupa
stridor inspirasi, batuk menggonggong, suara parau, sampai gejala distres
pernapasan (Oma dkk, 2005).

2.2 Epidemiologi
Croup umumnya terjadi pada anak yang berusia diantara 6 bulan sampai 3
tahun, tetapi dapat juga terjadi pada anak berusia 3 bulan dan sampai 15 tahun.
Dilaporkan, sindrom ini jarang terjadi pada orang dewasa (Alberta Medical
Association, 2008).
Croup sindrome terbanyak disebabkan oeh virus yang menyerang sauran
respiratori atas. Virus yang paling sering menyebabkan sindroma ini adalah para-
influenza tipe 1 virus (HPIV-1) 60%, HPIV-2, 3, dan 4, influenza A dan virus B,
adenovirus, Respiratory Syncytia Virus (RSV) dan campak virus. Selain dapat
disebabkan oleh virus, croup ini dapat pula disebabkan oleh suatu bakteri. Bakteri
yang dapat menimbulkan penyakit ini antara lain Corynebacterium diphtheriae,
Staphylococcus Aureus, Sreptococcus Pneumonia, Hemophilus influenza, dan
Catarrhais Moraxela.
Insidensinya lebih tinggi 1,5 kali pada anak laki-laki daripada anak
perempuan (Cherry, 2008). Dalam penelitian Alberta Medical Association, lebih
dari 60% anak yang didiagnosis menderita croup dengan gejala ringan, sekitar 4%
dirawat di rumah sakit, dan kira-kira 1 dari 4.500 anak yang diintubasi (sekitar 1
dari 170 anak yang dirawat di rumah sakit) (Alberta Medical Association, 2008).
2.3 Klasifikasi
2.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Beratnya Gejala
Anak-anak yang menderita sindrom croup, secara luas dapat dikategorikan
berdasarkan 4 derajat beratnya gejala:
1). Ringan
Gejala batuk menggonggong yang kadang-kadang, tidak terdengar
suara stridor saat istirahat, dan tidak adanya retraksi sampai adanya
retraksi ringan suprastrenal dan/atau interkostal.
2). Sedang
Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, suara stidor saat
istirahat yang dapat dengan mudah didengar, dan retraksi suprasternal dan
dinding sternal saat istirahat, tetapi tidak ada atau sedikit gejala distres
pernapasan atau agitasi.
3). Berat
Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, stridor inspirasi
yang menonjol dan kadang-kadang stidor ekspirasi, retraksi dinding
sternal yang jelas, dan adanya gejala distres pernapasan dan agitasi yang
signifikan.
4). Kegagalan pernapasan terjadi segera
Batuk menggonggong (sering tidak menonjol), terdengar stridor
saat istirahat (kadang-kadang sulit di dengar), retraksi dinding sternal
(dapat tidak jelas), letargi atau penurunan kesadaran, dan jika tanpa
tambahan oksigen, kulit tampak kegelapan. (Alberta Medical Association,
2008)

2.3.2 Klasifikasi Berdasarkan Definisi dan Klinis


Sindrom seluran pernapasan ini terdiri dari spasmodic croup, acute
laryngotracheitis, laryngotracheobronchitis (LTB), laryngotracheobroncho-
pneumonitis (LTBP), dan laryngeal diptheria.
1). Spasmodic Croup
Penyakit yang ditandai dengan terbangunnya anak tiba-tiba pada
malam hari menunjukkan stridor inspirasi; Cirinya, yaitu saat anak mau
tidur tampak sehat atau menderita pilek ringan, tetapi terbangun dengan
batuk croup dan stridor. Berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan
atas yang ringan, adanya edema subglotis yang non-inflamasi.
Biasanya terjadi pada anak yang memiliki riwayat keluarga
dengan croup atau sebelumnya pernah menderita croup.
Manifestasi klinisnya berupa suara parau dan batuk
menggonggong, tanpa disfagia, stridor inspirasi derajat minimal-sedang.
Pemeriksaan fisik diperoleh: tanpa demam, tanpa faringitis, dengan
epiglotis yang normal. Gambaran radiologi berupa penyempitan dari
subglotis pada foto anterior-posterior (AP).
Pada laboratorium darah diperoleh nilai hitung jenis leukosit
dalam batas normal. Etiologinya sama dengan etiologi dari
laryngotracheitis. (Cherry, 2008)

2). Acute Laryngotracheitis


Keadaan dimana terjadi proses inflamasi pada laring dan trakea.
Dimana terdapat eritema dan pembengkakan dinding lateral trakea, tepat
dibawah pita suara. Biasanya terjadi pada anak yang memiliki riwayat
keluarga dengan croup. Pada awalnya berupa gejala pilek, seperti hidung
tersumbat, batuk dan coryza; demam muncul pada 24 jam pertama; dan
dalam 12-48 jam dapat muncul tanda dan gejala obstruksi saluran
pernapasan atas.
Manifestasi klinis berupa suara parau dan batuk menggonggong,
tanpa disfagia, stridor inspirasi derajat minimal-berat; presentasi toksik
yang minimal. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam sekitar 37,8
40,50C, dengan faringitis minimal serta epiglotis yang normal. Gambaran
radiologi berupa penyempitan dari subglotis pada foto anterior-posterior
(AP).
Pada laboratorium darah diperoleh leukositosis ringan, dengan sel
polimorfonuklear sebanyak lebih dari 70%. Umumnya disebabkan oleh
virus Parainfluenza 1, Parainfluenza 3, virus Influenza A, Respiratory
syncytial virus, Measles, Adenovirus dan Rhinovirus. (Cherry, 2008).

3). LTB (Laryngotracheobronchitis) dan LTBP


(Laryngotracheobroncho-pneumonitis)
Peradangan pada laring, trakea, dan bronkus atau paru-paru;
Berupa infiltrasi sel-sel radang pada dinding trakea, ditambah timbulnya
ulserasi, pseudomembran, dan mikroabses. Onsetnya serupa dengan
laryngotracheitis, tetapi gejalanya lebih berat. Progresifitasnya terjadi
dalam 12 jam 7 hari.
Manifestasi klinis berupa suara serak dan batuk menggonggong,
tanpa disfagia, stridor inspirasi derajat berat; presentasi toksik yang tipikal.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh hal yang sama seperti pada acute
laryngotracheitis, yaitu adanya demam sekitar 37,8 40,50C, dengan
faringitis minimal serta epiglotis yang normal. Gambaran radiologi berupa
penyempitan dari subglotis (seperti menara / steeple sign) pada foto
anterior-posterior (AP), densitas jaringan lunak yang ireguler pada trakea
foto lateral, serta peumonia bilateral.
Secara laboratorium didapatkan kenaikan atau penurunan yang
abnormal dari leukosit, dengan jumlah netrofil > 70% dan adanya
kenaikan dari persentase netrofil batang.
Dapat disebabkan oleh virus (Parainfluenza 1, 2, 3, Influenza A
atau B), pada sebagian besar kasus merupakan infeksi sekunder bakteri,
terutama Staphylococcus aureus; bakteri lain termasuk streptococcus grup
A, Streptococcus pneumoninae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella
catarrhalis. (Cherry, 2008)

4). Laryngeal Diphtheria


Infeksi pada laring dan area lain dari saluran pernafasan
berhubungan dengan Corynebacterium diphtheriae, mengakibatkan
timbulnya progresifitas dari obstruksi saluran nafas. Biasanya terjadi pada
individu dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap atau tidak adekuat.
Onsetnya lebih lambat, dengan jangka waktu 2 3 hari.
Manifestasi klinis berupa suara serak dan batuk menggonggong,
biasanya ada disfagia, stridor inspirasi derajat minimal-berat; dengan
presentasi nontoksik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya demam,
37,8 38,50C, faringitis membranosa, epiglotis biasanya normal tetapi
dapat pula terselubungi membran. Gambaran radiologi tidak berguna.
Secara laboratorium, ditemukan leukositosis, dengan peningkatan
persentasi dari netrofil batang.

2.4 ETIOLOGI
Croup sindrom ini biasanya dianggap terjadi karena infeksi virus.
Namalain menggunakan istilah yang lebih luas, untuk menyertakan
laryngotrakeitisakut, batuk tidak teratur, difteri laring, trakeitis bakteri ,
laryngotrakeo-bronkitis,dan laryngotrakeobronkopneumonitis. Dari
macam-macam penyakit tersebutterdapat kondisi yang melibatkan infeksi
virus dan umumnya lebih ringansehubungan dengan simptomatologi, akan
tetapi terdapat pula yang dikarenainfeksi bakteri dan biasanya dengan
tingkat keparahan lebih besar. Selain dapatdisebabkan virus dan
bakteri,croup sindrom juga bisa dikarenakan infeksi jamur yaitu berupa
Candida albican.

Viral
Viral croup / laryngotrakeitis akut yang disebabkan oleh
Human Parainfluenza Virusterutama tipe 1 (HPIV1), HPIV-2,
HPIV-3, dan HPIV-4terdapat pada sekitar 75% kasus. Etiologi virus
lainnya adalah Influenza A dan B,virus campak , Adenovirus dan Virus
pernapasan / Respiratory Syncytial Virus (RSV). Batuk hebat disebabkan
oleh kelompok virus yang sama sepertilaryngotrakeitis akut, tetapi tidak
memiliki tanda-tanda infeksi biasa (sepertidemam, sakit tenggorokan, dan
meningkatkan jumlah sel darah putih). Perawatan,dan respon terhadap
pengobatan, juga serupa.
.
Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan batuk dapat dibagi menjadi
beberapaantara lain, difteri laring, trakeitis bakteri, laryngotrakeobronkitis,
danlaryngotrakeobronkopneumonitis. Difteri laring disebabkan
Corynebacteriumdiphtheriae sementara trakeitis bakteri,
laryngotrakeobronkitis, danlaryngotrakeobronkopneumonitis biasanya
karena infeksi virus primer dengan pertumbuhan bakteri sekunder. Sebagian
besar bakteri yang umum terlibat adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus
pneumoniae, Hemophilus influenzae, dan Catarrhalis moraxella.

Penyebab Lain

Etiologi lainnya selain dikarenakan infeksi berupa virus, bakteri,


dan jamur. Terdapat pula penyebab lain yaitu:
Mekanik
Benda asing
Pasca pembedahan
Penekanan massa akstrinsik
Alergi
Sembab angioneurotik

2.5 PATOFISIOLOGI
Virus (terutama parainfluenza dan RSV) dapat terjadi karena
inokulasilangsung dari sekresi yang membawa virus melalui tangan atau inhalasi
besar terjadi partikel masuk melalui mata atau hidung. infeksi virus di
laryngotrakeitis,laryngotrakeobronkitis dan laryngotrakeobronkopneumonia
biasanya dimulai darinasofaring atau oropharynx yang turun ke laring dan trakea
setelah masa inkubasi2-8 hari. Diffuse peradangan yang menyebabkan eritema
dan edema dindingmukosa dari saluran pernapasan. Laring adalah bagian
tersempit saluran pernafasan atas, yang membuatnya sangat suspectible untuk terjadinya
obstruksi.
Edema mukosa yang sama pada orang dewasa dan anak-anak
akanmengakibatkan perbaikan yang berbeda. Edema mukosa dengan ketebalan 1 mmakan
menyebabkan penyempitan saluran udara sebesar 44% pada anak-anak dan75%
pada bayi. Edema mukosa dari daerah glotis akan menyebabkan
gangguanmobilitas pita suara. Edema pada daerah subglottis juga dapat
menyebabkangejala sesak napas.
Airway karena turbulensi udara menyebabkan peradangan
yangmenyebabkan penyempitan stridor diikuti retraksi dinding dada yang dapat
terjadi(selama inspirasi). Di daerah Laryngotrakeitis edematous akut, ada
histologismengandung infiltrat selular di lamina propria, submukosa dan
advensisia.Infiltrat ini berisi histiosit, limfosit, sel plasma, dan neutrofil.
Pergerakan dinding dada dan juga dinding abdomen yang tidak
teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea.
Padakeadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan juga terjadi henti napas.

2.6 Riwayat Penyakit


Gejala-gejala croup dapat muncul dengan atau tanpa didahului
gejala-gejala saluran napas atas seperti batuk, pilek dan demam. Gejala
croup seringnya timbul menjelang malam dan pada malam hari dengan
onset yang mendadak. Gejala-gejalanya termasuk: batuk seperti suara
anjing laut (menggonggong).
- stridor inspirasi
- suara parau tanpa demam sampai demam yang sedang
Gejala croup ini mengakibatkan anak sering dibawa ke tempat
pelayanan kesehatan dan secara signifikan gejalanya berfluktuasi
tergantung dari apakah anak dalam keadaan tenang atau gelisah (agitasi).
Pada sebagian besar anak, gejala cruop akan menghilang dalam 48 jam,
tetapi sebagian kecil anak, gejala dapat menetap sampai satu minggu.
(Alberta Medical Association, 2008)

2.5 Pemeriksaan Fisik


Para dokter harus selalu waspada pada kemungkinan timbulnya
gejala serupa croup, oleh karena itu, mengetahui riwayat penyakit dan
temuan dari pemeriksaan fisik adalah penting. Kunci utama fokus
pemeriksaan yaitu:
Terdengarnya suara batuk seperti anjing laut
Suara sering kali parau
Variasi derajat dari stridor, terutama saat inspirasi
Variasi derajat retraksi dinding dada
Anak sering menjadi gelisah (agitasi)
Tidak adanya air liur
Gambaran non-toksik
Temuan lain yang diperoleh dari pemeriksaan fisik berupa:
Demam (sampai 400C)
Takikardia (dengan gejala obstruksi yang lebih berat)
Takipnea yang sedang
Jika daerah supraglotis dapat dilihat, tampak gambaran yang
normal (Alberta Medical Association, 2008)

Tabel perbandingan antara viral croup dan spasmodic croup


karateristik Viral croup Spasmodic croup
Usia 6 bulan-6 tahun 6 bulan-6 tahun
Gejala prodromal Ada Tidak jelas
Stridor Ada Ada
Batuk Sepanjang waktu Terutama malam hari
Demam Ada (tinggi) Bisa ada, tidak tinggi
Lama sakit 2-7 hari 2-4 jam
Riwayat keluarga Tidak ada Ada
Predisposisi asma Tidak ada Ada

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium dan radiologi tidak dibutuhkan dalam
menegakkan diagnosis croup. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan presentasi
klinis dan kombinasi dengan pemeriksaan riwayat penyakit yang teliti serta
pemeriksaan fisik. Jika ingin dilakukan pemeriksaan laboratorium, hal ini dapat
dibenarkan dan harus ditunda saat pasien dalam distres pernapasan. Bila
ditemukan peningkatan leukosit >20.000mm3 yang didominasi PMN,
kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis (Alberta Medical
Association, 2008).
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna untuk menegakkan
diagnosis croup sindroma ini yaitu bisa dengan pemeriksaan radiologi dan CT-
scan. Gambaran radiologi berupa penyempitan dari subglotis (seperti menara
steeple sign) Pada foto anterior-psterior (AP), densitas jaringan lunak yang
irreguler pada trakea foto lateral, serta pneumonia bilateral.
Foto radiologi

Melalui pemeriksaan radiologi, croup dapat dibedakan dengan berbagai


diagnosis bandingnya. Gambaran foto jaringan lunak (intensitas rendah) saluran
nafas atas dapat dijumpai sebagai berikut:
1. Pada trakeitis bakterial, tampak gambran membran trakea yang compang-
camping.
2. Pada epiglotis, tampak gambran epiglotis yang menebal.
3. Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang
menonjol.
Pada pemeriksaan CT-scan dapat lebih jelas menggambarkan penyebab
obstruksi pada pasien dengan keadaan klinis yang lebih berat, seperti adanya
stridor sejak usia di bawah 6 buan atau stridor pada saat aktivitas. Selain itu,
pemeriksaan ini juga dilakukan bila pada gambaran radiologis dicurigai
adanya massa. (Alberta Medical Association, 2008).

Diagnosis banding
Epiglotis akut
Laringitis
Laringotrakeitis akut
Laringotrakeobronkopneumonia

2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Terapi suportif
Oleh karena gejala croup sering timbul pada malam hari, banyak orang tua
yang merasa khawatir dengan penyakit ini, sehingga meningkatkan kunjungan ke
unit gawat darurat. Sehingga penting untuk memberikan edukasi kepada orang tua
tentang penyakit yang secara alami dapat sembuh sendiri ini.
1. Melembabkan Udara (Pengabutan)
Pada abad ke-20 terapi dengan melembabkan udara (terapi uap) merupakan
dasar dari manajemen croup, tetapi sekarang ini efektivitasnya masih
dipertanyakan. Rumah sakit saat ini menggunakan peralatan penguapan untuk
tujuan ini. Cara yang sederhana termasuk memaparkan anak pada udara
malam yang basah, atau memaparkan anak pada uap air yang panas
(Wikipedia, 2008).
2. Oksigen
Tatalaksana pemberian oksigen dapat dipakai untuk anak dengan hipoksia
(dimana saturasi Oksigen dalam ruangan biasa < style="">Alberta Medical
Association, 2008).
3. Gabungan Oksigen-Helium
Pemberian gas Helium pada anak dengan croup diusulkan karena potensinya
sebagai gas dengan densitas rendah (dibanding nitrogen) dalam menurunkan
turbulensi udara pada penyempitan saluran pernapasan (Alberta Medical
Association, 2008).

2.7.2 Farmakoterapi
1. Analgesik/Antipiretik
Walaupun belum ada penelitian khusus tentang manfaat analgesik
atau antipiretik pada anak dengan croup, sangat beralasan memberikan obat
ini karena membuat anak lebih nyaman dengan menurunkan demam dan
nyeri (Alberta Medical Association, 2008).
2. Antitusif dan Dekongestan
Tidak ada penelitian yang bersifat eksperimental yang potensial
dalam menunjukkan keuntungan pemberian antitusif atau dekongestan pada
anak dengan croup. Lagipula, tidak ada dasar yang rasional dalam
penggunaannya, dan karena itu tidak diberikan pada anak yang menderita
croup (Alberta Medical Association, 2008).
3. Antibiotik
Tidak ada penelitian yang potensial tentang manfaat antibiotik pada
anak dengan croup. Croup sebenarnya selalu berhubungan dengan infeksi
virus, sehingga secara empiris terapi antibiotik tidak rasional. Lagipula, jika
terjadi super infeksi paling sering bacterial tracheitis dan pneumonia-
merupakan kejadian yang jarang (kurang dari 1:1.000) sehingga pemakaian
antibiotik untuk profilaksis juga tidak rasional (Alberta Medical Association,
2008).
4. Epinephrine
Berdasarkan data terdahulu, penggunaan epinephrine pada anak
dengan croup berat, dapat mengurangi kebutuhan alat bantu pernapasan.
Epinephrine dapat mengurangi distres pernapasan dalam waktu 10 menit dan
bertahan dalam waktu 2 jam setelah penggunaan. Beberapa penelitian
retrospektif dan prospektif menyarankan pasien yang mendapat terapi
epinephrine dapat dipulangkan selama gejalanya tidak timbul kembali
setidaknya dalam 2-3 jam setelah terapi (Alberta Medical Association, 2008).
Bentuk epinephrine tartar yang umum digunakan untuk pasien
croup; epinephrin 1:1.000 memiliki efek yang sebanding dan sama amannya
dengan bentuk tartar. Dosis tunggal (0,5 ml epinephrine tartar 2,25% dan 5,0
ml epinephrine 1:1.000) digunakan untuk semua anak tanpa menghiraukan
berat badan (Alberta Medical Association, 2008; Kerby, 2003).
Anak yang hampir mengalami gagal napas, dapat diberikan
epinephrine secara berulang. Pemberian epinephrine yang kontinyu
dilaporkan telah digunakan dibeberapa unit perawatan intensif anak (Alberta
Medical Association, 2008).
5. Glucocorticoids
Steroid adalah terapi utama pada croup. Beberapa penelitian
menunjukkan penggunaan kortikosteroid dapat menurunkan jumlah dan
durasi pemakaian intubasi, reintubasi, angka dan durasi dirawat di rumah
sakit, dan angka kunjungan berulang ke pelayanan kesehatan, serta
menurunkan durasi gejala pada anak yang menderita gejala derajat ringan,
sedang dan berat (Alberta Medical Association, 2008).
Dexamethasone sama efektifnya jika diberikan per oral atau
parenteral. Dexamethasone dosis 0,6 mg/kg BB merupakan dosis yang
umumnya digunakan. Pemberiannya dapat diulang dalam 6 sampai 24 jam.
Terdapat beberapa bukti juga yang mengatakan dexamethasone dosis rendah
0,15 mg/kg BB juga sama efektifnya. Di sisi lain, penelitian meta-analisis
dengan kontrol, yang memberikan kortikosteroid dosis lebih tinggi,
memberikan respon klinis yang baik pada sebagian besar pasien (Alberta
Medical Association, 2008; Kerby, 2003).
Inhalasi budesonide juga menunjukkan efektivitas yang sama
dengan dexamethasone oral, tetapi cara pemakaiannya lebih traumatik dan
lebih mahal sehingga tidak secara rutin digunakan. Pada pasien dengan gejala
gagal napas yang berat, pemberian budesonide dan epinephrine secara
bersamaan adalah logis dan dapat lebih efektiv daripada pemberian
epinephrine saja. Pada pasien dengan gejala muntah-muntah juga merupakan
alasan untuk memberikan inhalasi steroid (Alberta Medical Association,
2008)

2.8 Komplikasi
Pada 15% kasus dilaporkan terjadi komplikasi, misalnya otitis
media, dehidrasi, dan penumonia (jarang terjadi). Sebagian kecil pasien
memerlukan tindakan intubasi. Gagal jantung dan gagal napas dapat terjadi
pada pasien yang perawatan dan pengobatannya tidak adekuat.
Komplikasi yang dapat timbul adalah:
Perlunya pemasangan intubasi pada sejumlah kecil pasien (<1%)
Bacterial tracheitis dapat memperburuk keadaan pasien croup
Henti kardiopulmoner dapat timbul pada pasien yang tidak dimonitor
dan tidak diterapi secara adekuat
Serta timbulnya pneumonia yang merupakan komplikasi dari croup
yang jarang terjadi (Alberta Medical Association, 2008).

2.9 Prognosis
Sindrom croup biasanya bersifat self-limited dengan prognosis
yang baik. Oleh karena pada umumnya penyebab sindrom croup adalah virus,
maka sindroma ini dapat sembuh dengan sendirinya, dan sangat jarang
menyebabkan kematian akibat obstruksi saluran pernapasan total. Gejalanya
dapat berlangsung dalam 7 hari, tetapi puncaknya pada hari kedua dari
perjalanan penyakit (Wikipedia, 2008).

Anda mungkin juga menyukai