Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN Patah tulang antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang umumnya disebabkan oleh gaya

pematah langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi. Hal ini dapat diterangkan langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi yang terjadi karena adanya mekanisme refleks jatuh dimana lengan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk seperti gaya jatuhnya atlit atau penerjun payung. Fraktur Colles merupakan patah tulang antebrachii dimana fraktur dari radius distal dengan angulasi dorsal. Fraktur ini paling sering ditemukan pada manula. Dan tingginya insidensi diperkirakan berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause sehingga pada umumnya terlihat pada wanita tua setelah jatuh dengan tangan tertekuk keluar. Pemahaman mengenai fraktur tersebut dibutuhkan agar dapat melakukan evaluasi untuk menyingkirkan cedera saraf medianus serta terapi dengan reduksi tertutup.1, 2, 3 Sejak jaman Hipocrates sampai awal abad 19, fraktur distal radius masih disalah artikan sebagai dislokasi dari pergelangan tangan. Abraham Colles (1725 1843) pada tahun 1814 mempublikasikan sebuah artikel yang berjudul On the fracture of the carpal extremity of the radius. Sejak saat itu fraktur jenis ini diberi nama sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama Abraham Colles. 1,6

BAB II PEMBAHASAN II. 1 Definisi Fraktur Colles diuraikan pertama kali oleh Abraham Colles tahun 1814 sebagai fraktur yang terjadi pada tulang radius bagian distal yang berjarak satu setengah inchi dari permukaan sendi radiocarpal dengan deformitas ke posterior. Atau dengan kata lain adalah fraktur melintang pada radius tepat di atas pergelangan tangan, dengan pergeseran dorsal fragmen distal (fraktur ujung bawah radius dengan fragmen bawah terdesak ke posterior), yang kemudian terbukti kebenarannya dengan perkembangan radiografi (Pool, 1973). 1, 2, 4, 6,9 Adapula definisi yang dilengkapi dengan pernyataan bahwa biasanya fraktur tersebut terjadi pada umur di atas 45-50 tahun dengan kondisi tulang sudah osteoporosis. Dan apabila ditemukan pada usia muda disebut fraktur tipe Colles (Appley, 1995; Jupiter, 1991; Salter, 1984).6 Fraktur Colles adalah fraktur pada tulang radius berjarak kurang atau sama dengan 2,5 cm dari pergelangan tangan (Mc Rae, 1992), Appley dan Solomon, 1987. 2 Sedangkan Sheikh dan Murty (2000), memberi batasan sebagai fraktur metafisis distal radius, biasanya terjadi pada 3-4 cm dari facies artikularis dengan angulasi volar dari apex fraktur (deformitas garpu perak), pergeseran ke dorsal dari fragmen distal dengan diikuti pemendekan (shortening) radial. Keadaan ini dapat atau tidak disertai fraktur styloideus ulnae. Variasi intraartikular dapat melibatkan facies artikularis distal radius serta artikulatio radiocarpea dan radioulnaris. 2 II.2 Insidensi Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, fraktur Colles paling sering ditemukan pada orang dewasa usia lanjut dan insidensinya yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause, oleh sebab itu pasien biasanya wanita dengan riwayat jatuh dengan tangan terentang dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun (Clancey, 1984; Cooney, 1982). 1, 2,6

Burkhaeta (1985) mengatakan pada saat memikirkan fraktur pada ekstremitas atas pada usia lanjut maka segera terpikirkan pertama kali adalah fraktur Colles. 2 Secara umum insiden fraktur Colles kira-kira 8 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu survey epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius (Cooney,1980). Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang sama di mana fraktur Colles lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius (Cooney,1980). 6 Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah antara umur 50 59 tahun (Dias dkk, 1980; Sarmiento dkk, 1980). 6 II.3 Anatomi dan Fisiologi Bagian antebrakhii distal sering disebut pergelangan tangan, batas atasnya kirakira 1,5 2 inchi distal radius. Pada tempat ini ditemui bagian tulang distal radius yang relatif lemah karena tempat persambungan antara tulang kortikal dan tulang spongiosa dekat sendi. Dorsal radius bentuknya cembung dengan permukaan beralur-alur untuk tempat lewatnya tendon ekstensor. Bagian volarnya cekung dan ditutupi oleh otot pronator quadratus. Sisi lateral radius distal memanjang ke bawah membentuk prosesus styloideus radius dengan posisi yang lebih rendah dari prosesus styloideus ulna. Bagian ini merupakan tempat insersi otot brakhioradialis. Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu tulang lunatum dan navikulare kearah distal dan dengan tulang ulna bagian distal kearah medial. 2, 5, 6 Pada antebrakhii distal ini ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna distal dan sendi radiocarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiocarpalia melekat pada batas permukaan sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi diperkuat oleh beberapa ligamen antara lain : 1. Ligamentum Carpeum volare (yang paling kuat). 2. Ligamentum Carpaeum dorsale. 3. Ligamentum Carpal dorsale dan volare. 4. Ligamentum Collateral. 6

Bagian distal sendi radiokarpal diperkuat dengan simpai disebelah volar dan dorsal, dan ligamen radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna selain terdapat ligamentum dan kapsular yang memperkuat hubungan tersebut, terdapat pula diskus artikularis yang melekat pada semacam meniscus yang berbentuk segitiga, yang melekat pada ligamentum kolateral ulnar. Ligamentum kolateral ulnar bersama dengan meniscus homolognya dan diskus artikularis bersama ligamentum radioulnar dorsal dan volar, yang kesemuanya menghubungkan radius dan ulna, disebut kompleks rawan fibroid triangularis (Triangular fibro cartilage complex =TFCC) (Sjamsuhidajat, 1997), berguna untuk menstabilkan artikulatio radioulnaris distal (Zabinski dan Weiland, 1999).2, 5, 6

Gerakan pergelangan tangan sangatlah luas (mobile) dan kemampuannya mencapai 160 untuk fleksi dan ekstensi 180 untuk rotasi lengan bawah. Kurang dari 80% dari transmisi beban melalui pergelangan tangan lewat artikulatio radiocarpal sementara 20% sisanya melalui artikulatio ulnocarpal lewat Triangular fibro cartilage complex. (Zabiski dan Weiland, 1999). 2 Sendi radioulnar distal adalah sendi antara cavum sigmoid radius (yang terletak pada bagian dalam radius) dengan ulna. Pada permukaan sendi ini terdapat fibrocartilago triangular dengan basis melekat pada permukaaan inferior radius dan puncaknya pada prosesus styloideus ulna. Sendi ini membantu gerakan pronasi dan supinasi lengan 4

bawah, di mana dalam keadaan normal gerakan ini membutuhkan kedudukan sumbu sendi radioulnar proksimal dan distal dalam keadaan coaxial. Adapun nilai maksimal rata-rata lingkup sendi dari pronasi dan supinasi sebagai berikut : 1. pronasi = 80 - 900 2. supinasi = 80 - 900 Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeon untuk pengukuran lingkup sendi ini, siku harus dalam posisi fleksi 900 sehingga mencegah gerakan rotasi pada humerus (Kaner, 1980; Kapanji, 1983). Sendi Radio Carpalia merupakan suatu persendian yang kompleks, dibentuk oleh radius distal dan tulang carpalia ( os navikulare dan lunatum ) yang terdiri dari inner dan outer facet. Dengan adanya sendi ini tangan dapat digerakkan ke arah volar, dorsal, radial dan ulnar secara sirkumdiksi. Sedangkan gerakan rotasi tidak mungkin karena bentuk permukaan sendi ellips. Rata-rata gerakan maksimal pada pergelangan tangan adalah sebagai berikut : 1. fleksi dorsal = 50 800. 2. fleksi volar/palmar= 60 850 3. deviasi radial = 15 - 290 4. deviasi ulnar = 30 460 Menurut American Acadeny of Orthopaedic Surgeon untuk pengukuran lingkup sendi ini dilakukan dengan memakai goniometer, dalam posisi pronasi secara normal sendi radio carpalia ini mempunyai sudut 1 230 ke arah palmar polar, jadi fraktur yang mengarah pada volar akan mempunyai pragnosa baik (Appley, 1995; Brumfield & Champoux, 1984; Kaner, 1980). 6 II.4 Fungsi Tangan Kelainan pada pergelangan tangan sebagai akibat fraktur distal radius akan mempengaruhi fungsi tangan karena pergelangan tangan merupakan kunci untuk mendapatkan fungsi tangan yang baik (Auliffe dkk, 1995; Brumfield dkk, 1984). 6 Di bawah ini dikemukakan beberapa fungsi tangan (Appley, 1995; Palmer dkk, 1984; Kaner, 1980) : 1. Gerakan membuka tangan merupakan gerakan ekstensi jari dan abduksi ibu jari. 5

2. Gerakan menutup tangan merupakan gerakan fleksi dan adduksi jari-jari serta gerakan fleksi, adduksi dan oposisi dari ibu jari. 3. Gerakan menggenggam : a. Power grip : saat menggenggam tabung b. Ball grip : saat menggenggam bola c. Pinch grip : saat mengambil barang yang tipis d. Three point grip : saat memegang pensil e. Key grip : saat membuka pintu dengan kunci 1,6

II.5 Mekanisme cedera Fraktur Colles terjadi pada penderita dengan riwayat jatuh dengan tangan terentang (Apley dan Solomon, 1987). Benturan mengenai sepanjang lengan bawah dengan posisi pergelangan tangan berekstensi. Pada saat terjatuh sebagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa (sambungan kortikokanselosa). Khusus pada fraktur Colles biasanya fragmen distal remuk kedalam ekstensi dan bergeser ke dorsal, tertarik ke proksimal dengan angulasi ke arah radial serta supinasi.Trauma yang terjadi merupakan trauma langsung yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar sehingga menyebabkan dislokasi fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal dan menjadikan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu terbalik. 1,2, 5, 6 Adanya fraktur prosesus styloid ulna mungkin akibat adanya tarikan triangular fibrokartilago atau ligamen ulnar collateral ( Salter, 1984). 6 Berdasarkan percobaan cadaver didapatkan bahwa fraktur distal radius dapat terjadi, jika pergelangan tangan berada dalam posisi dorsofleksi 40 900 dengan beban gaya tarikan sebesar 195 kg pada wanita dan 282 kg pada pria( Rychack, 1977). 6 Pada bahagian dorsal radius frakturnya sering komunited, dengan periosteum masih utuh, sehingga jarang disertai trauma tendon ekstensor. Sebaliknya pada bagian volar umumnya fraktur tidak komunited, disertai oleh robekan periosteum, dan dapat 6

disertai dengan trauma tendon fleksor dan jaringan lunak lainnya seperti n. medianus dan n. ulnaris. 6 Fraktur pada radius distal ini dapat disertai dengan kerusakan sendi radiocarpalia dan radioulna distal berupa luksasi atau subluksasi. Pada sendi radioulna distal umumnya disertai dengan robekan dari triangular fibrokartilago. 6 II.6 Diagnosis Diagnosis fraktur Colles ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis.1,2,5

II.7 Gambaran klinik Biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan dengan adanya riwayat trauma sebelumnya. Seperti halnya Colles jauh sebelum radiografi diciptakan, penemuan klinis untuk fraktur distal radius terutama fraktur Colles akan memberikan gambaran klinis yang klasik berupa dinner fork deformity atau deformitas garpu makan malam, dimana bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah dorsal dan radial, bagian distal ulna menonjol ke arah volar (yaitu dengan penonjolan punggung pergelangan tangan (kearah dorsal) dan depresi didepan). Sementara tangan biasanya dalam posisi pronasi, dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan (Appley, 1995; Charnley, 1970; Collert & Issacson, 1978; Kauer, 1980; Sarmiento 1981). Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan. 1, 2, 5, 6 Pada fraktur dengan peranjakan yang berat akan dapat menimbulkan extravasasi darah hingga pergelangan tangan dan tangan bahkan bagian distal lengan bawah akan cepat membengkak ( Cooney, 1980; Howard dkk,1989). 6 II.8 Pemeriksaan Radiologis Terdapat tiga pengukuran radiologi yang sering dipakai untuk melakukan evaluasi radiologis dari distal radius. Pengukuran dilakukan dengan mengacu kepada axis longitudinal dari radius. Pada foto AP dan lateral, garis ini ditentukan sebagai garis yang

menghubungkan dua titik pada jarak 3 cm dan 6 cm proksimal dari permukaan sendi yang terletak di garis tengah. 6 Ketiga pengukuran tersebut terdiri dari ( Bunger, 1974; Charnley, 1984) : 1. Volar Angle / Dorsal Angle. Diukur dari foto lateral, merupakan sudut yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan tepi dorsal dan tepi volar radius dengan garis yang tegak lurus pada axis longitudinal (Gartland & Werley, 1951;Sarmiento,1981) : Nilai rata-rata : 11 120 Range : 1 210 Standar deviasi : 4,3 2. Radial Angle / Radial Inklinasi Diukur dari foto antero posterior (AP), merupakan sudut yang dibentuk antara garis yang menghubungkan ujung radial styloid dengan sudut ulnar dari distal radius dengan garis yang tegak lurus pada axis longitudinal (Gartland & Werley, 1951; Sarmiento, 1981) : Nilai rata-rata : 230 Range : 13 300 Standar deviasi : 2,2 3. Radial Length Diukur dari foto AP, merupakan jarak antara dua garis yang tegak lurus pada axis longitudinal, garis pertama melalui tepi ujung dari radial styloid, garis kedua merupakan garis yang melalui permukaan sendi ulna (Gartland & Werley, 1951; Sarmiento, 1981) : Nilai rata-rata : 12 mm Range : 8 18 mm Standar deviasi : 2,36

Gambar Skema Volar Angle, Radial Angle dan Radial Length

volar angle / Radial Tilt

radial angle

radial length Contoh Hasil Foto Rontgen AP/L dan Parameter Pengukuran RA, RL dan RT

Ada satu pengukuran lagi yang penting pada fraktur Colles yaitu Radial Width. Diukur dari foto AP, merupakan antara garis axis longitudinal dan garis yang melalui tepi paling lateral dari radial styloid. 6 Pemeriksaan foto rontgen diperlukan untuk konfirmasi diagnosa, menilai tipe fraktur, kestabilan dan penilaian derajat peranjakan. Penilaian terutama pada : 1. Apakah prosesus styloid / kolumn ulna ikut patah. 2. Apakah fraktur mengenai DRUJ (distal radioulnar joint). 3. Apakah fraktur mengenai radiocarpalia. 6

Dari pemeriksaan radiologis (sinar-X) anteroposterior dan lateral pada fraktur Colles dapat dijumpai suatu fraktur transversal pada tulang radius kurang dari 2,5 cm dari pergelangan tangan atau fraktur radius melintang pada sambungan kortikokanselosa, dan sering disertai patahnya processus stiloideus ulnar. 1, 2,10 Fragmen distal radius (1) bergeser dan miring ke belakang atau dorsal, (2) bergeser dan miring ke radial, dan (3) terimpaksi. Kadang-kadang fragmen distal mengalami peremukan dan kominutif hebat. 1, 2,10 II.9 Klasifikasi Fraktur Colles

10

Penggunaan eponyms seperti Colles, Smith atau Barton fraktur telah lama dikenal untuk menerangkan tentang fraktur distal radius dan sampai sekarang istilah tersebut masih dipakai (Peltier, 1984). Namun penggunaan istilah ini tidak dapat menggambarkan tentang hubungannya dengan pengobatan dan hasil pengobatan. Supaya klasifikasi ini berguna untuk menentukan jenis terapi dan mengevaluasi hasilnya maka harus mencakup tipe dan derajat beratnya fraktur, ada juga secara umum dibagi berdasarkan : 1. Lokasi 2. Bentuk garis fraktur 3. Arah peranjakan fragmen distal 4. Nama dari penemu fraktur tersebut 6 Kebanyakan klasifikasi fraktur dibuat berdasarkan anatomi fraktur. Pada mulanya Gertkand dan Werley cit Zabinski dan Weiland (1999) membagi trauma distal radius ke dalam fraktur ekstraartikular dan intraartikular. Sedangkan klasifikasi Frykman berdasarkan pada keterlibatan artikulatio radiokarpal dan atau radioulnar serta ada tidaknya fraktur styloideus ulnae. 1, 2 Gartland dan Werley pada tahun 1951 serta Lidstrom pada tahun 1959 mengembangkan sistem klasifikasi yang didasarkan kepada adanya peranjakan atau displacement pada tempat fraktur serta mengenai atau tidaknya permukaan sendi radiocarpal. 6 KLASIFIKASI GARTLAND & WERLEY (Gartland & Werley, 1951) Klasifikasi ini didasarkan kepada ada tidaknya peranjakan tanpa menilai derajat displacement. Fraktur dibagi atas 4 kelompok, yaitu : 1. Group I 2. Group II 3. Group III 4. Group IV : Extra-articular, displaced : Intra-articular, non displaced : Intra-rticular, displaced : Non displaced extra articular fracture6

KLASIFIKASI MENURUT LIDSTROM (Lidstrom, 1959) Dasarnya sama seperti klasifikasi menurut Gartland & Werley. Fraktur dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu : 11

1. Group I 2. Group IIA 3. Group IIB 4. Group IIC 5. Group IID 6. Group IIE comminuted6

: Minimal displacement : Extra-articular, dorsal angulation : Intra-articular, dorsal angulation, joint surface non comminuted : Extra-articular, dorsal angulation and dorsal displacement : Intra-articular, dorsal angulation and displacement, joint surface : Intra-articular, dorsal angulation and displacement, joint surface

non comminuted

Selain itu, klasifikasi anatomi yang paling komprehensif dan lengkap adalah system AO (Zabisnki dan Weiland, 1999). System ini membagi trauma menjadi tipe A (ekstra artikuler), tipe B (artikular simple) dan tipe C (artikular komplek). 2 KLASIFIKASI AO (Kreder & Hanell, 1996) Klasifikasi ini lebih rumit dan detil di mana fraktur dibagi menjadi 3 tipe kemudian masing-masing tipe dibagi lagi menjadi sub tipe, sebagai berikut : 1. Tipe A : Extra articular, dibagi menjadi A1, A2, A3. 2. Tipe B : Partial articular, dibagi menjadi B1, B2, B3. 3. Tipe C : Complete articular, dibagi menjadi C1, C2, C3. 6 KLASIFIKASI SARMIENTO (Sarmiento, 1981) Membagi fraktur berdasarkan peranjakan fragmen distal dan adanya fraktur pada sendi radiocarpalia. 1. Tipe 1 : Fraktur tidak beranjak tanpa disertai fraktur radiocarpalia 2. Tipe 2 : Fraktur yang beranjak, tanpa disertai fraktur radiocarpalia 3. Tipe 3 : Fraktur yang tidak beranjak disertai fraktur radiocarpalia 4. Tipe 4 : Fraktur yang beranjak dan disertai fraktur radiocarpalia6

12

KLASIFIKASI MENURUT OLDER Klasifikasi ini berdasarkan kepada derajat displacement, dorsal angulasi, pemendekan distal fragmen radius dan derajat kominutif fragmen. Fraktur dibagi menjadi 4 tipe : 1. Tipe I : Dorsal angulasi sampai 5 derajat, radial length minimal 7 milimeter. 2. Tipe II : Terdapat dorsal angulasi, radial length antara 1-7 mm, tidak kominutif. 3. Tipe III : Dorsal radius kominutif, radial length kurang dari 4 mm, distal fragmen sedikit kominutif. 4. Tipe IV : Jelas kominutif, radial length biasanya negatif. Klasifikasi ini lebih baik dalam hal memberikan gambaran kemungkinan reduksi anatomis dan posisi anatomis pada tempat fraktur. 6 KLASIFIKASI MENURUT FRYKMAN (Frykmann, 1967) Klasifikasi ini berdasarkan biomekanik serta uji klinik, juga memisahkan antara intra dan ekstra artikular serta ada tidaknya fraktur pada ulna distal. Pada klasifikasi ini nomor yang lebih besar menunjukkan fase penyembuhan yang lebih rumit dan prognosa yang lebih jelek. 1. Tipe 1 : Fraktur distal radius dengan garis fraktur extraarticular. 2. Tipe 2 : Tipe 1 + Fraktur prosesus styloid radius. 3. Tipe 3 : Tipe 1 + Fraktur permukaan sendi radiocarpalia. 4. Tipe 4 : Tipe 3 + Fraktur prosesus styloid radius. 5. Tipe 5 : Fraktur distal radius dengan garis melewati sendi radioulnar distal. 6. Tipe 6 : Tipe 5 + Fraktur prosesus styloid radius. 7. Tipe 7 : Tipe 5 + Fraktur permukaan sendi radiocarpalia. 8. Tipe 8 : Tipe 7 + Fraktur prosesus styloid radius. 6

13

Gambar Klasifikasi Frykman

Klasifikasi Fraktur Colles menurut Frykman2 Tipe I II III IV V VI VII VIII Fraktur radius ekstra artikuler Fraktur radius ekstra artikuler dengan fraktur ulna Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal disertai fraktur ulna distal Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radioulnaris distal Fraktur radius intra artikulermelibatkan sendi radioulnaris distal disertai fraktur ulna distal Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal dan radio ulnaris distal Fraktur sendi radiokarpal dan radioulnaris distal disertai fragmen ulnaris Uraian

14

Masih banyak klasifikasi lainnya tergantung dasar pembagian klasifikasi tersebut. Cooney dan Weber membagi fraktur berdasarkan derajat ketidakstabilan fraktur. Fernandez membagi fraktur berdasarkan mekanisme trauma. Mc Murty dan Jupiter serta Malone membagi fraktur intra articular berdasarkan jumlah fragmen. 6 Lidstrom cit Roysam (1993), berdasarkan gambaran radiologis membagi fraktur Colles kedalam empat tingkatan derajat keparahan pergeseran fragmen fraktur (derajat anatomis) dan kualitas reduksi yaitu derajat I,II,III,dan IV sesuai beratnya deformitas meliputi angulasi ke dorsal dam pemendekan (shortening) tulang radius. 2

15

Derajat Keparahan Fraktur Colles Menurut Lidstrom 2 Derajat I. II. III. IV. Deformitas Tidak ada atau tidak bermakna. Angulasi dorsal <0 atau shortening <3 mm. Ringan, Angulasi dorsal 1-10 dan / atau shortening 3-6 mm. Sedang, Angulasi dorsal 11-14 dan / atau shortening 7-11 mm. Berat, Angulasi dorsal >15 atau shortening >11 mm

II. 10 Penatalaksanaan Berbagai macam metode stabilisasi dan immobilisasi telah dikemukakan. Hal inilah yang sering menimbulkan kontroversi dalam penanganan fraktur distal radius. Ini menunjukkan belum adanya metode immobilisasi yang benar-benar memuaskan. 6 Tujuan utama dari pengobatan fraktur ini adalah menghasilkan reduksi seanatomis mungkin dan mempertahankan posisi ini sampai timbul konsolidasi tulang dan pencegahan komplikasi (Jenkins dkk, 1987; Jupiter, 1993). Dari kepustakaan didapatkan bahwa fungsi optimal dapat tercapai dengan reposisi seanatomis mungkin (Clancey, 1984; Collert dkk, 1978; Peltier, 1984; Salter, 1984 ). 6,7,8,9 Untuk mendapatkan reposisi yang anatomis dan fungsi yang baik maka harus diperhatikan metode anestesi, cara reposisi dan immobilisasi yang digunakan serta tindakan rehabilitasi selanjutnya (Collert dkk, 1978; Lidstrom, 1959; Peltier, 1984; Salter, 1984). 6,7,8 Penanganan fraktur distal radius ini umumnya dapat dilakukan secara : 1. Non Operatif/ Konservatif 2. Operatif

16

II. 11 Pengobatan Konservatif Penatalaksanaan fraktur Colles umumnya dilakukan rawat jalan yaitu setelah terdiagonosis diberikan tindakan pengobatan konservatif meliputi reposisi tertutup dan kemudian dilanjutkan dengan immobilisasi. 2,5, 6 Teknik Reposisi Reposisi dilaksanakan dengan traksi dan kontratraksi dengan memperhitungkan mekanisme terjadinya fraktur. 2,5,7,8 Bila tidak terjadi pergeseran pada fraktur atau hanya sedikit sekali bergeser, cukup diimobilisasi dengan gip bawah siku. Yaitu fraktur dibebat dalam dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya. 1, 2 Bila terjadi pergeseran fraktur perlu tindakan reposisi dengan anestesi lokal, regional atau umum, kemudian dilakukan gip bawah siku dengan posisi fragmen distal fleksi dan pronasi. Caranya dengan memegang erat tangan dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen). Fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar-X. Kalau posisi memuaskan, dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher metacarpal dan dua-pertiga keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi fleksi dan deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari sehingga cukup dengan 20 derajat saja pada setiap arah. 1, 2 Pada hari berikutnya anggota gerak atas elevasi, yaitu dengan tetap meninggikan lengan selama satu atau dua hari lagi. Adapun latihan bahu dan jari sesegera mungkin dimulai setelah pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak, mengalami sianosis atau nyeri, harus tidak ada keragu-raguan untuk membuka pembalut. 1, 2 Seminggu kemudian dilakukan pemotretan dengan sinar-X control untuk menilai apakah terjadi pergeseran kembali (redisplacement). (Armis, 1994). 2

17

Setelah 7-10 hari (setelah dilakukan pengambilan sinar-X yang baru) pergeseran ulang sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi ulang. Namun sayangnya, sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi. 1 Reposisi dapat dilakukan dengan memakai anestesi lokal, regional blok (plexus brachialis dan axilaris) atau anestesi umum. Sering dipakai penggunaan infiltrasi lokal lidokain 1% atau 2% sebanyak 10-20 ml. 6 Tsukazaki dan Iwasah, 1993 menyatakan bahwa lokal anestesi sangat bagus dan tidak ada resiko infeksi dari pengalamannya terhadap 280 pasien (Tsukazaki dkk, 1993). Anestesi umum mempunyai keunggulan dalam hal mendapatkan relaksasi otot yang baik, namun cara ini tidak dapat digunakan untuk kasus rawat jalan. Cara lain yang cukup aman adalah anestesi regional intravena (Biers anaesthesia) dan blok plexus axilaris. 6 Reposisi harus dilakukan segera sebelum adanya edema yang dapat mengganggu. Ada beberapa ahli (Bohler, Robert Jones dan Charnley), tetapi secara umum prinsipnya adalah dengan melakukan Disimpaksi, Traksi, Reposisi dan Immobilisasi. 6 Traksi dilakukan selama 2-5 menit, tipe Bohler melakukan traksi pasif dengan bantuan gravitasi dan finger chinese trap selama 5-10 menit dan counter traksi pada humerus dengan beban 3-10 kg dalam posisi siku fleksi 900. 6

Gambar Cara Traksi Memakai Finger Straps 18

Secara umum reposisi bukanlah hal yang sulit dibandingkan dengan mempertahankan hasil reposisi. 6 Metode Charnley, impaksi dibebaskan dengan cara melakukan hiperekstensi yang diikuti segera dengan fleksi palmar dan pronasi untuk mengunci fragmen fraktur. Biasanya periosteum yang intak serta jaringan ikat dari tendon sheath membentuk semacam engsel pintu yang mempertahankan stabilitas fragmen fraktur. Tetapi harus diingat bahwa tindakan melakukan hiperekstensi mungkin akan menambah kerusakan jaringan lunak disekitarnya. 6 Fungsi yang baik tercapai jika paska reposisi angulasi dorsal < 150 dan pemendekan radius < 3 mm (De Palma) karena itu Collert melakukan reposisi ulang jika angulasi dorsal > 150 dan deviasi ulnar < 100. 6 Menurut Gartland, kalau angulasi > 100 akan menyebabkan gangguan palmar fleksi. 6

Metode Immobilisasi Imobilisasi dengan gip tersebut bertujuan untuk mencegah pergeseran kembali fragmen fraktur pasca reposisi. Sebagai tulang kanselus, maka penyembuhan tulang 19

radius atau penyatuan fraktur diperkirakan tuntas dalam kurang lebih 6 minggu dari saat terjadinya trauma, dan sekalipun tidak ada bukti penyatuan secara radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain krep sementara. Oleh sebab itu pada fraktur Colles gip dapat dilepas umumnya 5-6 minggu (McRae, 1992; Apley dan Solomon, 1987; Gartland dan Werley, 1951). 1, 2 Mengenai imobilisasi gip bawah siku atau siku masih terdapat perbedaan pandangan. Apley dan Solomon (1987), serta Mc.Rae (1992), menyatakan penanganan fraktur Colles cukup dengan gip bawah siku sedangkan ahli lain menyatakan harus dengan gip atas siku (Way, 1994). Sheikh dan Murthy (2000) menganjurkan imobilisasi kombinasi yaitu gip atas siku pada minggu-minggu awal dilanjutkan gip bawah siku kecuali pada penderita di atas 60 tahun harus dipasang gip bawah siku untuk mencegah kekuan sendi siku. 2 Berbagai teknik pemasangan cast telah dikenal. Pada prinsipnya cast tidak boleh melebihi atau melewati sendi metacarpofalangeal, dimana jari-jari harus dalam posisi bebas bergerak. Immobolisasi dapat dipakai gips ataupun minggu dengan gips. Selama pemasangan gips akan terjadi perubahan rata-rata VA 0-150, RA 0-80 dan RL 0-8 mm. 6 Pada kasus yang minimal displacement immobilisasi cukup 3 4 minggu, sedang pada tindakan operatif berkisar 6 12 minggu. 6

Gambar Contoh Pemasangan Gips Sirkuler SDFDU dan FSPFDU 20

II.12 Pengobatan Operatif Dilakukan pada kasus-kasus yang tidak stabil seperti fraktur yang kominutif, angulasi hebat > 200, serta adanya kerusakan pada permukaan sendi terutama pada penderita usia muda atau adanya redislokasi dini dengan cara pengobatan konservatif. 6 Teknik alternatif antara lain fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Fiksasi Interna (Rickli dkk, 1996) : 1. Fiksasi interna (Roger Anderson technical) 2. Fiksasi interna dengan K-wire (Ulnar pinning) atau Ellis butress plate 3. Percutaneus Pinning Post Reposition (sering untuk umur tua) 4. Cancelous bone grafting 5. Ligamentotaxis + bone grafting6 Fiksasi Eksterna, Conney (1983) menganjurkan eksternal fiksasi pada : 1. Frykman tipe 5-8 2. Dorsal angulasi > 250 3. Pemendekan radius > 10 mm 4. Fraktur intra artikuler kominutif 5. Redislokasi setelah reposisi 6. Fraktur bilateral6 Karena fraktur kominutif berat dan tidak stabil tidak mungkin dipertahankan dengan gips, maka untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar dengan menggunakan pen proksimal yang mentrasfiksi radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar metacarpal kedua dan sepertiga. Suatu alat misalnya fiksator Pennig mempunyai kelebihan dalam hal pergelangan tangan dapat digerakkan lebih awal. Apapun metode fiksasi yang digunakan, hal yang paling penting adalah pasien harus dilatih menggunakan sendi-sendi yang bebas secara teratur. 1, 6 Fisioterapi atau Rehabilitasi Bertujuan agar fungsi tangan kembali normal dan penderita dapat bekerja seperti biasa setelah 3-4 bulan. Periode ini saat dari pengangkatan cast, brace atau fiksasi skeletal sampai pulihnya fungsi. Latihan fungsional harus dilakukan oleh penderita sendiri 21

dengan pengawasan dokter. Fisioterapi hanya dilakukan terhadap penderita yang kurang motivasi dan penyembuhan yang kurang progresif. Waktu 4 bulan dapat dikatakan normal untuk bisa bekerja lagi. Tetapi hasil akhir penyembuhan baru bisa ditentukan sekitar 1 tahun setelah trauma. Kekuatan menggemgam bisa dipakai sebagai parameter yang baik untuk perbaikan fungsi rehabilitasi. Sarmiento meyatakan mobilisasi awal dengan fungsional brace memungkinkan untuk perbaikan fungsi gerak dan rehabilitasi (Sarmiento, 1980) 6 II. 13 Komplikasi Komplikasi ini penting diketahui karena akan mempengaruhi hasil akhir fungsi yang tidak memuaskan. Umumnya akan selalu ada komplikasi. Menurut Cooney, hanya ada 2,9% kasus yang tidak mengalami disabiliti dan gangguan fungsi(Cooney, 1980). Adapun komplikasi yang mungkin terjadi : a. Dini Sirkulasi darah pada jari harus diperiksa; pembalut yang menahan slab perlu dibuka atau dilonggarkan. 1 Kompresi / trauma saraf ulnaris dan medianus Cedera saraf jarang terjadi, dan yang mengherankan tekanan saraf medianus pada saluran karpal pun jarang terjadi. Kalau hal ini terjadi, ligamen karpal yang melintang harus dibelah sehingga tekanan saluran dalam karpal berkurang. 1, 6 Distrofi reflex simpatetik Distrofi reflex simpatetik mungkin amat sering ditemukan, tetapi untungnya ini jarang berkembang lengkap menjadi keadaan atrofi Sudeck.1 Kerusakan tendon6 Edema paska reposisi Mungkin terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada sendi-sendi jari, waspadalah jangan sampai melalaikan latihan tiap hari. Pada sekitar 5% kasus, pada saat gips dilepas tangan akan kaku dan nyeri serta terdapat

22

tanda-tanda

ketidakstabilan Redislokasi6

vasomotor.

Sinar-X

memperlihatkan

osteoporosis dan terdapat peningkatan aktivitas pada scan tulang. 16 b. Lanjut Kompressif Neuropathy Umumnya terjadi akibat anestesi lokal, teknik reposisi yang salah dan posisi ekstrem dari palmar fleksi dan ulnar deviasi sehingga terjadi neuropati terutama median neuropati, 0,2-5% dari kasus yang terjadi, kebanyakan mengenai n.medianus pada carpal tunnel. Stewart, menemukan tidak ada hubungan antara kompresi saraf dengan displacement awal. Nampaknya delayed carpal tunnel berhubungan dengan akhir volar angle shift. Indikasi operasi bila ada rasa sakit dan hilangnya sensasi yang berat. Kompresi n.ulnaris jarang, parastesia dari n. radialis tidak sering dan biasanya hilang spontan dalam beberapa minggu. 6 Ruptur Tendon Sering terjadi karena trauma dari fragmen fraktur dan jarang disebabkan abrasi kalus yang terjadi sesudah 2 bulan pertama. Tendon yang sering dikenai adalah : EPL, FPL dan FDP, sekitar 0,4-1% dari kasus. Ruptur terjadi pada bony groove dari radius distal. Terapi berupa tendon transfer dari ekstensor indicis propius. Stenosing tenosynovitis terjadi pada 0,6-1,4% dari kasus. Rupture tendon pada ekstensor polisis longus biasanya terjadi beberapa minggu setelah terjadi fraktur radius bagian bawah yang 23 Arthrosis dan nyeri kronis Shoulder Hand Syndrome Defek kosmetik ( penonjolan styloideus radius ) Ruptur tendon Malunion / Non union Stiff hand ( perlengketan antar tendon ) Volksman Ischemic Contracture Suddeck Athrophy6

tampaknya sepele dan tidak bergeser. Pasien harus diperingatkan akan kemungkinan itu dan diberitahu bahwa terapi operasi dapat dilakukan. 1, 6 Redislokasi Adalah bergesernya kembali fragmen distal ke posisi semula pada 2 minggu. Biasanya berkisar antara 11-42%. Gartland & Werley mendapatkan perubahan VA 3-6 0, RA 2-40, dan RL 1,5 2,5 mm pada minggu pertama. Stewart HD dan kawan-kawan 1984, mendapatkan perubahan VA rata-rata 9,90, RA 2-40 dan RL 1,7 mm selama immobilisasi 6 minggu. Secara umum dari kepustakaan akan didapatkan perubahan VA 0-150, RA 0-80 dan RL 0-8 mm. 6 Collert dan Isacson melakukan reposisi ulang kalau angulasi > 150 dan ulnar deviasi > 100. Sedang De Palma menyatakan bahwa untuk mendapatkan fungsi yang baik, angulasi dorsal < 50 dan pemendekan radius < 3 mm. 6 Gartland & Werley mendapatkan bahwa angulasi dorsal > 100, maka palmar fleksi akan terganggu (hanya sampai 300), sedangkan perubahan RA dan pemendekan radius (RL) tidak begitu berpengaruh pada fungsi pergelangan tangan. 6 Rhycak dan kawan-kawan, menyatakan bahwa adanya residual dorsal tilt > 100 tidak akan menimbulkan gangguan yang nyata pada gerakan dorsi dan palmar fleksi, dan pemendekan radius 2-6 mm tidak menimbulkan gangguan pada pronasi dan supinasi. 6 Sedangkan menurut Kapanji, kalau terjadi perubahan sumbu radio ulnar distal, apakah itu akibat perubahan radial angle atau volar angle akan menimbulkan subluksasi/ dislokasi yang mengakibatkan gerakan pronasi dan rotasi akan terbatas dan nyeri. 6 Arthrosis Lebih sering terjadi pada sendi radio ulnar dari pada radio carpalia terutama pada Frykman. Arthrosis ini terjadi karena mal-alignment dari sigmoid dengankapitulum ulna, imobilisasi dalam posisi pronasi yang lama serta adanya pemendekan radius. 6

24

Shoulder Hand Syndrome Kekakuan pada bahu, karena kelalaian, adalah komplikasi yang sering ditemukan. Kekakuan pergelangan tangan dapat terjadi akibat pembebatan yang lama. 1 Dikenal dengan upper limb dystrophy/ pain dysfunction dengan gejala sympathetic dominan seperti perubahan suhu, nyeri, kekakuan pada tangan. Hal ini terjadi akibat adanya carpal tunnel syndrome, arthrosis dan malunion. 6 Stiff Hands Akibat arthro-fibrosis atau perlengketan tendon fleksor dengan manifestasi berupa oedema jari-jari tangan disertai gangguan pergelangan tangan. 6 Sudeck Dystrophy Adalah suatu istilah yang luas dengan nyeri dan kaku pada jari-jari berhubungan dengan post trauma refleks dystrophy, post trauma sympathetic dystrophy, shoulder hand syndrome, osteoneurodystrophy dan causalgic syndroma. Insidens pada Colles fraktur 0,1-16% dan kita duga bila rasa sakit, pembengkakan, kekakuan sendi melebihi dari derajat trauma. 6 Terdapat 3 tahap dari Sudeck dystrophy : 1. Tahap I : Puffy oedem, kemerahan, rasa sakit yang berlebihan,hiperestesia, hiperhidrosis, gerakan sendi berkurang, x-ray spotty demineralization setelah 3 minggu. 2. Tahap II : Pembengkakan yang fusiform, kulit yang mengkilat, rasa sakit yang meningkat dan difus, banyak keringat, kemerahan, gerakan makin menurun, sendi menjadi kaku,benjolan akut akibat palmar fasciitis, atrofi jaringan subkutaneus, kuku rapuh. 3. Tahap III : Tangan pucat, dingin dan kering, kulit tipis, kaku dan mengkilap, neuralgia yang menyebar, tangan yang kaku, demineralisasi yang difus dari tulang. 6

25

Etiologi tidak jelas. Faktor yang harus dipertimbangkan : Symphatetic over activity Reflex vasomotor Insufisiensi peredaran darah Trauma waktu reposisi fraktur Bengkak Re-reposisi Penggantian cast yang sering Malunion Faktor psikologis Faktor endogen Atrofi Sudeck, kalau tidak diatasi, dapat mengakibatkan kekakuan dan pengecilan tangan dengan perubahan trofik yang berat. 1, 6 Malunion Malunion sering ditemukan, baik karena reduksi tidak lengkap atau karena pergeseran tidak lengkap atau karena pergeseran dalam gips yang terlewatkan. Tidak ada kriteria yang jelas. Kebanyakan terjadi akibat redislokasi dan kemungkinan menyebabkan limitasi gerak, deformity kosmetik dan rasa sakit.1, 6 Penampilannya buruk, kelemahan dan hilangnya rotasi dapat bersifat menetap. Pada umumnya terapi tidak diperlukan. Bila ketidakmampuan hebat dan pasiennya relatif muda, 2,5cm bagian bawah ulna dapat dieksisi untuk memulihkan rotasi dan deformitas radius dikoreksi dengan osteotomi. 1 Penyatuan lambat dan non union pada radius tidak terjadi, tetapi prosesus stiloideus ulnar sering hanya diikat dengan jaringan fibrosa saja dan tetap mengalami nyeri dan nyeri tekan selama beberapa bulan. 1 Terapi : wedge osteotomy.

26

Hilangnya integritas radioulnar Gejalanya meliputi gerakan supinasi dan pronasi yang terhambat dan sakit kadang disertai bunyi klik, kelemahan menggenggam, rasa sakit yang menetap pada penekanan di daerah distal ulna dan sendi radioulna, penonjolan distal ulna, dan kelemahan dari sendi radioulna distal. Frykman menemukan insidens sebanyak 19% dan menyatakan ini merupakan penyebab penting dari ketidak-puasan akan hasil akhir fungsional. 6 Arthritis post trauma Tidak ada kesepakatan mengenai definisi arthritis di sini. Klinis : rasa sakit pada gerakan dan gangguan gerakan. X-ray : penyempitan rongga sendi, sclerosis, subchondral clearing, osteofit. 6 Insidens bervariasi mulai 5-40%, terutama terjadi setelah fraktur intraartikuler. Terapi dapat berupa : - fusi pergelangan tangan - proximal row carpectomy - total prostetic arthroplasty6 Gangguan gerakan dan fungsi Defek permanen yang sering adalah menurunnya kemampuan volar fleksi 95% kasus menurut Cooney. Frykman menemukan hilangnya kekuatan menggenggam pada 24-25%, kekakuan sendi pada 1-18%. Bunger menemukan 80% dengan penurunan kekuatan pronasi dan supinasi, tidak berhubungan dengan derajat malunion. 6 Kontraktur Dupuytrens Insidens 0,2-3%. Klinis berupa palmar nodulus dan band. 6

27

DAFTAR PUSTAKA 1. Apley, A.Graham, Solomon, Louis. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Ed 7. Jakarta, Widya Medika : 2002. Hal : 312-315. 2. www.bedahugm.com/fraktur colles 3. Schwartz; Shires; Spencer. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah; Trauma; Fraktur yang Umum dan Cedera Sendi; Fraktur Colles . Ed. 6. Cetakan I. Jakarta. EGC: 2000. Hal : 677. 4. Dorland. Hal : 877. 5. Wim de Jong; Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah; Bagian III Tindak Bedah Organ dan Sistem Organ; Bab 40 Sistem Muskuloskeletal; Fraktur daerah pergelangan tangan. Ed. 2. Cetakan I. Jakarta. EGC : 2005. Hal 867868. 6. Hutagalung, Sahala Maruli. Perbandingan Hasil Penanganan Fraktur Colles tertutup dengan Metoda Modifikasi Bohler, SDFDU, FSPFDU. Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara, Bagian Ilmu Bedah.2003. 7. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2521411/pdf/brmedj074000010.pdf 8. http://web.jbjs.org.uk/cgi/reprint/73-B/2/312.pdf 9. http://www.drjantaams.com/_pdfs/PG165.pdf 10. http://emedicine.medscape.com/article/398406-overview

28

Anda mungkin juga menyukai