Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Fraktur Colles

1. Anatomi

(Gambar 2.1 Tulang radius ulna)

Berikut adalah susunan anatomi bagian radius dan ulna menurut Zuhri

(2012):

a. Osteologi (tulang)
1) Tulang radius

Tulang radius terletak di sebelah lateral lengan bawah. Ujung

atasnya bersendi dengan humerus pada articulation cubiti dengan ulna

pada articulation radio ulnaris proximal. Ujung distalnya bersendi

dengan os.scaphoideum dan os.lunatum pada articulation carpalis dan

dengan ulna pada articulatio radioulnaris distal.

2) Tulang ulna

Tulang ulna merupakan tulang medial lengan bawah. Ujung

atasnya bersendi dengan humerus pada articulation cubiti dan dengan


caput radii pada articulatio ulnaris proximal. Ujung distalnya

bersendi dengan radius pada articulatio ulnaris distal, tetapi

dipisahkan dari articulatio radiocarpal dengan adanya facies

articularis. Ujung atas ulna besar, dikenal sebagai processus

olecranii. Bagian ini membentuk tonjolan pada siku.

b. Arthrologi (persendian)

1) Sendi siku (elbow)

Sendi siku sangat stabil karena faktor statika yang membentuk

sendi cukup kuat cakupannya dan juga dipengaruhi oleh struktur

stabilitas pasif berupa ligamentum yang mengikatnya serta adanya

stabilitas dinamis yang berupa otot-otot.

2) Sendi pergelangan tangan (wrist)


Sendi pergelangan tangan (wrist) adalah sendi bagian distal dari
extremitas superior. Pada dasarnya sendi wrist mempunyai dua derajat
kebebasan yaitu palmar-dorsalflexi serta radial dan ulna rdeviasi.
c. Muscle (otot)
Radius dan ulna dihubungkan oleh otot antar tulang, yaitu otot
supinator, m.pronator teres, m.pronator quadratus yang membuat
gerakan pronasi-supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yang
berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan patah tulang lengan bawah
disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada radius. Otot – otot
yang terdapat pada antebrachii: m. Pronator Teres , m. Flexor Carpi
Radialis, m. Palmaris Longus, m. Flexor Digitorum Superficial, m.
Flexor Carpi Ulnaris, m. Flexor Digitorum Profunda, m. flexor Pollicis
Longus, m. Pronator Quadratus, m. Brachioradialis, m. Extensor Carpi
Radialis Longus, m. Extensor Carpi Radialis Brevis, m. ektensor
digitorum, m. Extensor Digiti minimi, m. Ektensor Carpi Ulnaris, m.
supinator, m. Ektensor Pollicis Longus, m. Ektensor Indicis, m. Abductor
Pollicis Longus, m. Ektensor pollicis Brevis.
Dari semua otot di antebrachii, otot yang berorigo pada os. radii :
m. Flexor Digitorum Superficial, m. Flexor Pollicis Longus, m. Abduktor
Pollicis Longus, m. Extensor Pollicis Brevis. Dan otot di antebrachii
yang berinsersi pada os. radii : m. Pronator Teres, m. Pronator Quaratus,
m. Brachioradialis, m. Supinator.

2. Definisi Fraktur Colles

(Gambar 2.2 Fraktur colles)

Fraktur colles adalah fraktur yang terjadi pada distal radius di lengan

bawah dengan adanya pergeseran pada pergelangan tangan. Fraktur ini

sering disebut dengan “dinnerfork” atau “bayonet” karena kerusakannya

yang terjadi pada lengan bawah (Hartwig, 2015).

Fraktur colles adalah fraktur pada distal radius biasanya terjadi 3-4 cm

dari permukaan sendi (Hoppenfeld & Murty, 2011). Fraktur colles adalah

fraktur yang terjadi pada tulang radius bagian distal yang berjarak 1 inch

dari permukaan sendi radiocarpal dengan deformitas ke posterior, yang


biasanya terjadi pada umur ≥50 tahun dengan tulangnya sudah osteoporosis

(Appley & Solomon, 2010).

3. Prevalensi Fraktur Colles

Fraktur colles merupakan fraktur dengan insiden tertinggi kedua pada

usia tua selain fraktur pada daerah panggul. Di Swedia angka kejadian pada

fraktur colles adalah 24 per 10.000 orang/tahun. Rasio antara perempuan:

laki-laki dari tingkat kejadian pada pasien fraktur colles adalah 3:1. Insiden

meningkat sebanding dengan meningkatnya usia pada laki-laki dan

perempuan. Kejadian pada pasien fraktur colles dibawah usia 50 tahun (usia

16-50 tahun) sekitar 9 per 10.000 orang/tahun tanpa memandang jenis

kelamin. Pada pasien wanita insiden meningkat tajam dari usia di atas 50

tahun dan hampir dua kali lipat dengan setiap interval usia 10 tahun sampai

usia 70 tahun dan mencapai puncaknya setelah usia 90 tahun untuk 144 per

10.000 orang/tahun. Di rumah sakit Dr.M.Djamil Padang dijumpai kasus

fraktur colles sebanyak 122 kasus dari 612 kasus fraktur radius, dari rentang

waktu Januari 2011– Juni 2012 (Burhan dkk, 2014).

Menurut rekam medik, fraktur radius distal pasien tipe colles di

Departemen Bedah Ortopedi Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya pada 1

Januari sampai 31 Desember 2013 adalah 37 pasien (Nugroho et al, 2017).

4. Etiologi Fraktur Colles

Kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab kejadian yang paling umum

pada fraktur radius distal tipe colles dengan 16 kasus (43,2%). Munk dan

Ryan (2008), menyatakan bahwa fraktur tersebut dapat terjadi akibat


kecelakaan kendaraan bermotor dengan jatuh pada tangan yang terulur saat

mekanisme cedera. Orang-orang dalam sebuah kecelakaan kendaraan

bermotor sering menahan tubuhnya dengan tangan mereka, sehingga

menyebabkan patah tulang (Smith, 2014).

Di Surabaya, rasio volume lalu lintas dan kapasitas jalan tidak terlalu

berbeda, seperti di Jalan Ahmad Yani. Volume lalu lintas adalah 9.507 dan

kapasitas jalan 10.164. Artinya, nilai rasio 0,9 yang tinggi dibandingkan

dengan rasio normal (0,75-0,8). Kondisi ini bisa menjadi salah satu faktor

yang meningkatkan peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas (Tahir, 2012).

Mekanisme terjadinya fraktur colles biasanya penderita jatuh

terpeleset sedangkan tangannya berusaha menahan badan dalam posisi

terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis distal radius

yangakan menyebabkan patah radius ⅓ distal dimana garis patah berjarak 2

cm dari permukaan persendian pergelangan tangan.Fragmen bagian distal

radius terjadi dislokasi ke arah dorsal, radial dan supinasi. Gerakan ke arah

radial sering menyebabkan fraktur avulse dari processus styloid ulna

(Reksoprodjo, 2010).

5. Gambaran Klinis Fraktur Colles

Gambaran klinis fraktur baik secara umum maupun fraktur

antebrachii biasanya terdapat riwayat cedera yang diikuti dengan

ketidakmampuan menggunakan lengan yang mengalami cedera (Appley &

Solomon, 2010). Menurut pemaparan dari Mihardi (2012), gambaran klinis


10
10

dari fraktur radius distal (colles) biasanya tampak jelas karena fraktur

tersebut sering berupa patah tulang yang disertai dislokasi fragmen tulang.

6. Prognosis Fraktur Colles

29 pasien (78,4%) tiba di rumah sakit dalam waktu kurang dari 8 jam

sejak kejadian. Jumlah ini bagus, karena jika fraktur tersebut telah melewati

periode golden time yang lebih dari 8 jam, kemungkinan terkena infeksi

menjadi lebih tinggi terutama pada fraktur terbuka (AAOS, 2013).

Sebagian besar pasien yang diobati dengan cast dapat memulai ADL

setelah 6 minggu dilepas. Penguatan grips sering dimulai pada 2 bulan

setelah jenis pengobatan apapun, namun penggunaan tangan yang kuat harus

tertunda selama 3 bulan. Melakukan olahraga atau aktivitas yang

menyebabkan kemungkinan jatuh sehingga tangan terulur, harus ditunda

selama kurang lebih 4 bulan (Nelson et al, 2013).

B. Aktivitas Mencuci Baju

1. Definisi

Cuci adalah membersihkan sesuatu menggunakan air. Mencuci adalah

membersihkan dengan memakai air atau barang cair, biasanya

menggunakan sabun (KBBI, 2005). Baju merupakan pakaian untuk

menutupi tubuh bagian atas yang akan memberikan kepantasan,

kenyamanan, serta keamanan dalam kehidupan sehari-hari (Janaku, 2014).

Dapat disimpulkan bahwa mencuci baju adalah suatu kegiatan yang

dilakukan oleh individu dalam membersihkan pakaian bagian atas


11
11

menggunakan cairan agar terbebas dari noda atau kotoran yang menempel

pada pakaian tersebut. Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, mencuci baju

yang dimaksud adalah mencuci secara manual menggunakan tangan.

2. Prasyarat

Menurut Fisher & Jones (2010), komponen yang harus dimiliki

seseorang untuk melakukan aktivitas mencuci baju adalah:

a. LGS (Lingkup Gerak Sendi)

Lingkup Gerak Sendi merupakan suatu gerakan yang terjadi pada

suatu sendi. Dalam mencuci baju diperlukan LGS penuh atau mencapai

full range. Sendi yang terlibat yaitu mulai dari sendi bahu sampai ke jari-

jari tangan.

b. KO (Kekuatan Otot)

Kekuatan otot adalah kemampuan otot melawan beban dalam suatu

usaha. Untuk melakukan kegiatan mencuci baju memerlukan kekuatan

otot rata-rata bernilai 3-4 yang artinya individu dapat menggerakkan

sendinya secara full range dengan tahanan atau beban minimal. Kekuatan

otot sangat diperlukan terutama saat mengkucek dan memeras baju

basah.

c. Koordinasi mata tangan

Dalam melakukan aktivitas mencuci baju diperlukan koordinasi

antara mata dan tangan yang baik, agar selama melakukan aktivitas

tersebut tidak ada kesalahan atau kecelakaan yang merugikan diri sendiri
12
12

maupun orang lain, serta baju yang dicuci dapat bersih dan tidak ada

noda.

d. Endurance (daya tahan)

Endurance atau daya tahan adalah kemampuan untuk

mempertahankan usaha dan melawan kelelahan. Dalam melakukan

aktivitas apapun termasuk mencuci baju, memerlukan endurance yang

cukup baik agar aktivitas tersebut berjalan sesuai dengan apa yang

diinginkan.

e. Reach

Reach merupakan kemampuan inidivu dalam meraih benda di

sekitarnya. Kemampuan tersebut dibutuhkan dalam melakukan aktivitas

mencuci, seperti meraih baju kotor yang ingin dicuci.

f. Grasp and Release

Grasp merupakan kekuatan dan kemampuan individu dalam

melakukan genggaman pada sebuah benda dengan memfleksikan semua

jari-jari tangannya. Release adalah kemampuan individu untuk

melepaskan benda dari genggaman atau pegangannya. Dalam mencuci

baju, grasp diperlukan saat memeras baju dengan gerakan memutar dan

menggenggam menggunakan kedua tangan. Sedangkan release

diperlukan saat melepaskan baju setelah diperas.

g. Visual persepsi

Visual persepsi adalah kemampuan individu dalam

menginterpretasikan apa yang dilihat menjadi lebih bermakna.


13
13

Kemampuan ini diperlukan saat membedakan air bekas cucian maupun

air bersih dan saat ingin menjemur, baju tersebut harus dibalik agar

warna kain tidak luntur.

h. Keseimbangan

Keseimbangan merupakan kemampuan untuk mempertahankan

posisi tubuh dimana Center of Gravity (COG) tidak berubah.

Keseimbangan diperlukan saat melakukan aktivitas apapun termasuk

mencuci karena tanpa adanya keseimbangan, kemungkinan tubuh akan

jatuh itu pasti ada.

3. Tahapan

Menurut Wikihow (2015), tahapan dari mencuci baju menggunakan

tangan sebagai berikut:

a. Mengisi air

Sebelum mencuci baju, siapkan air bersih secukupnya di dalam

ember.

b. Memberi deterjen

Sebelum baju direndam, tuangkan detergen bubuk atau cair

secukupnya ke dalam ember yang sudah terisi air tersebut kemudian aduk

menggunakan tangan sampai berbusa.

c. Memilah baju

Pisahkan baju yang warna kainnya mudah luntur dengan baju lain

terutama baju berwarna putih agar tidak mempengaruhi warna baju

tersebut.
14
14

d. Merendam baju

Masukkan baju tersebut ke dalam ember yang sudah berisi air dan

detergen, lalu diamkan selama 15-20 menit.

e. Mengucek baju

Ambil baju satu per satu dari rendaman, lalu kucek dengan kedua

tangan sampai nodanya hilang.

f. Membilas baju

Setelah dikucek, masukkan baju tersebut ke dalam ember lain yang

berisi air bersih. Bilas baju satu per satu, lalu peras menggunakan kedua

tangan sampai airnya hilang. Ulangi membilas baju dengan air bersih

sampai busanya hilang. Masukkan baju yang sudah dibilas ke dalam

ember kosong.

g. Menjemur baju.

Setelah selesai dibilas, ambil baju satu per satu dari ember untuk

dijemur di tempat yang sekiranya terkena panas. Saat menjemur,

sebaiknya baju dibalik sehingga bagian luar terdapat di sebelah dalam

agar warna kain tidak mudah pudar apabila terkena panas sinar matahari.

C. Kerangka Acuan Biomekanik

1. Definisi

Kerangka acuan biomekanik merupakan hubungan antara fungsi

muskuloskeletal dan bagaimana tubuh digunakan dalam beraktivitas sehari-

hari. Kerangka acuan biomekanik ini digunakan pada pasien dengan

gangguan muskuloskeletal, gangguan lingkup gerak sendi, kekuatan otot,


15
15

dan daya tahan akibat penyakit atau trauma yang mempengaruhi otot, sendi,

kulit, atau jaringan lunak, saraf tepi atau spinal cord namun fungsi otak

dalam keadaan normal (tidak memiliki gangguan) (Trombly, 2002).

2. Asumsi

Ada 4 asumsi pada kerangka acuan biomekanik, yaitu : 1) kerangka

acuan biomekanik paling cocok untuk klien dengan sistem saraf pusat utuh

karena klien harus mampu tampil mulus, gerakan terisolasi; 2) purposefull

activity dapat digunakan untuk treatment gangguan limitasi pada LGS,

kekuatan otot, dan daya tahan; 3) setelah LGS, kekuatan otot, dan daya

tahan didapatkan kembali, maka pasien otomatis mampu melakukan

aktivitas fungsionalnya kembali; 4) prinsip rest and stress, pertama tubuh

harus istirahat agar dapat sembuh kemudian struktur diberikan stressed

untuk memperoleh kembali LGS, kekuatan otot, dan daya tahan (Trombly,

2002).

3. Prinsip

Prinsip dalam penggunaan kerangka acuan biomekanik antara lain:

1) mengurangi rentang immobilisasi, tidak membiarkan anggota gerak tubuh

diam; 2) stretching, peregangan adalah suatu proses dimana jaringan

diperpanjang oleh kekuatan eksternal; 3) meningkatkan stres pada otot,

kekuatan otot meningkat ketika ditekankan sejauh unit motor tambahan

direkrut dan hipertrofi otot. Latihan pada okupasi terapi dapat dimanipulasi

untuk meningkatkan stres pada otot termasuk pada jenis intensitas kontraksi

atau beban, durasi kontraksi, tingkat kecepatan kontraksi dan frekuensi


16
16

kontraksi; 4) endurance, latihan untuk meningkatkan ketahanan otot

sehingga menggunakan aktivitas cukup melelahkan untuk waktu yang

semakin lama. Pendekatan biomekanik dan fisiologis, terapi okupasi dapat

merancang program terapi untuk mengatasi lingkup gerak sendi, kekuatan

otot, dan daya tahan yang berfungsi memastikan fungsi kerja individu

(Trombly, 2002).

4. Tujuan

Menurut Trombly (2002), tujuan yang akan dicapai dari kerangka

acuan biomekanik adalah sebagai berikut:

a. Mencegah terjadinya keterbatasan LGS

Dalam mencegah terjadinya keterbatasan LGS, prinsip yang

digunakan yaitu menggerakkan sendi sampai LGS penuh. Hal ini dapat

dilakukan secara pasif apabila tidak memungkinkan secara aktif dengan

frekuensi 2 atau 3 kali latihan perhari lalu positioning juga perlu

dilakukan karena untuk menghindari deformitas.

b. Meningkatkan LGS

Untuk meningkatkan LGS, prinsip yang digunakan yaitu passive

stretching (penguluran yang dilakukan oleh terapis), active stretching

(penguluran yang dilakukan oleh pasien), active-assistive stretching

(penguluran yang dilakukan oleh pasien kemudian dibantu terapis).

Prinsip tersebut digunakan untuk pasien yang mengalami keterbatasan

LGS sehingga mengganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari.


17
17

c. Meningkatkan kekuatan otot

Dalam meningkatkan kekuatan otot, prinsip yang digunakan yaitu

gerakan active resistive (pasien menggerakkan secara aktif lalu diberi

tahanan oleh terapis) dan menambah beban latihan.

d. Meningkatkan daya tahan (endurance)

Endurance adalah kemampuan untuk mempertahankan usaha dan

untuk melawan kelelahan, ini berhubungan dengan mobilitas dan fungsi

otot cardiopulmonary. Untuk meningkatkan daya tahan, prinsip yang

digunakan adalah dengan menambah frekuensi latihan dan kecepatan

latihan.

5. Strategi

Menurut Trombly (2002), kerangka acuan biomekanik mempunyai

strategi seperti berikut:

a. Passive exercise

Passive exercise adalah latihan menggerakkan anggota tubuh

pasien dengan bantuan penuh oleh terapis.

b. Active exercise

Active exercise adalah latihan menggerakkan anggota tubuh pasien

secara aktif yang dilakukan oleh pasien sendiri.

c. Graded activity

Graded activity adalah aktivitas yang digradasi tingkat

kesulitannya, dimulai dari yang sederhana sampai ke aktivitas yang

kompleks.
18
18

d. Active assistive

Active assistive adalah latihan menggerakkan anggota tubuh secara

aktif oleh pasien sampai batas kemampuannya, kemudian terapis

membantu menggerakkan sampai batas ROM penuh.

e. Active resistive

Active resistive adalah latihan menggerakkan anggota tubuh secara

aktif oleh pasien, kemudian terapis memberi tahanan.

f. Remedial activity

Remedial activity adalah pengulangan aktivitas yang dilakukan

oleh pasien. Hal ini bertujuan untuk memfasilitasi dan mengintegrasikan

pasien dalam bersosialisasi serta mendorong gerak normal dengan

penekanan yang ditempatkan pada tempat dan aspek tertentu untuk

mempersiapkan individu kembali bekerja.

6. Kelebihan dan Kekurangan

Dalam buku karangan Trombly (2002), disebutkan bahwa kerangka

acuan biomekanik memiliki kelebihan dan kekurangan seperti:

a. Kelebihan dalam penggunaan kerangka acuan ini adalah efektif

digunakan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi, kekuatan otot, dan

daya tahan akibat trauma atau penyakit serta gangguan muskuloskeletal.

b. Kekurangan dalam kerangka acuan ini adalah tidak dapat digunakan

untuk memperbaiki gerak fungsional secara menyeluruh dan tidak dapat

digunakan pada pasien yang mengalami gangguan saraf pusat.


19
19

7. Kecenderungan Penulis

Menurut penulis, kerangka acuan biomekanik sangat cocok

untuk kondisi fraktur colles karena mengalami gangguan

muskuloskeletal pada area forearm. Tujuan yang ingin dicapai

adalah agar lingkup gerak sendi, kekuatan otot, dan daya tahan

(endurance) pasien meningkat sehingga aktivitas sehari-hari yang

melibatkan forearm dapat dilakukan kembal.

Anda mungkin juga menyukai