Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RUPTUR TENDON


DI KLINIK ORTOPEDI RSUD dr. HARYOTO LUMAJANG

oleh
Dwi Puspita Dewi, S.Kep.
NIM 192311101104

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan berikut disusun oleh:

Nama : Dwi Puspita Dewi


NIM : 192311101104
Judul : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ruptur Tendon di Klinik
Ortopedi RSUD dr. Haryoto Lumajang

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal :

Lumajang, November 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

............................................................... ................................................
NIP. 19840102 201504 1 002 NIP. 19780320 200604 2 027
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi Fisiologi
Tendon secara sederhana menghubungkan otot dengan tulang,
kadang-kadang ada tendon intermediate dimana tendon tersebut
menghubungkan satu otot dengan otot lain (Sharma & Maffuli, 2005).
Tendon juga dapat memanjang sampai ke dalam otot dan disebut tendon
intramuskular; hal tersebut memungkinkan otot memiliki fungsi pengaturan
simetris bilateral (pennation) (Benjamin et al., 2008).
Meskipun tendon secara fundamental berurusan dengan
penyaluran/transmisi daya tarik/ tensile forces yang dihasilkan sel otot,
tendon juga berpotensi mengalami kompresi and terpangkas saat tendon
melintasi katrol/pulleys tulang atu kartilago. Seperti jaringan penahan beban
lain, tendon didominasi oleh matriks ekstraselular tersusun atas jaringan
penyambung fibrosa yang tebal (Knudson,2006).
Struktur tendon beragam bentuk dan ukurannya; beberapa memiliki
lengkungan dangkal dipermukaan sedangkan yang lain dibagi menjadi slips
(contohnya tendon muskulus obturator internus) (Kannus, 2000). Tendon
terbesar dalam tubuh manusia adalah achilles dan bentuknya bervariasi dari
proximal ke distal seiring mencapai lokus perlekatan di regio calcaneal.
Tendon otot extensor lebih pipih /flattened dari otot fleksor yang cenderung
lebih bulat atau oval (contohnya tendon otot tangan) (Frank, 2004). Karakter
aponeurotik pipih tendon otot ekstensor tangan berhubungan dengan
permukaan sendi konveks yang menciptakan articulatio
metacarpophalangeal dan interphalangeal saat jarijari mengalami fleksi
(Frank, 2004). Pemipihan mengurangi resiko subluksasi seiring dengan
adaptasi lain seperti interkoneksi fibrosa tendon dan lingkungan oto
ekstensor di sekitarnya. (Griffin et al., 2012). Tendon terpanjang terdapat di
organ tangan dan kaki; pada daerah tersebut, tendon bukan hanya
meneruskan kontraksi otot ke otot rangka melainkan juga mempengaruhi
kecepatan pergerakan organ yang terletak lebih distal (Frank, 2004).
Caranya dengan lokasi tempat perlekatannya yang strategis, lebih
dekat atau lebih jauh, dari axis/sumbu pergerakan (titik dimana axis/sumbu
dalam bahasa biomekanik berperan sebagai pusat rotasi/‘centre of rotation’)
(Benjamin et al., 2008). Ketebalan otot selalu mengembangkan tendon
sebelum tercapai akhir suatu rangka untuk memastikan segmen paling distal
(contoh tangan atau kaki) tidak terganggu fungsinya oleh pergerakan yang
lamban (Griffin et al., 2012).

B. Definisi
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. Ruptur
tendon adalah robek, pecah atau terputusnya tendon yang diakibatkan
karena tarikan yang melebihi kekuatan tendon. Ruptur tendon merupakan
jejas akut terhadap tendon akibat faktor dominan eksternal meskipun ada
juga kontribusi faktor internal meski lebih kecil (Griffin et al, 2012).

C. Epidemiologi
Tendon achilles dan patella merupakan yang paling sering terdampak
secara anatomis meski terdapat variasi yang amat sangat beragam
tergantung kepada jenis olahraganya. Dengan kata lain, jejas akibat olahraga
pada tendon dapat terjadi pada ekstremitas mana saja, tergantung pola
gerakan olahraganya sedangkan jejas akibat kerja cenderung lebih
terkonsentrasi pada tendon tertentu dan atau pada insersi/perlekatan tendon
di ekstremitas superior (Killian et al., 2014). Pada ruptur tendon achilles,
mekanisme akselerasi/deselarasi dikaitkan dengan > 90% jejas terkait
olahraga/malfungsi jalur inhibisi protektif normal unit musculotendineus
juga berkontribusi terhadap pembentukan jejas. Epidemiologi ruptur tendon
achilles pada populasi umum dilaporkan sebesar 7-13 per 100.000 orang-
tahun. Kejadian ruptur tendon achilles dilaporkan lebih banyak pada laki-
laki dibandingkan perempuan (Humbyrd et al., 2018)

D. Etiologi
Penyebab terjadinya ruptur tendon yaitu :
1. Penyakit tertentu, seperti arthritis dan diabetes
2. Obat-obatan, seperti kortikosteroid dan beberapa antibiotik yang dapat
meningkatkan resiko ruptur
3. Cedera dalam olah raga, seperti melompat dan berputar pada olah raga
badminton, tenis, basket dan sepak bola
4. Trauma benda tajam atau tumpul

E. Klasifikasi
Ruptur tendon di klasifikasikan menjadi 4 sesuai tempat terjadinya yaitu:
1. Quadriceps
Ruptur tendon quadriceps relatif jarang terjadi dan biasanya terjadi pada
pasien dengan usia lebih dari 40 tahun. Terdapat hubungan yang kuat
dengan adanya penyakit sistemik dan perubahan degeneratif
sebelumnya dalam mekanisme ekstensor lutut. Ruptur paling sering
terjadi secara unilateral. Ruptur tendon bilateral sangat berkorelasi
dengan penyakit sistemik, tetapi telah dilaporkan terjadi juga pada
pasien sehat yang tidak memiliki faktor predisposisi.
2. Achilles
Tendon Achilles berasal dari gabungan tiga otot yaitu gastrocnemius,
soleus, dan otot plantaris. Pada manusia, letaknya tepat di bagian
pergelangan kaki. Tendon Achilles adalah tendon tertebal dan terkuat
pada tubuh manusia. Panjangnya sekitar 15 sentimeter, dimulai dari
pertengahan tungkai bawah. Kemudian strukturnya kian mengumpul
dan melekat pada bagian tengah-belakang tulang calcaneus. Tendon ini
sangat penting untuk berjalan, berlari dan melompat secara normal.
Cidera karena olahraga dan karena trauma pada tendon Achilles adalah
biasa dan bisa menyebabkan kecacatan.

3. Rotator cuff
Rotator cuff terletak di bahu dan terdiri dari 4 otot: supraspinatus
(yang umum tendon paling pecah), infraspinatus, teres minor, dan m.
subskapularis. Kelompok otot ini berfungsi untuk mengangkat tangan
ke samping, membantu memutar lengan, dan menjaga bahu keluar dari
soket tersebut.

4. Bisep
Otot bisep fungsi sebagai fleksor lengan dari siku. Otot ini membawa
tangan ke arah bahu dengan menekuk siku.
Berdasarkan keparahan dan derajat retraksinya, ruptur tendon achilles
dibagi menjadi 4 tipe.
1) Tipe 1 ruptur parsial kurang dari sama dengan 50%.
2) Tipe II ruptur komplet dengan celah tendo kurang dari sama
dengan 3 cm.
3) Tipe III ruptur komplet dengan celah tendo 3-6 cm.
4) Tipe IV ruptur komplet dengan defek lebih dari 6 cm (ruptur yang
terabaikan).

F. Patofisiologi/Patologi
Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau
tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada
arah yang salah, kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi,
otot belum siap, terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),
hamstring (otot paha bagian bawah), dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot
yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan
membengkak.
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari ruptur tendon adalah sebagai berikut
1. Seperti merasa atau mendengar bunyi “pop”
2. Nyeri yang hebat
3. Memar
4. Terdapat kelemahan
5. Ketidakmampuan untuk menggunakan lengan atau kaki yang terkena
6. Ketidakmampuan untuk memindahkan bidang yang terlibat
7. Ketidakmampuan untuk menanggung beban
8. Terdapat deformitas

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan umum kaki dan pergelangan kaki, berkonsentrasi
pada area tertentu sebagai berikut:
1. Periksa untuk kelembutan pergelangan kaki posterior, bengkak, atau
jeda yang teraba di tendon.
2. Periksa kekuatan otot. Pasien masih mungkin dapat plantarflex
pergelangan kaki dengan kompensasi dengan otot lain, tetapi
kekuatan akan lemah. Single-ekstremitas meningkat tumit tidak akan
mungkin.
3. Lutut fleksi test: Periksa posisi istirahat pergelangan kaki dengan
lutut tertekuk rawan dan pasien 90 °. Kehilangan tegangan normal
soleus istirahat gastrocnemius akan memungkinkan pergelangan kaki
untuk menganggap posisi yang lebih dorsiflexed dari itu di sisi
terluka.
b. Thompson test (simmonds)
Posisi pasien rawan dengan jelas kaki meja. Meremas betis
biasanya menghasilkan plantarflexion pasif pergelangan kaki. jika
Achilles tendon tidak dalam kontinuitas, pergelangan kaki tidak akan
pasif flex dengan kompresi otot betis. Uji simmonds akan positif,
meremas otot betis dari sisi yang terkena sementara pasien berbaring
rawan, menghadap ke bawah, dengan nya kaki menggantung hasil
longgar tidak ada gerakan (tidak ada plantarflexion pasif) kaki, sementara
gerakan diharapkan dengan tendon Achilles utuh dan harus diamati pada
manipulasi betis terlibat. Berjalan biasanya akan sangat terganggu,
karena pasien akan mampu melangkah dari tanah menggunakan kaki
terluka. Pasien juga akan dapat berdiri di ujung kaki itu, dan menunjuk
kaki ke bawah ( plantarflexion ) akan terganggu. Nyeri bisa menjadi
berat dan pembengkakan adalah umum.
c. USG
USG dapat digunakan untuk menentukan ketebalan tendon,
karakter. Ia bekerja dengan mengirimkan frekuensi yang sangat tinggi
suara melalui tubuh. Beberapa suara yang dipantulkan kembali dari ruang
antara cairan interstisial dan jaringan lunak atau tulang. Gambar-gambar
ini tercermin dapat dianalisis dan dihitung ke dalam gambar. Gambar-
gambar ini diambil secara real time dan dapat sangat membantu dalam
mendeteksi pergerakan tendon dan memvisualisasikan luka atau mungkin
air mata. Perangkat ini membuatnya sangat mudah untuk menemukan
kerusakan struktural untuk jaringan lunak, dan metode yang konsisten
untuk mendeteksi jenis cedera ini.
d. Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI dapat digunakan untuk membedakan pecah lengkap dari
degenerasi tendon Achilles, dan MRI juga dapat membedakan antara
paratenonitis, tendinosis, dan bursitis. Teknik ini menggunakan medan
magnet yang kuat untuk menyelaraskan seragam jutaan proton berjalan
melalui tubuh. proton ini kemudian dibombardir dengan gelombang radio
yang mengetuk beberapa dari mereka keluar dari keselarasan. Ketika
proton ini kembali mereka memancarkan gelombang radio sendiri yang
unik yang dapat dianalisis oleh komputer 3D untuk membuat gambar
penampang tajam dari area of interest. MRI dapat memberikan kontras
yang tak tertandingi dalam jaringan lunak untuk foto kualitas yang sangat
tinggi sehingga mudah bagi teknisi untuk melihat air mata dan cedera
lainnya.
e. Foto Röntgen
Foto rontgen digunakan untuk melihat tendon yang rusak pada
bagian otot tubuh.(muttaqin, A.2011)

I. Penatalaksanaan
Pada saat cedera atau setelahnya, tubuh memulai proses penyembuhan.
Penyembuhan tendon adalah proses yang sangat kompleks dengan interaksi
antara darah dan sela jaringan, mediator inflamasi dan matriks molekul.
Tujuannya adalah menyembuhkan dan memperbaiki proses untuk mencapai
hemostasis, integritas jaringan dan dapat memberikan dukungan terhadap
beban (Olson, 2013).
Terapi kasus ruptur tendon dapat berupa operasi maupun non
operasi (tindakan konservatif). Berdasar klasifikasi menurut keparahannya,
ruptur tendon achilles tipe I dengan tindakan konservatif, tipe II dengan end
to end anastomosis, tipe III dengan tendon graft flap, possible synthetic
graft, V-Y advancement, Bosworth turndown, tendon transfer atau
kombinasi. Sedang tipe IV dengan resesi gatrocnemius, turndown, tendon
transfer, free endon graft, synthetic graft atau kombinasi.
1) Tindakan non operasi
Tindakan dengan konservatif sangat bervariasi. Secara klasik menggunakan
gips panjang di kaki dengan lutut tertekuk/fleksi dan tumit di equinus
(selama 2-3 minggu), pemasangan gips pendek di kaki (selama 8 minggu).
Pasien tidak boleh menumpu beban selama 6 minggu pertama.
2) Tindakan operasi
Tindakan operasi meliputi teknik operasi terbuka, operasi terbuka terbatas,
dan perkutaneus. Tindakan operasi terbuka dengan membuat sayatan
memanjang sekitar 1 cm di medial ke tendon dengan menghindari iritasi
dialas kaki (Sayatan dilakukan melalui kulit dan jaringan subkutan
selubung tendon (paratenon). Perawatan yang hati-hati diparatenon penting
untuk proses penyembuhan tendon. Ujung tendon dilakukan debridement
dan kemudian dijahit dengan nonabsorbable. Terdapat kontraversi untung
rugi dilakukan jahitan di epitenon. Perlu diperhatikan tekanan akibat
tindakan sehingga harus dipikirkan adanya kolateral dari bagian sisi yang
lain.
CLINICAL PATHWAY
Clinical Pathway
Penyakit tertentu (arthritis & diabetes) + Obat-obatan (kortikosteroid & beberapa antibiotik)
+ Cedera + Trauma benda tajam & tumpul + Obesitas

Menyebabkan stres tensil

Serat kolagen rusak

Beban Tendon
(Respon linear tendon )

Serat kolagen mulai meluncur melewati satu sama lain


(Ketegangan 4-8%)

Jalinan antar molekul rusak

Ruptur Tendon

Operatif
Non operatif
(Repair tendon)
- Stabilisasi awal

Post Operatif
Pre Operatif

Pemasangan alat
A. Proses
yang Keperawatan
mengikat (Bidai, Gips, dll) Ketidaksiapan Prosedur Dampak masalah
menghadapi operasi Pembedahan muskuloskletal
Gangguan aliran balik ↓
vena Kurang terpapar Pembengkakan
informasi dengan Gangguan
tindakan Citra Tubuh
Perubahan
pembedahan Imobilisasi
Perfusi Jaringan

perasaan tidak
tenang Hambatan
↓ mobilitas
Ansietas fisik

Masalah ortopedi Dampak masalah


(Ruptur Tendon) muskuloskletal
Inflamasi
Gangguan
Pembengkakan Citra Tubuh

Nyeri Hambatan
mobilitas
fisik
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1. Pengkajian
Pada fase awal cidera, terlihat bengkak dan timbul memar pada
area luka. Pada kondisi yang telah lama dan pembengkakan telah
berkurang, kondisi klinik tidak begitu jelas dan hanya menyisakan suatu
bekas trauma pada tendon walaupun dengan melakukan pemeriksaan dapat
mendeskripsikan kelainan pada tendon. Pase kedua tinjau adanya keluhan
nyeri tekan. Fase ketiga tinjau ketidakmampuan dan nyeri hebat dalam
melakukan planterfleksi.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien rupture tendon,
antara lain :
a. Nyeri berhubungan dengan konfresi saraf, kerusakan
neuromuskuloskeletal
b. Resiko infeksi berhubungan dengan luka pasca-bedah.
c. Gangguan citra diri b.d biofisika (penyakit kronis), kognitif/persepsi
(nyeri kronis), kultural/spiritual, penyakit, krisis situasional,
trauma/injury, pengobatan (pembedahan, kemoterapi, radiasi
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan tendon.
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan suplai darah
f. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan, kondisi fisik,
perubahan peran keluarga, kondisi status sosioekonomi.
3. Rencana keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI
1 Nyeri berhubungan dengan agen NOC: NIC:
injury (biologi, kimia, fisik, Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
psikologis), kerusakan jaringan selama 1x24 jam pasien tidak mengalami termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
DS: nyeri dengan criteria hasil: frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
· Mengungkapkan secara verbal 1. Mampu mengontrol nyeri. 2. Observasi reaksi nonverbal dari
DO: 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang ketidaknyamanan
· Posisi untuk menahan dengan menggunakan manajemen 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
nyeri, tingkah laku berhati-hati, nyeri. menemukan dukungan
gangguan tidur, terfokus pada diri 3. Mampu mengenali nyeri(skala, 4. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi
sendiri. intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri) nyeri speerti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
5. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
6. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi: napas
dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat
atau dingin
7. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
8. Tingkatkan istirahat
9. Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
10. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesic pertama kali
Ketidakefektifan perfusi jaringan NOC : Perawatan Sirkulasi
perifer berhubungan dengan
penurunan suplai darah Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji status sirkulasi perifer: nadi, edema,
selama 2x 24 jam. pengisian kapiler, warna, suhu ekstremitas

- TD dalam rentang yang diharapkan 2. Kaji tingkat nyeri atau rasa tidak nyaman

1. Nadi perifer kuat dan simetris 3. Monitor status cairan : asupan dan haluaran

2. Edema perifer tidak ada 4. Pada gangguan aliran arteri di ekstremitas


rendahkan posisi ekstremitas untuk
3. Kulit utuh meningkatkan sirkulasi dengan tepat
4. Membran mukosa bebas lesi 5. Pada gangguan aliran vena di ekstremitas
5. Tidak terjadi perubahan sensasi tinggikan 20 derajat untuk meningkatkan aliran
darah balik vena
6. Tidak terjadi perubahan warna
6. Anjurkan latihan rentang gerak aktif atau pasif
7. Suhu ekstremitas hangat selama tirah baring

8. Tidak ada nyeri ekstremitas yang 7. Kolaborasi pemberian terapi anti trombosit dan
terlokalisasi antikoagulan sesuai indikasi

9. Fungsi otot penuh

2 Gangguan citra diri b.d biofisika NOC: NIC:


(penyakit kronis), Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien
terhadap tubuhnya
kognitif/persepsi (nyeri kronis), selama 1x24 jam gangguan body image
kultural/spiritual, penyakit, krisis pasien teratasi dengan kriteria hasil: 2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya

situasional, trauma/injury, 1. Body image positif 3. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan
pengobatan (pembedahan, 2. Mampu mengidentifikasi dan prognosis penyakit

kemoterapi, radiasi kekuatan personal 4. Dorong klien mengungkapkan perasaannya

3. Mendiskripsikan secara faktual 5. Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian


perubahan fungsi tubuh alat bantu

4. Mempertahankan interaksi sosial 6. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam


kelompok kecil

3 Resiko infeksi NOC: NIC:


Factor-faktor resiko: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Pertahankan teknik aseptic
Prosedur invasif, kerusakan selama 2x24 jam pasien tidak mengalami 2. Batasi pengunjung bila perlu
jaringan dan peningkatan paparan infeksi dengan criteria hasil : 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
lingkungan, malnutrisi, 1. Klien bebas dari tanda dan gejala tindakan keperawatan
peningkatan infeksi 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
paparan lingkungan 2. Menunjukkan kemampuan untuk pelindung
pathogen, imunosupresi tidak mencegah timbulnya infeksi 5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai
adekuat pertahanan sekunder 3. Jumlah leukosit dalam batas normal dengan petunjuk umum
(penurunan Hb, leucopenia, 4. Menunjukkan perilaku hidup sehat 6. Gunakan kateter intermitten untuk
penekanan respon inflamasi) 5. Status imun, gastrointestinal, menurunkan infeksi kandung kemih
penyakit kronik malnutrisi Genitourinaria dalam batas normal 7. Tingkatkan intake nutrisi
perubahan primer tidak adekuat 8. Berikan terapi antibiotic
(kerusakan kulit, trauma jaringan, 9. Monitor tanda gejala infeksi sistemik dan local
gangguan peristaltic) 10. Pertahankan teknik isolasi
11. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase.
12. Monitoring adanya luka
13. Dorong masukan cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia
setiap 4 jam.
4 Gangguan mobilitas fisik NOC: NIC:
berhubungan dengan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitoring vital sign sebelum atau sesudah
Gangguan metabolisme sel, selama 7x24 jam gangguan mobilitas latihan dan lihat respon pasien saat latihan.
keterlambatan perkembangan fisik teratasi dengan kriteria hasil: 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
pengobatan, kurang support 1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
lingkungan, keterbatasan 2. Mengerti tujuan dan peningkatan 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat dan
ketahanan kardiovaskuler, mobilitas cegah terhadap cedera
kehilangan integritas struktur 3. Memverbalisasikan perasaan dalam 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan tentang
tulang. meningkatkan kekuatan dan teknik ambulasi.
kemampuan berpindah. 5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
4. Memperagakan penggunaan alat 6. Latih pasien dalam pememnuhan kebutuhan
bantu untuk mobilisasi ADLs secara mandiri sesuai kemampuan.
7. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan ADLs.
8. Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan
5 Ansietas b.d factor situasional, NOC: NIC:
stress, perubahan status Setelah dilakukan asuhan selama 1x24 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan.
kesehatan, ancaman kematian, jam kecemasan klien teratasi dengan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
perubahan konsep diri, criteria hasil: perilaku pasien
hospitalisasi d.d insomnia, kontak 1. Klien mampu mengidentifikasi dan 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
mata kurang, kurang istirahat, mengungkapkan gejala cemas. dirasakan selama prosedur.
iritabilitas, takut, nyeri perut, 2. Vital sign dalam batas normal. 4. Temani pasien untuk memberikan keamanan
penurunan tekanan darah, denyut 3. Postur tubuh, ekspresi wajah, dan mengurangi takut.
nadi, gangguan tidur, peningkatan bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas 5. Berikan informasi factual mengenai diagnosis,
tekanan darah, nadi, RR. menunjukkan berkurangnya tindakan prognosis.
kecemasan 6. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien.
7. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan
teknik relaksasi.
8. Dengarkan dengan penuh perhatian.
9. Identifikasi tingkat kecemasan.
10. Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan.
11. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi.
12. Kelola pemberian obat anti cemas

B. Discharge Planning
1. Manajemen nyeri secara mandiri
2. Mobilitas fungsional independen.
3. Kemandirian dengan program latihan di rumah.
4. Kembali ke olahraga atau aktivitas sebelumnya.
5. irujuk kembali ke dokter jika gejala tidak berubah, dalam
jangka waktu standar atau jika semua pilihan perawatan telah habis
6. Instruksi pemulangan pasien
7. Lanjutkan program latihan di rumah. Jika gejalanya kembali, hubungi klinik atau dokter.
DAFTAR PUSTAKA

Benjamin, M., Kaiser E., Milz, S. 2018. Structurefunction relationships in


tendons: a review. Journal of Anatomy. 212:3, 211–28.

Bulechek, G. M., H. K. Butcher., J. M. Dochterman., & C. M. Wagner. Nursing


Interventions Classification (NIC) Edisi 6. (2013). Nursing Interventions
Classification ( Edisi Bahasa Indonesia). Indonesia. ELSEVIER.

Griffin, M., Hindocha, S., Jordan, D., Saleh, M., Khan, W. (2012). An Overview
of the Management of Flexor Tendon Injuries. The Open Orthopaedics
Journal, 6, (Suppl 1: M3) 28¬35.

Herdman, T. H. (2018). NANDA-I diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi


2018-2020 (Ed. 11; T. H. Herdman & S. Kamitsuru, ed.). Jakarta: EGC.

Humbyrd CJ, Bae S, Kucirka LM, Segev DL. (2018). Incidence, Risk Factors, and
Treatment of Achilles Tendon Rupture in Patients With End-Stage Renal
Disease. Foot & Ankle International. 39(7): 821–828.
doi:10.1177/1071100718762089

Kannus P. 2000. Structure of the tendon connective tissue. Scandinavian Journal


of Medicine & Science in Sports. 2000: 10: 312–20.

Killian ML, Cavinatto L, Shaha SA, Satoc EJ, Ward SR, Havlioglud N, et al.
(2014). The effects of chronic unloading and gap formation on tendon
tobone healing in a rat model of massive rotator cuff tears. Journal of
Orthopaedic Research, 32(3), 439–447

Knudson D. 2006. The Biomechanics of Stretching. Journal of Exercise Science


& Physiotherapy, Vol. 2: 312.

Moorhead, S., M. Johnson, M. L. Maas, & E. Swanson. Nursing Outcomes


Classification (NOC) Edisi 5. (2013). Nursing Outcomes Classification
(Edisi Bahasa Indonesia). Indonesia. ELSEVIER.

Muttaqin, A. 2011. Buku saku gangguan musculoskeletal. EGC. Jakarta

Olsson N. 2013. Acute achilles tendon rupture: outcome, prediction and optimized
treatment. Gothenburg, Sweden.

Pearce, E.C .(2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Alih bahasa Sri
Yuliani Handoyo. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Sharma P, Maffulli N. 2005. Tendon Injury and Tendinopathy: Healing and
Repair. Journal of Bone and Joint Surgery. American Volume.
87:187202,

Sjamsuhidajat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II . Jakarta : EGC

Syaifudin. (2011). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan .


Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth Vol.1 Edisi 8. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai