Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS TENDON ACHILLES (D)

RUPTUR DI RUANG HEMODIALISA RSUD Dr. DORIS SYLVANUS


PALANGKA RAYA

Disusun oleh :
KALTSUM KHANZA
NIM PO.62.20.1.22.018

KEMENTRERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALANGKA RAYA
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
2024
I. RUPTUR TENDON
A. PENGERTIAN
Tendon adalah jaringan fibrosa yang melekat otot ke tulang dalam tubuh
manusia. Pasukan diterapkan pada tendon mungkin lebih dari 5 kali berat badan
Anda. . Dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, tendon dapat snap atau pecah
. Kondisi yang membuat pecah lebih mungkin termasuk suntikan steroid ke
dalam tendon, penyakit tertentu (seperti gout atau hiperparatiroidisme).
Meskipun terbilang jarang, sebuah pecah tendon bisa menjadi masalah
serius dan dapat mengakibatkan mengerikan sakit dan cacat permanen jika tidak
diobati. Setiap jenis pecah tendon memiliki tanda-tanda dan gejala sendiri dan
bisa diobati baik operasi atau medis tergantung pada beratnya pecah dan
kepercayaan dari ahli bedah .
Tendon adalah pita jaringan fibrosa yang fleksibel terletak di bagian
belakang pergelangan kaki yang menghubungkan otot betis dengan tulang
tumit.. Tendon adalah struktur dalam tubuh yang menghubungkan otot ke
tulang. Otot rangka dalam tubuh bertanggung jawab untuk menggerakkan
tulang, sehingga memungkinkan untuk berjalan, melompat, angkat, dan
bergerak dalam banyak cara. Ketika otot kontraksi, hal itu menarik pada tulang
menyebabkan gerakan ini. Struktur yang memancarkan kekuatan kontraksi otot
ke tulang disebut tendon. Ruptur tendon adalah robek, pecah atau terputusnya
tendon

B. LOKASI RUPTUR TENDON


Empat daerah yang paling umum tempat terjadinya ruptur tendon, antara lain :
1. Qudriceps
Sebuah kelompok dari 4 otot, yang vastus lateralis, medialis vastus,
intermedius vastus, dan rektus femoris, datang bersama-sama tepat di atas
tempurung lutut (patella) untuk membentuk tendon patella . Sering disebut
quad, kelompok otot ini digunakan untuk memperpanjang kaki di lutut dan
bantuan dalam berjalan, berlari , dan melompat.
2. Achilles
Tendon Achilles berasal dari gabungan tiga otot yaitu
gastrocnemius, soleus, dan otot plantaris. Pada manusia, letaknya tepat di
bagian pergelangan kaki. Tendon Achilles adalah tendon tertebal dan
terkuat pada tubuh manusia. Panjangnya sekitar 15 sentimeter, dimulai dari
pertengahan tungkai bawah. Kemudian strukturnya kian mengumpul dan
melekat pada bagian tengah-belakang tulang calcaneus. Tendon ini sangat
penting untuk berjalan, berlari dan melompat secara normal. Cidera karena
olahraga dan karena trauma pada tendon Achilles adalah biasa dan bisa
menyebabkan kecacatan.
3. Rotator cuff
Rotator cuff terletak di bahu dan terdiri dari 4 otot: supraspinatus
(yang umum tendon paling pecah), infraspinatus, teres minor, dan m.
subskapularis. Kelompok otot ini berfungsi untuk mengangkat tangan ke
samping, membantu memutar lengan, dan menjaga bahu keluar dari soket
tersebut.

4. Bisep
Otot bisep fungsi sebagai fleksor lengan dari siku. Otot ini
membawa tangan ke arah bahu dengan menekuk siku.
C. PATOFISIOLOGI
Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak
langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang
salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum
siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot
paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa
menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak.

D. TANDA DAN GEJALA


Cedera tendon dapat diidentifikasi dengan adanya tanda-tanda atau gejala-
gejala berikut: (Yuniar, 2019)
1. Terdengar atau terasa ada bagian tubuh yang tertarik dan putus
2. Rasa sakit yang luar biasa hebat
3. Muncul memar-memar
4. Bagian tubuh tersebut menjadi semakin lemah
5. Ketidakmampuan untuk menggunakan lengan atau kaki yang cedera
6. Ketidakmampuan untuk memindahkan bagian tubuh yang cedera
7. Ketidakmampuan untuk menopang berat badan
8. Deformitas (perubahan struktur dan posisi tulang atau persendian) pada
bagian tubuh tertentu

E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ultrasonografi linier menghasilkan gambar dinamis dan panorama dengan
tendon achilles normal yang muncul sebagai gambar hipoekogenik seperti pita
yang terkandung dalam 2 pita hiperekogenik. Ruptur muncul sebagai vakum
akustik dengan tepi tidak beraturan tebal. Ultrasonografi penting untuk
mendiagnosis ruptur parsial (seringkali subklinis) dan menyingkirkan cedera
sehingga mencegah pengobatan yang tidak perlu (Ismunandar dkk, 2021).
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat menunjukkan secara detail kondisi
ujung-ujung tendon yang ruptur. MRI adalah alat yang bermanfaat untuk
mengkonfirmasi diagnosis klinis, dan lebih penting lagi untuk menilai jumlah
defek fungsional pada tendon Achilles untuk perencanaan pre operasi
(Firmansyah dkk, 2018). relatif menggambarkan tendon achilles terhadap
bantalan lemak dari segitiga Kager dengan baik. Ini adalah modalitas
pencitraan pilihan karena lebih baik dalam mendeteksi ruptur yang tidak
lengkap dan berbagai penyakit degeneratif kronis (Ismunandar dkk, 2021).
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu (Ismunandar dkk, 2021).
1. Queezed test Simmonds atau Thompson Dengan pasien tengkurap di atas meja
dan pergelangan kaki menjuntai dari meja, pemeriksa meremas bagian bagian
betis. Triad Simmonds yaitu gangguan sudut deklinasi mengacu pada
hilangnya ketegangan pada tendon Achilles yang ruptur, yang menyebabkan
pergelangan kaki dan kaki yang cedera lebih dorsiflexi, palpasi celah dapat
dilihat dengan meraba tendon di sepanjang panjangnya tendon achilles, dan
pemeriksa secara dengan lembut meremas otot betis pasien, ini akan merusak
otot soleus, menyebabkan tendon gastrocnemius-soleus di atasnya berbaring
dari tibia, mengakibatkan fleksi plantar kaki jika tendon utuh.
2. Tes O’Brien. Jarum hipodermik dimasukkan tepat di medial ke garis tengah
dan 10 cm di proksimal dari insersi tendon. Ujung jarum harus berada tepat di
dalam substansi tendon. Pergelangan kakikemudian plantar dan dorsiflexing
secara bergantian. Saat dorsiflexi, tendon achilles diregangkan dan jarum harus
mengarah distal, jika tendon berada di distal maka jarum masih utuh
3. Tes matles atau fleksi lutut. Saat berbaring tengkurap di atas meja, pasien
diminta untuk secara aktif menekuk lutut hingga 90. Selama gerakan ini, jika
kaki di sisi yang terkena jatuh ke dalam dorsofleksi, tendon achilles yang ruptur
dapat didiagnosis
4. Tes copeland atau sphygmomanometer. Pasien berbaring tengkurap dan
manset sphygmomanometer dililitkan di tengah betis. Manset dipompa
menjadi 100 mm merkuri dengan kaki masuk fleksi plantar. Kaki kemudian
didorsifleksikan. Jika tekanan meningkat menjadi sekitar 140 mmHg, dianggap
unit musculotendinous utuh. Jika tekanan tetap pada nilai asli 100 mmHg
tendon achilles yang ruptur dapat didiagnosis

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan saat ini menekankan pada keputusan pasienmengenai
pilihan pengobatan, dengan mempertimbangkan usia, tingkataktivitas, kebutuhan
pribadi, dan kondisi komorbid. Ruptur parsial dapatdiobati secara konservatif atau
dengan pembedahan.
1. Penatalaksanaan Farmakologis
a. Pembedahan melibatkan reattaching bagian tendon yang robek ketulang
(tenodesis) atau memotong tendon untuk menghasilkan robekanyang
lengkap dan dilakukan terapi seperti pada ruptur lengkap. Robekan pada
tendo m.biseps caput longum biasanya dirawat secara konservatif karena
cedera menyebabkan perubahan fungsional yang minimal. Namun,atlet
atau individu yang sangat aktif lainnya tidak dapat mentolerir
setiaphilangnya fungsi dan akan meminta untuk dilakukan tenodesis.
Ruptur tendon biseps distal ditatalaksana dengan tenodesis menggunakan
logamstitch (jahitan) jangkar. Ruptur pada musculotendinous junction atau
ruptur dalam corpustendon dilakukan pembedahan (tendinoplasty) dengan
perangkat augmentation ligament atau dengan metode lipat
sederhana/menyelipkan. Setelah operasi, lengan dipertahankan dalam
posisi membungkuk selama 4-5 hari (Puspitaningtyas, 2018).
b. Perawatan bedah untuk ruptur tendon Achilles dibagi menjadi empat
kategori: perbaikan terbuka, perbaikan perkutan, perbaikan mini-open, dan
perbaikan augmentatif. Secara umum, operatif intervensi biasanya lebih
disukai untuk pasien yang lebih muda dan pasien yang menginginkan
fungsi yang lebih besar. Tindakan operatif perbaikan tendon achilles open
end-to-end memiliki indikasi yaitu pada kasus ruptur akut (sekitar <6
minggu). Penurunan tingkat ruptur kembali dibandingkan dengan
manajemen non-operatif tidak ada perbedaan yang bermakna. Selain itu,
tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kekuatan fleksi plantar dengan
protokol rehabilitasi fungsional. Tindakan perkutan memiliki indikasi
khawatirnya terdapat bekas luka atau alasan kosmetis. Tindakan ini
memiliki risiko terjadinya kerusakan saraf sural dibandingkan tindakan
perbaikan terbuka. Perbaikan terbuka memiliki tingkat kerusakan kembali
yang lebih rendah dengan risiko komplikasi yang lebih tinggi. Perbaikan
perkutan dan perbaikan mini-open menunjukkan tingkat reruptur yang
serupa tetapi tingkat komplikasi keseluruhan lebih rendah jika
dibandingkan dengan perbaikan terbuka. Perbaikan perkutan
membutuhkan kewaspadaan terhadap kerusakan saraf. (Ismunandar dkk,
2021).

2. Penatalaksanaan Non Farmakologis


a. Pengobatan nonsurgical pada ruptur tendo biseps terdiri dari
1) Istirahat,
2) Penguatan dan latihan gerak, dan
3) Penggunaan obat anti-inflammatory drugs (NSAIDs).
4) Es diberikan untuk beberapa hari pertama pengobatan
5) Terapi panas.
b. Penatalaksanaan awal ruptur tendon Achilles adalah istirahat, elevasi,
kontrol nyeri, dan penyangga fungsional. Tingkat penyembuhan dengan
gips serial/penyangga fungsional tidak berbeda dibandingkan dengan
anastomosis bedah pada tendon, tetapi kembali bekerja mungkin sedikit
lebih lama pada pasien yang dirawat secara medis. Semua pasien
membutuhkan terapi fisik dan ortotik untuk membantu memperkuat otot
dan meningkatkan jangkauan gerak pergelangan kaki. Tingkat kerusakan
kembali setelah perawatan non-bedah setinggi 10-12% sementara
perawatan bedah menurunkan angka menjadi kurang dari 3%.
c. Perlakuan pasca operasi dapat mempengaruhi kecepatan rehabilitasi, yang
tujuan utamanya adalah kembali bekerja dan kembali ke aktivitas olahraga.
Rehabilitasi agresif dimulai segera setelah operasi, jangka waktu sekitar
dua minggu imobilisasi dan tanpa beban mungkin lebih disukai untuk
memungkinkan penyembuhan jaringan lunak. Protokol rehabilitasi
fungsional awal menghasilkan tanggapan subjektif yang dinilai lebih baik
dan tidak ada perbedaan dalam tingkat kerusakan kembali. Rehabilitasi
fungsional yang menggabungkan bantalan beban yang dilindungi dan
gerakan terkontrol awal dapat secara efektif mengurangi tingkat kerusakan
kembali dengan hasil yang memuaskan (Ismunandar dkk, 2021).

H. PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah untuk mengembalikan ke keadaan normal dan
memungkinkan pasien untuk melakukan apa yang dapat dilakukan sebelum
cedera.Tindakan pembedahan dapat dilakukan, dimana ujung tendon yang
terputus disambungkan kembali dengan teknik penjahitan. Tindakan
pembedahan dianggap paling efektif dalam penatalaksanaan tendon yang
terputus.
Tindakan non pembedahan dengan orthotics atau theraphi fisik. Tindakan
tersebut biasanya dilakukan untuk non atlit karena penyembuhanya lama atau
pasienya menolak untuk dilakukan tindakan operasi.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji karena biasanya laki-
laki lebih rentan terhadap terjadinya fraktur akibat kecelakaan bermotor,
pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit,
tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor medrek dan alamat.
2. Keluhan utama :
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat
dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas, dua atau tiga kata
yang merupakan keluhan yang membuat klien meminta bantuan pelayanan
kesehatan, merasa ada tarikan dan putus pada bagian tubuh, nyeri hebat pada
ektermitas, kelemahan pada anggota gerak yang cider, tidak mampu
memindahkan anggota gerak yang cidera
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang : Merupakan penjelasan dari permulaan klien
merasakan keluhan sampai dengan dibawa ke rumah sakit dan
pengembangan dari keluhan utama
b. Riwayat kesehatan dahulu : Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti
adanya riwayat trauma, riwayat penyakit tulang seperti osteoporosis,
osteomalacia, osteomielitis, gout ataupun penyakit metabolisme yang
berhubungan dengan tulang seperti diabetes mellitus (lapar terus-menerus,
haus dan kencing terus–menerus), gangguan tiroid dan paratiroid.
c. Riwayat kesehatan keluarga : Hal yang perlu dikaji adalah apakah dalam
keluarga klien terdapat penyakit keturunan ataupun penyakit menular dan
penyakit-penyakit yang karena lingkungan yang kurang sehat yang
berdampak negatif pada kesehatan anggota keluarga termasuk klien.
d. Riwayat perkawinan : kawin/ tidak kawin ini tidak memberi pengaruh
terhadap terjadinyarupture tendon.
4. Pemeriksaan Fisik : dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah
secara sistematis.
a. Keluhan utama : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti: Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik,
ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
b. Tanda-tanda vital : tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin,
pernafasan lemah ataun kuat. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada
gangguan baik fungsi maupun bentuk.
c. Kepala

Inspeksi : Bentuk kepala simetris, distribusi rambut rata, tidak ada luka
di kepala, wajah simetris.

Palpasi : Tidak ada massa dan tidak ada nyeri tekan.


d. Mata
Inspeksi : Bentuk mata simetris, reaksi pupil peka terhadap cahaya,
konjungtiva merah muda, tidak ada sekret, sklera putih,
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
e. Telinga
Inspeksi : Bentuk telinga simetris kanan dan kiri, daun telinga tampak
bersih dan tidak dapat serumen.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
f. Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada sekret, tidak ada perdarahan
(epitaksis),
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
g. Mulut
Inspeksi : Mulut simetris, tidak ada stomatitis, lisah bersih, tidak ada
pendarahan gusi
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
h. Leher
Inspeksi : Leher pasien terlihat simetris, warna kulit di leher sama denga
warna kulit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada faring dan tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid
i. Dada Jantung
Inspeksi : Tidak adanya ictus cordis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Tidak terdengar bunyi tambahan, irama jantung reguler,
j. Paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetri
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor di lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara nafas ireversibel
k. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada tonjolan
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Timpani
l. Genetalia dan Anus
Tidak ada kelainan, terpasang alat bantu
m. Ekstremitas
Inspeksi (look) : Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-
hal yang tidak biasa (abnormal). Posisi dan bentuk dari ekstrimitas
(deformitas). Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
Palpasi (fell) : Adanya nyeri tekan pada daerah ruptur, adanya
kelemahan otot padaekstermitas bawah. Perubahan suhu disekitar trauma
(hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time à Normal > 3 detik.
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat
letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal). Otot : tonus pada waktu
relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau
melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler.
Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
Move : Mengalami keterbatasan rentang gerak karena mengalami ruptur
tendon, ketidakmampuan menggerakkan anggota tubuh yang mengalami
ruptur tendon, kelemahan pada anggota tubuh yang ruptur tendon
5. Pola Kebiasaan
a. Pola Nutrisi
Kebiasaan makan klien sehari-hari dan kebiasaan makan-makanan yang
mengandung kalsium yang sangat berpengaruh dalam proses
penyembuhan tulang dan kebiasaan minum klien sehari-hari, meliputi
frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan.
b. Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien, apakah berpengaruh terhadap perubahan
sistem tubuhnya yang disebabkan oleh ruptur tendon.
c. Pola Istirahat Tidur
Kebiasaan klien tidur sehari-hari, apakah terjadi perubahan setelah
mengalani rupture tendon.
d. Pola Hygiene
Kebiasaan mandi, cuci rambut, gosok gigi dan memotong kuku perlu dkaji
sebelum klien sakit dan setelah klien dirawat dirumah sakit.
e. Pola Aktivitas
Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini dan
kebiasaan klien berolah raga sewaktu masih sehat.
6. Pemeriksan Penunjang
3. Ultrasonografi
4. Pemeriksaan X-Ray
5. MRI
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pre operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan rupture tendon, kerusakan
neuromuskuloskeletal akibat cedera fisik (trauma) secara langsung,
tidak langsung atau patologis.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan tendon di
tandai dengan gangguan muskuloskeletal, deformitas.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan agen cidera fisik, kimia, biologi
d. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri ditandai dengan edema dan nyeri ektremitas
e. Gangguan citra diri berhubungan dengan biofisika (penyakit kronis),
kognitif/persepsi (nyeri kronis), kultural/spiritual, penyakit, krisis
situasional, trauma/injury, pengobatan (pembedahan, kemoterapi,
radiasi
f. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan akan rutur
tendon akibat cedera fisik (trauma)secara langsung tidak langsung.
2. Pasca operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi) ditandai dengan mengeluh nyeri pada area luka jahitan operasi
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan
gerak, penurunan kekuatan otot ditandai dengan mengeluh sulit
menggerakkan bagian yang cidera pasca operasi, rentang gerak
menurun
c. Risiko harga diri rendah kronis berhubungan dengan pengalaman
traumatik, perasaan kurang didukung orang lain, ketidakmampuan
menunjukkan perasaan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi Pathway Paraf &


Keperawatan Nama

1. Nyeri Akut SLKI (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238) Ruptur tendon


(D.0077) Tingkat nyeri Observasi
Tujuan: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Setelah dilakuakan tindakan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas Terputusnya kontinuitas
keperawatan selama 1x24 jam nyeri muskuloskeletal
diharapkan tingkat nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
dengan 3. Identifikasi respons non verbal
Kriteria Hasil: 4. Identifikasi faktor yang Inflamasi area cidera
1. Keluhan nyeri menurun memperberat dan memperingan
2. Meringis menurun nyeri
3. Gelisah menurun 5. Monitor keberhasilan terapi Nyeri akut
4. Perasaan takut mengalami cedera komplementer yang sudah
berulang menurun dilakukan
Terapeutik
6. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk menguragi rasa nyeri
Edukasi
7. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
8. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Gangguan SLKI (L.05042) Dukungan ambulasi (I.06171) Ruptur tendon
Mobilitas Fisik Mobilitas Fisik
(D.0054) Tujuan: Observasi
Setelah dilakuakan tindakan 3. Identifikasi adanya nyeri atau Kelemahan pada area
keperawatan selama 1x24 jam keluhan fisik lainnya cidera
diharapkan mobilitas fisik 4. Monitor kondisi umum selama
meningkat dengan melakukan ambulasi
Kriteria Hasil: Terapeutik Keterbatasan pergerakan
1. Nyeri menurun 5. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
2. Kecemasan menurun alat bantu
3. Gerakan tidak terkoordinasi 6. Fasilitasi melakukan mobilisasi Rentang gerak menurun
menurun fisik
4. Gerakan terbatas menurun Edukasi
5. Kelemahan fisik menurun 7. Anjurkan melakukan ambulasi dini Gangguan mobilitas fisik
8. Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan

3. Perfusi perifer SLKI (L.05042) Perawatan Sirkulasi (I.02079) Ruptur tendon


Perfusi Perifer Observasi
tidak efektif
Tujuan: 1. Periksa sirkulasi perifer(mis.nadi
(D.0009) Setelah dilakuakan tindakan perifer, edema,pengisian kapiler, Penurunan aliran arteri
keperawatan selama 1x24 jam warna, suhu,anklebarchial index) dan atau vena
diharapkan mobilitas fisik 2. Identifikasi faktor risiko gangguan
meningkat dengan sirkulasi(mis.diabetes,
Kriteria Hasil: perokok,hipertensi, kadar kolesterol Konsentrasi hemoglobin
1. Denyut nadi perifer meningkat tinggi) menurun
2. Sensasi meningkat Terapeutik
3. Warna kulit pucat menurun 3. Hindari pengukuran tekanan darah
4. Akral membaik pada ekstermitas dengan Anemia
5. Turgor kulit membaik keterbatasan perfusi
4. Hindari penekanan tourniquet pada
area yang cedera Perfusi perifer tidak
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku efektif
6. Lakukan hidrasi
Edukasi
7. Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
8. Anjurkan perawatan kulit yang
tepat
9. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
4. Ansietas SLKI (L.09093) Reduksi ansietas (I.09314) Ruptur tendon
(D.0080) Tingkat ansietas Observasi
Tujuan: 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
Setelah dilakuakan tindakan berubah (mis kondisi, waktu, Tindakan pre operatif
keperawatan selama 1x24 jam stresor)
diharapkan status kenyamanan 2. Monitor tanda-tanda ansietas
meningkat dengan (verbal dan non verbal) Ancaman terhadap
Kriteria Hasil: Terapeutik kematian
1. Verbalisasi kebingungan 3. Ciptakan suasana terapeutik untuk
menurun menumbuhkan kepercayaan
2. Verbalisasi khawatir akibat 4. Pahami situasi yang membuat Kurang terpapar
kondisi yang dihadapi menurun ansietas informasi
3. Perilaku gelisah menurun Edukasi
4. Perilaku tegang menurun 5. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami Ansietas
6. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
7. Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
8. Latih teknik relaksasi
5. Resiko infeksi SLKI (L.14137) Pencegahan infeksi (I.14539) Ruptur tendon
(0142) Tingkat infeksi Observasi
Tujuan: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Setelah dilakukan tindakan lokal dan sistemik Peningkatan paparan
keperawatan selama 1x24 jam Terapeutik organisme patigen
diharapkan toleransi aktivitas 2. Batasi jumlah pengunjung lingkungan
meningkat dengan 3. Berikan perawatan kulit pada area
Kriteria Hasil: edema
1. Nyeri menurun 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah Ketidakadekutan
2. Bengkak menurun kontak dengan pasien dan pertahanan tubuh supresi
3. Kemerahan menurun lingkungan pasien respon inflamasi
5. Pertahankan teknik aseptic pada
pasien berisiko tinggi
Edukasi Risiko infeksi
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/539106083/2-LP-Ruptur-Tendon
https://www.academia.edu/38523658/LP_Ruptur_Tendon

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi III.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. EdisiII. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai