Anda di halaman 1dari 28

Makalah Kelompok 3

AKAL DAN WAHYU DALAM PEMIKIRAN FILOSOFIS


HUKUM ISLAM

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Kuliah: Filsafat Hukum Islam

Dosen pengampu: Muhammad Norhadi S.Th.I,M.H.I

Disusun oleh

Khoirul Mansyah

2112130188

Rizki Setiadi

2112130213

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

TAHUN 2024 M/1445 H


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya makalah ini yang berjudul ‘akal dan wahyu
dalam pemikiran filosofis Hukum islam
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini juga penulis buat sebagai
sarana untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan pada mata kuliah Kitab
Kajian Muamalah. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, sahabat serta keluarganya yang telah
membawa kita dari jaman kegelapan menuju jaman terang-benderang.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Muhammad
Norhadi S.Th.I,M.H.I. selaku dosen pengampu pada mata kuliah ini yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis, serta doa dan dukungan
dari kawan-kawan sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat memberikan pengaruh yang positif dalam
kegiatan belajar-mengajar. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, maka dari itu penulis mohon kritik dan saran dari kawan-
kawan yang sifatnya membangun agar dapat memperbaiki makalah penulis
menjadi lebih baik lagi dikemudian hari.

Palangkaraya, 21 Maret 2024

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................3

C. Tujuan Dan Kegunaan....................................................................................3

D. Metode Penulisan...........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4

A. Konsep Hukum Islam Syariah, Fiqih Dan Hukum Islam..............................4

B. Sifat Dan Karakteristik Hukum Islam............................................................7

C. Prinsip Prinsip Hukum Islam.......................................................................12

D. Keindahan Hukum Islam.............................................................................16

E. Kaidah Kaidah Hukum Islam.......................................................................19

F. Hukum Islam Antara Positivisme Dan Idealisme.........................................21

G. Hukum Islam Dalam Pandangan Orientalis: Antinomi(Konflik Dan


Ketegangan) Dalam Hukum islam....................................................................26

BAB III PENUTUP...............................................................................................29

A. Kesimpulan...................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Didalam ajaran agama yang di wahyukan semisal Islam,ada dua


jalan untuk memproleh pengetahuan, pertama jalan wahyu dalam artian
komunikasi dari Tuhan kepada manusia, dan yang kedua adalah akal, yang
dianugrahkan Tuhan kepada manusia dengan memakai kesan-kesan yang
diproleh panca indra sebagai bahan pemikran untuk sampai kepada
kesimpulan-kesimpulan. Wahyu adalah petunjuk yang di turunkan oleh
Allah kepada umat manusia untuk membimbingnya menuju jalan
kebenaran.Pengetahuan yang di bawa oleh wahyu adalah diyakini absolut
dan mutlak benar.

Sedangkan akal sendiri adalah kemampuan berpikir dan sekaligus


sebagai anugrah dari Allah kepada manusia, dimana dengan akal tersebut
kita mampu dan bisa untuk membedakan antara yang baik dan yang
buruk.Selain itu, akal juga merupakan pertanda atau bukti kesempurnaan
manusia dibandingkan dengan makhluk lain.Kemampuan lebih yang di
miliki manusia itu adalah kemampuan akalnya, ia sering di sebut dengan
istilah animal rationale, al-hayawan annatiq.Melalui kegiatan akalnya,
manusia berusaha memahami dirinya dan alam sekitarnya.Akal berfungsi
sebagai tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan, alat untuk mencerna
berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar dan alat penemu solusi
ketika permasalahan datang. Adapun kekuatan akal yaitu untuk
mengetahui Tuhan dan sifat-sifat-Nya, mengetahui adanya kehidupan di
akhirat, mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada
mengenal Tuhan dan berbuat baik, sedang kesengsaraan tergantung pada
tidak mengenal Tuhan dan pada perbuatan jahat, mengetahui wajibnya
manusia mengenal Tuhan, mengetahui kewajiban berbuat baik dan

1
kewajiban pula menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaannya di akhirat
serta membuat hukum-hukum yang membantu dalam melaksanakan
kewajiban tersebut.

Wahyu adalah suatu petunjuk bagi manusia untuk mengenal Tuhan


dan juga mendiskripsikan keinginan-keinginan Tuhan serta norma-norma
yang diajarkan Tuhan dan biasanya petunjuk-petunjuk ini bisa dilegal
formalkan oleh manusia yang diberi amanat tersebut menjadi sebuah
agama. Wahyu bisa berbagai bentuk bisa dengan suatu halyang ajaib yang
bisa ditangkap indra (seperti tongkat menjadi ular, membelah lautan,dan
lainlain) yang bisa juga dinamakan mukjizat tetapi ada wahyu yang hanya
bisa ditangkap dengan rasio (akal) berupa aturan-aturan (Al-Qur‟an,
Taurot, Zabur, Injil). Wahyu berfungsi memberi informasi bagi
manusia.Memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia,
bagaimana cara berterima kasih kepada Tuhan, menyempurnakan akal
tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah
dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat. Sedangkan kekuatan
wahyu yaitu wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena
pemberian Allah, wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-
Qur‟an dan As-Sunnah, membuat suatu keyakinan pada diri manusia,
untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam
ghaib, wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.

Akal dan wahyu mempunyai peran yang sangat sentral dalam


kehidupan manusia.Wahyu diturunkan pada manusia yang berakal.Wahyu
itu hingga kini yang tetap menjadi pedoman ummat Islam khususnya,
dengan segala isinya. Sedangkan akal dan yang dapat menyertai dapat
memahami wahyu sebagai pedoman dan pimpinan hidup
seseorang.Terkadang anatar akal dan wahyu sering kita dengar adanya
pertentangan, dalam sejarah Islam sebenarnya bukanlah akal dengan
wahyu, baik oleh kaum Mu’tazilah maupun oleh kaum filsuf Islam.1
1 Treat J et al James W, Elston D, “FILSAFAT HAYY IBN YAQZAN :DIALEKTIKA AKAL DAN WAHYU
MENURUT IBN THUFAIL,” Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology., 20M, 1–17.

2
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Hukum Islam: Syariah, Fiqih Dan Hukum Islam?

2. Apa saja Sifat Dan Karakteristik Hukum Islam?

3. Apa saja Prinsip Prinsip Hukum Islam?

4. Bagaimana Keindahan Hukum Islam?

5. Apa saja Kaidah Kaidah Hukum Islam?

6. Bagaimana Hukum Islam Antara Positivisme Dan Idealisme?

7. Bagaiaman Hukum Islam Dalam Pandangan Orientalis: Antinomi

(Konflik Dan Ketegangan) Dalam Hukum islam?

C. Tujuan Dan Kegunaan

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Hukum Islam: Syariah, Fiqih


Dan Hukum Islam.
2. Untuk Mengetahui Apa saja Sifat Dan Karakteristik Hukum Islam.

3. Untuk Mengetahui Apa saja Prinsip Prinsip Hukum Islam.

4. Untuk Mengetahui Bagaimana Keindahan Hukum Islam.

5. Untuk Mengetahui Kaidah Kaidah Hukum Islam

6. Untuk Mengetahui Hukum Islam Antara Positivisme Dan Idealisme

7. Untuk Mengetahui Hukum Islam Dalam Pandangan Orientalis:

Antinomi(Konflik Dan Ketegangan) Dalam Hukum islam

3
D. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode


pengumpulan data melalui (library research) dengan melakukan
penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dari artikel
jurnal maupun buku yang berhubungan dengan tema makalah yang dibuat.

BAB II

PEMBAHASAN

4
A. Konsep Hukum Islam Syariah, Fiqih Dan Hukum Islam

1. Syariah

Syariah adalah kata Syari’ah berasal dari kata syara’a. Kata ini
menurut ar-Razi dalam bukunya Mukhtar-us Shihab bisa berarti nahaja
(menempuh), awdhaha (menjelaskan) dan bayyan-al masalik
(menunjukkan jalan).
Sedangkan menurut Al-Jurjani Syari’ah bisa juga artinya mazhab dan
thoriqah mustaqim atau jalan yang lurus. Jadi arti kata Syariah secara
bahasa banyak artinya. Ungkapan Syari’ah Islamiyyah yang kita bicarakan
maksudnya bukanlah semua arti secara bahasa itu. Kata syari’ah juga
seperti itu, para ulama akhirnya menggunakan istilah Syari’ah dengan arti
selain arti bahasanya lalu mentradisi. Maka setiap disebut kata Syari’ah
langsung dipahami dengan artinya secara tradisi itu. Imam al-Qurthubi
menyebut bahwa Syari’ah artinya adalah agama yang ditetapkan oleh
Allah swt.untuk hamba-hambaNya yang terdiri dari berbagai hukum dan
ketentuan. Hukum dan ketentuan Allah itu disebut syariat karena memiliki
kesamaan dengan sumber air minum yang menjadi sumber kehidupan bagi
makhluk hidup. Makanya menurut ibn-ul Manzhur syariat itu artinya sama
dengan agama.
Yang dimaksud dengan syariat atau ditulis dengan syari’’ah, secara harfiah
adalah jalan ke sumber (mata) air yakni jalan lurus yang harus diikuti oleh
setiap muslim,syariat merupakan jalan hidup muslim, ketetapanketetapan
Allah dan ketentuan RasulNya, baik berupa larangan maupun berupa
suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia (Ali,
Mohammad Daud, 2011:.46)

2. Fiqih

Fikih adalah di alam bahasa Arab, perkataan fiqh yang ditulis fiqih
atau kadang-kadang fekih setelah diindonesiakan, artinya paham atau

5
pengertian. Kalau dihubungakan dengan ilmu ,,dalam hubungan ini dapat
juga dirumuskan (dengan kata lain), ilmu fiqih adalah ilmu yang bertugas
mnentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar yang terdapat di
dalam al-Qur’an dan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam
Sunnah Nabi yang direkam dalm kitab-kitab hadis. Dengan kata lain ilmu
fikiih adalah ilmu yang berusaha memahami hukum-hukum yang terdapat
di dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad untuk diterapkan pada
perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya yang
berkewajiban melaksanakan hukum Islam.

3. Hukum Islam

Hukum Islam adalah suatu Dasar atau kerangka hukum itu


ditetapkan oleh Allah, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan
manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan
lainnya, karena manusia yang hidup dalam masyarakat itu mempunyai
berbagai hubungan. Hubungan-hubungan itu, seperti hubungan manusia
dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan
manusia dengan benda dalamm masyarakat serta alam sekitarnya. Interaksi
manusia dalam berbagai tata hubungan itu diatur oleh seperangkat ukurann
tingkah laku yang di dalam bahasa Arab, disebut hukm jamaknya ahkam.2

B. Sifat Dan Karakteristik Hukum Islam

1. Sempurna (Takaful)

Hukum Islam membentuk umat dalam suatu kesatuan yang bulat,


walaupun mereka berbeda-beda bangsa dan berlain-lainan suku. di dalam
menghadapi asas-asas yang umum mereka Bersatu padu, meskipun dalam
2 Nurhayati, “Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum dan Ushul Fikih [Understand the concepts
of Sharia, Jurisprudence, Law and Usul Fiqh],” jurnal Hukum Ekonomi Syariah 2, no. 2 (2018):
125–34, https://www.mendeley.com/catalogue/fcb402be-1377-3271-a4d5-a15b548ca212/.

6
sikisiki kebudayaan mereka berbeda-beda. sifat dan karakter sempurna
maksudnya adalah lengkap, berkumpul pacarnya aneka pandangan hidup.3

Syariat Islam diturunkan dalam bentuk yang umum dan garis besar
permasalahan. oleh karena, hukum-hukumnya bersifat tetap tidak
berubahubah lantaran berubahnya masa dan berlainan tempat.
hukumhukum yang lebih rinci syariat Islam hanya menetapkan kaidah dan
memberikan patokan umum. jangan menetapkan patokan patokan umum
tersebut syariat Islam dapat benar-benar menjadi petunjuk yang universal
dapat diterima di semua tempat dan setiap saat. setiap saat umat manusia
dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan garis garis kebijaksanaan

Alquran, sehingga mereka tidak melenceng. penetapan Alquran tentang


hukum dalam bentuk yang global dan simpel itu dimaksudkan untuk
memberikan kebebasan kepada umat manusia untuk melakukan ijtihad
sesuai dengan situasi dan kondisi zaman. dengan sifatnya yang global ini
diharapkan hukum Islam dapat berlaku sepanjang masa.

2. Elastis

Hukum Islam juga bersifat elastis dan lentur atau luwes, Iya
meliputi segala bidang dan lapangan kehidupan manusia. permasalahan
kemanusiaan kehidupan jasmani dan rohani hubungan sesama makhluk,
Hubungan makhluk dengan Khalik, serta tuntunan hidup dunia dan akhirat
tergantung dalam ajarannya. hukum Islam memperhatikan berbagai segi
kehidupan dan bidang muamalah, ibadah, jinayah, dan lain-lain. meski
demikian, ia tidak memiliki dogma yang kaku,.Keras dan memaksa. Iya
hanya memberikan kaidah-kaidah umum yang mesti dijalankan oleh umat
manusia.

Dengan demikian yang diharapkan dari umat Islam adalah tumbuh


dan berkembangnya proses ijtihad, yang menurut Iqbal disebut prinsip
3 Mardani, pengantar ilmu hukum Islam di Indonesia (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2010).

7
gerakan dalam Islam. ijtihad merupakan suatu teori yang aktif produktif
dan konstruktif, 5 hak diberikan kepada setiap muslim yang mampu
berijtihad dan berpedoman kepada dasar-dasar kaidah yang telah
ditetapkan. Sebagai bukti bahwa hukum Islam bersifat elastis dapat dilihat
dalam kasus jual beli. kita hanya mendapati 4 ayat hukum jual beli yang
tertuang dalam Alquran yaitu surat Baqarah ayat 272, surah Annisa ayat 29
surah Albaqarah ayat 282 surah Al Jumuah ayat 9, dalam ayat-ayat tersebut
diterangkan hukum bolehnya jual-beli, persyaratan keridaan antara kedua
belah pihak, larangan riba dan larangan Jual beli waktu adzan Jumat.
Kemudian Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam menjelaskan beberapa
aspek jual-beli yang lazim berlaku pada masa beliau selebihnya tradisi atau
adat masyarakat tertentu dapat dijadikan sebagai bahan penetapan hukum
jual beli.

Dalam transaksi jual-beli ada 4 prinsip diatas mesti dipegang Teguh


agar tidak terjerumus dalam larangan-larangan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Mall, Swalayan dan plaza merupakan contoh dari modal jual beli modern
prinsip-prinsip antara kerelaan para pihak larangan riba dan larangan
melupakan kan hukum vertikal mesti ditegakkan, di luar itu semua
manusia diberi kebebasan yang luas. Ucapkan dalam jual beli adalah untuk
menunjukkan pemberlakuan prinsip antaradhin. ketika prinsip tersebut
telah terpenuhi meski tanpa lafal ijab dan qobul seperti ketika masuk Plaza
maka hukum jual beli tersebut adalah Sah.4

3. Wasathiyah

Hukum Islam menempuh jalan tengah jalan wasathon, jalan yang


imbang tidak terlalu berat ke kanan, mementingkan kejiwaan yang tidak
berat pula ke kiri,. ini lah yang diistilahkan dengan teori Wathaniah,
Menyelaraskan di antara kenyataan dan fakta dengan ideal dan cita-cita.
hal ini tergambarkan didalam banyak tempat dalam Alquran yaitu surat an-

4 Muhammad Hasby Assidiqy, falsafah hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, n.d.).

8
nisa ayat 129 surat alisra ayat 29 surah alfurqan ayat 67 surah Almaidah
ayat 89 Surah Al Baqarah 238 dan Surah Al Baqarah 143.

Keseimbangan hukum Islam nampak terlihat dan tergambar antara


lama dan baru antara barat dan timur antara masa dahulu dengan masa kini
pohonnya kokoh Teguh tidak guncang dan berubah, tetapi cabang dan
ranting senantiasa berkembang. hukum Islam tidak beku dan cair, terletak
antara keduanya. hukum IslamTerletak antara pikiran-pikiran manusia
yang cenderung kepada kebendaan dengan pikiran-pikiran yang cenderung
kepada kejiwaan hukum Islam tidak bersifat kapitalis dan tidak bersifat
Marxistis, tidak terlalu mementingkan individu, sebagaimana tidak terlalu
mementingkan rohaniah titik oleh karenanya, kebudayaan dan kesenian
dalam hukum Islam tidak boleh menyalahi agama, norma dan akhlak
karena tabiat syum dan takamul tidak boleh adanya pertentangan
pertentangan antara yang satu dengan yang lain. tawasuth adalah
keseimbangan titik dialah asas hukum Islam dalam menghadapi kehidupan
dan problem manusia, sebagaimana hukum Islam terletak di tengah-
tengah, di antara kecenderungan madiyah dengan kecenderungan rohaniah.

4. Universal dan dinamis (harakah)

Ajaran Islam bersifat universal. ia meliputi seluruh alam tanpa


batas, tidak dibatasi pada daerah tertentu seperti ruang lingkup ajaran
ajaran Nabi sebelumnya. yang berlaku bagi orang-orang Arab dan orang
non-arab kulit putih dan kulit hitam. universalitas hukum Islam ini sesuai
dengan pemilik hukum itu sendiri yang kekuasaannya tidak terbatas titik
Disamping itu hukum Islam dan mempunyai sifat dinamis sesuai untuk
setiap zaman.

Allah berfirman pada surat as-saba’ ayat 28 yang artinya Dan kami tidak
mengutus kamu melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan tetapi

9
kebanyakan manusia tiada mengetahui. dari segi dinamis, hukum Islam
mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang mempunyai daya hidup
dapat membentuk diri Sesuai dengan perkembangan dan kemajuan.

Hukum Islam terpancar dari sumber yang luas dan dalam yaitu
Islam yang memberikan kepada kemanusiaan sejumlah hukum yang positif
yang dapat dipergunakan untuk segenap massa dan tempat. hukum Islam
dalam gerakannya menyertai perkembangan manusia mempunyai kaidah
asasiyah, yaitu ijtihad. dengan ijtihad tersebut akan menjawab segala
tantangan masa, dapat memenuhi harapan zaman dengan tetap memelihara
kepribadian dan nilai-nilai asasinya.

5. Sistematis

Pernyataan bahwa hukum Islam itu bersifat sistematis adalah


bahwa hukum Islam itu mencerminkan sejumlah doktrin yang berjalan
secara logis titik Beberapa lembaganya saling berhubungan satu dengan
yang lainnya. 10 Perintah salat di dalam Alquran senantiasa diiringi
dengan perintah zakat berulang-ulang Allah berfirman Makanlah dan
minumlah kamu tetapi jangan berlebihan. dari ayat di atas dapat dipahami
bahwa tidak mengajarkan Spritual yang mandul. Dalam hukum Islam
seseorang dilarang hanya bermuamalah dengan Allah dan melupakan
dunia. dalam hukum Islam manusia diperintahkan mencari rezeki tetapi
hukum Islam melarang sifat imperial dan kolonial ketika mencari rezeki
tersebut.

Hukkum Islam tidak akan bisa dilaksanakan apabila yang diterapkan


hanya sebagian dan ditinggalkan hanya sebagian yang lain.5

5 M Syaikhul Arif, “SIFAT DAN KARAKTERISTIK HUKUM ISLAM,”


Jurnal Hukum Tata Negara 3, no. Desember (2020): 30–38.

10
C. Prinsip Prinsip Hukum Islam

Istilah Prinsip memiliki arti dasar, permulaan atau aturan pokok.


Dalam beberapa penafsiran, istilah ini juga berarti kebenaran universal
yang melekat dalam hukum Islam dan menjadi pokok pembelajarannya.
Menurut Juhaya S. Praja, prinsip adalah permulaan, tempat
pemberangkatan, titik tolak atau al-mabda. Prinsip dalam hukum Islam
terdiri dari prinsipprinsip umum dan prinsip-prinsip khusus. Prinsip umum
merupakan semua prinsip hukum Islam yang bersifat universal sedangkan
prinsip khusus adalah prinsip-prinsip yang terdapat pada setiap cabang
hukum Islam.6

Terdapat 7 prinsip umum hukum Islam yaitu:

1. Prinsip Tauhid, Prinsip ini merupakan pedoman ajaran Islam. Dalam


prinsip ini, dinyatakan bahwa seluruh manusia yang bernaung di
bawah satu ketetapan yang sama yaitu ketetapan tauhid yang tertulis
dalam kalimat “La Ilaha Illa Allah” yang berarti tidak ada Tuhan selain
Allah. Berdasarkan prinsip ini, proses dan pelaksanaan hukum Islam
adalah ibadah. Prinsip ini tidak memperbolehkan terjadinya penuhanan
antara sesama manusia maupun makhluk lain. Menurut Al’Quran dan
AsSunah, prinsip tauhid menginginkan dan memposisikan untuk
menentukan hukum agar sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah.
2. Prinsip Keadilan, Dalam Al-Qur’an, terdapat banyak ayat yang berisi
perintah Allah kepada hamba-Nya untuk berbuat adil seperti: Surat
alMaidah ayat 8, Al-Hujarat ayat 9. Terdapat kata al-adalah yang
merupakan sinonim dari al-mizan yang berarti keseimbangan/moderasi

dan al-qist yang memiliki arti keadilan. Istilah keadilan dalam hukum
Islam terdiri dari berbagai aspek, mulai dari keadilan dalam hubungan

6 Husnul Fatarib, “Prinsip Dasar Hukum Islam (Studi terhadap Fleksibilitas


dan Adaptabilitas Hukum Islam),” Jurnal NIZAM vol 4, no. hlm 66 (2014).

11
antar individu dengan diri sendiri, masyarakat, hakim dan lain-lain.
Prinsip keadilan melahirkan norma yang menunjukan elastisitas
hukum Islam (murunah) atau dapat berbuat sesuai dengan ruang dan
waktu (shalih li kulli zaman wa makan) dan kemudahan dalam
pelaksanaannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan (yusr wa raf’I
al-haraj) yang berarti suatu persoalan dalam hukum Islam jika sudah
menyempit maka akan menjadi luas; dan sebaliknya apabila persoalan
tersebut meluas, maka persoalan tersbut akan menyempit kembali.
3. Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Mengutip Hasbi Ash Shiddieqy,
prinsip ini terlihat dalam peran negara terhadap Islam. Oleh karena itu,
negara dilarang memberi paksaan kepada masyarakat untuk melakukan
suatu hal sesuai dengan kehendak yang sewenang-wenang. Prinsip ini
menganggap hukum Islam digerakkan untuk mengatur umat manusia
dengan tujuan yang baik dan benar menurut Allah. Amar Ma’aruf Nahi
Mungkar dikategorikan bersumber pada wahyu dan penalaran yang
logis yuridis.
4. Prinsip Kebebasan, Prinsip kebebasan atau kemerdekaan ini
menyatakan agar hukum Islam disebarkan melalui penjelasan,
demonstrasi, argumentasi bukan melalui paksaan. Dalam prinsip
hukum Islam, kebebasan memiliki arti luas yang mencangkup berbagai
aspek. Kebebasan yang tercangkup dalam hak asasi tidak boleh kontra
dengan kemaslahatan umum, aqidah dan lain-lain. Oleh karena itu,
terdapat perbedaan arti kata kebebasan antara hukum positif dan
hukum Islam.
5. Prinsip Persamaan, Prinsip persamaan atau prinsip egalite ini dapat
kita lihat pada Konstitusi Madinah (al-Shahifah) yaitu prinsip Islam
yang menentang perbudakan dan penindasan dan penistaan antar
manusia. Prinsip ini adalah salah satu bagian signifikan pada
pemeliharaan dan peningkatan hukum Islam untuk menggerakan dan
mengontrol sosial. Akan tetapi, prinsip ini tidak mengontrol stratifikasi
sosial. Hal ini lah yang membedakannya dengan komunis. Salah satu

12
bukti konkrit prinsip ini adalah penghapusan perbudakan dan
penindasan serta penistaan antar manusia. Hukum Islam menjamin
tidak adanya diskriminasi suku dan memandang semua manusia harus
diperlakukan sama di mata hukum. Dasar prinsip ini terdapat dalam Al-
Qur’an pada Surat al-Hujarat ayat 13, Surat al-Isra, ayat
70.

6. Prinsip Ta’awun, Makna dari prinsip ini adalah agar manusia saling
membantu sesama seperti yang telah diarahkan prinsip tauhid yang
menekankan hal meningkatkan kebaikan dan ketaqwaan. Prinsip ini
mengandung nilai mulia yang sangat tinggi dan diharapkan tidak
diabaikan oleh para umat Islam.
7. Prinsip Toleransi, Toleransi yang dimaksud adalah toleransi dengan
jaminan untuk tidak melanggar hak-hak Islam dan umatnya. Toleransi
disini hanya dapat diterima jika tidak merugikan agama Islam. Ruang
lingkup toleransi sangat luas dan tidak berhenti pada lingkup ibadah
saja tetapi meliputi segala ketentuan hukum Islam seperti muamalah
sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan sebagainya.33 Toleransi
atau biasanya disebut tasamuh memiliki nilai yang lebih tinggi dari
rukun dan damai. Maksudnya adalah tidak hanya rukun dan damai,
tetapi tidak memaksa dan tidak merugikan sesama. Mengenai toleransi
dan tasamuh, terdapat pada Surat alMumtahanah ayat 8 dan ayat 9.7
D. Keindahan Hukum Islam

Hukum Islam mempunyai beberapa keistimewaan dan beberapa


keindahan yang menyebabkan Hukum Islam menjadi hukum yang paling
kaya dan paling dapat memenuhi hajat masyarakat, serta menjamin
ketenangan dan kebahagiaan masyarakat. Keistimewaan dan keindahan itu
apabila dapat dipraktekkan bersama-sama dengan ajaran-ajaran Islam yang
lain, niscaya benar-benar dapat membentuk suatu umat yang ideal, yang

7 Maureen Linus, “PRINSIP-PRINSIP HUKUM ISLAM DALAM


KETATANEGARAAN INDONESIA,” jurnal hukum adigma 4 (2021): 14–25,
https://doi.org/10.33087/jiubj.v17i2.357.

13
padanya terkumpul segala unsur kekuatan yang adil, keteguhan dan
kehidupan yang baik serta kemajuan yang utama. Dalam bagian ini kita
menyebutkan sebagian dari keistimewaan dan keindahan itu untuk menjadi
fakta-fakta yang berbicara yang menyingkap kemampuan hukum Islam
mengembangkan keadilan yang merata dalam masyarakat dunia ini. Di
antara keistimewaan dan keindahan hukum Islam itu ialah:
1. Hukum Islam itu mudah, jauh dari sulit dan sempit.

Di antara keistimewaan dan keindahan hukum Islam ialah


kemudahan hukumnya, mudah diamalkan, jauh dari kepicikan, segala
hukumnya selalu dapat berjalan seiring dengan fitrah manusia. Hukum
Islam mempunyai kaidah: “Tiadalah sempit sesuatu melainkan
menjadi luas”.
Banyak ayat-ayat al-Quran yang menunjukkan kepada pengertian
ini102. Hukum Islam adalah hukum yang mudah dipikul manusia. Di
dalam hadits-hadits Rasulpun kita banyak menemukan nas-nas yang
menandaskan apa yang telah diwahyukan Allah dalam al-Quran. Di
dalam musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari Abu Umamah,
bahwasanya Nabi bersabda: “Agama yang disukai Allah adalah
agama yang mudah lagi lapang”. Dalam suatu hadits lain, Nabi
mengatakan: “Sesungguhnya kamu diutus sebagai orang-orang yang
memudahkan dan sekali-kali kamu tiada diutus sebagai orang yang
mempersulit”.
2. Hukum Islam sesuai dengan ketetapan akal dan logika yang benar dan
sesuai dengan fitrah manusia sebelum fitrah itu dirusak hawa nafsu.
Segala hukum yang dinaskan di dalam al-Quran dan al-Sunnah
adalah ma’qûlah al-ma’nâ, mempunyai hikmah dan rahasia yang
tinggi. Ibadah sendiripun dalam garis besarnya mengandung hikmah
dan manfa’at, baik dari segi budi pekerti, segi kejiwaan dan segi
kemasyarakatan, yang semuanya itu tidaklah tersembunyi bagi mereka
yang mempunyai akal yang kuat. Mungkin dalam sebagian penjelasan

14
hukum tidak nampak hikmahnya kepada kita. Namun hal itu tidak
memberikan pengertian bahwa hukum itu tidak mengandung hikmah.
3. Tujuan hukum hanyalah mewujudkan kemaslahatanm masyarakat, baik
di dunia maupun di akhirat, menolak kemadaratan dan kemafsadatan,
serta mewujudkan keadilan yang mutlak.
Semua bagian hukum Islam, baik hukum yang dinaskan secara
langsung ataupun hukum hasil ijtihad tetap diperhatikan padanya
tujuan yang luhur ini. Ibnu Qayyim berkata: “Orang yang mempunyai
rasa dalam merasakan syari’’at dan memperhatikan
kesempurnaankesempurnaannya, kandungan kemaslahatan hamba baik
di dunia dan di akhirat serta kesempurnaan keadilan utnuk
memutuskan perkara di antara makhluk yang mengatasi keadilan
syari’at Islam, maka tak ada kemaslahatan yang lebih dari yang
dikandung oleh syari’at Islam”.
4. Hukum-hukumnya dibagi kepada ‘Azȋmah dan Rukhsah.

Ibnu Umar ra. selalu memilih bidang azimah sedangkan Ibnu


Abbas selalu memilih bidang rukhsah. Masyarakat dalam menghadapi
problema ini ada yang sangat bersungguh-sungguh untuk berusaha
mengambil yang azimah, ada pula yang berimbang dalam mengambil
keduanya dan ada pula yang kurang. Sebagaimana Allah SWT
berfirman dalam ayat 32 surat Fathir yang artinya: “Kemudian kitab itu
Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hambahamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri
mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan
diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan
izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”.
Mengenai masalah azimah dan rukhsah ini telah dibahas dengan
sempurna dalam kitabkitab Ushûl al-Ahkâm atau Ushûl al-Tasyrȋ’.

5. Membolehkan kita memakan yang baik dan berhias yang indah, asal
tidak berlebihlebihan dan tidak untuk membanggakan diri.

15
Hukum Islam tidak membenarkan kita berlebih-lebihan dalam
melaksanakan ibadah dan hukum Islam tidak membenarkan para
mukallaf menyiksa diri. Allah SWT berfirman dalam surat al-A’raf
ayat
31-32 yang artinya : 31. “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang
indah di setiap (memasuki) mesjid. Makan dan minumlah dan
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.” 32. “Katakanlah, "Siapakah yang
mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki
yang baik?" Katakanlah, "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang
yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di
hari kiamat". Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-
orang yang mengetahui”.
6. Mengimbangi hak jiwa dengan hak anggota tubuh anggota dalam
batasbatas yang seimbang.
Islam mengharuskan kita dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tubuh dan kebutuhan jiwa dengan jalan menempuh jalan
wasatiyah/tengah-tengah. Hukum Islam menempatkan umatnya pada
tempat yang terletak antara terlalu mementingkan keduniaan dengan
terlalu mementingkan keakheratan. Allah berfirman dalam surat
alBaqarah ayat 143 yang artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah
menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan
kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot.
Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi
orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak

16
akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih
lagi
Maha Penyayang kepada manusia”.

Ajaran-ajaran Islam dan perintah-perintahNya serta


hukumhukumnya menjadikan umat Islam, umat yang wasatan berdiri
di antara mereka yang terlalu dipengaruhi oleh kehidupan kebendaan
dan di antara mereka yang terlalu dipengaruhi oleh ajaran-ajaran
rohaniah, menyiksa tubuh dan menjauhkan diri dari segala kenikmatan
dunia.

7. Menyamaratakan taklîf di antara semua mukallaf.

Mereka para mukallaf disamaratakan dalam bidang taklif, bidang


hukum atau bidang pengadilan. Segala hukum Islam dan segala
takliftaklifNya dibina atas prinsip persamaan. Semua anggota
masyarakat Islam dibebani beban hukum yang sama. Hukuman atau
sanksi dijatuhkan semua pihak yang bersalah tanpa pandang bulu.
Umat Islam semuanya sama dalam memperoleh hak dan dalam
menunaikan kewajiban, tak ada perbedaan antara kulit putih dan kulit
hitam, antara hakim dan mahkum, antara orang Arab dan non Arab.
Prinsip ini telah tumbuh sejak lahirnya Islam. Di antara bukti-bukti
yang menunjukkan hal tersebut bahwa semua nas tidak ditunjukkan
kepada orang-orang tertentu. Di antara kaidah usuliyah, tidak
mengkhususkan hukum taklifi terhadap sebagian orang. Rasulullah
sendiri mempraktekkan prinsip tersebut atas dirinya. Telah
diriwayatkan oleh ahli-ahli hadits bahwa Rasulullah Arab Badui yang
pernah dilukai anggotanya tanpa sengaja dan mengatakan kepadanya
bahwa Rasulullah siap menerima balasan darinya, maka orang Badui
itu berkata, “Sesungguhnya aku telah halalkan engkau (telah bebaskan
engkau) demi ayah dan ibuku, aku tidak akan lakukan demikian sekali-

17
kali. Walaupun engkau lakukan demikian atas diriku, karena itu,
Nabipun berdo’a untuknya dengan kebaikan.
Ketika Rasulullah sakit yang berakhir dengan kewafatannya, beliau
bersabda: “Wahai manusia, barang siapa yang pernah aku cambuk
punggungnya, maka ini punggungku. Hendaklah dia mengambilnya.
Dan barangsiapa yang telah aku rendahkan kehormatannya, maka
inilah kehormatanku, balaslah. Dan barang siapa yang telah aku ambil
hartanya, maka inilah hartaku, hendaklah dia mengambilnya. Jangan
mengkhawatirkan adanya dendam, karena dendam bukanlah
tabiatku”.8

E. Kaidah Kaidah Hukum Islam

1. Pengertian kaidah-kaidah hukum islam

Yang dimaksud dengan bahasan kaidah-kaidah hukum Islam dalam


kajian filsafat hukum Islam ini adalah kaidah-kaidah fiqhiyyah.
Qawā‘id al-Ahkam, demikian T.M. Hasbie ash-Shiddieqy, dapat
bermakna pertama, kaidah-kaidah istinbāth yaitu amr, nahy, ‘am,
khash, muthlaq, muqayyad, mujmal, dan mufashshal dan segala kaidah
yang berpautan dengan bahasa yang dipetik dari kaidah-kaidah bahasa
Arab, uslūb-uslūb dan tarkīb-tarkīb-nya. Kedua, kaidah-kaidah
fiqhiyyah, yaitu kaidah-kaidah kulliyyah yang digali dari nash-nash
Alqur’an, nash-nash hadis dan dari rūh al-syarī‘ah (jiwa syariat).
Adapun yang dimaksudkan dengan kaidah hukum Islam yang tengah
kita bicarakan ini adalah kategori yang kedua, yakni kaidah fiqhiyyah.
Secara etimologis, kaidah berasal dari bahasa Arab qā‘idah yang
berarti asās yang berarti asas, dasar, atau fondasi baik dalam pengertian
kongkrit maupun abstrak. Bentuk jamaknya adalah qawā‘id. Usūs al-

8 Ahmad Junaidi, FILSAFAT HUKUM ISLAM, 2014.

18
syai’ berarti ushūluh ‘dasar-dasarnya’ baik yang bersifat kongkrit
seperti tertuang dalam ungkapan qawā‘id al-bait ‘dasar-dasar rumah’,
maupun yang bersifat abstrak seperti dalam ungkapan qawā‘id al-dīn
‘tiang-tiang agama’, qawā‘id al-‘ilm dasar-dasar ilmu.
Secara terminologis, al-Jurjāniy, sebagaimana dikutip oleh al-
Nadwi merumuskan kaidah itu sebagai berikut: Kaidah adalah
pernyataan menyeluruh yang mencakup seluruh bagian-bagiannya.
2. Kaidah-Kaidah Asasiyah dan Ghair Asasiyah

Pada umumnya, pembahasan kaidah-kaidah fiqh (qawā’id


alfiqhiyyah)membuat kategorisasi kaidah-kaidah fikih itu, di samping
kategorisasi lainnya, ke dalam kaidahkaidah asasi (al-qawā’id
alasāsiyyah)dan kaidah-kaidah tidak asasi (al-qawā’id ghair
alasāsiyyah). Kaidah-kaidah asasi adalah kaidah yang disepakati oleh
imam-imam mazhabtanpa diperselisihkan keberadaannya. Kaidah-
kaidah asasiada lima kaidah (panca kaidah pokok) yang sangat
masyhur di kalangan mazhab Syafi‘i khususnya dan di kalangan
mazhab-mazhab lainnya,
yaitu :

a. Segala macam tindakan tergantung pada tujuannya

b. Kemudaratan itu harus dihilangkan

c. Adat kebiasaan itu dapat menjadi hakim

d. Keyakinan itu tidak dapat dihilangkan dengan keraguan

e. Kesulitan itu akan mendatangkan kemudahan.


Kaidah-kaidah asasi ini mempunyai cabang-cabang yang variatif
jumlahnya. Menurut A. Djazuli, kaidah-kaidah cabang tersebut, dilihat dari
cakupan bidang fikihnya dapat dikategorikan pada kaidah-kaidah umum
(alqawā‘id al-fiqhiyyah al-‘āmmah) dan kaidah-kaidah khusus (al-qawā‘id

19
alfiqhiyyah al-khāshshah).28 Agaknya, tidak terlalu relevan mengelaborasi
semua materi kaidah-kaidah hukum Islam dalam konteks ini. Yang pasti,
kaidah-kaidah hukum Islam, sebagaimana prinsip-prinsip yang telah
dibicarakan di muka memberikan landasan nilai-nilai yang tentunya
berpuncak pada maqāshid alsyar‘iyyah, al-mashlahah. Dengan kata lain,
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum Islam merupakan turunan
nilainilai dari al-mashlahah yang merupakan tujuan utama hukum Islam.
Hal itu juga berarti bahwa pengetahuan tentang kedua hal ini merupakan
sarana untuk sampai pada pemahaman terhadap maqāshid al-syar‘iyyah.9

F. Hukum Islam Antara Positivisme Dan Idealisme

Positivisme berasal dari kata “positif ”, yang artinya dengan


factual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme,
pengetahuan tidak boleh melebihi fakta. Positivisme hanya menyelidiki
fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara faktafakta. Positivisme
berkaitan erat dengan apa yang dicita-citakan oleh empirisme. Hanya saja,
positivisme mengandalkan fakta-fakta belaka bukan berdasarkan
pengalaman, seperti empirisme. Tokoh aliran positivisme, antara lain:
Auguste Comte.

Idealisme adalah aliran fi lsafat yang menganggap bahwa realitas


ini terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan
bukan benda material dan kekuatan. Idealisme mengatakan bahwa akal
itulah yang riil dan materi hanyalah produk sampingan. Dengan demikian,
idealisme mengandung pengingkaran bahwa dunia ini pada dasarnya
sebagai sebuah mesin besar yang harus ditafsirkan sebagai materi,
mekanisme atau kekuatan saja. Alam, bagi idealis mempunyai arti dan

9 Yudesman, “PRINSIP-PRINSIP DAN KAIDAH-KAIDAH HUKUM ISLAM” 11


(2014): 1–16.

20
maksud dalam perkembangan manusia. Oleh karena itulah, manusia
merasa ada dalam rumahnya dalam alam.Tokoh-tokoh aliran idealisme,
antara lain: Plato (477
-347 Sb.M), B. Spinoza (1632 -1677), Liebniz (1685 -1753), Berkeley

(1685 -1753), J. Fichte (1762 -1814), F. Schelling (1755 -1854) dan G.


Hegel (1770 -1831).
Dalam tori hukum, positivisme dan idealisme digambarkan saling
bertentangan. Tiori-tiori idealistik didasarkan pada pernsipprinsik keadilan
dan amat berkaitan dengan “hukum yang seharusnya”. Filsafat hukum
idealis menggunakan metode deduksi dalam menarik hukum dari azaz-
azaz yang didasarkan manusia sebagai makhluk etis sosial. Sementara itu
tiori positivistik diilhami oleh pandangan-pandangan tentang hukum yang
bertentangan. Paham positivisme analitik tidak mempermasalahkan dasar
kaidahkaidah hukum tetapi mengkonsintrasikan diri pada analisis
konsepkonsep dalam hubungan-hubungan hukum dengan pemisahan ketat
antara kenyataan (das sein) dengan hal yang diharapkan (das sollen)
karenanya ia dipisahkan dari keadilandan etika. Namun demikian, hukum
alam hadir sebagai hukum yangb idealdan lebih tinggi untuk digunakan
sebagai standar keadilan. Akan tetapi karena didasarkan pada akal yang
selalu berubah, ia tidak bisa bertopang pada dirinya sendiri dan akhirnya
hancur.10

10 M.Ag Prof. Dr. H. Suparman Usman, S.H. dan Dr. Itang, FILSAFAT
HUKUM ISLAM (JAKARTA, 2015).

21
G. Hukum Islam Dalam Pandangan Orientalis: Antinomi(Konflik Dan
Ketegangan) Dalam Hukum islam

Hukum Islam, seperti halnya sistem hukum lainnya, telah menarik


perhatian para orientalis (peneliti Barat yang fokus pada dunia Timur,
terutama Timur Tengah dan Islam) selama berabad-abad. Pandangan
orientalis terhadap hukum Islam sering kali beragam, mencerminkan
berbagai latar belakang akademis, metodologi, dan kepentingan politik
mereka.

Beberapa orientalis melihat hukum Islam sebagai sistem yang kaku


dan tidak berkembang, terbelenggu oleh tradisi dan dogma, yang
bertentangan dengan konsep-konsep modernitas Barat seperti hak asasi
manusia dan pluralisme. Mereka cenderung melihat hukum Islam sebagai
penghalang bagi perkembangan sosial dan politik dalam masyarakat
Muslim.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep Hukum Islam: Hukum Islam terdiri dari dua konsep


utama, yaitu Syariah (ajaran Islam yang berasal dari Al-Quran dan Hadis)
dan Fiqih (penerapan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari).
Keduanya saling berkaitan dan membentuk dasar hukum Islam. Hukum
Islam memiliki sifat yang mengikat bagi umat Muslim dan bersifat
komprehensif, mencakup aspek kehidupan yang meliputi agama, sosial,
ekonomi, dan politik.

Prinsip-prinsip Hukum Islam: Prinsip-prinsip hukum Islam


mencakup keadilan, keseimbangan, kemaslahatan, kesederhanaan, dan
kebebasan individu dalam batas-batas yang ditetapkan. Keindahan hukum
Islam terletak pada kesempurnaan dan keluwesan dalam menangani
berbagai masalah kehidupan dengan berpegang pada prinsip-prinsip agama
yang menjunjung tinggi moralitas dan keadilan.

Kaidah-kaidah Hukum Islam: Kaidah-kaidah hukum Islam


merupakan pedoman atau aturan yang digunakan dalam proses
pengambilan keputusan hukum Islam, seperti kaidah maslahah mursalah
(mengutamakan kemaslahatan), kaidah tajrid al-adillah (menghilangkan
kerancuan), dan lain-lain. Hukum Islam memadukan aspek positivisme
(hukum yang berlaku secara konkret) dan idealisme (aspek moral dan
spiritual) dalam memberikan pedoman bagi kehidupan umat Muslim.

Orientalis sering melihat hukum Islam sebagai sistem yang kaku


dan bertentangan dengan konsep-konsep modernitas Barat. Namun,
pandangan ini sering kali dipertanyakan oleh cendekiawan Muslim dan
non-Muslim yang menunjukkan fleksibilitas dan adaptabilitas hukum
Islam terhadap perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M Syaikhul. “SIFAT DAN KARAKTERISTIK HUKUM ISLAM.” Jurnal


Hukum Tata Negara 3, no. Desember (2020): 30–38.
Husnul Fatarib. “Prinsip Dasar Hukum Islam (Studi terhadap Fleksibilitas dan
Adaptabilitas Hukum Islam).” Jurnal NIZAM vol 4, no. hlm 66 (2014).
James W, Elston D, Treat J et al. “FILSAFAT HAYY IBN
YAQZAN :DIALEKTIKA AKAL DAN WAHYU MENURUT IBN
THUFAIL.” Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology., 20M, 1–

17.

Junaidi, Ahmad. FILSAFAT HUKUM ISLAM, 2014.

Linus, Maureen. “PRINSIP-PRINSIP HUKUM ISLAM DALAM

KETATANEGARAAN INDONESIA.” jurnal hukum adigma 4 (2021):

14–25. https://doi.org/10.33087/jiubj.v17i2.357.

Mardani. pengantar ilmu hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta: pustaka pelajar,


2010.
Muhammad Hasby Assidiqy. falsafah hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang, n.d.
MUHALLING, Rusdin. KONFLIK DAN KETEGANGAN DALAM HUKUM ISLAM. Al-'Adl,

2013, 6.1: 102-118.

Nurhayati. “Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum dan Ushul Fikih


[Understand the concepts of Sharia, Jurisprudence, Law and Usul Fiqh].”
jurnal Hukum Ekonomi Syariah 2, no. 2 (2018): 125–34.
https://www.mendeley.com/catalogue/fcb402be-1377-3271-
a4d5a15b548ca212/.
Prof. Dr. H. Suparman Usman, S.H. dan Dr. Itang, M.Ag. FILSAFAT HUKUM
ISLAM. JAKARTA, 2015.

24
WAHIB, Ahmad Bunyan. Orientalisme dalam Hukum Islam: Kajian Hukum Islam
dalam Tradisi Barat. Magnum Pustaka, 2018.
Yudesman. “PRINSIP-PRINSIP DAN KAIDAH-KAIDAH HUKUM ISLAM” 11

(2014): 1–16.

25

Anda mungkin juga menyukai