Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN


SUMBER ILMU DAN KEBENARAN ILMIAH

Dosen Pengampu : M. Cholil Nafis M.A., Ph.D.

Disusun oleh:
Kelompok 4
Asra Tondi Lubis 11160820000039
Nurjanah 11160820000042
Indah permatasari 11160820000069
Fa‟iq Baihaqi 11160820000112

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat-Nya


sehingga kami dapat menyusun makalah Islam dan Ilmu Pengetahuan yang
berjudul “Sumber Ilmu dan Kebenaran Ilmiah”.
Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa dalam
lindungan Allah swt. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Islam dan Ilmu Pengetahuan, serta menambah pengetahuan mengenai Ketentuan
Sumber Ilmu dan Kebenaran Ilmiah.
Makalah ini tidak dapat terselesaikan tepat waktu tanpa bantuan dari berbagai
pihak. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. M. Cholil Nafis M.A., Ph.D. selaku dosen mata kuliah Islam dan Ilmu
Pengetahuan
2. Teman-teman mahasiswa Program Akuntansi.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari jika dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan, kami mengharap kritik dan saran sebagai penyempurnaan ke depan.

Tangerang Selatan, Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. Sumber Ilmu ................................................................................................. 3

B. Kebenaran Ilmiah ....................................................................................... 12

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 18

A. Kesimpulan ................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas mengenai ilmu,
sehingga epistimologi dikenal dengan nama filsafat ilmu atau teori ilmu.
Epistemologi membahas secara mendalam segala sesuatu mengenai proses yang
terlihat dalam usaha manusia untuk memperoleh ilmu.1 Ilmu merupakan
pengetahuan yang didapat melalui metode keilmuan sehingga metode inilah yang
membedakan ilmu dengan buah pemikiran lainnya.2 Menurut Richard Fumerrton,
pertanyaan-pertanyaan tentang epistimologi mencakup konsep ilmu, bukti, alasan
untuk mempercayai, justifikasi, probabilitas, atau kemungkinan, apa yang bisa
dipercayai dan konsep-konsep lainnya yang hanya dapat dipahami melalui satu
atau beberapa hal tersebut diatas. Epistemologi bertujuan untuk menganalisa
proses bagaimana mendapatkan ilmu. Oleh karena itu, pertama-pertama harus
diketahui dimana proses tersebut mulai dan kapan harus berakhir.

Ilmu merupakan produk dari pandangan alam (worldview) suatu bangsa,


agama, budaya, atau peradaban, karena ia mengandung nilai dan kepercayaan
suatu masyarakat sehingga ilmu tidak bebas nilai (value free). Prinsip-prinsip
epistemologi Islam perlu diperoleh dari pandangan alam Islam untuk memperoleh
kerangka pemikiran yang tentunya bersumber dari Al-Quran dan Hadis serta
tradisi intelektual Islam.

Ilmu pengetahuan berkembang pesat pada masa modern, di mana


masyarakat dianggap telah memasuki tahap berpikir rasional. Pada masa itulah
dibangun metodologi yang menjamin kebenaran temuan-temuan pengetahuan
manusia. Salah satu cara untuk menemukan kebenaran dari temuan pengetahuan
adalah dengan berpikir. Kegiatan berpikir adalah usaha untuk menghasilkan
pengetahuan yang benar atau kriteria kebenaran. Pada setiap jenis pengetahuan
1
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu; Mengurai Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi Pengetahuan,
Cetakan Ke-4, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009. 69
2
Jujun Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Cetakan ke-17, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2009. 9

1
tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda.
Pengetahuan umum tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan
pengetahuan alam fisik. Alam fisik pun memiliki perbedaan ukuran kebenaran
3
bagi setiap jenis dan bidang pengetahuan. Oleh karena itu diperlukan kriteria
kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalahnya sebagai
berikut:
1. Apa saja sumber ilmu berdasarkan perspektif Islam?
2. Apa yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:


1. Untuk mengetahui sumber ilmu berdasarkan perspektif Islam
2. Untuk mengetahui kebenaran ilmiah

3
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Perasada, (2011), hlm 111.

2
BAB III

PEMBAHASAN

A. Sumber Ilmu
Islam mengajarkan bahwa Allah SWT merupakan sumber dari segala
sesuatu. Ilmu dan Kekuasaan-Nya meliputi bumi dan langit yang nyata maupun
gaib, dan tidak ada segala sesuatupun yang luput dari pengawasaan-Nya.

“Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia.
Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu" (QS Thaha; 98)

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah
Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi
segala sesuatu”. (QS Ath-Thalaq; 12)

Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara


bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Yang mana lmu berasal dari bahasa
Arab 'ilm dari kata ini lalu di Indonesiakan menjadi Ilmu. Sedangkan dalam
perspektif Islam, ilmu merupakan pengetahuan mendalam hasil usaha dari para
ilmuwan muslim atas persoalan duniawi dan ukhrawi dengan bersumber kepada
wahyu Allah.

3
Perbedaan antara ilmu modern dan ilmu dalam Islam adalah, dalam Islam
mengaitkannya kepada akhirat juga, tidak hanya dunia saja. Seperti diketahui
bahwa penguasa ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini adalah barat. Dapat
disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang sudah dibuktikan
secara kebenarananya dengan cara yang objektif yang dibangun berdasarakan
fakta-fakta yang dapat disimpulkan serta dapat memberikan efek yang besar.

Sumber ilmu adalah tanda-tanda yang ada di dalam alam semesta, yang ada
dalam diri manusia sendiri, dalam sejarah, atau dalam berbagai peristiwa sosial
dan berbagai aspek bangsa dan masyarakat, dalam akal atau prinsip-prinsip yang
sudah jelas dan di dalam hati. Sumber-sumber ilmu pengetahuan itu secara garis
besar ada tiga, yaitu wahyu, akal (nalar) dan Hati (intuisi dan ilham).

1. Wahyu

Sumber ilmu primer dalam epistimologi Islam adalah wahyu yang diterima
oleh nabi yang berasal dari Allah SWT, sebagai sumber dari segala sesuatu. Al-
Wahyu atau wahyu merupakan sebuah kata yang memberikan dua pengertian
dasar, yaitu tersembunyi dan cepat.

Dalam al-Quran tercantum ada 15 bentuk kata yang berasal dari akar kata
wayu, yaitu awhā, awhaitu, awhaina, nūhi, nūhihi, nuhiha, layūhuna, yūhi,
fayūhiya, ūhiya, yūha, yūhā, wahyun, wahyin, wahyan, wahyina, wahyuhu.
Mengenai pengertian wahyu dari aspek bahasa yang dikemukakan para ulama
dapat disepadankan dengan kalimat antara lain;

 Ilham sebagai bawaan dasar manusia, dan ilham berupa naluri pada
binatang.
 Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria yang
diceritakan dalam Al-Quran.
 Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan
indah dalam diri manusia.
 Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikatnya berupa suatu
perintah untuk dikerjakan.

4
Jadi, pengertian wahyu secara etimologi adalah pemberitahuan secara
tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa
diketahui orang lain.4

Pengertian wahyu secara terminologi adalah firman (petunjuk) Allah yang


disampaikan kepada para nabi dan awliya. Definisi yang lebih ringkas, namun
jelas adalah “Kalam Allah kepada para nabi-Nya.

TM. Hasbi Ash-Shiddieqy mendefinisikan bahwa wahyu secara terminologi


adalah nama bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara cepat dari Allah ke dalam
dada nabi-nabi-Nya, sebgaimana diperghunakan juga untuk lafaz al-
Quran. Wahyu yang dimaksud di sini adalah khusus untuk nabi, sedangkan ilham
adalah khusus selain nabi.

Jadi, beda antara wahyu dengan ilham adalah bahwa ilham itu intuisi yang
diyakini jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa
mengetahui dari mana datangnya. Hal seperti itu serupa dengan perasaan lapar,
haus, sedih dan senang.5

Oleh karena itu, penjelasan mengenai sumber ilmu dalam epistimologi


Islam ditekankan kepada; Pertama, Kalam Allah, berupa kitab suci Al Qur‟an.
Kedua, Nabi atau Rasulullah sebagai penerima wahyu, dalam hal ini merujuk
kepada hadits, yaitu segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah SAW, baik
ucapan,perbuatan, maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau
ketentuan-ketentuan Allah SWT. Yang disyariatkan kepada manusia.6

Al Quran Merupakan wahyu Allah SWT, yang diturunkan kepada


Rasulullah SAW. Oleh karena itu, Al Qur‟an menempati urutan utama dalam
hirarki sumber ilmu dalam Epistimologi Islam.

Al Qur‟an sebagai sumber ilmu di jelaskan melalui ayat-ayat yang


menyatakan bahwa al Qur‟an merupakan petunjuk bagi manusia dan alam semesta
yaitu dalam surat At-Takwir Ayat 27, Al Furqon ayat 1, dan Al Baqarah ayat 185

4
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, Cetakan ke-6, Jakarta;Pustaka Litera Antar
Nusa, 2001, hlm.
5
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur‟an/Tafsir (Cet. VIII; Jakarta:
Bulan Bintang, 1980)
6
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, cetakan ke-7, Jakarta; Rajawali Pres, 2011, hlm 4.

5
“Al Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. (At-
Takwir; 27 )

“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran)


kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.
(QS Al-Furqon ; 1)

Al Qur‟an menurut definisi mayoritas ulama‟ adalah Kalam atau Firman


Allah SWT yang di turunkan kepada nabi Muhammad SAW yang pembacaannya
merupakan suatu Ibadah.7 Al Quran memiliki berbagai keistimewaan yang tidak
dimiliki kitab-kitab yang terdahulu, karena kitab-kitab terdahulu hanya
diperuntukkan bagi satu zaman tertentu. Dengan keistimewaan tersebut, Al-Quran
mampu memecahkan problem kemanusiaan dalam berbagai segi kehidupan, yaitu
rohani dan jasmani, masalah sosial serta ekonomi.

Selain sebagai sumber ilmu yang utama dalam epistimologi Islam, Al-Quran
juga menunjukkan kepada sumber Ilmu lainnya berupa kajian dan orientasi
penting yang dapat melengkapi kebenaran ilmu wahyu. Sumber-sumber ilmu itu
menurut Muhammad Iqbal adalah fenomena alam, psikologi manusia, dan sejarah
yang pada dasarnya diambil dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT. Namun
karena ilmu yang tidak diwahyukan tidak diberikan langsung kepada manusia
serta mudah dibantah karena keterbatasan metodologis maupun aksiologisnya,
maka sumber ilmu tersebut kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan
ilmu wahyu.8

Seperti yang dikemukakan diatas bahwa salah satu pembuktian tentang


kebenaran al-Quran adalah ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang
diiisyaratkan. Memang terbukti, bahwa sekian banyak ayat Al-quran yang

7
Manna „Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, hlm 4.
8
Wan Muhammad Wan Daud, Konsep Pengetahuan dalam Islam. 2007. 38-39

6
berbicara tentang hakikat-hakikat ilmiah yang tidak dikenal pada masa turunnya,
namun terbukti kebenarannya ditengah-tengah perkembangan ilmu, seperti:9

 Teori tentang expanding universe (kosmos yang mengembang) (QS


51:47)
 Matahari adalah planet yang bercahaya, sedangkan bulan adalah pantulan
dari cahaya matahari (QS 10:5)
 Pergerakan bumi mengelilingi matahari, gerakan lapisan-lapisan yang
berasal dari perut bumi, serta bergeraknya gunung sama dengan
pergerakan awan (QS 27 :88)
 Zat hijau daun (klorofil) yang berperanan dalam mengubah tenaga radiasi
matahari menjadi tenaga kimia melalui fotosintesis sehingga
menghasilkan energi (QS 36:80). Bahkan istilah al-Quran, al-syajar al-
akhdar (pohon yang hijau) justru lebih tepat dari istilah klorofil (hijau
daun), karena zat-zat tersebut bukan hanya terdapat dalam daun saja, tapi
disemua bagian pohon, dahan, dan ranting yang warnanya hijau.
 Bahwa manusia diciptakan dari sebagian kecil sperma pria dan setelah
fertilisasi (pembuahan) berdempet di dinding rahim (QS 86:6 dan 7;96:2)

Demikianlah seterusnya, sehingga amat tepatlah kesimpulan yang


dikemukakan oleh Dr. Maurice Bucaille dalam bukunya Al-Quran, Bible, dan
Sains Modern, bahwa tidak satu ayatpun dalm al-Quran yang bertentangan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Dari sini ungkapan “agama dimulai dari sikap
percaya dan iman”, oleh al-Quran, tidak diterima secara penuh. Bukan saja karena
ia selalu menganjurkan untuk berfikit, bukan pula hanya disebabkan ada dari
ajaranajaran agama yang tidak dapat diyakini kecuali dengan pembuktian logika
atau bukan pula disebabkan oleh keyakinan seseorang yang berdasarkan “taqlid”
tidak luput dari kekurangan, tapi juga karena al-Quran memberi kesempatan
kepada siapa saja secara sendirian atau bersama-sama dan kapan saja, untuk
membuktikan kekeliruan al-Quran dengan menandinginya walaupun hanya
semisal satu surah sekalipun (QS 2:23).10

9
Quraish Shihab, Membumikan AL-Quran. Bandung: PT Mizan Pustaka. 2007. 98
10
Ibid.

7
Allah SWT menyatakan bahwa Rasulullah SAW merupakan sumber ilmu
yang akan mengajarkan kitab serta hikmah.

Al Qur‟an dan hadits adalah pedoman hidup, sumber hukum, ilmu, dan
ajaran Islam, serta merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Al Qur‟an merupakan sumber primer yang banyak memuat pokok-
pokok ajaran islam sedangkan hadits merupakan penjelas (bayan) bagi keumuman
isi Al Qur‟an. Seorang muslim tidak mungkin memahami syariat Islam secara
mendalam dan lengkap tanpa kehadiran Al Qur‟an dan hadits , bahkan seorang
mujtahid atau orang berilmu sekalipun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan
diri menggunakan salah satu diantara keduanya. Umat Islam diwajibkan
mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan atas mereka untuk mengikuti Al Qur‟an
Jika tidak, mereka akan di kategorikan sebagai golongan “ingkar hadits” dan
diancam dengan neraka.11

Sunnah merupakan sumber bagi da‟wah dan bimbingan bagi seorang


muslim, sunnah juga merupakan sumber ilmu pengetahuan keagamaan,
kemanusiaan, dan sosial yang dibutuhkan umat manusia untuk meluruskan jalan
mereka, membetulkan kesalahan mereka ataupun melengkapi pengetahuan
eksperimental mereka.

Contoh-contoh bukti Sunnah sebagai sumber pengetahuan salah satunya


yaitu Gerhana Matahari dan Bulan Nabi SAW bersabda :

“ Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari sekian tanda
kebesaran Allah. Keduanya tidak menggerhana karena kematian seseorang
maupun karena kelahirannya. Sehingga jika kalian melihat itu (gerhana), maka
berdzikirlah kepada Allah SWT, bertakbirlah, sholatlah, dan bersedekahlah”.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori dalam Shahihnya

Hadis ini menunjukkan bahwa gerhana matahari dan bulan adalah dua
fenomena alam yang akan terjadi tanpa memandang momentum kematian maupun
kelahiran orang sebagaimana yang dipercayai sementara kalangan di Jazirah Arab
dan negara-negara lain didunia yang suka menghubung-hubungkan fenomena
alam ini dengan kelahiran atau kematian seorang tokoh. Dalam hadis Nabi SAW

11
Munzier Suparta, Ilmu hadits, Cetakan ke-7, Jakarta : Rajawali Pres 2011, hlm 49, 57-58

8
ini datang untuk menghapus khurafat-khurafat tersebut secara total dan
menegakan siklus terjadinya fenomena alam tersebut.

Pada saaat terjadi gerhana matahari jumlah energi matahari yang sampai
kepada kita berkurang, sehingga suhu panas bumi pun menurun. Sebaliknya,
ketika terjadi gerhana bulan jumlah energi matahari yang sampai kepada kita
meningkat dan secara bersamaan naiklah suhu panas bumi dalam beberapa menit.
Dalam kedua situasi, bumi jelasmenghadapi bahaya yang hanya diketahui oleh
Allah SWT. Dari sinilah, Nabi SAW menyuruh kita untuk memperbanyak dzikir,
tahmid, takbir, mengagungkan Allah, berlindung dengan shalat, dan bersegera
mengeluarkan sedekah, dengan harapan semoga Allah menghilangkan bahaya itu
dari bumi dan orang-orang yang menghuninya. Sebab kedua peristiwa ini
mengandung bahaya dan rahasia yang hanya diketahui oleh Allah SWT.

Kita tentu terheran-heran dengan pengetahuan profetik Nabi SAW yang


sangat mendalam dan beliau lontarkan pada seribu empat ratus tahun silam.
Dimana umat manusia kala itu masih tenggelam dalam beragam khurafat dan
mitos, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui fakta alam yang baru diketahui
secara persis oleh ilmu manusia pada dekade belakangan. Jadi, satu hadis ini saja
sebenarnya sudah cukup menjadi bukti yang menegaskan kebenaran kenabian
Nabi SAW dan rasul terakhir ini yang senantiasa tersambung dengan wahyu dan
diajari oleh Sang Maha Pencipta langit dan bumi.12

Namun demikan, epistimologi Islam yang bersumber dari Al-Qur‟an dan


Sunnah juga mengambil sumber ilmu lainnya, yaitu Akal („aql) dan hati (qalb)
serta indra-indra yang terdapat dalam diri manusia.

2. Akal

Secara etimologi, kata „aql dalam bahasa Arab berasal dari kata kerja
aqalaya‟qilu-aqlan, Kamus-kamus Arab memberikan arti ‟aql (secara harfiah)
dengan pengertian al-imsak menahan, al-ribath „ikatan‟, al-hijr „menahan‟, al-
nahy „melarang‟ dan man‟u‟ mencegah. Orang yang berakal (al-„aqli) adalah
orang yang mengekang dirinya dan menolak keinginan hawa nafsunya.

12
Zaghlul An-Najjar, Al-I‟jaz Al-„Ilmi fi As-Sunnah An-Nabawiyah Al-Juz‟u Al-Awwal terj. Zainal
Abidin dan Syakirun Ni‟am, Jakarta: Amzah. 2006. 19-52

9
Merujuk pada kamus Besar Bahasa Indonesia, akal mempunyai beberapa
pengertian yang berbeda, yaitu :

 Daya Pikir ( Untuk Mengerti dan Sebagainya )


 Daya, Upaya, cara Melakukan sesuatu.
 Tipu Daya, Muslihat, dan
 Kemampuan melihat cara-cara memahami lingkungan.

Kaum Rasionalis, selain alam semesta atau alam fisik, meyakini bahwa akal
merupakan sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga sebagai alat
pengetahuan. Mereka menganggap akal-lah yang sebenarnya menjadi alat
pengetahuan sedangkan indra hanya pembantu saja. Indra hanya merekam atau
memotret realita yanng berkaitan dengannya, namun yang menyimpan dan
mengolah adalah akal. Karena kata mereka, indra saja tanpa akal tidak ada artinya,
dan untuk meng-generalisasi-kan indra juga dibutuhkan akal.

Alam akal digolongkan sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan


karena

 Dalam pemikiran, Akal menarik kesimpulan. Yang dimaksud dengan


menarik kesimpulan adalah mengambil sebuah hukum atas sebuah kasus
tertentu dari hukum yang general. Aktivitas ini dalam istilah logika
disebut silogisme kategoris demonstratif.
 Mengetahui konsep-konsep yang general. Mengatakan bahwa
pengetahuan akal tentang konsep yang general melalui tiga tahapan, yaitu
persentuhan indra dengan materi, perekaman ke dalam benak, dan
penyimpulan.
 Pengelompokkan Wujud. Akal mempunyai kemampuan
mengelompokkan segala yang ada di alam realita ke beberapa kelompok,
misalnya realita-realita yang dikelompokkan ke dalam substansi, apakah
benda itu bersifat cair atau keras, dan lain sebagainya.Pemilahan dan
Penguraian.
 Akal dapat menggabungan dan dapat menyusun. Akal juga dapat
memilah dan menguraikan.
 Kreativitas. Dalam hal ini, akal dapat bersifat membangun dan
mengeluarkan pendapat atau pemikiran dalam mengefisiankan sesuatu.

10
Sebagian konsepsi-konsepsi dan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki
oleh manusia tidak mungkin bersumber dari indra dan empiris, melainkan hanya
dapat diperoleh dengan perantaraan akal dan rasio, seperti konsepsi-konsepsi
tentang Tuhan, jiwa, dan yang sejenisnya. Menurut Imam Khomeni, manusia
secara fitri bersandar pada argumentasi akal dan demonstrasi rasional, yakni fitrah
manusia tunduk pada dalil dan burhan akal. Itulah fitrah yang dikhususkan bagi
manusia dan tidak ada perubahan dalam penciptaan Tuhan.

Al-Ghazali mengatakan, bahwa akal juga termasuk sumber ilmu


pengetahuan sekaligus sebagai alat mencapai pengetahuan,. Akal itu sebagai
kekuatan fitri sehingga membuat manusia lebih tinngi dibandingkan dengan
hewan. Diperjelas dalam karyanya Ihya „Ulum Ad-din bahwa yang menjadi jiwa
rasional adalah akal. Sama halnya menurut Immanuel Kant bahwa Akal
mengucapkan putusan-putusan. Artinya, akal menyimpulkan yang ditangkap oleh
indra, bagaimanakah sifat, bentuk, kandungan dan proses yang ada pada objek
atau sesuatu yang ditangkap oleh indra tersebut .

3. Hati

Sedangkan Kalbu dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi hati.


Namun Demikian, hati selain memiliki arti biologis (liver), juga memiliki
pengertian sebagai sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap
sebagai sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat
segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian-pengertian (perasaan-
perasaan).13

Kaum empiris memandang bahwa sesuatu yang inmateri adalah tidak ada,
maka pengetahuan tentang inmateri tidak mungkin ada. Sebaliknya kaum Ilahi (
theosofi) yang meyakini bahwa ada sesuatu hal yang lebih luas dari sekedar
materi, mereka meyakini keberadaan hal-hal yang inmateri. Pengetahuan
tentangnya tidak mungkin lewat indra tetapi lewat akal dan hati. Hati dapat
merasakan sesuatu hal lain yang bukan bersifat materi, tetapi merasakan apa yang
sebenarnya terjadi dalam dirinya sendiri seperti rasa sakit, rasa lapar, dan
sebagainya. Seperti yang tertulis di batu nisan kant, bahwa “Ada dua hal yang
sangat mengundang decak kagum manusia, yaitu langit berbintang di atas kepala

13
Ibid, hal. 301

11
kita, dan hati nurani di dalam diri kita . Intinya, Kant sendiri meyakini bahwa
yang merupakan sumber ilmu pengetahuan selain alam semesta adalah hati.
Menurut Henry Bergson, Intuisi adalah semacam kekuatan rohani atau tenaga
rohani untuk menyelami hakikat segala kenyataan yang tentunya telah mendapat
kesadaran diri .

Dari pengertian etimologi tersebut maka „aql dan qalb disimpulkan memiliki
fungsi kognisi dan afeksi karena keduaanya mampu melakukan aktivitas berpikir
sekaligus merasa. Secara khusus, bahasa Arab mengaitkan akal dengan
kemampuan seseorang untuk mengekang hawa nafsunya, sedangkan dalam
bahasa Indonesia, kita menjumpai pengertian akal secara negative, yaitu ketika
dipergunakan untuk memperdaya orang.

Qalb menurut al-Ghazali yang akan menyerap ilmu tentang Allah SWT,
yang akan diberi ganjaran atau pahala diakhirat serta tempat terdapatnya ilmu
mukassyafah atau ilmu spritual.14 Menurut al-Ghazali, „aql dan qalb merupakan
entitas yang sama dan berkedudukan di hati. Qalb diibaratkan sebagai istananya,
sedangkan „aql adalah rajanya.

B. Kebenaran Ilmiah
1. Penelitian ilmiah

Pengetahuan ilmiah adalah interelasi logis dari fakta-fakta. Penelitian ilmiah


adalah metode untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Proses yang terdiri
eksperimentasi atau observasi untuk memperoleh fakta-fakta dan pemberian
argumentasi atas postulat yg telah diterima, untuk menyatakan interelasi antar
fakta serta hubungan antara fakta dengam “body of knowledge”.

Penelitian dalam Bahasa Inggris yaitu research, “re” dan “to search” adalah
mencari kembali. Jadi, Penelitian adalah proses yang berbentuk siklus secara terus
menerus tanpa batas.

Siklus penelitian:

 Hasrat keingintahuan atau permasalahan

14
Imam al-Ghazali, Ihya‟ „Ulumuddin: Keajaiban hati, Akhlak yang Baik, Nafsu Makan &
Syahwat, Bahaya Lidah, buku ke-6, Bandung: Penerbit Marja‟ , 2005.11

12
 Penelaahan landasan teoritis dalam kepustakaan utk mendapat jawaban
sementara (hipotesis)
 Dirancang dan dilakukan pengumpulan fatka/data utk menguji hipotesis
melalui analisis data, sehingga diperoleh kesimpulan utk menjawab
permasalahan.
 Jawaban permasalahan dan proses pemecahan masalah akan menimbulkan
permasalahan baru.15
Prosedur penelitian

2. Pengertian kebenaran ilmiah

Manusia sebagai subjek yang mengetahui hakikat kebenaran terhadap suatu


objek berkembang karena kreativitas menusia mencapai puncak pada zaman
tertentu. Menurut Semiawan, dkk (1999: 76), berpendapat bahwa setiap evolusi
ilmu selalu dimulai dengan suatu bahwa intelektual (intellectual exercise) oleh
kelompok ilmuan tertentu yang menumbuhkan suatu gagasan baru kemudian
berkembang menjadi suatu konsep baru dan kemudian berkembang menjadi sutau
konsep atau pola pengetahuan baru yang sebelumnya tidak ada ataupun tidak
diharapkan akan ada, suatu tindakan kreatif yang bersumber dari suatu inovatif,
bertolak dari masukan ilmu yang sudah ada sebagai batu loncatan tranformasi
fundamental”. Munculnya berbagai teori ilmu (sciense) karena manusia dengan

15
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132295850/pendidikan/Penelitian+Ilmiah.pdf.

13
kemampuan kreatifnya mencapai puncak pembicaraan tentang apa yang disebut
kebenaran ilmiah.16

Menurut Lincoln dan Cuba (1985: 14) sebagaimana pendapat Julienne Ford
dalam Paradigms and Fairy Tales (1975) yang mengemukakan bahwa istilah
kebenaran atau truth (T) bisa memiliki arti yang berbeda yang disimbolkan
dengan T1, T2, T3, T4.

Kebenaran pertama (T1) adalah kebenaran metafisik. Sesungguhnya


kebenaran ini tidak bisa diuji kebenarannya (baik melalui justifikasi maupun
falsifikasi/kritik) berdasarkan norma eksternal seperti kesesuaian dengan alam,
logika deduktif atau standart-standart perilaku prosefional. Kebenaran metafisik
merupakan kebenaran yang paling mendasar dan puncak dari seluruh kebenaran
(basic, ultimate truth), karena itu harus diterima apa adanya (given for granted).
Misalnya kebenaran Iman dan doktrin-doktrin absolut agama

Kebenaran kedua (T2) adalah kebenaran etik yang merujuk kepada


perangkat standart moral atau profesioanl tentang perilaku yang pantas dilakukan,
termasuk kode etik (code of conduct). Seseorang dikatakan benar secara etik bila
ia berperilaku sesuai dengan standart perilaku itu. Sumber T2 bisa dari T1 atau dari
norma sosial budaya suatu kelompok masyarakat atau komunitas profesi tertentu.
Kebenaran ini ada yang mutlak (memenuhi standar etika universal) dan ada pula
yang relatif.

Kebenaran ketiga (T3) adalah suatu kebenaran logika. Sesuatu dianggap


benar apabila secara logika atau matematis konsisten dan koheren dengan apa
yang telah diakui sebagai benar, (dalam pengertian T3) atau sesuai dengan apa
yang benar menurut kepercayaan metafisik (T1). Aksioma metafisik yang
menyatakan bahwa sudut-sudut segitiga sama sisi masing-masing 60 derajat, atau
1+1= 2, adalah contoh kebenaran logika. Bahkan 1 + 1 = 2 pun pada dasarnya
adalah hasil konsensus, mengapa tidak 1 + 1 = 3? Tapi karena konsessus itu logis
maka diterima secara bersama.

16
Keraf, Sonny dan Mikael Dua. Filsafat Ilmu : Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis,
Yogyakarta, Kanisius, 2011

14
Kebenaran keempat (T4) adalah kebenaran empirik yang lazimnya
dipercayai melandasi pekerjaan ilmuan dalam melakukan penelitian. Sesuai
(kepercayaan asumsi, dalil, hipotesis, proposisi) dianggap benar apabila konsisten
dengan kenyataan alam, dalam arti dapat diverifikasi, dijastifikasi atau kritik.
Dalam konteks ini, teori korespondensi anatara teori dengan fakta antara
pengetahuan a prioriti dengan pengetahuan a posteriori (demikian Immanuel
Kant menyebutnya), menjadi persoalan utama.

Di antara ke empat jenis kebenaran menurut Ford di atas, maka dalam


kajian filsafat ilmu kajian yang difokuskan adalah terhadap kebenaran empirik
(T4) yang disebut juga kebenaran ilmiah, tentu saja dengan tidak
mengesampingkan kebenaran pertama, kedua, dan ketiga. Kebenaran ilmiah yang
melibatkan subjek (manusia, knower, observer) dengan objek (fakta, realitas, dan
known).17

3. Teori-teori kebenaran ilmiah

Secara tradisional teori-teori tentang kebenaran18, yaitu:

a) Teori kebenaran saling berhubungan


Menurut Kattoff (1986) dalam bukunya Elements of philosophy
teori koherensi dijelaskan “...suatu proposisi cenderung benar jika
proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi
lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling
berhubungan dengan pengalaman kita”.
Dapat diungkapkan bahwa suatu proposisi apabila berhubungan
dengan ide-ide dari proposisi yang telah ada atau benar, atau juga apabila
proposisi itu berhubungan dengan proposisi terdahulu yang benar.
b) Teori kebenaran saling berkesesuaian
Teori kebenaran ini menyatakan bahwa segala sesuatu yang kita
ketahui dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subjek.19
Teori ini berpandangan bahwa suatu proposisi bernilai benar apabila saling
berkesesuian dengan dunia secara kenyataan.
c) Teori kebenaran inherensi

17
Ibid.
18
Surajiyo, Ilmu Filsafat : Suatu pengantar, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2005, hlm. 58.
19
Abbas Hamammi, 1996, hlm. 116.

15
Teori ini disebut juga teori pragmatis. Pandangannya adalah suatu
proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat
dipergunakan atau bermanfaat.
d) Teori kebenaran berdasarkan arti
Proposisi itu ditinjau dari segi arti atau maknanya. Apabila
proposisi yang merupakan pangkal tumpunya mempunyai refean yang
jelas. Oleh sebab itu, teori ini mempunyai tugas untuk menggunakan
kesahan dari proposisi dalam referensinya.
e) Teori kebenaran sintaksis
Suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan yang
mengikuti aturan sintaksis yang baku. Atau dengan kata lain apabila
proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan
maka proposisi itu tidak mempunyai arti. Teori ini berkembang di antara
para Filsuf analisis bahasa.
f) Teori kebenaran nondeskripsi
Suatu pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat
tergantung peran dan fungsi dari pada pernyataan itu.
g) Teori kebenaran logis yang berlebihan
Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini, bahwa problema
kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibat suatu
pemborosan, karna pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan
kebenarannya memiliki drajat logis yang sama yang masing-masing saling
melingkupinya.
4. Sifat kebenaran ilmiah

Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah maksudnya suatu


kebenaran tidak mungkin muncul tanpa adanya prosedur baku yang harus
dilaluinya. Prosedur baku yang harus dilalui itu adalah tahap-tahap untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah yang pada hakekatnya berupa teori.

Kebenaran ilmiah bersifat rasional, semua orang yang rasional yang dapat
menggunakan akal budinya secara baik akan dapat memahami kebenaran ilmiah
ini. Atas dasar ini kebenaran ilmiah kemudian dianggap sebagai kebenaran yang
berlaku universal.

16
Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, maksudnya
adalah bahwa kebenaran dari suatu teori atau paradigma harus didukung oleh
fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam keadaan keobjektifannya dan kebenaran
yang benar-benar lepas dari keinginan subjek. Kebenaran ilmiah juga memiliki
sifat empiris yang ingin mengatakan bahwa bagaimanapun juga kebenaran ilmiah
perlu diuji dengan kenyataan yang ada. Bahkan, sebagian besar pengetahuan dan
kebenaran ilmiah berkaitan dengan kenyataan empiris didalam dunia ini.

Hal yang cukup penting ada perlu mendapatkan perhatian dalam hal
kebenaran, yaitu bahwa kebenaran dalam ilmu harus selalu merupakan hasil
persetujuan atau konvensi dari para ilmuan pada bidangnya. Oleh karena itulah
kebenaran ilmu juga memiliki sifat universal, sejauh kebenaran ilmu itu dapat
dipertahankan.

17
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sumber ilmu adalah tanda-tanda yang ada di dalam alam semesta, yang ada
dalam diri manusia sendiri, dalam sejarah, atau dalam berbagai peristiwa sosial
dan berbagai aspek bangsa dan masyarakat, dalam akal atau prinsip-prinsip yang
sudah jelas dan di dalam hati. Sumber-sumber ilmu pengetahuan itu secara garis
besar ada tiga, yaitu wahyu, akal (nalar) dan Hati (intuisi dan ilham).

Salah satu bentuk kebenaran ilmiah adalah penelitian ilmiah. Kebenaran


ilmiah bersifat rasional, semua orang yang rasional yang dapat menggunakan akal
budinya secara baik akan dapat memahami kebenaran ilmiah ini. Kebenaran
ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah maksudnya suatu kebenaran tidak
mungkin muncul tanpa adanya prosedur baku yang harus dilaluinya.

18
DAFTAR PUSTAKA

al-Ghazali, I. (2005). Ihya‟ „Ulumuddin: Keajaiban hati, Akhlak yang Baik, Nafsu Makan
& Syahwat, Bahaya Lidah. Bandung: Penerbit Marja'.
Al-Qattan, M. K. (2001). Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, Cetakan ke-6. Jakarta: Pustaka Lentera
Antar Nusa.
Ash-Shiddieqy, T. H. (1980). Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur‟an/Tafsir Cet. VIII.
Jakarta: Bulan Bintang.
Bakhtiar, A. (2011). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Daud, W. M. (2007). Konsep Pengetahuan dalam Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.
Dua, S. K. (2011). Filsafat Ilmu: Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis.
Yogyakarta: Kanisius.
http://staffnew.uny.ac.id. (t.thn.). Dipetik September 26, 2019, dari uny.ac.id:
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132295850/pendidikan/Penelitian+Ilmiah.pdf
Ni‟am, Z. A.-N. (2006). Al-I‟jaz Al-„Ilmi fi As-Sunnah An-Nabawiyah Al-Juz‟u Al-Awwal
. Jakarta: Amzah.
Quraish Shihab, B. P. (2007). Membumikan Al-Quran. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Suparta, M. (2011). Ilmu hadits Cetakan ke-7. Jakarta: Rajawali Pres.
Surajiyo. (2005). Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Suriasumantri, J. (2009). Ilmu dalam Perspektif, Cetakan ke-17. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Tafsir, A. (2009). Filsafat Ilmu; Mengurai Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi
Pengetahuan, Cetakan Ke-4. Bandung: Remaja Rosda Karya.

19

Anda mungkin juga menyukai