Disusun oleh:
Kelompok 4
Asra Tondi Lubis 11160820000039
Nurjanah 11160820000042
Indah permatasari 11160820000069
Fa‟iq Baihaqi 11160820000112
Penyusun
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ................................................................................................ 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas mengenai ilmu,
sehingga epistimologi dikenal dengan nama filsafat ilmu atau teori ilmu.
Epistemologi membahas secara mendalam segala sesuatu mengenai proses yang
terlihat dalam usaha manusia untuk memperoleh ilmu.1 Ilmu merupakan
pengetahuan yang didapat melalui metode keilmuan sehingga metode inilah yang
membedakan ilmu dengan buah pemikiran lainnya.2 Menurut Richard Fumerrton,
pertanyaan-pertanyaan tentang epistimologi mencakup konsep ilmu, bukti, alasan
untuk mempercayai, justifikasi, probabilitas, atau kemungkinan, apa yang bisa
dipercayai dan konsep-konsep lainnya yang hanya dapat dipahami melalui satu
atau beberapa hal tersebut diatas. Epistemologi bertujuan untuk menganalisa
proses bagaimana mendapatkan ilmu. Oleh karena itu, pertama-pertama harus
diketahui dimana proses tersebut mulai dan kapan harus berakhir.
1
tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda.
Pengetahuan umum tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan
pengetahuan alam fisik. Alam fisik pun memiliki perbedaan ukuran kebenaran
3
bagi setiap jenis dan bidang pengetahuan. Oleh karena itu diperlukan kriteria
kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalahnya sebagai
berikut:
1. Apa saja sumber ilmu berdasarkan perspektif Islam?
2. Apa yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah?
C. Tujuan Penulisan
3
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Perasada, (2011), hlm 111.
2
BAB III
PEMBAHASAN
A. Sumber Ilmu
Islam mengajarkan bahwa Allah SWT merupakan sumber dari segala
sesuatu. Ilmu dan Kekuasaan-Nya meliputi bumi dan langit yang nyata maupun
gaib, dan tidak ada segala sesuatupun yang luput dari pengawasaan-Nya.
“Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia.
Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu" (QS Thaha; 98)
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah
Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi
segala sesuatu”. (QS Ath-Thalaq; 12)
3
Perbedaan antara ilmu modern dan ilmu dalam Islam adalah, dalam Islam
mengaitkannya kepada akhirat juga, tidak hanya dunia saja. Seperti diketahui
bahwa penguasa ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini adalah barat. Dapat
disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang sudah dibuktikan
secara kebenarananya dengan cara yang objektif yang dibangun berdasarakan
fakta-fakta yang dapat disimpulkan serta dapat memberikan efek yang besar.
Sumber ilmu adalah tanda-tanda yang ada di dalam alam semesta, yang ada
dalam diri manusia sendiri, dalam sejarah, atau dalam berbagai peristiwa sosial
dan berbagai aspek bangsa dan masyarakat, dalam akal atau prinsip-prinsip yang
sudah jelas dan di dalam hati. Sumber-sumber ilmu pengetahuan itu secara garis
besar ada tiga, yaitu wahyu, akal (nalar) dan Hati (intuisi dan ilham).
1. Wahyu
Sumber ilmu primer dalam epistimologi Islam adalah wahyu yang diterima
oleh nabi yang berasal dari Allah SWT, sebagai sumber dari segala sesuatu. Al-
Wahyu atau wahyu merupakan sebuah kata yang memberikan dua pengertian
dasar, yaitu tersembunyi dan cepat.
Dalam al-Quran tercantum ada 15 bentuk kata yang berasal dari akar kata
wayu, yaitu awhā, awhaitu, awhaina, nūhi, nūhihi, nuhiha, layūhuna, yūhi,
fayūhiya, ūhiya, yūha, yūhā, wahyun, wahyin, wahyan, wahyina, wahyuhu.
Mengenai pengertian wahyu dari aspek bahasa yang dikemukakan para ulama
dapat disepadankan dengan kalimat antara lain;
Ilham sebagai bawaan dasar manusia, dan ilham berupa naluri pada
binatang.
Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria yang
diceritakan dalam Al-Quran.
Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan
indah dalam diri manusia.
Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikatnya berupa suatu
perintah untuk dikerjakan.
4
Jadi, pengertian wahyu secara etimologi adalah pemberitahuan secara
tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa
diketahui orang lain.4
Jadi, beda antara wahyu dengan ilham adalah bahwa ilham itu intuisi yang
diyakini jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa
mengetahui dari mana datangnya. Hal seperti itu serupa dengan perasaan lapar,
haus, sedih dan senang.5
4
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, Cetakan ke-6, Jakarta;Pustaka Litera Antar
Nusa, 2001, hlm.
5
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur‟an/Tafsir (Cet. VIII; Jakarta:
Bulan Bintang, 1980)
6
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, cetakan ke-7, Jakarta; Rajawali Pres, 2011, hlm 4.
5
“Al Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. (At-
Takwir; 27 )
Selain sebagai sumber ilmu yang utama dalam epistimologi Islam, Al-Quran
juga menunjukkan kepada sumber Ilmu lainnya berupa kajian dan orientasi
penting yang dapat melengkapi kebenaran ilmu wahyu. Sumber-sumber ilmu itu
menurut Muhammad Iqbal adalah fenomena alam, psikologi manusia, dan sejarah
yang pada dasarnya diambil dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT. Namun
karena ilmu yang tidak diwahyukan tidak diberikan langsung kepada manusia
serta mudah dibantah karena keterbatasan metodologis maupun aksiologisnya,
maka sumber ilmu tersebut kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan
ilmu wahyu.8
7
Manna „Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, hlm 4.
8
Wan Muhammad Wan Daud, Konsep Pengetahuan dalam Islam. 2007. 38-39
6
berbicara tentang hakikat-hakikat ilmiah yang tidak dikenal pada masa turunnya,
namun terbukti kebenarannya ditengah-tengah perkembangan ilmu, seperti:9
9
Quraish Shihab, Membumikan AL-Quran. Bandung: PT Mizan Pustaka. 2007. 98
10
Ibid.
7
Allah SWT menyatakan bahwa Rasulullah SAW merupakan sumber ilmu
yang akan mengajarkan kitab serta hikmah.
Al Qur‟an dan hadits adalah pedoman hidup, sumber hukum, ilmu, dan
ajaran Islam, serta merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Al Qur‟an merupakan sumber primer yang banyak memuat pokok-
pokok ajaran islam sedangkan hadits merupakan penjelas (bayan) bagi keumuman
isi Al Qur‟an. Seorang muslim tidak mungkin memahami syariat Islam secara
mendalam dan lengkap tanpa kehadiran Al Qur‟an dan hadits , bahkan seorang
mujtahid atau orang berilmu sekalipun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan
diri menggunakan salah satu diantara keduanya. Umat Islam diwajibkan
mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan atas mereka untuk mengikuti Al Qur‟an
Jika tidak, mereka akan di kategorikan sebagai golongan “ingkar hadits” dan
diancam dengan neraka.11
“ Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari sekian tanda
kebesaran Allah. Keduanya tidak menggerhana karena kematian seseorang
maupun karena kelahirannya. Sehingga jika kalian melihat itu (gerhana), maka
berdzikirlah kepada Allah SWT, bertakbirlah, sholatlah, dan bersedekahlah”.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori dalam Shahihnya
Hadis ini menunjukkan bahwa gerhana matahari dan bulan adalah dua
fenomena alam yang akan terjadi tanpa memandang momentum kematian maupun
kelahiran orang sebagaimana yang dipercayai sementara kalangan di Jazirah Arab
dan negara-negara lain didunia yang suka menghubung-hubungkan fenomena
alam ini dengan kelahiran atau kematian seorang tokoh. Dalam hadis Nabi SAW
11
Munzier Suparta, Ilmu hadits, Cetakan ke-7, Jakarta : Rajawali Pres 2011, hlm 49, 57-58
8
ini datang untuk menghapus khurafat-khurafat tersebut secara total dan
menegakan siklus terjadinya fenomena alam tersebut.
Pada saaat terjadi gerhana matahari jumlah energi matahari yang sampai
kepada kita berkurang, sehingga suhu panas bumi pun menurun. Sebaliknya,
ketika terjadi gerhana bulan jumlah energi matahari yang sampai kepada kita
meningkat dan secara bersamaan naiklah suhu panas bumi dalam beberapa menit.
Dalam kedua situasi, bumi jelasmenghadapi bahaya yang hanya diketahui oleh
Allah SWT. Dari sinilah, Nabi SAW menyuruh kita untuk memperbanyak dzikir,
tahmid, takbir, mengagungkan Allah, berlindung dengan shalat, dan bersegera
mengeluarkan sedekah, dengan harapan semoga Allah menghilangkan bahaya itu
dari bumi dan orang-orang yang menghuninya. Sebab kedua peristiwa ini
mengandung bahaya dan rahasia yang hanya diketahui oleh Allah SWT.
2. Akal
Secara etimologi, kata „aql dalam bahasa Arab berasal dari kata kerja
aqalaya‟qilu-aqlan, Kamus-kamus Arab memberikan arti ‟aql (secara harfiah)
dengan pengertian al-imsak menahan, al-ribath „ikatan‟, al-hijr „menahan‟, al-
nahy „melarang‟ dan man‟u‟ mencegah. Orang yang berakal (al-„aqli) adalah
orang yang mengekang dirinya dan menolak keinginan hawa nafsunya.
12
Zaghlul An-Najjar, Al-I‟jaz Al-„Ilmi fi As-Sunnah An-Nabawiyah Al-Juz‟u Al-Awwal terj. Zainal
Abidin dan Syakirun Ni‟am, Jakarta: Amzah. 2006. 19-52
9
Merujuk pada kamus Besar Bahasa Indonesia, akal mempunyai beberapa
pengertian yang berbeda, yaitu :
Kaum Rasionalis, selain alam semesta atau alam fisik, meyakini bahwa akal
merupakan sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga sebagai alat
pengetahuan. Mereka menganggap akal-lah yang sebenarnya menjadi alat
pengetahuan sedangkan indra hanya pembantu saja. Indra hanya merekam atau
memotret realita yanng berkaitan dengannya, namun yang menyimpan dan
mengolah adalah akal. Karena kata mereka, indra saja tanpa akal tidak ada artinya,
dan untuk meng-generalisasi-kan indra juga dibutuhkan akal.
10
Sebagian konsepsi-konsepsi dan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki
oleh manusia tidak mungkin bersumber dari indra dan empiris, melainkan hanya
dapat diperoleh dengan perantaraan akal dan rasio, seperti konsepsi-konsepsi
tentang Tuhan, jiwa, dan yang sejenisnya. Menurut Imam Khomeni, manusia
secara fitri bersandar pada argumentasi akal dan demonstrasi rasional, yakni fitrah
manusia tunduk pada dalil dan burhan akal. Itulah fitrah yang dikhususkan bagi
manusia dan tidak ada perubahan dalam penciptaan Tuhan.
3. Hati
Kaum empiris memandang bahwa sesuatu yang inmateri adalah tidak ada,
maka pengetahuan tentang inmateri tidak mungkin ada. Sebaliknya kaum Ilahi (
theosofi) yang meyakini bahwa ada sesuatu hal yang lebih luas dari sekedar
materi, mereka meyakini keberadaan hal-hal yang inmateri. Pengetahuan
tentangnya tidak mungkin lewat indra tetapi lewat akal dan hati. Hati dapat
merasakan sesuatu hal lain yang bukan bersifat materi, tetapi merasakan apa yang
sebenarnya terjadi dalam dirinya sendiri seperti rasa sakit, rasa lapar, dan
sebagainya. Seperti yang tertulis di batu nisan kant, bahwa “Ada dua hal yang
sangat mengundang decak kagum manusia, yaitu langit berbintang di atas kepala
13
Ibid, hal. 301
11
kita, dan hati nurani di dalam diri kita . Intinya, Kant sendiri meyakini bahwa
yang merupakan sumber ilmu pengetahuan selain alam semesta adalah hati.
Menurut Henry Bergson, Intuisi adalah semacam kekuatan rohani atau tenaga
rohani untuk menyelami hakikat segala kenyataan yang tentunya telah mendapat
kesadaran diri .
Dari pengertian etimologi tersebut maka „aql dan qalb disimpulkan memiliki
fungsi kognisi dan afeksi karena keduaanya mampu melakukan aktivitas berpikir
sekaligus merasa. Secara khusus, bahasa Arab mengaitkan akal dengan
kemampuan seseorang untuk mengekang hawa nafsunya, sedangkan dalam
bahasa Indonesia, kita menjumpai pengertian akal secara negative, yaitu ketika
dipergunakan untuk memperdaya orang.
Qalb menurut al-Ghazali yang akan menyerap ilmu tentang Allah SWT,
yang akan diberi ganjaran atau pahala diakhirat serta tempat terdapatnya ilmu
mukassyafah atau ilmu spritual.14 Menurut al-Ghazali, „aql dan qalb merupakan
entitas yang sama dan berkedudukan di hati. Qalb diibaratkan sebagai istananya,
sedangkan „aql adalah rajanya.
B. Kebenaran Ilmiah
1. Penelitian ilmiah
Penelitian dalam Bahasa Inggris yaitu research, “re” dan “to search” adalah
mencari kembali. Jadi, Penelitian adalah proses yang berbentuk siklus secara terus
menerus tanpa batas.
Siklus penelitian:
14
Imam al-Ghazali, Ihya‟ „Ulumuddin: Keajaiban hati, Akhlak yang Baik, Nafsu Makan &
Syahwat, Bahaya Lidah, buku ke-6, Bandung: Penerbit Marja‟ , 2005.11
12
Penelaahan landasan teoritis dalam kepustakaan utk mendapat jawaban
sementara (hipotesis)
Dirancang dan dilakukan pengumpulan fatka/data utk menguji hipotesis
melalui analisis data, sehingga diperoleh kesimpulan utk menjawab
permasalahan.
Jawaban permasalahan dan proses pemecahan masalah akan menimbulkan
permasalahan baru.15
Prosedur penelitian
15
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132295850/pendidikan/Penelitian+Ilmiah.pdf.
13
kemampuan kreatifnya mencapai puncak pembicaraan tentang apa yang disebut
kebenaran ilmiah.16
Menurut Lincoln dan Cuba (1985: 14) sebagaimana pendapat Julienne Ford
dalam Paradigms and Fairy Tales (1975) yang mengemukakan bahwa istilah
kebenaran atau truth (T) bisa memiliki arti yang berbeda yang disimbolkan
dengan T1, T2, T3, T4.
16
Keraf, Sonny dan Mikael Dua. Filsafat Ilmu : Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis,
Yogyakarta, Kanisius, 2011
14
Kebenaran keempat (T4) adalah kebenaran empirik yang lazimnya
dipercayai melandasi pekerjaan ilmuan dalam melakukan penelitian. Sesuai
(kepercayaan asumsi, dalil, hipotesis, proposisi) dianggap benar apabila konsisten
dengan kenyataan alam, dalam arti dapat diverifikasi, dijastifikasi atau kritik.
Dalam konteks ini, teori korespondensi anatara teori dengan fakta antara
pengetahuan a prioriti dengan pengetahuan a posteriori (demikian Immanuel
Kant menyebutnya), menjadi persoalan utama.
17
Ibid.
18
Surajiyo, Ilmu Filsafat : Suatu pengantar, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2005, hlm. 58.
19
Abbas Hamammi, 1996, hlm. 116.
15
Teori ini disebut juga teori pragmatis. Pandangannya adalah suatu
proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat
dipergunakan atau bermanfaat.
d) Teori kebenaran berdasarkan arti
Proposisi itu ditinjau dari segi arti atau maknanya. Apabila
proposisi yang merupakan pangkal tumpunya mempunyai refean yang
jelas. Oleh sebab itu, teori ini mempunyai tugas untuk menggunakan
kesahan dari proposisi dalam referensinya.
e) Teori kebenaran sintaksis
Suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan yang
mengikuti aturan sintaksis yang baku. Atau dengan kata lain apabila
proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan
maka proposisi itu tidak mempunyai arti. Teori ini berkembang di antara
para Filsuf analisis bahasa.
f) Teori kebenaran nondeskripsi
Suatu pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat
tergantung peran dan fungsi dari pada pernyataan itu.
g) Teori kebenaran logis yang berlebihan
Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini, bahwa problema
kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibat suatu
pemborosan, karna pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan
kebenarannya memiliki drajat logis yang sama yang masing-masing saling
melingkupinya.
4. Sifat kebenaran ilmiah
Kebenaran ilmiah bersifat rasional, semua orang yang rasional yang dapat
menggunakan akal budinya secara baik akan dapat memahami kebenaran ilmiah
ini. Atas dasar ini kebenaran ilmiah kemudian dianggap sebagai kebenaran yang
berlaku universal.
16
Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, maksudnya
adalah bahwa kebenaran dari suatu teori atau paradigma harus didukung oleh
fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam keadaan keobjektifannya dan kebenaran
yang benar-benar lepas dari keinginan subjek. Kebenaran ilmiah juga memiliki
sifat empiris yang ingin mengatakan bahwa bagaimanapun juga kebenaran ilmiah
perlu diuji dengan kenyataan yang ada. Bahkan, sebagian besar pengetahuan dan
kebenaran ilmiah berkaitan dengan kenyataan empiris didalam dunia ini.
Hal yang cukup penting ada perlu mendapatkan perhatian dalam hal
kebenaran, yaitu bahwa kebenaran dalam ilmu harus selalu merupakan hasil
persetujuan atau konvensi dari para ilmuan pada bidangnya. Oleh karena itulah
kebenaran ilmu juga memiliki sifat universal, sejauh kebenaran ilmu itu dapat
dipertahankan.
17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sumber ilmu adalah tanda-tanda yang ada di dalam alam semesta, yang ada
dalam diri manusia sendiri, dalam sejarah, atau dalam berbagai peristiwa sosial
dan berbagai aspek bangsa dan masyarakat, dalam akal atau prinsip-prinsip yang
sudah jelas dan di dalam hati. Sumber-sumber ilmu pengetahuan itu secara garis
besar ada tiga, yaitu wahyu, akal (nalar) dan Hati (intuisi dan ilham).
18
DAFTAR PUSTAKA
al-Ghazali, I. (2005). Ihya‟ „Ulumuddin: Keajaiban hati, Akhlak yang Baik, Nafsu Makan
& Syahwat, Bahaya Lidah. Bandung: Penerbit Marja'.
Al-Qattan, M. K. (2001). Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, Cetakan ke-6. Jakarta: Pustaka Lentera
Antar Nusa.
Ash-Shiddieqy, T. H. (1980). Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur‟an/Tafsir Cet. VIII.
Jakarta: Bulan Bintang.
Bakhtiar, A. (2011). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Daud, W. M. (2007). Konsep Pengetahuan dalam Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.
Dua, S. K. (2011). Filsafat Ilmu: Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis.
Yogyakarta: Kanisius.
http://staffnew.uny.ac.id. (t.thn.). Dipetik September 26, 2019, dari uny.ac.id:
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132295850/pendidikan/Penelitian+Ilmiah.pdf
Ni‟am, Z. A.-N. (2006). Al-I‟jaz Al-„Ilmi fi As-Sunnah An-Nabawiyah Al-Juz‟u Al-Awwal
. Jakarta: Amzah.
Quraish Shihab, B. P. (2007). Membumikan Al-Quran. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Suparta, M. (2011). Ilmu hadits Cetakan ke-7. Jakarta: Rajawali Pres.
Surajiyo. (2005). Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Suriasumantri, J. (2009). Ilmu dalam Perspektif, Cetakan ke-17. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Tafsir, A. (2009). Filsafat Ilmu; Mengurai Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi
Pengetahuan, Cetakan Ke-4. Bandung: Remaja Rosda Karya.
19