Anda di halaman 1dari 22

ISLAM DAN IPTEK

“Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok

mata kuliah Pendidikan Agama Islam.”

Dosen

Muhammad Yunus, S.Th.I, M.Th.I.

Disusun oleh :

Kelompok 6 Kelas 1C Teknik Mesin

1. Beanny Zarkasih (1931240146)


2. Alfanda Wardhana (1931240009)
3. Imam Syafi’i (1931240064)

POLITEKNIK NEGERI MALANG PSDKU KEDIRI

TEKNIK MESIN

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Esa lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
bisa selesaikan makalah mengenai Islam dan iptek.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Muhammad Yunus,
S.Th.I, M.Th.I. selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang
senantiasa bersabar menuntun kami menyusun makalah ini. Banyak terima kasih
kami haturkan untuk para orang tua kami, teman-teman kelas kami, dan teman
sekelompok yang telah memberikan motivasi untuk tetap semangat
menyelesaikan makalah ini. Semoga dari jerih payah kelompok kami, makalah
ini bermanfaat untuk para pembaca.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh
dari kata sempurna, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu, kami terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang
bersifat membangun dari pembaca sehingga kami bisa melakukan perbaikan
menjadi makalah yang lebih baik.

Kediri, 31 Oktober 2019

Kelompok 6

1C Teknik Mesin
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1


B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................... 1
C. TUJUAN PENULISAN............................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. HAKEKAT ILMU DALAM ISLAM ....................................................... 2


B. SUMBER ILMU PENGETAHUAN ........................................................ 3
C. PENGEMBANGAN IJTIHAD ................................................................ 4
D. APLIKASI POLA DZIKIR DAN PIKIR ................................................. 5

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 6

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 7


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ilmu dan manusia adalah dua realitas yang tidak dapat
dipisahkan. Ilmu merupakan komponen penting dalam mendukung
eksistensi manusia karena secara kodrati manusia adalah hewan yang
berpikir (khayawan an-natiq). Ilmu, sebagai suatu realitas, namun
sebaliknya juga dipengaruhi oleh cara pandang orang atas ilmu itu
sendiri, yang kemudian dikenal sebagai paradigma. Ada beragam cara
pandang atas ilmu meskipun di dalam dirinya ilmu itu sebenarnya
bersifat objektif. Paradigma itulah yang akan mengarahkan ilmu tersebut
dikembangkan. Ilmu, dengan kata lain ada secara as such (objektif) di
satu sisi dan pandangan orang atas ilmu yang bersifat subjektif, di sisi
lain.
Keberadaan ilmuwan, dalam perkembangan keilmuan Islam,
sangat mendapat dukungan dari negara, bahkan negara menjadi salah
satu inspirator munculnya sikap-sikap ilmiah dalam mengembangkan
ilmu.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian ilmu dalam Islam ?
2. Dari mana saja sumber ilmu pengetahuan menurut Islam ?
3. Apa pengertian Ijtihad ?
4. Bagaimana perkembangan Ijtihad ?
5. Bagaimana mengaplikasikan pola dzikir dan pikir ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengerti pengertian ilmu dalam Islam.
2. Mengetahui dari mana sumber ilmu pengetahuan menurut Islam.
3. Mengerti pengertian Ijtihad.
4. Mengetahui bagaimana perkembangan Ijtihad.
5. Mengerti bagaimana mengaplikasikan pola dzikir dan pikir.

BAB II

PEMBAHASAN

A. HAKEKAT ILMU DALAM ISLAM


Ilmu berasal dari istilah 'alima dalam bahasa Arab yang berarti
tahu, Dapat dipahami bahwa secara terminologi ilmu merupakan suatu
kondisi yang hanya dapat ditemui pada mahkluk yang berpikir, yaitu
manusia. Proses mengetahui adalah salah satu karakter yang tidak dapat
dilepaskan dari diri manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya
(curiousity) terhadap dunia.
Ilmu dalam tradisi pemikiran Islam tidak pernah mengalami tarik
ulur antara akal dan landasan epistemologis berupa wahyu. Wahyu dalam
Islam menjadi sumber kebenaran, dan dalam dunia keilmuan kaum
Mutakallimun dengan ilmu kalam membuktikan bahwa Islam bukanlah
antithesis dari ilmu, untuk mempertahankan bangunan teologis dari
Islam.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu untuk dapat berkembang dan
membongkar pengetahuan dunia harus memiliki kebebasan, tetapi dalam
pemikiran Islam netralitas ilmu terhadap nilai dibatasi pada rana
metafisika keilmuan, dan epistemologi, sedangkan dalam penggunaannya
(aksiologi) harus dilandasi oleh asas-asas moral, termasuk dalam hal ini
norma moral dalam agama yang bersumber dari wahyu.1

B. SUMBER ILMU PENGETAHUAN


1. Al-Qur’an

1
Ali Yunasril, Perkembangan Pemikiran Falsafati dalam Islam (Jakarta: IKAPI, 1991), 47.
Islam mengajarkan bahwa Allah SWT. merupakan sumber dari
segala sesuatu, ilmu dan kekuasaannya meliputi bumi dan langit, yang
nyata maupun yang ghaib, dan tidak ada sesuatu yang luput dari
pengawasannya.
Firman Allah SWT. QS Taha ayat 98:

 
  
   
  
 

Artinya : “sesungguhnya tuhanmu hanyalah Allah SWT. yang tidak


ada tuhan (yang berhak disembah) selain dia. Ilmu-Nya meliputi
segala sesuatu”.2

Allah SWT. adalah sumber dari segala ilmu pengetahuan, baik


ilmu pengetahuan umum maupun ilmu pengetahuan khusus
keagamaan. Ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan alam semesta
dan seisinya, adalah Allah yang maha mengetahui, ilmu keagamaan,
sumber dan hukum-hukum dalam syariat islam, semuanya adalah
bersumber dari Allah SWT.

Allah yang menentukan dan memberikan pengetahuan kepada


manusia tentang syariat islam melalui utusannya nabi besar
Muhammad SAW. Segala yang diajarkannya berasal dari Allah SWT.
Allah yang menciptakan bumi dan langit, beserta seluruh isinya, yang
didalamnya terdapat pengetahuan untuk dipelajari oleh umat manusia.
sebagaimana disebutkan dalam surah Ar-Rahman ayat 1-4 bahwa

2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemahan (Bandung : CV Darus Sunnah, 2015), 20.
Allah SWT telah mengajarkan kepada manusia Al-Qur’an, Ia juga
mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya.

 

 
 

 

  
 

Artinya: “dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-


benda seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para
malaikat lalu berfirman, Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda
itu jka kamu memang orang-orang yang benar”.(Al-Baqoroh:31)3

Sumber ilmu yang primer dan utama adalah wahyu yang


diterima oleh nabi Muhammad SAW yang berasal dari Allah SWT.
sebagai sumber dari segala sesuatu. Allah SWT menurunkan wahyu
kepada nabi Muhammad SAW untuk menjadi pelajaran bagi umat
manusia yang mengimaninya.

Al-Qur’an merupakan wahyu Allah SWT yang diturunkan


kepada Nabi Muhammad SAW, oleh karena itu, Al-Qur’an
menempati urutan pertama dalam hierarki sumber ilmu dalam
epistemology islam. Al-Qur’an sebagai sumber ilmu, dijelaskan
melalui ayat-ayat yang menyatakan bahwa Al-Qur’an merupakan

3
Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemahan (Bandung : CV Darus Sunnah, 2015), 2.
petunjuk bagi manusia dan alam semesta, yaitu diantaranya dalam
surah Al-Furqon ayat 1.

 
 
 


 

Artinya: “Mahasuci Allah yang telah menurunkan Al-Furqon (Al-


Qur’an kepada hamba-Nya agar dia menjadi pemberi peringatan
kepada seluruh alam.”4

Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pertama dan yang paling utama,


karena dari Al-Qur’an lah semua ilmu berasal, dalam epistemology
islam, sesuai dengan turunannya Al-Qur’an menjadi yang pertama,
yang selanjutnya sumber ilmu terdapat pada hadits nabi Muhammad
SAW. Baik yang berupa ucapan, perbuatan, dan ketatapannya.

2. Hadits

Hadits adalah sumber ilmu yang kedua setelah Al-Qur’an, dalam


kaitannya dengan Alqur’an, hadits ada untuk menjelaskan sesuatu
dalam Al-Qur’an yang tidak terperinci. yang tergambar dari
perbuatan, ucapan, dan ketatapan yang diberikan oleh nabi
Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT. Allah SWT
menyatakan bahwa Rasulullah SAW. Merupakan sumber ilmu yang
akan mengajarkan kitab serta hikmah.

4
Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemahan (Bandung : CV Darus Sunnah, 2015), 25.
 
  
 





 
 
 

Artinya: “Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami


kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu rasul diantara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah (As-Sunnah), serta
mengajarkan kepada kamu yang belum kamu ketahui.” (Al-Baqoroh:
151)5

Al-qur’an dan Hadits adalah pedoman hidup, sumber ilmu, dan


ajaran islam, serta merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Al-Qur’an merupakan sumber primer yang
banyak memuat pokok-pokok ajaran islam, sedangkan Hadits
merupakan penjelas (Bayan) bagi keumuman isi Al-Qur’an.

3. Akal / Rasio
Sumber ilmu selain wahyu dalam epistemology islam adalah
akal (‘Aql) dan kalbu (qalb).’Aql sebagai mashdar tidak disebutkan
dalam Al-Qur’an, tetapi sebagai kata kerja ‘aqala yang terdapat dalam
al-Qur`an sebanyak 49 kali kosa kata dalam berbagai bentuk.

5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemahan (Bandung : CV Darus Sunnah, 2015), 2.
Semuanya menunjukan unsure pemikiran pada manusia. Misalnya:
‘aqaluh – ta’qilun – na’qil – ya’qiluha – ya’qilun. Sebagaimana
berikut: kata (‘aqaluh) dijumpai dalam 1 ayat, kata (ta’qilun) 24 ayat,
kata (na’qil) 1 ayat, (ya’qiluha) 1 ayat, dan (ya’qilun) 22 ayat. Yang
berarti paham dan mengerti.

Dalam Lisan al-‘Arab dijelaskan bahwa al-‘aql berarti al-hijr


(menahan) dan al-āqil adalah orang yang menahan diri (yahbis) dan
mengekang hawa nafsu. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa al-‘aql
mengandung arti kebijaksanaan (al-nuhā), lawan dari lemah pikiran
(al-humq).Al-‘aql juga mengandung arti al-qalb (kalbu). Lebih lanjut
disebutkan bahwa kata ‘aqala mengandung arti memahami.

Dari keseluruhan kosa kata yang berakar pada a-q-l dapat


disimpulkan bahwa al-‘aql adalah fitrah manusia yang berfungsi untuk
mengerti atau memahami sesuatu. Jelasnya akal merupakan fitrah
yang dianugrahkan kepada manusia untuk mendapat ilmu
pengetahuan.

4. Indera
Dalam Al-Qur`an alat-alat indera yang beraktifitas dan berfungsi
bagi manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah al-sam’ dan al-
absar. Kata al-sam’ dan berbagai kata jadiannya disebut 185 kali,
sedangkan kata al-sam’ sendiri dijumpai 12 kali dalam Al-Qur’an.
Kata al-absar dan berbagai kata jadiannya disebut 148 kali. Sementara
kata al-absar disebut 18 kali.

Al-Qur’an mengajak manusia untuk menggunakan indra dan


akal sekaligus dalam pengalaman manusia, baik yang bersifat fisik
maupun metafisik karena indra dan akal saling menyempurnakan.Ali
Abdul Azhim berpendapat bahwa kedua sumber tersebut tidak
terpisah dan tidak berdiri sendiri sebagaimana pemahaman empirisme
dan rasionalisme. Allah SWT selalu menyeru manusia untuk
mengingat dan menggunakan nikmat indra dan akal secara
simultan.orang-orang yang mengabaikan indra dan kalbunya, maka
akan tersesat dan jauh dari kebenaran.

 
 


 
  


Artinya: “Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu pendengaran,


penglihatan, dan hati nurani, tetapi sedikit sekali kamu bersyukur”.
(Al-Mu`minun: 78).6

Manusia mempunyai kemampuan mendengar karena manusia


diberikan alat berupa telinga (uzun) dan kemampuan melihat karena
manusia diberikan alat berupa mata (‘ain). Mata, yang memiliki
kemampuan melihat, bisa saja tidak memberi manusia pengetahuan,
oleh karena qalbu-nya tidak paham (buta). Sesuatu yang jelas terlihat
bahwa bagi Al-Qur`an, al-sam’ dan al-basr adalah aktifitas

5. Hati (Fuad)

Kata fu`ad dan yang seakar kata dengannya tersebar dalam 16


ayat. Semuanya dalam bentuk kata benda, yakni al-fu`ad dan al-
af`idah. Mahmud Yunus mengartikannya sebagai hati atau akal.
Kedua kata ini seakar dengan fā`idah (jamak: fawā`id) artinya faedah
atau guna. Makna yang dapat ditarik dari penggunaan Al-Qur’an

6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemahan (Bandung : CV Darus Sunnah, 2015), 23.
terhadap kata al-fu`ad dan al-af`idah adalah bahwa al-fu`ad memiliki
fungsi akal (memahami, mengerti), sama dengan al-qalb.

Secara tekstual, Allah menceritakan, yang bermakna Nabi Saw


mendengarkan kisah-kisah Rasul terdahulu. Lalu dengan kisah-kisah
itu menjadi kuat fu`ad (hati) Nabi. Dengan al-fu’ad itu berarti Nabi
mendapatkan makna atau hikmah sejarah.

Secara umum, bagi Al-Qur`an indera dalam dan luar manusia


seperti al-‘aql, al-qalb, al-fu’ad, al-sam’, al-absar adalah alat untuk
memperoleh ilmu pengetahuan. Dan obyek pengetahuan adalah ayat-
ayat Allah baik yang qauliyah/tanziliyah maupun yang kauniyah. 7

7
Adian Husaini, Filsafat Ilmu (Depok : Gema Insani, 2013), 31.
C. PENGEMBANGAN IJTIHAD

Kata Ijtihad berasal bahasa Arab “ijtahada-yajtahidu-ijtihadan”


yang berarti mengerahkan segala kemampuan, bersungguh-sungguh
mencurahkan tenaga, atau bekerja secara optimal. Secara istilah, Ijtihad
berarti mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara sungguh-
sungguh dalam menetapkan suatu hokum Islam (syara’) dari suatu kasus
yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rosulullah SAW.
Orang yang melakukan ijtihad dinamakan Mujtahid.

Permulaan diberlakukannya ijtihad ini menjadi sebuah ikhtilaf


dikalangan ulama, apakah ijtihad itu dimulai pada masa Nabi masih
hidup ataukan pada masa sahabat, bila kita menganalisis beberapa
pendapat para ulama-ulama:

1. Menurut Jumhurul Ulama; ijtihad dimulai pada masa Nabi dengan


argumen pada firman Allah Swt yang berbunyi


 


Artinya:“Maka ambil i'tibarlah hai orang-orang yang mempunyai


pandangan” (Q.S. Al-Hasr; 2)8

Adapula dari hadits Nabi yang mengatakan Nabi pernah


berijtihad dalam kasus strategi perang, hukum mencium isteri pada
saat berpuasa diqiyaskan kepada hukum berkumur-kumur pada saat
berpuasa (studi kasus Umar Bin Khattab).

8
Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemahan (Bandung : CV Darus Sunnah, 2015), 59.
2. Golongan aliran kalam Asyariyah dan Mu'tazilah mengatakan bahwa
Nabi tidak pernah melakukan Ijtihad dan semua pernyataanya itu
sesuai dengan wahyu dengan argumen :

a. Firman Allah Q.S.An-najm;

  


 
   
 

Artinya : “dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran)


menurut kemauan hawa nafsunya. ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”9

b. Nabi selalu menemukan ketentuan suatu hukum dari wahyu Allah


jika sudah turun, dan jika belum turun, beliau tidak berani untuk
memutuskan suatu masalah hingga wahyu diturunkan.
c. Nabi tidak memberi jawaban ketika pertanyaan itu ayatnya belum
turun.
d. Ijtihad adalah buah karya akal yang kemungkinan sekali untuk
menemui kesalahan, sedangkan Nabi sendiri memiliki sifat
ma'shum.
e. Ijtihad boleh berlaku jika nash-nya tidak ada dalam al-qur'an
maupun as-shunnah, selagi Nabi masih hidup maka semua
problematika bisa ditanyakan kepadanya, dan hukum ijtihad di
sini dilarang selama Nabi masih hidup.

9
Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemahan (Bandung : CV Darus Sunnah, 2015), 53.
f. Sebagian ulama berpendapat mengenai kedua pendapat diatas
dengan pernyataan bahwa nabi hanya berijtihad dalam masalah
duniawi saja, tidak kepada hukum syara'.10

10
Atho Mudzhar, Membaca Gelombang Ijtihad (Yogyakarta : Titian Iliahi Press, 1998), 38.
D. APLIKASI POLA DZIKIR DAN PIKIR
Banyak orang salah persepsi dalam mengartikan “zikir” ini.
Sebagian orang berpendapat, zikir hanyalah sekadar mengucapkan
“Subhanallah”, “Alhamdulillah”, dan “Allahu Akbar”. Padahal makna
zikir itu sangat luas. Zikir artinya mengingat, “Zikrullah” adalah
mengingat Allah. Mengingat di sini bukan sekadar ingat, tetapi ingat
akan perintah Allah, ingat akan larangan-larangan-Nya. Zikir itu
diucapkan dengan indah dan diaplikasikan dalam keseharian kita.
Apa pun pekerjaan atau profesi yang kita tekuni, hendaklah selalu
ingat dengan Allah. Apabila kita ingat dengan Allah, apa pun yang kita
lakukan akan terhindar dari hal-hal yang dimurkai Allah. Sebagai
aparatur negara, jika dalam bertugas kita ingat dengan Allah. Apabila
kita seorang pedagang, jika selalu ingat dengan Allah, kita tidak akan
mau berbohong atau mengurangi timbangan dan meteran.
Oleh sebab itu, agar kita terhindar dari segala perbuatan yang
dimurkai Allah, kita harus selalu ingat (zikir) dengan Allah, baik dengan
lisan (perkataan), maupun dalam segala perbuatan sehari-hari. Allah
berfirman.

 

 
   
 
 

Artinya : “Orang-orang yang beriman, hati mereka jadi tenteram


dengan mengingat Allah. Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah-lah
hati jadi tenteram” (QS Ar-Ra’d : 28).11

11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemahan (Bandung : CV Darus Sunnah, 2015), 13.
Untuk dapat mengingat Allah dengan baik, serta
mengaplikasikannya dalam segala amal kita perlu ilmu. Dengan ilmu kita
akan dapat beribadah dengan sempurna. Ilmu menggunakan akal (pikir).
Manusia disuruh Allah menggunakan akal untuk mengolah sumber daya
alam yang telah disediakan-Nya dengan begitu lengkap di dunia ini.
Menggunakan akal tentu perlu ilmu. Itulah sebabnya ayat pertama dari
kitab suci Al-quran diturunkan Allah berupa perintah “membaca” yakni
“Iqra” (bacalah).12

12
H. Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998),
24.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Keilmuan Islam, dalam perkembangannya sebenarnya bermula dari Nabi


Muhammad SAW itu sendiri sebagai dasar peletak perkembangan ilmu. Metode
keilmuan nabi sebenarnya bersifat langsung (khuduri) dan bersifat iluminatif.
Metode ini kemudian diteruskan para sahabat yang sudah menggunakan ijtihad
karena semakin berkembangnya persoalan dalam masyarakat sehingga wahyu
perlu ditafsirkan, yang selanjutnya mempengaruhi perkembangan pemikiran-
pemikiran Islam.

Adapun hakikat ilmu dalam Islam meliputi sarana, proses dan tujuan.
Sarana lebih bersifat epistemologis yaitu bahwa Islam menerima rasio dan
empiri sekaligus wahyu dan intuisi, sedangkan tujuan ilmu adalah mengungkap
kebenaran dalam rangka menuju pada Kebenaran hakiki. Hakikat ilmu kemudian
dapat dilihat dari tiga cara pandang ilmu yang bersifat peripatetic, iluminatif dan
hikmah al muta'aliyah yang merupakan komninasi dari berbagai tipologi
pemikiran.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, H.Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1998.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an terjemahan, Bandung : CV Darus Sunnah,


2015.

Husaini, Adian, Filsafat Ilmu, Depok : Gema Insani, 2013.

Mudzhar, Atho, Membaca Gelombang Ijtiha, Yogyakarta : Titian Iliahi Press,


1998.

Yunasril, Ali, Perkembangan Pemikiran Falsafati dalam Islam, Jakarta: IKAPI,


1991.
TANYA JAWAB

Pertanyaan

1. Apa maksud dari kata “maka ambil i’tibarlah hai orang-orang yang
mempunyai pandangan”
2. Bagaimana fungsi hadist sebagai bayan atau penjelas bagi keumuman isi Al-
Qur’an ? Berikan contohnya.
3. Jelaskan arti dari qauliyah/tanziliah dan kauniyah.

Jawaban

1. I’tibarlah berarti mengambil hikmah/pelajaran dari setiap kejadian atau


masalah
2. Meliputi 3 fungi pokok yaitu :
a) Menguatkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
b) Menguraikan dan merincikan yang global (mujmal) mengkaitkan yang
mutlak dan mentakhsiskan yang umum (‘am), tafsil, takyid, dan takhsis
berfungsi menjelaskan apa yang dikehendaki Al-Qur’an. Rosulullah
mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an sebagaimana firman Allah SWT
dalam QS. An-Nahl ayat 44.


 
 
 
  
 
 

Artinya : “(mereka kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan


(mukjizat) dan kitab-kitab. Dan kami turunkan Al-Qur’an kepadamu, agar
engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan agar mereka memikirkan”.

3. Kuniyah dan Qauliyah adalah sama-sama istliah yang menunjukan pada ayat-
ayat Allah SWT. Hanya saja qauliyah adalah ayat-ayat Allah SWT berupa
firman-Nya di dalam kitab suci Al-Qur’an. Sementara qauniyah adalah ayat-
ayat berupa tanda kebesaran Allah SWT yang ada di alam sekitar kita.

Anda mungkin juga menyukai