Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

TAUHID SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN ILMU DALAM ISLAM

Disusun dalam rangka memenuhi tugas

Dosen pengajar:Rusdiansyah,M.Pd
Mata kuliah:ilmu akidah

Disusun oleh:
Muhammad Nurul Anwar (2022122734)
Muhammad Khairil Anwar
(2022122736)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN


AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) DARUL ULUM KANDANGAN
Tahun 2023 M / 1444 H

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi
kita, Muhammad SAW., keluarga serta sahabatnya dan akhirnya kepada kita sebagai umat yang
tunduk terhadap ajaran yang dibawanya.
Kami selaku penyusun makalah ini merasa lega dan bahagia karena bisa menyelesaikan makalah
kami yang berjudul “tauhid sebagai dasar Pengambangan ilmu dalam islam” sesuai dengan waktu
yang direncanakan, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa atau pelajar, terutama
bermanfaat bagi kelompok kami yang sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan makalah
ini, guna untuk memenuhi tugas perkuliahan.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Telaga Langsat
12 Mei 2023

MUHAMMAD NURUL ANWAR


MUHAMMAD KHAIRIL ANWAR

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….1

BAB 1:PENDAHULUAN………………………………………………………………4
A.latar belakang………………………………………………………………………….4
B.rumusan masalah………………………………………………………………………5

BAB 2:PEMBAHASAN…………………………………………………………………5
a.Definisi………………………………………………………………………………….5
b.Hubungan tauhid dengan ilmu pengetahuan…………………………………………….7
c.Keesaan tuhan dan kesatupaduan kebenaran……………………………………………8
d.Kebenaran wahyu dan akal……………………………………………………………..8
e.Menuju integrasi ilmu dalam islam……………………………………………………..9

BAB 3 : PENUTUP………………………………………………………………………9
Kesimpulan ………………………………………………………………………………9
Daftar pustaka…………………………………………………………………………….10

3
BAB 1 : PENDAHULUAN

A.latar belakang

Islam yang memiliki pondasi berupa tauhid (mengesakan Tuhan) dan ilmu
pengetahuan adalah dua hal yang seharusnya tidak boleh dipisahkan oleh umat
Muhammad. Islam Adalah agama yang akan membawa manusia menuju akhir yang
baik dari perjalanan seorang manusia. Sedangkan ilmu pengetahuan sebagai
sarana untuk mengeksplor,menggali kekayaan yang tersembunyi di bumi ini.
Para pemikir islam, telah mengambil sikap untuk memadukan antara islam dan
ilmu pengetahuan, yang diantara tujuannya adalah mengislamkan ilmu pengetahuan
modern dengan cara menyusun dan membangun ulang sains sastra, dan
sains-sains pasti alam dengan memberikan dasar dan tujuan-tujuan yang konsisten
dengan Islam. Setiap disiplin harus dituangkan kembali sehingga mewujudkan
prinsip-prinsip Islam dalam metodologinya.
Gagasan untuk memajukan islam dengan ilmu pengetahuan telah diterangkan
secara sistematis dalam sebuah proyek besar yang disebut sebagai “Islamisasi Ilmu
Pengetahuan”. Islamisasi ilmu pengetahuan (islamization of knowledge) merupakan
sebuah ide atau gagasan yang muncul pada sekitar awal tahun 80-an. Ide atau
gagasan ini pertama kali dicetuskan oleh Syed Naquib al-Attas dan dipopulerkan
oleh Ismail R. al-Faruqi.
Dalam pandangan al-Faruqi berkenaan dengan langkah-langkah dalam
islamisasi ilmupengetahuan, dia mengemukakan ide islamisasi ilmunya
berlandaskan pada esensi tauhidyang memiliki makna bahwa ilmu pengetahuan
harus mempunyai kebenarannya.[1] Al-Faruqi menggariskan beberapa prinsip dalam
pandangan Islam sebagai kerangka pemikiran metodologi dan cara hidup Islam.
Prinsip-prinsip tersebut adalah::
1. Keesaan Allah.
2. Kesatuan alam semesta.
3. Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan.
4. Kesatuan hidup.
5. Kesatuan umat manusia.
Dalam makalah kali ini, yang ingin dibahas oleh penulis terkait hal tersebut
bukan pada tataran praktis apa-apa saja yang perlu dilakukan dalam merealisasikan
proyek besar tersebut, namun lebih kepada mengungkapkan konsep dasar yang
melandasinya, yaitu korelasi antara tauhid dengan ilmu pengetahuan, yang akan
bermuara pada pernyataan“Keesaan Tuhan dan Kesatupaduan Kebenaran Ilmu
Pengetahuan”[2], atau dengan kata lain, penulis menitikberatkan pemaparan dalam
makalah ini pada nomor ketiga dari lima prinsip dasar ilmu pengetahuan, yaitu
prinsip “Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan”

4
B.rumusan masalah
1.apa itu definisi ?
2.apa hubungan tauhid dengan ilmu pengetahuan?
3.apa keesaan Tuhan dan kesatupaduan kebenaran?
4.kebenaran Wahyu dan akal ?
5.menuju integrasi ilmu dalam Islam?

BAB 2 : PEMBAHASAN

A.definisi

Tak diragukan lagi bahwa intisari islam adalah tauhid, sebuah komitmen yang
menegaskan bahwa Allah itu Esa, pencipta mutlak lagi utama, Tuhan semesta
alam.Menurut Ismail Raji al-Faruqi, tauhid ini adalah pengikat bagian-bagian islam,
yang menjadikan semua bagian-bagian islam sebagai suatu badan yang integral dan
organis yang kita sebut sebagai peradaban¹
Secara sederhana, tauhid adalah keyakinan dan kesaksian bahwa “tiada Tuhan
Kecuali Allah”. Penafian ini, yang sangat ringkas, memberikan makna sangat kaya
danagung dalam keseluruhan Islam. Kadang-kadang seluruh kebudayaan, seluruh
peradaban, atau seluruh sejarah terpadatkan dalam satu kalimat. Inilah kasus dalam
kalimat atau syahadat (kesaksian) Islam. Semua keanekaragaman,kekayaan dan
sejarah, kebudayaan dan pengetahuan, kearifan dan peradaban Islam terpadatkan
dalam kalimat pendek ”Lâ ilâha illallah”.
Sementara ilmu, oleh Imam al-Mahalli didefinisikan sebagai “pengetahuan
tentang sesuatu sebagaimana hakikatnya”.2 Beliau mencontohkan ilmu ini seperti
pengetahuanseseorang yang mendefinisikan manusia sebagai “hayawân an-nâthiq”
(hewan berakal). Dari pengertian tersebut, bisa kita pahami bahwa yang disebut
sebagai ilmu dalam Islam adalah pengetahuan tentang sesuatu menurut hakikatnya,
atau dalam istilah mantiq, adalah pengetahuan yang berasal dari “natijah” tepat dari
“muqaddimah kubra” (premis mayor) dan “muqaddimah sughra” (premis minor)yang
sama-sama tepat pula. Adapun yang dijadikan sebagai alat untuk menganalisa
ketepatan pengetahuan tersebut adalah akal yang sehat. Lebih lanjut, dalam ilmu
mantiq disebutkan bahwa sebuah pengetahuan dapat dikategorikan sebagai “ilmu”
adalah ketika diiringi dengan sebuah keyakinan.3

¹Ismail Raji al-Faruqi & Lois Lamya al-Faruqi, Atlas Budaya Islam; Menjelajah Peradaban
khazanah Gemilan8g, Terj. Ilyas Hasan (Bandung : Mizan, 1998, cet, ke-1), hal. 109

5
B.HUBUNGAN TAUHID DENGAN ILMU PENGETAHUAN

Dari segi unsur-unsur kebudayaan, agama merupakan universal cultural, yang artinya
terdapat di setiap daerah kebudayaan dimana saja masyarakat dan kebudayaan itu berada.
Salah satu prinsip teori fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi
akan lenyap dengan sendirinya. Dengan kata lain, setiap kebudayaan memiliki fungsi.
Konsekuensinya, setiap yang tidak berfungsi akan hilang atau sirna.Karena sejak dulu
hingga sekarang agama dengan tangguh menyatakan eksistensinya berarti ia mempunyai
dan memainkan sejumlah peran dan fungsi di masyarakat.4(Djamari, 1993:79)
Menurut istilah Agama Islam, Tauhid itu adalah “Keyakinan tentang satu atau Esa-Nya
Tuhan”, dan segala pikiran dan teori berikut dalil-dalilnya yang menjurus kepada kesimpulan
bahwa Tuhan itu satu disebut ilmu Tauhid.Tauhid mendorong manusia untuk menguasai dan
memanfaatkan alam karena sudah ditundukkan untuk manusia, perintah mengesakan
Tuhan dibarengi dengan cegahan mempersekutukan Tuhan, jika manusia
mempersekutukan tuhan berarti ia dikuasai oleh alam, padahal manusia adalah yang harus
menguasai bumi karena bumi telah ditundukkan oleh Allah.⁵
Pengetahuan dalam pandangan Islam sebenarnya hanya satu. Untuk kepentingan
pendidikan, pengetahuan yang satu itu harus diklasifikasikan; klasifikasi garis besar adalah:
pengetahuan yang diwahyukan dan pengetahuan yang diperoleh. Ilmu pendidikan Islam
adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Maka isi ilmu
pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan; ilmu pendidikan Islam merupakan
kumpulan teori tentang pendidikan berdasarkan ajaran Islam.⁶
Konsekuensi dari tauhid adalah bahwa manusia harus menguasai alam dan haram
tunduk kepada alam. Menguasai alam, berarti menguasai hukum alam, dan dari hukum
alami ini, ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan. Sebaliknya, syirik berarti tunduk
kepada alam (manusia dikuasai oleh alam). Dimana akan melahirkan kebodohan,
kemiskinan, dan keterbelakangan. Jadi, terdapat hubungan timbal balik antara tauhid
dengan dorongan pengembangan ilmu pengetahuan, juga ada hubungan timbal balik antara
syirik dengan kebodohan.
Tauhid sebagai landasan pijak pengembangan sains dapat dilacak pada terbentuknya
genealogisnya konsepsi tentang Tuhan dalam pengertian yang spesifik. Bahwa Tuhan
Adalah pengetahuan tentang alam semesta sebagai salah satu efek tindak kreatif
ilậhi.Pengetahuan tentang hubungan antara Tuhan dan dunia, antara pencipta dan
ciptaan,atau antara prinsip Ilahi dengan manifestasi kosmik, merupakan basis paling
fundamental dari kesatuan antara sains dan pengetahuan spiritual.⁷
Berilmu pengetahuan menurut Islam lalu sama dan sebangun maknanya
dengan:menyatakan ketertundukan pada tauhid dan elaborasi pemahaman secara saintifik
terhadap dimensi-dimensi kosmik alam semesta. Itulah sebabnya Al Qur'an Kemudian
Berperan sebagai sumber intelektualitas dan spiritualitas Islam.⁸
Al Qur'an berfungsi sebagai basis bukan hanya bagi agama dan pengetahuan
spiritual,tetapi bagi semua jenis pengetahuan. Al Qur'an sebagai kalam Allah merupakan
sumber utama inspirasi pandangan Muslim tentang keterpaduan sains dan pengetahuan
spiritual.30 Gagasan keterpaduan ini bahkan merupakan konsekuensi dari gagasan
keterpaduan semua jenis pengetahuan.
Selanjutnya, bagaimana antara tauhid dan ilmu pengetahuan berkorelasi
sehinggamembentuk pondasi agama islam yang kuat, akan kami paparkan pada
penjelasan-penjelasan berikutnya.

6
⁵Jalaluddin al-Mahalli, Syarh al-Waraqât (Surabaya : Al-Hidayah, tt), hal. 5
⁶Nur al-Ibrahimy, ‘Ilmu al-Manthiq, hal. 7
⁷Atang Abd.Hakim. 2009. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.h.14-15

C.Keesaan Tuhan Dan Kesatupaduan Kebenaran

Mengakui Ketuhanan Tuhan dan keesaan berarti mengakui kebenaran dan kesatu
paduannya. Keesaan Tuhan dan kesatupaduan kebenaran tidak dapat dipisahkan.
Keduanya merupakan aspek-aspek dari satu realitas yang sama. Ini akan menjadi jelas jika
kita ingat bahwa kebenaran adalah satu sifat dari pernyataan tauhid,yaitu bahwa Tuhan itu
Esa. Sebab, jika kebenaran itu tidak satu, maka pernyataan“Tuhan itu Esa” akan bisa
dibenarkan, dan pernyataan “sesuatu benda dan kekuatan lain adalah (juga) Tuhan”.
Dengan mengatakan bahwa kebenaran itu satu, dengan sendirinya menegaskan bahwa
Tuhan itu satu, dan tidak ada tuhan lain selain Tuhan,yang merupakan gabungan dari
penafian dan penegasan yang dinyatakan olehsyahadah.La ilaha illa Allah, tidak ada Tuhan
selain Allah.
Sebagai prinsip metodologi, tauhid terdiri dari tiga prinsip:
1. Pertama, penolakan terhadap segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan realitas;
2. Kedua, penolakan kontradiksi-kontradiksi hakiki;
3. ketiga, keterbukaan bagi bukti yang baru dan / atau yang bertentangan.
Prinsip yang pertama meniadakan dusta dan penipuan dalam Islam, karena prinsip ini
menjadikan segala sesuatu dalam agama terbuka untuk diselidiki dan dikritik.Penyimpangan
dari realitas, atau kegagalan untuk mengikatkan diri dengannya, sudah cukup untuk
membatalkan sesuatu item dalam Islam, apakah itu hukum, prinsip etika pribadi atau sosial,
atau pernyataan tentang dunia. Prinsip ini melindungi kaum Muslim dari opini, yakni dari
tindakan membuat pernyataan yang tak teruji dan tidak dikonfirmasikan, mengenai
pengetahuan. Pernyataan yang tidak dikonfirmasi,menurut al- Qur’an, adalah zhann, atau
pengetahuan yang menipu, dan dilarang oleh Tuhan. Sekecil apapun objeknya. Seorang
Muslim dapat didefinisikan sebagai orang yang tidak menyatakan apa-apa kecuali
kebenaran, yang tidak mengemukakan apa-apa kecuali kebenaran, sekalipun dengan
mempertaruhkan nyawanya sendiri.Menyembunyikan, mencampurkan kebenaran dengan
kesesatan, menilai kebenaran lebih rendah dari kepentingan sendiri atau kepentingan sanak
kerabat dalam Islam sangat dibenci dan juga dikutuk.
Prinsip kedua, yaitu tidak ada kontradiksi yang hakiki, melindunginya dari kontradiksi di
satu pihak, dan dari paradoks di lain pihak. Prinsip ini merupakan esensi dari
rasionalisme.Tanpaitu, n.kik ada jalan untuk lepas dari skeptisisme; sebab suatu kontradiksi
yang hakiki mengandung arti bahwa kebenaran dari masing-masing unsur kontradiksi tidak
akan pernah dapat diketahui.
Prinsip ketiga, Tauhid sebagai sebuah kesatuan kebenaran, yaitu keterbukaan terhadap
bukti baru dan / atau yang bertentangan, melindungi kaum muslim dari literalisme,fanatisme
dan konservatisme yang mengakibatkan kemandegan.

⁵Atang Abd.Hakim,. 2009. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.h.16


⁶Ahmad Tafsir.1994.Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.h.8-12
⁷ Osman Bakar, Tawhid and Science: Essays on the History and Philosophy of Islamic
Science, terj. Yuliani Liputo dengan Judul“Tauhid dan Sains: Esensi tentang Sejarh dan Filsafat Sains
Islam”[Cet. II; Jakarta: Pustaka Hidayah, 1995], h. 74
⁸Ahmad Al-Baiquni, Al Qur'an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, h. 9.

7
D.Kebenaran Wahyu Dan Akal

Menurut al-Faruqi, kebenaran wahyu dan kebenaran akal itu tidak bertentangan tetapi
saling berhubungan dan keduanya saling melengkapi. Karena bagaimanapun,kepercayaan
terhadap agama yang di topang oleh wahyu merupakan pemberian dari Allah dan akal juga
merupakan pemberian dari Allah yang diciptakan untuk mencari kebenaran. Syarat-syarat
kesatuan kebenaran menurut al-Faruqi yaitu: pertama,kesatuan kebenaran tidak boleh
bertentangan dengan realitas sebab wahyu merupakan firman dari Allah yang pasti cocok
dengan realitas. Kedua, kesatuan kebenaran yang dirumuskan, antara wahyu dan
kebenaran tidak boleh ada pertentangan, prinsip ini bersifat mutlak. Dan ketiga, kesatuan
kebenaran sifatnya tidak terbatas dan tidak ada akhir. Karena pola dari Allah tidak terhingga⁹

E.Menuju Integrasi Ilmu Dalam Islam

Sebenarnya manusia tidaklah memiliki pengetahuan sama sekali, yang memiliki


hanyalah Allah. Ketika Allah mengeluarkan al-Qur’an dan Alam semesta di hadapan
manusia, maka manusia dengan sendirinya dituntut untuk mendapatkan pengetahuan
tentang-Nya. Sehingga, ketika seseorang akan melakukan pembacaan, penelitian, dan
menemukan sebuah hukum atau teori, semua itu dilakukan atas dasar lillahi ta’ala.Baginya,
segala kegiatan keilmuan yang dilakukan atas nama Allah yang telah menciptakan manusia
dan telah mengajar manusia segala sesuatu (QS. Al-Alaq : 1, 2,dan 5).
Bagi ilmuwan Muslim, semestinya tidak mendasarkan kegiatan ilmiahnya semata-mata
bersifat kognitif dan skill an sich, melainkan ke semuanya dilakukan atas dasar niat dan
motivasi intrinsiknya yang keluar dari hati nurani (conscience) yang paling dalam untuk
memenuhi aturan-aturan Allah. Sehingga antara science dan con-science merupakan satu
kesatuan dan totalitas yang bermuara pada jiwa rabbaniyah. (QS. Ali Imran : 79). Ketika
mengembangkan dan menggali konsep teoritis dan praksis,semestinya tidak hanya berhenti
pada the fact tetapi juga the fact behind the fact, pada saat mengemukakan makna ruhani
atau metafisika pada setiap pernyataan fisika.
Prinsip Tauhidiyah ini, tidak memisahkan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai moral
religius. Antara ilmu dan etika, kesemuanya adalah satu kesatuan mutlak. Ilmu keilmuan
merupakan manifestasi dari pengabdian manusia kepada Tuhan.Tidak ada batas antara
ilmu dan amal, tidak ada hijab antara ilmu dengan iman.
Implikasinya, seorang berilmu pengetahuan memiliki komitmen terhadap
Tuhannya,sekaligus menerima sepenuh hati hukum moral yang diberikan-Nya. Sehingga ia
tumbuh sebagai insan yang mencintai perdamaian, dapat hidup selaras, stabil dan
berbudi,yakin sepenuhnya akan kemurahan Tuhan yang tidak terbatas, keadilan-Yang tidak
ada tandingannya, dan hidup dalam harmoni dengan alam.
Dengan demikian, selain makhluk rasional, manusia adalah makhluk spiritual, yang
mengapresiasikan “titah” Tuhan sebagai khalifah fil ardh, yang memiliki kekuasaan tidak
terbatas untuk mengontrol dan mengatur alam semesta berdasarkan otoritas Tuhan, yang
mampu menghadirkan Tuhan dalam kesadarannya setiap saat, dalam ketakjuban pada
keindahan, kedahsyatan dan keharmonisan alam semesta, yang mendasarkan setiap
aktivitasnya pada sinaran “nama-nama” Tuhan. Pemahaman Interelasi antara
Tuhan,manusia, dan alam semesta, menjadi sebuah kesadaran mutlak bagi pendidikan
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

8
Prinsip ini mirip dengan sebutan Chalen E. Westate sebagai “Spiritual Wellness”, yang
diartikan sebagai suatu perwujudan pribadi yang tercermin dalam keterbukaan terhadap
dimensi kehidupan lainnya. Selanjutnya ia mengemukakan bahwa ada empat dimensi
“Spiritual Wellness” ini, (1), Meaning of Life, yaitu berkemampuan untuk mewujudkan dirinya
secara bermakna dalam setiap dimensi hidup secara terpadu dan utuh. (2), Intrinsik Value,
yaitu memiliki nilai-nilai intrinsik sebagai perpaduan berperilaku. (3) Transcendence, yakni
berkemampuan untuk mentransendensikan atau melakukan hubungan dengan dimensi
yang lebih luas dan luhur. Dan (4), Community Of Shared Values and Support, adalah
berkemampuan dalam melakukan hubungan kemasyarakatan dengan dukungan nilai-nilai
bersama.

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Al-munqidz min al-
Dhalal (Damaskus : University Press, 1956), hal. 40-41

BAB 3: KESIMPULAN

1. Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan -yang merupakan prinsip ketiga dari
lima prinsip proyek Islamisasi Ilmu pengetahuan- adalah pijakan dasar dari konsep
Keesaan Tuhan dan Kesatupaduan Kebenaran Ilmu Pengetahuan”

2. Iman dalam Islam merupakan sebuah keyakinan yang membuat kebenaran iman sama
kukuhnya dengan kesaksian inderawi, bahkan lebih. Ini sangat berbeda dengan
“iman” kristen, dan beda pula dengan filsafat skeptisisme

3. Keesaan Tuhan dan Aku Bersatu Paduan Kebenaran ialah penegasan akan keesaan
Tuhan dan tunggalnya kebenaran yang berimplikasi pada pernyataan bahwa Tuhan itu
satu, dan tidak ada Tuhan selain-Nya.

4. Antara kebenaran wahyu dan kebenaran akal tidak ada saling bertentangan, bahkan
saling melengkapi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahannya.

___________ & Al-Faruqi, Lois Lamya, Atlas Budaya Islam; Menjelajah Peradaban
khazanah Gemilang, Terj. Ilyas Hasan (Bandung : Mizan, 1998, cet, ke-1)

Al-Faruqi, Ismail Raji, Tauhid, Terj. Rahmani Astuti (Bandung : Pustaka, 1988, cet. ke-1)

Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad, Ihya Ulum al-Dîn
(Beirut : Dar al-kutub al-‘Ilmiyyah, 2004)

Al-Mahalli,Jalaluddin, Syarh al-Waraqât (Surabaya : Al-Hidayah, tt)

Nur al-Ibrahimy, Muhammad, ‘Ilmu al-Manthiq (Surabaya : Maktabah Sa’d bin Nashir
Nabhan, tt)

Atang Abd.Hakim. 2009. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Osman Bakar, Tawhid and Science: Essays on the History and Philosophy of Islamic
Science, terj. Yuliani Liputo dengan Judul“Tauhid dan Sains: Esensi tentang Sejarh dan
Filsafat Sains Islam”[Cet. II; Jakarta: Pustaka Hidayah, 1995]

Achmad Al-Baiquni, Alqur’an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

10

Anda mungkin juga menyukai