Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

TAUHID SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN


ILMU PENGETAHUAN
Untuk memenuhi tugas Mata kuliah : Study Integrasi Islam
Dosen Pengampu : Bapak Dr.Qolbi khoiri,M.Pd

Disusun Oleh:

: Fitra Laila

: Hajar saputra

PROGRAM MAGISTER PENDIDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM AL- AZHAAR

LUBUK LINGGAU

2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT.yang telah memberi


Taufik,Hidayah, serta Inayah-Nya sehingga kami masih diberi kesehatan,
sehingga dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul
“Tauhid Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan ”yang terdapat
pada mata kuliah Study Integrasi Islam.
Kami selaku penyusun juga tidak lupa mengucapkan banyak terima
kasih kepada Dosen Pengampu Bapak Dr.Qolbi khoiri,M.Pd. dan teman-
teman yang sudah membantu serta dari berbagai narasumber yang
memberikan ide-ide nya sehingga makalah ini dapat disusun dengan baik dan
rapi.
Saya menyadari bahwa masih butuh bimbingan dan pengarahan dalam
makalah ini sehingga kami sangat mengharapkan pengarahan dan saran
yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih
baik.

Lubuklinggau, 28 Mei , 2022

Pemakalah

2
PENDAHULUAN
Islam yang memiliki pondasi berupa tauhid (mengesakan Tuhan) dan ilmu
pengetahuan adalah dua hal yang seharusnya tidak boleh dipisahkan oleh umat
Muhammad. Islam adalah agama yang akan membawa manusia menuju akhir yang
baik dari perjalanan seorang manusia. Sedangkan ilmu pengetahuan sebagai sarana
untuk mengeksplore, menggali kekayaan yang tersembunyi di bumi ini.
Para pemikir islam, telah mengambil sikap untuk memadukan antara islam
dan ilmu pengetahuan, yang diantara tujuannya adalah mengislamkan ilmu
pengetahuan moderen dengan cara menyusun dan membangun ulang sains sastra,
dan sains-sains pasti alam dengan memberikan dasar dan tujuan-tujuan yang
konsisten dengan Islam. Setiap disiplin harus dituangkan kembali sehingga
mewujudkan prinsip-prinsip Islam dalam metodologinya.
Gagasan untuk memadukan islam dengan ilmu pengetahuan telah
tertuangkan secara sistematis dalam sebuah proyek besar yang disebut sebagai
“Islamisasi Ilmu Pengetahuan”. Islamisasi ilmu pengetahuan (islamization of
knowledge) merupakan sebuah ide atau gagasan yang muncul pada sekitar awal
tahun 80-an. Ide atau gagasan ini pertama kali dicetuskan oleh Syed Naquib al-Attas
dan dipopulerkan oleh Ismail R. al Faruqi.
Dalam pandangan al-Faruqi berkenaan dengan langkah-langkah dalam
islamisasi ilmu pengetahuan, dia mengemukakan ide islamisasi ilmunya berlandaskan
pada esensi tauhid yang memiliki makna bahwa ilmu pengetahuan harus mempunyai
kebenarannya. Al Faruqi menggariskan beberapa prinsip dalam pandangan Islam
sebagai kerangka pemikiran metodologi dan cara hidup Islam. Prinsip-prinsip
tersebut ialah:
1. Keesaan Allah.
2. Kesatuan alam semesta.
3. Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan.
4. Kesatuan hidup.
5. Kesatuan umat manusia.
Dalam makalah kali ini, yang ingin dibahas oleh penulis terkait hal tersebut
bukan pada tataran praktis apa-apa saja yang perlu dilakukan dalam merealisasikan
proyek besar tersebut, namun lebih pada mengungkapkan konsep dasar yang
melandasinya, yaitu korelasi antara tauhid dengan ilmu pengetahuan, yang akan
bermuara pada pernyataan “Keesaan Tuhan dan Kesatupaduan Kebenaran Ilmu
Pengetahuan”, atau dengan kata lain, penulis menitikberatkan pemaparan dalam

3
makalah ini pada nomer ketiga dari lima prinsip dasar ilmu pengetahuan, yaitu
prinsip “Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan”.

PEMBAHASAN
Definisi
Tak diragukan lagi bahwa intisari islam adalah tauhid, sebuah komitmen yang
menegaskan bahwa Allah itu Esa, pencipta mutlak lagi utama, Tuhan semesta alam.
Menurut Ismail Raji al-Faruqi, tauhid ini adalah pengikat bagian-bagian islam, yang
menjadikan semua bagian-bagian islam sebagai suatu badan yang integral dan
organis yang kita sebut sebagai peradaban.
Secara sederhana, tauhid adalah keyakinan dan kesaksian bahwa “tak ada
Tuhan kecuali Allah”. Penafian ini, yang sangat ringkas, memberikan makna sangat
kaya dan agung dalam keseluruhan Islam. Kadang-kadang seluruh kebudayaan,
seluruh peradaban, atau seluruh sejarah terpadatkan dalam satu kalimat. Inilah
kasus dalam kalimat atau syahadat (kesaksian) Islam. Semua keanekaragaman,
kekayaan dan sejarah, kebudayaan dan pengetahuan, kearifan dan peradaban Islam
terpadatkan dalam kalimat pendek ”Lâ ilâha illallah”.
Sementara ilmu, oleh Imam al-Mahalli didefinisikan sebagai “pengetahuan
tentang sesuatu sebagaimana hakikatnya”. Beliau mencontohkan ilmu ini seperti
pengetahuan seseorang yang mendefinisikan manusia sebagai “hayawân an-nâthiq”
(hewan berakal). Dari pengertian tersebut, bisa kita pahami bahwa yang disebut
sebagai ilmu dalam Islam ialah pengetahuan tentang sesuatu menurut hakikatnya,
atau dalam istilah mantiq, ialah pengetahuan yang berasal dari “natijah” tepat dari
“muqaddimah kubra” (premis mayor) dan “muqaddimah shughra” (premis minor)
yang sama-sama tepat pula. Adapun yang dijadikan sebagai alat untuk menganalisa
ketepatan pengetahuan tersebut ialah akal yang sehat. Lebih lanjut, dalam ilmu
manthiq disebutkan bahwa sebuah pengetahuan dapat dikategorikan sebagai “ilmu”
ialah ketika diiringi dengan sebuah keyakinan.

HUBUNGAN TAUHID DENGAN ILMU PENGETAHUAN


Dari segi unsur-unsur kebudayaan, agama merupakan universal cultural,
yang artinya terdapat di setiap daerah kebudayaan dimana saja masyarakat dan
kebudayaan itu berada. Salah satu prinsip teori fungsional menyatakan bahwa segala
sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Dengan kata lain,
setiap kebudayaan memiliki fungsi. Konsekuensinya, setiap yang tidak berfungsi

4
akan hilang atau sirna. Karena sejak dulu hingga sekarang agama dengan tangguh
menyatakan eksistensinya, berarti ia mempunyai dan memerankan sejumlah peran
dan fungsi di masyarakat.
Menurut istilah Agama Islam, Tauhid itu ialah “Keyakinan tentang satu atau Esa-Nya
Tuhan”, dan segala fikiran dan teori berikut dalil-dalilnya yang menjurus kepada
kesimpulan bahwa Tuhan itu satu disebut ilmu Tauhid. Di dalamnya termasuk
soal soal kepercayaan dalam Agama Islam. Menurut kaidah atau definisi para ahli,
Ilmu Tauhid itu, ialah: “Ilmu yang membahas segala kepercayaan keagamaan
dengan menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan”.
Perintah yang sangat mendasar yang terdapat dalam ajaran Islam adalah
mengesakan Tuhan dan cegahan melakukan tindakan syirik. Tauhid dan syirik adalah
dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, meskipun antara yang satu dengan yang
lainnya sangat berbeda.
Dalam Al-Qur’an (Q.S Al-Ikhlas [112]: 1-4). Tauhid mendorong manusia
untuk menguasai dan memanfaatkan alam karena sudah ditundukkan untuk manusia,
perintah mengesakan Tuhan dibarengi dengan cegahan mempersekutukan Tuhan,
jika manusia mempersekutukan tuhan berarti ia dikuasai oleh alam, padahal manusia
adalah yang harus menguasai bumi karena bumi telah
ditundukkan oleh Allah.
Pengetahuan dalam pandangan Islam sebenarnya hanya satu. Untuk
kepentingan pendidikan, pengetahuan yang satu itu harus diklasifikasikan; klasifikasi
garis besar ialah: pengetahuan yang diwahyukan dan pengetahuan yang diperoleh.
Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu
adalah teori. Maka isi ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan; ilmu
pendidikan Islam merupakan kumpulan teori tentang pendidikan berdasarkab ajaran
Islam.
Konsekuensi dari tauhid adalah bahwa manusia harus menguasai alam dan
haram tunduk kepada alam. Menguasai alam, berarti menguasai hukum alam, dan
dari hukum alami ini, ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan. Sebaliknya,
syirik berarti tunduk kepada alam (manusia dikuasai oleh alam). Dimana akan
melahirkan kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Jadi, terdapat hubungan
timbal balik antara tauhid dengan dorongan pengembangan ilmu pengetahuan, juga
ada hubungan timbal balik antara syirik dengan kebodohan.
Tauhid sebagai landasan pijak pengembangan sains dapat dilacak pada
terbentuknya geneologinya konsepsi tentang Tuhan dalam pengertian yang spesifik.

5
Bahwa Tuhan adalah pengetahuan tantang alam semesta sebagai salah satu efek
tindak kreatif ilậhi. Pengetahuan tentang hubungan antara Tuhan dan dunia, antara
pencipta dan ciptaan, atau antara prinsip Ilahi dengan manifestasi kosmik,
merupakan basis paling fundamental dari kesatuan antara sains dan pengetahuan
spiritual.
Berilmu pengetahuan menurut Islam sama dan sebangun maknanya dengan:
menyatakan ketertundukan pada tauhid dan elaborasi pemahaman secara sainstifik
terhadap dimensi-dimensi kosmik alam semesta. Itulah sebabnya Alqur’an kemudian
berperan sebagai sumber inteleketualitas dan spiritualitas Islam.
Alqur’an berfungsi sebagai basis bukan hanya bagi agama dan pengetahuan
spiritual, tetapi bagi semua jenis pengetahuan. Alqur’an sebagai kalam Allah
merupakan sumber utama inspirasi pandangan Muslim tentang keterpaduan sains
dan pengetahuan spiritual. Gagasan keterpaduan ini bahkan merupakan konsekuensi
dari gagasan keterpaduan semua jenis pengetahuan. Selanjutnya, bagaimana antara
tauhid dan ilmu pengetahuan berkorelasi sehingga membentuk pondasi agama islam
yang kuat, akan kami paparkan pada penjelasan penjelasan berikutnya.

Keesaan Tuhan Dan Kesatupaduan Kebenaran


Mengakui Ketuhanan Tuhan dan keesaan berarti mengakui kebenaran dan
kesatupaduannya. Keesaan Tuhan dan kesatupaduan kebenaran tidak dapat
dipisahkan. Keduanya merupakan aspek-aspek dari satu realitas yang sama. Ini akan
menjadi jelas jika kita ingat bahwa kebenaran adalah satu sifat dari pernyataan
tauhid, 0yaitu bahwa Tuhan itu Esa. Sebab, jika kebenaran itu tidak satu, maka
pernyataan “Tuhan itu Esa” akan bisa dibenarkan, dan pernyataan “sesuatu benda
dan kekuatan lain adalah (juga) Tuhan”. Dengan mengatakan bahwa kebenaran itu
satu, dengan sendirinya menegaskan bahwa Tuhan itu satu, dan tidak ada tuhan lain
selain Tuhan, yang merupakan gabungan dari penafian dan penegasan yang
dinyatakan oleh syahadah.La ilaha illa Allah, tidak ada Tuhan selain Allah.
Sebagai prinsip metodologi, tauhid terdiri dari tiga prinsip:
1. Pertama, penolakan terhadap segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan realitas;
2. Kedua, penolakan kontradiksi-kontradiksi hakiki;
3. ketiga, keterbukaan bagi bukti yang baru dan / atau yang bertentangan.
Prinsip yang pertama meniadakan dusta dan penipuan dalam Islam, karena
prinsip ini menjadikan segala sesuatu dalam agama terbuka untuk diselidiki dan
dikritik. Penyimpangan dari realitas, atau kegagalan untuk mengkaitkan diri

6
dengannya, sudah cukup untuk membatalkan sesuatu item dalam Islam, apakah itu
hukum, prinsip etika pribadi atau sosial, atau pernyataan tentang dunia. Prinsip ini
melindungi kaum Muslim dari opini, yakni dari tindakan membuat pernyataan yang
tak teruji dan tidak dikonfirmasikan, mengenai pengetahuan. Pernyataan yang tidak
dikonfirmasi, menurut al- Qur’an, adalah zhann, atau pengetahuan yang menipu, dan
dilarang oleh Tuhan. Sekecil apa pun obyeknya. Seorang Muslim dapat didefinisikan
sebagai orang yang tidak menyatakan apa-apa kecuali kebenaran, yang tidak
mengemukakan apa apa kecuali kebenaran, sekalipun dengan mempertaruhkan
nyawanya sendiri.
Menyembunyikan, mencampurkan kebenaran dengan kesesatan, menilai
kebenaran lebih rendah dari kepentingan sendiri atau kepentingan sanak kerabat
dalam Islam sangat dibenci dan juga dikutuk.
Prinsip kedua, yaitu tidak ada kontradiksi yang hakiki, melindunginya dari
kontradiksi di satu pihak, dan dari paradoks di lain pihak. Prinsip ini merupakan
esensi dari rasionalisme. Tanpa itu, n.kik ada jalan untuk lepas dari skeptisisme;
sebab suatu kontradiksi yang hakiki mengandung arti bahwa kebenaran dari masing-
masing unsur kontradiksi tidak akan pernah dapat diketahui.
Prinsip ketiga, Tauhid sebagai sebuah kesatuan kebenaran, yaitu keterbukaan
terhadap bukti baru dan / atau yang bertentangan, melindungi kaum muslim dari
literalisme, fanatisme dan konservatisme yang mengakibatkan kemandegan.

Kebenaran Wahyu Dan Akal


Menurut al-Faruqi, kebenaran wahyu dan kebenaran akal itu tidak
bertentangan tetapi saling berhubungan dan keduanya saling melengkapi. Karena
bagaimanapun, kepercayaan terhadap agama yang di topang oleh wahyu merupakan
pemberian dari Allah dan akal juga merupakan pemberian dari Allah yang diciptakan
untuk mencari kebenaran. Syarat-syarat kesatuan kebenaran menurut al-Faruqi yaitu:
pertama, kesatuan kebenaran tidak boleh bertentangan dengan realitas
sebab wahyu merupakan firman dari Allah yang pasti cocok dengan realitas.
Kedua, kesatuan kebenaran yang dirumuskan, antara wahyu dan kebenaran
tidak boleh ada pertentangan, prinsip ini bersifat mutlak.
Dan ketiga, kesatuan kebenaran sifatnya tidak terbatas dan tidak ada akhir.
Karena pola dari Allah tidak terhingga, oleh karena itu diperlukan sifat yang terbuka
terhadap segala sesuatu yang baru.

7
Menuju Interelasi Ilmu dalam Islam
Sebenarnya manusia tidaklah memiliki pengetahuan sama sekali, yang
memiliki hanyalah Allah. Ketika Allah menggelarkan al-Qur’an dan Alam semesta di
hadapan manusia, maka manusia dengan sendirinya ditutut untuk mendapatkan
pengetahuan tentang-Nya. Sehingga, ketika seseorang akan melakukan pembacaan,
penelitian, dan menemukan sebuah hukum atau teori, semua itu dilakukan atas
dasar lillahi ta’ala. Baginya, segala kegiatan keilmuan yang dilakukan atas nama Allah
yang telah menciptkan manusia dan telah mengajar manusia segala sesuatu (QS. Al-
Alaq : 1, 2,dan 5).
Bagi illmuan Muslim, semestinya tidak mendasarkan kegiatan ilmiahnya
semata-mata bersifat kognitif dan skill an sich, melainkan kesemuanya dilakukan
atas dasar niat dan motivasi intrinsiknya yang keluar dari hati nurani (conscience)
yang paling dalam untuk memenuhi aturan-aturan Allah. Sehingga atara science dan
con-science merupakan satu kesatuan dan totalitas yang bermuara pada jiwa
rabbaniyyat. (QS. Ali Imran : 79). Ketika mengembangkan dan menggali konsep
teoritis dan praksis, semestinya tidak hanya berhenti pada the fact tetapi juga the
fact behind the fact, pada saat mengemukakan makna ruhani atau metafisika pada
setiap pernyataan fisika.
Prinsip Tauhidiiyah ini, tidak memisahkan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai
moral religius. Antara ilmu dan etika, kesemuanya adalah satu kesatuan mutlak. Ilmu
dan aktivitas keilmuan merupkan manifestasi dari pengabdian manusia kepada
Tuhan. Tidak ada batas antara ilmu dan amal, tidak ada hijab antara ilmu dengan
iman. Implikasinya, seorang berilmu pengetahuan memiliki komitmen terhadap
Tuhannya, sekaligus menerima sepenuh hati hukum moral yang diberikan-Nya.
Sehingga ia tumbuh sebagai insan yang mencintai perdamaian, dapat hidup selaras,
stabil dan berbudi, yakin sepenuhnya akan kemurahan Tuhan yang tidak terbatas,
keadilan-Nya yang tidak ada tandingannya, dan hidup dalam harmoni dengan alam.
Dengan demikian, selain makhluq rasional, manusia adalah makhluq spritual, yang
mengapresiasikan “titah” Tuhan sebagai khalifah fil ardl, yang memiliki kekuasaan
tidak terbatas untuk mengontrol dan mengatur alam semesta berdasarkan otoritas
Tuhan, yang mampu menghadirkan Tuhan dalam kesadarannya disetiap saat, dalam
ketakjuban pada keindahan, kedahsyatan dan keharmonisan alam semesta, yang
mendasarkan setiap aktivitasnya pada sinaran “nama-nama” Tuhan.
Pemahaman interelasi antara Tuhan, manusia, dan alam semesta, menjadi
sebuah kesadaran mutlak bagi pendidikan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

8
Prinsip ini mirip dengan sebutan Chalen E. Westate sebagai “Spritual Welness”, yang
diartikan sebagai suatu perwujudan pribadi yang tercermin dalam keterbukaan
terhadap dimensi kehidupan lainnya.
Selanjutnya ia mengemukakan bahwa ada empat dimensi “Spritual Welness”
ini, (1), Meaning of Life, yaitu berkemampuan untuk mewujudkan dirinya secara
bermakna dalam setiap dimensi hidup secara terpadu dan utuh. (2), Intrinsik Value,
yaitu memiliki nilai-nilai intrinsik sebagai perpaduan berprilaku. (3) Trancendence,
yakni berkemampuan untuk mentransendensikan atau melakukan hubungan dengan
dimensi yang lebih luas dan luhur. Dan (4), Community of Shared Values and
Support, adalah berkemampuan dalam melakukan hubungan kemasyarakatan
dengan dukungan nilai-nilai bersama.

KESIMPULAN
1. Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan -yang merupakan prinsip ketiga
dari lima prinsip proyek Islamisasi Ilmu pengetahuan- adalah pijakan dasar dari
konsep Keesaan Tuhan dan Kesatupaduan Kebenaran Ilmu Pengetahuan”
2. Iman dalam Islam merupakan sebuah keyakinan yang membuat kebenaran iman
sama kukuhnya dengan kesaksian inderawi, bahkan lebih. Ini sangat berbeda
dengan “iman” kristen, dan beda pula dengan filsafat skeptisisme
3. Keesaan Tuhan dan Kebersatupaduan Kebenaran ialah penegasan akan keesaan
Tuhan dan tunggalnya kebenaran yang berimplikasi pada pernyataan bahwa
Tuhan itu satu, dan tidak ada Tuhan selain-Nya.
4. Antara kebenaran wahyu dan kebenaran akal tidak ada saling bertentangan,
bahkan saling melengkapi.

9
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahannya.
___________ & Al-Faruqi, Lois Lamya, Atlas Budaya Islam; Menjelajah Peradaban
khazanah Gemilang, Terj. Ilyas Hasan (Bandung : Mizan, 1998, cet, ke-1)
Al-Faruqi, Ismail Raji, Tauhid, Terj. Rahmani Astuti (Bandung : Pustaka, 1988, cet.
ke-1)
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad, Ihya Ulum al-Dîn
(Beirut : Dar al-kutub al-‘Ilmiyyah, 2004)
Al-Mahalli,Jalaluddin, Syarh al-Waraqât (Surabaya : Al-Hidayah, tt)
Nur al-Ibrahimy, Muhammad, ‘Ilmu al-Manthiq (Surabaya : Maktabah Sa’d bin Nashir
Nabhan, tt)
Atang Abd.Hakim. 2009. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Osman Bakar, Tawhid and Science: Essays on the History and Philosophy of Islamic
Science, terj. Yuliani Liputo dengan Judul“Tauhid dan Sains: Esensi tentang Sejarh
dan
Filsafat Sains Islam”[Cet. II; Jakarta: Pustaka Hidayah, 1995]
Achmad Al-Baiquni, Alqur’an, Ilmu Pengetahuan dan Teknolog

10

Anda mungkin juga menyukai