Anda di halaman 1dari 5

“ Tauhid Dalam Sejarah Teknologi Islam : Perkembangan Dan Internalisasi

Nilai-Nilai Tauhid ”

Muhammad Bayu Triantoro


201910160311068
AIK-IV

Abstrak
Pemahaman bahwa Tauhid sebagai konsep yang mengandung nilai-nilai esensial yang
harus menjadi dasar dalam pengembangan sains Islam adalah suatu kebutuhan filosofis dan
teologis. Tauhid, sebagai pandangan dunia Islam, menjadi fondasi utama dari struktur Islam.
Oleh karena itu, sains dan teknologi harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip Tauhid. Dalam
perspektif Tauhid, sains dan teknologi harus didasarkan pada nilai-nilai ilahiah sebagai standar
etika normatif, serta nilai-nilai insaniyah dan alamiah sebagai dasar praktik operasional.
Ada tiga paradigma yang menggambarkan hubungan antara Tauhid dan sains: paradigma
sekuler, paradigma sosialis, dan paradigma Islam. Paradigma Islam memandang agama sebagai
fondasi dan regulator kehidupan, sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw yang menegaskan Tauhid
Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan.
Tauhid sebagai dasar pengembangan sains dapat dilihat dalam konsepsi tentang Tuhan
yang spesifik. Tuhan dipahami sebagai pengetahuan tentang alam semesta yang merupakan hasil
dari tindakan kreatif Ilahi. Pengetahuan tentang hubungan antara Tuhan dan alam, antara
pencipta dan ciptaan, atau antara prinsip Ilahi dan manifestasi kosmik, menjadi dasar utama
dalam menyatukan sains dengan pengetahuan spiritual.

I. Pendahuluan
Fundamentalis Islam berakar pada konsep tauhid, yang menekankan kesadaran
akan "Esa-nya Tuhan" dengan "Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya." Kesadaran akan
keesaan Tuhan ini mendasari pandangan bahwa alam semesta hanya eksis berkat Tuhan,
dan bahwa keyakinan manusia haruslah tertuju pada-Nya. Manusia diharapkan meyakini
bahwa segala peristiwa dalam alam semesta terjadi karena keberadaan Tuhan. Tanpa
Tuhan Yang Maha Kuasa, alam semesta tidak akan ada. Tuhan adalah substansi dari
realitas yang memberi eksistensi kepada segalanya, termasuk manusia itu sendiri. Oleh
karena itu, tidak mengherankan jika penolakan terhadap Tuhan dalam Islam dianggap
sebagai dosa yang tidak dapat diampuni.
Implikasi dari keyakinan tauhid ini adalah iman, yakni keyakinan terhadap
keberadaan Tuhan, malaikat, kitab-kitab suci, para rasul, hari kiamat, dan takdir. Dengan
iman ini, seseorang menjadi muslim yang sempurna. Dengan demikian, individu tersebut
akan hidup sesuai dengan ajaran Islam yang didasarkan pada Alquran dan Hadis. Ini
menunjukkan bahwa peran utama tauhid adalah sebagai pintu masuk ke dalam Islam,
sebuah agama yang menggabungkan aspek teologis dan humanisme, dengan menciptakan
rahmat bagi alam semesta.
Dua konsep tersebut menunjukkan bahwa estetika adalah inti dari sains,
sedangkan tauhid adalah fondasi dari Islam. Estetika tauhid mengungkapkan perjalanan
menuju ke yang transendental. Akhirnya, muaranya adalah pada nilai-nilai ilahiah, yaitu
kesadaran akan keberadaan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan. Konsep tauhid dalam
Islam tidak hanya terbatas pada prinsip-prinsip keimanan yang eksternal, tetapi juga
mencakup dimensi esoterik, yaitu luasnya ruang kehidupan. Tauhid sebagai fondasi
peradaban adalah unsur struktural yang memberi identitas kepada peradaban, mengikat
dan mengintegrasikan unsur-unsur utama untuk membentuk kesatuan yang kokoh.
Dalam disiplin ilmu tradisional Islam, tauhid ditempatkan sejajar dengan fikih,
tasawuf, dan falsafah. Bersama-sama, keempat disiplin ilmu tersebut membentuk pilar
keilmuan yang tidak terpisahkan dalam peradaban Islam, yang menjunjung tinggi etika.
Keempat pilar ini mendukung terwujudnya akhlakul karimah, yang merupakan mahkota
dalam humanisme Islam. Namun, setelah dianalisis, tauhid memiliki peran yang sangat
penting sebagai fondasi bagi perkembangan berbagai disiplin ilmu tradisional Islam.
Bahkan, tauhid adalah faktor penentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam dunia Islam dari abad ke-7 hingga abad ke-13.
Tauhid adalah formulasi keyakinan tentang Tuhan yang tunggal dalam berbagai
dimensi. Konsep ini memiliki keterkaitan dengan monotheisme. Dalam ajaran Islam,
Tuhan dianggap sebagai eksistensi yang berbeda dari segala bentuk eksistensi yang dapat
diketahui atau diimajinasikan oleh manusia. Dengan tauhid, diakui bahwa Allah adalah
pencipta segala sesuatu. Oleh karena itu, monoteisme dalam ajaran Islam menjadi dasar
atau landasan bagi pandangan dunia Islam. Sebagai akibatnya, sains dan teknologi harus
dibangun di atas landasan yang sesuai dengan pandangan dunia tauhid.
Peran tauhid dalam perkembangan sains dan teknologi adalah menjadikan aqidah
tauhid sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma ini seharusnya menjadi landasan
bagi umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada saat ini. Tauhid harus
menjadi standar bagi semua ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang sesuai dengan
tauhid dapat diterima dan diamalkan, sementara yang bertentangan harus ditolak.
Penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi haruslah sesuai dengan prinsip-prinsip
tauhid. Perkembangan sains dan teknologi harus diarahkan agar memberikan dampak
positif dan meminimalkan dampak negatif bagi manusia dan masyarakat.

II. Pembahasan
a. Hubungan Islam dengan Sains dan Teknologi
Dalam era modern saat ini, ilmu pengetahuan dianggap sebagai anugerah
yang tak tertandingi sepanjang masa bagi kehidupan manusia dalam menghadapi
berbagai tuntutan dan perkembangannya. Ilmu pengetahuan telah menjadi
kebutuhan primer bagi manusia yang ingin mencapai kemajuan dan kesejahteraan
hidup, memungkinkan mereka untuk menguasai dan memanfaatkan sains sebagai
syarat utama kelangsungan hidup. Namun, pertanyaannya, apakah kemajuan dan
kesejahteraan hidup ini menjadi satu-satunya tujuan dari penguasaan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan? Kemajuan pesat dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi, sebagai hasil dari aplikasi sains, terlihat memberikan kesenangan
dalam kehidupan materi manusia secara luas. Namun, pesatnya kemajuan ini
seringkali diiringi dengan kemunduran dalam aspek kehidupan beragama.
Menurut Achmad Baiquni, sains didefinisikan sebagai kumpulan
pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh melalui konsensus para pakar,
melalui penarikan kesimpulan rasional dari analisis kritis terhadap data
pengukuran yang diperoleh dari pengamatan fenomena alam. Melalui proses
pengkajian yang dapat diterima oleh akal, sains disusun berdasarkan pengamatan
dan pengukuran data pada alam sekitar kita, baik yang hidup maupun tidak. Islam
memiliki karakteristik sebagai satu-satunya agama yang benar dan sempurna
dengan mendorong manusia untuk menggunakan akal dan sains untuk meneliti
dan memahami kebenaran nilai-nilai ajaran Islam.
Ayat-ayat Al-Qur'an juga mengajak manusia untuk mengobservasi dan
mempelajari alam semesta sebagai tanda kebesaran Allah. Dalam hubungannya
dengan sains, Islam memberikan dorongan untuk mengenal alam dengan baik
melalui pengamatan dan kajian terhadap fenomena alam. Manusia ditugaskan
untuk menjadi khalifah di bumi, yang berarti memelihara dan mengelola bumi
dengan bijak. Sebagai hasilnya, sains berkembang sebagai upaya untuk
memahami alam secara rasional dan menghasilkan keyakinan yang kuat.
Sejarah menunjukkan bahwa sains sering dilihat sebagai satu-satunya
bentuk pengetahuan yang objektif, dapat diakses, dan dibuktikan kebenarannya
oleh banyak orang. Namun, konflik muncul ketika sains bertentangan dengan
nilai-nilai agama. Di Barat, sains sering dilihat sebagai hal yang terpisah dari
agama, yang menghasilkan konflik antara keduanya.
Dalam konteks Islam, tauhid atau kepercayaan kepada Tuhan yang Esa,
menjadi dasar bagi perkembangan sains dan teknologi. Dengan perspektif tauhid,
Islam mendorong perkembangan sains dengan memahami bahwa segala sesuatu
dalam alam adalah ciptaan Allah. Hal ini tercermin dalam masa kejayaan ilmu
pengetahuan Islam pada abad ke-7 hingga ke-13, di mana ajaran tauhid
memberikan landasan yang kuat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Paradigma Islam menekankan bahwa aqidah tauhid harus menjadi dasar
bagi ilmu pengetahuan manusia. Namun, saat ini, umat Islam seringkali
terjerumus dalam paradigma sekuler yang mengikuti Barat dalam segala hal,
termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Paradigma sekuler ini menyebabkan
konflik antara sains dan agama, yang seharusnya dipahami sebagai ungkapan
kebenaran yang saling melengkapi.
Kekeliruan paradigma ini harus dikoreksi dengan mengadopsi paradigma
Islam yang mengakui bahwa aqidah Islam harus menjadi dasar bagi ilmu
pengetahuan manusia. Ini membutuhkan perubahan fundamental dalam pemikiran
dan pendidikan umat Islam untuk menjadikan tauhid sebagai pondasi yang kokoh
bagi ilmu pengetahuan. Dengan demikian, konflik antara sains dan agama dapat
diatasi, dan keduanya dapat diintegrasikan secara harmonis untuk kebaikan umat
manusia.

b. Manifestasi Tauhid sebagai Landasan Sains dan Teknologi


Konsep integrasi ilmu juga berasal dari doktrin tauhid, seperti yang
dijelaskan oleh Seyyed Hossein Nasr, di mana seni dan ilmu pengetahuan dalam
Islam didasarkan pada gagasan tentang kesatuan, yang merupakan inti dari wahyu
Muslim. Doktrin kesatuan Tuhan, atau keyakinan menurut Isma'il Razi al-Faruqi,
tidak hanya merupakan kategori etika semata. Ia merupakan kategori kognitif
yang terkait dengan pengetahuan dan kebenaran proposisi-proposisinya. Dan
karena sifat proposisi-proposisinya sama dengan sifat dari prinsip pertama logika
dan pengetahuan, metafisika, etika, dan estetika, maka ia secara intrinsik
bertindak sebagai cahaya yang menerangi segala sesuatu.
Menurut al-Faruqi, mengakui Keesaan Tuhan dan tauhid berarti mengakui
kebenaran dan kesatuan. Pandangan al-Faruqi ini menguatkan asumsi bahwa satu
sumber kebenaran berarti tidak mungkin adanya dua atau lebih sumber kebenaran.
Ini juga menjadi bukti bahwa integrasi ilmu memiliki konsistensi dengan prinsip
tauhid.
Tauhid sebagai prinsip metodologis, menurut al-Faruqi, mencakup tiga
prinsip utama: Pertama, penolakan terhadap segala sesuatu yang tidak sesuai
dengan realitas; kedua, penolakan terhadap kontradiksi hakiki; dan ketiga,
keterbukaan terhadap bukti baru atau yang bertentangan. Tauhid sebagai landasan
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dapat ditemukan dalam pemahaman
tentang Tuhan dalam konteks yang spesifik. Pengetahuan tentang hubungan
antara Tuhan dan dunia, antara pencipta dan ciptaan, atau antara prinsip Ilahi
dengan manifestasi kosmik, adalah dasar yang paling fundamental dari kesatuan
antara sains dan pengetahuan spiritual.
Al-Qur'an berfungsi sebagai sumber inspirasi intelektual dan spiritual
dalam Islam, bukan hanya untuk agama dan pengetahuan spiritual, tetapi untuk
semua jenis pengetahuan. Sains dalam formulasi tauhid menegaskan bahwa segala
pengetahuan, filsafat, dan aspek terkaitnya sesungguhnya berada dalam domain
Ketuhanan. Manusia tidak akan mampu menguasainya tanpa kesadaran akan
Tauhid.
Integrasi ilmu dan agama dalam Islam menuntut pendekatan baru terhadap
pemahaman Islam dalam konteks realitas yang kompleks. Ini melibatkan tafsir
baru terhadap Islam untuk memahami realitas yang rumit, metode pengembangan
teori sosial dari ajaran Islam, dan transformasi masyarakat secara keseluruhan.
Pemikiran Tauhid transformatif menjadi landasan untuk menyelaraskan sains dan
teknologi dengan nilai-nilai Islam demi kesejahteraan manusia dan menjaga
keutuhan agama dalam menghadapi tantangan global modern.

III. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa hubungan Islam dengan
perkembangan iptek setidaknya dapat diuraikan dalam dua hal. Pertama, Islam
memandang Aqidah Islam sebagai paradigma dasar dalam pemikiran dan ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, paradigma Islam, bukan paradigma sekuler, seharusnya
menjadi landasan bagi umat Islam dalam membangun struktur ilmu pengetahuan. Kedua,
Islam menegaskan pentingnya tauhid sebagai standar atau landasan dalam penggunaan
sains dan teknologi. Oleh karena itu, tauhid, bukan sekadar manfaat utilitarianisme, harus
dijadikan tolok ukur bagi umat Islam dalam mengaplikasikan iptek.
Penggunaan tauhid sebagai fondasi untuk memajukan sains masih memungkinkan
bagi umat Islam saat ini dan di masa depan. Namun, diperlukan usaha yang cermat untuk
memperbaiki kondisi yang ada. Transformasi nilai-nilai Islam dalam memajukan sains
menjadi penting. Oleh karena itu, dalam upaya memajukan sains Islam berdasarkan
tauhid, perlu mempertimbangkan tantangan baik dari internal maupun eksternal.

Daftar Pustaka
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 2013.
Farghal, Hasan. “Pokok Pikiran Tentang Hubungan Ilmu Dengan Agama”. Dalam Abdul
Hamid Abu Sulaiman. Permasalahan Metodologis Dalam Pemikiran Islam.
Jakarta: Media Da’wah. 1994.
Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, Bandung: Mizan, 1991.
Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan, Jakarta: Paramadina, 1992.
Mastuki HS, Muhammad Irfan. Teologi Pendidikan, Tauhid Sebagai Paradigma
Pendidikan Islam, Cet.I; Jakarta: Priska Agung Insani, 2000,
Nasution, Harun, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1995.
Suriasumantri, Jujun S. Ilmu Dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik. Jakarta : PT
Gramedia 1986.
Purwanto, Agus. Ayat-ayat Semesta: Sisi Alqur’an yang Terlupakan, Bandung: Mizan,
2008.
Qardhawi, Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1997

Anda mungkin juga menyukai