Anda di halaman 1dari 7

SAINS DALAM HADITS

Makalah ini untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Islam Dan Sains”

Dosen Pembimbing :
Dr. H. Maftuh Ajmain, M.Si.

Oleh kelompok 3 :
Rizqy Aulia Azzahro (221360094)
Muhammad Syahriel Mubarok (221360073)
Nadi Syahrudi          (221360084)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA


HASANUDIN BANTEN
FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
SERANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang                                                                          
Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini membuat manusia menjadi penguasa
tunggal jagad raya ini, dan Hadits-hadits Nabi SAW yang shahih banyak sekali memuat
berita tentang sains dan teknologi yang pembenarannya baru dicapai oleh manusia setelah
berpuluh abad lamanya. Berita-berita tentang sains dan teknologi yang ada di dalam Hadits
disebutkan secara implisit, yaitu tersirat dalam berbagai penjelasan tentang aqidah dan
keimanan. Yang demikian sebagai penjelasan bahwa Hadits berikut isi dan ajarannya akan
selalu selaras dengan perkembangan zaman. Juga karena Al-Hadits akan selalu selaras
dengan akal dan IPTEK, tidak akan ada pertentangan antara keduanya selamanya.
Bagi umat islam kesadaran untuk memiliki dan bertakwa dan pentingnya sains dan
teknologi itu berkaitan erat dengan keyakinan terhadap al-qur’an yang diwahyukan serta
pemahaman mengenai kehidupan dan alam semesta yang diciptakan. Iman dan takwa
terkandung ketentuan-ketentuan Allah yang bersifat absolut, yang disebut kebenaran Qur’ani
dan yang lain disebut kebenaran Kauni. Kebenaran Qur’aniyah dan kauniyah itu hanya dapat
didekati manusia melalui proses aproksimasi yang dilakukan terus-menerus dengan
menggunakan model yang patut diteladani, yaitu sunah Rosulullah. Karena itu upaya manusia
bersifat relatif, terutama melalui proses pendidikan. Kebenaran kauniyah bisa dikembangkan
melalui riset dan data empiris dan pendalaman materi ilmiah serta pendalaman kandungan
Al-Qur’an yang senantiasa berdampingan dan saling memperjelas.
Pada hakikatnya perkembangan sains dan teknologi tidak bertentangn dengan agama
islam karena islam adalah agama rasional yang lebih menonjolkan akal dan dapat diamalkan
tanpa mengubah budaya setempat. Dunia tanpa batas saat ini mengisyaratkan umat islam
harus peka dan tanggap terhadap isu-isu aktual dan faktual yang berlangsung saat ini.

B. Rumusan masalah
1.      Apakah pendidikan sains dan teknologi dibahas dalam Hadis?
2.      Bagaimanakah pendidikan sains dan teknologi yang relevan dalam Hadis?
3.      Mengapa pendidikan sains dan teknologi harus didasarkan pada Hadis?

C.  Tujuan Masalah
1.      Mengetahui dan memahami pendidikan sains dan teknologi yang dibahas dalam Hadis.
2.      Mengetahui dan memahami pendidikan sains dan teknologi yang relevan dalam Hadis.
3.      Mengetahui dan memahami sains dan teknologi yang harus didasarkan pada Hadis.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sains dan Teknologi yang dibahas dalam Hadis


Pengertian Sains (science) menurut Agus S. diambil dari kata latin scientia yang arti
harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains
merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan
bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan
mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat
dipisahkan. "Real Science is both product and process, inseparably Joint".
Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk
melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam.
Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang
eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan.
Sedangkan menurut kamus bahasa seperti yang dikutip oleh Abdurrahman R Effendi dan
Gina Puspita sains adalah ilmu pengetahuan yang teratur (sistematik) yang boleh diuji
atau dibuktikan kebenarannya. Ia juga merupakan cabang ilmu pengetahuan yang
berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata-mata, misalnya sains fisika, kimia, biologi,
astronomi, termasuklah cabang-cabang yang lebih detil lagi seperti hematologi (ilmu
tentang darah), entomologi, zoologi, botani, cardiologi, metereologi (ilmu tentang kajian
cuaca), geologi, geofisika, exobiologi (ilmu tetang kehidupan di angkasa luar), hidrologi
(ilmu tentang aliran air), aerodinamika (ilmu tentang aliran udara) dan lain-lain.
Sedangkan teknologi adalah aktivitas atau kajian yang menggunakan pengetahuan sains untuk
tujuan praktis dalam industri, pertanian, perobatan, perdagangan dan lain-lain. Ia juga dapat
didefinisikan sebagai kaedah atau proses menangani suatu masalah teknis yang berasaskan
kajian saintifik termaju seperti menggunakan peralatan elektronik, proses kimia, manufaktur,
permesinan yang canggih dan lain-lain.
Sains dan teknologi menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan karena saling mendukung satu
sama lain. Teknologi merupakan bagian dari sains yang berkembang secara mandiri,
menciptakan dunia tersendiri. Akan tetapi teknologi tidak mungkin berkembang tanpa
didasari sains yang kokoh. Maka sains dan teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan.
Sedangkan ilmu sains yang tergolong dalam kumpulan ilmu sains terapan (telah mengalami
penyesuaian, antara makna dengan kenyataan) adalah dikaitkan dengan teori dan dasar untuk
menciptakan sesuatu hasil yang dapat memberi manfaat kepada manusia. Sehingga sains
mengkaji tentang fenomena fisik.[2]

B. Pendidikan Sains dan Teknologi yang Relevan dengan Hadis


Sains memang merupakan hal yang sangat penting, apalagi di zaman modern ini, yang sangat
menjunjung tinggi nilai rasionalitas (terutama negara Barat), sehingga segala sesuatu harus
disesuaikan dengan logika. Tapi, kita sebagai kaum Muslimin harus selalu menjunjung tinggi
nilai-nilai agama Islam, meskipun pada kenyataannya kita juga harus menyesuaikan dengan
perkembangan zaman.
Sebenarnya, bila kita amati, antara ajaran Islam dengan pendidikan sains tidak ada pertentangan,
bahkan Islam mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu. Salah satu dasar (dalil) yang populer
adalah hadits Rasulullah SAW.
َ ْ‫طلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِريــ‬
‫ضةٌ َعلَى ُكلِّ ُمســـلِ ٍم َو ُمسْـــلِ َم ٍة‬ َ :‫ى هللا تــ َ َعالَى َعلَيــْ ِه َو َسلـ َّ َم‬ َ ِ‫قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬
َّ ‫صل‬
Artinya : Rasulullah SAW. bersabda : “Mencari ilmu itu hukumnya
wajib bagi setiap orang Islam laki-laki dan perempuan.”[4]
Dalam hadits tersebut memang jelas disebutkan bahwa hukum mencari ilmu
adalah fardhu ain (harus dilakukan per individu). Tapi, banyak pendapat yang muncul dalam
menentukan ilmu mana yang dimaksud dalam hadits tersebut. Para ahli ilmu kalam
memandang bahwa belajar teologi merupakan sebuah kewajiban, sementara para fuqaha’
berpikir bahwa ilmu fiqih dicantumkan dalam al-Qur’an. Sedangkan menurut Imam Ghazali,
ilmu yang wajib dicari menurut agama adalah terbatas pada pelaksanaan kewajiban syari’at
Islam yang harus diketahui dengan pasti. Misalnya, seseorang yang bekerja sebagai peternak
binatang, haruslah mengetahui hukum-hukum tentag zakat.[5]
Sedangkan dalam sumber lain, penulis menemukan pendapat Shadr al-Din Syirazi. Menurutnya
ada beberapa poin yang dapat diambil dari hadits tersebut:
1. Kata “ilm” (pengetahuan atau sains), memiliki beberapa makna yang bervariasi. Kata “ilm”
dalam hadits ini bermaksud untuk menetapkan bahwa pada tingkat ilmu apapun seseorang
harus berjuang untuk mengembangkan lebih jauh. Nabi bermaksud bahwa mencari ilmu itu
wajib bagi setiap Muslim, baik itu para ilmuwan maupun orang-orang yang bodoh, para
pemula mupun para sarjana terdidik. Apapun tingkat ilmu yang dapat dicapainya, ia seperti
anak kecil yang beranjak dewasa, sehingga ia harus mempelajari hal-hal yang sebelumnya tak
wajib baginya.
2. Hadits ini menyiratkan arti bahwa seorang Muslim tidak akan pernah keluar dari tanggung
jawabnya untuk mencari ilmu.
3. Tidak ada lapangan pengetahuan atau sains yang tercela atau jelek dirinya sendiri, karena
ilmu laksana cahaya, dengan demikian selalu dibutuhkan. Alasan mengapa beberapa ilmu
dianggap tercela adalah karena akibat-akibat tercela yang dihasilkannya.
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat kita lihat bahwa ajaran Islam juga mencakup tentang
pendidikan sains yang notabennya adalah ilmu yang berguna bagi kehidupan (dunia)
manusia.
Tapi, disini, ilmu (sains) yang dipelajari haruslah bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, menyejahterakan umat, mensyiarkan ajaran-ajaran agama Islam. Tidak dibenarkan,
apabila ada orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuan hanya untuk mengejar pangkat,
mencari gelar, dan keuntungan pribadi. Selain itu, ilmu yang telah didapat harus disebarkan
(diajarkan kepada orang lain) dan diamalkan (tingkah lakunya sesuai dengan ilmunya).[6]
Bila seseorang dapat melakukan ketiga hal tersebut, maka derajat orang tersebut diangkat oleh
Allah dan disamakan dengan orang-orang yang berjuang di medan perang (berjihad di jalan
Allah). Tentu kita sebagai hambaNya menginginkan hal tersebut.
Memang benar peribahasa “bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian”, untuk
menggapai sesuatu yang diinginkan dan diimpi-impikan tentu tidak mudah, sehingga untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan (sains) yang dapat mensejahterakan kehidupan dunia
sekaligus mendapatkan derajat yang tinggi di Mata Allah, seseorang harus berperang dengan
hawa nafsunya yang selalu mementingkan kehidupan duniawi. Kebanyakan ilmuwan, bahkan
ilmuwan Muslim lupa akan tujuan ukhrowinya, mereka lebih senang menganggap bahwa
sains merupakan sarana mencari penghidupan, bukan sarana mendekatkan diri kepada Sang
Maha Kuasa. Konsep sains seperti itu lebih mirip dengan konsep sains Barat, yang tentunya
salah.
Sehingga sebagai umat Muslim, kita membutuhkan sains yang disusun dari kandungan Islam
yang memiliki proses dan metodologi yang mempu bekerjasama dengan semangat nilai-nilai
Islami dan yang dilaksanakan semata-mata untuk mendapatkan keridhaan dari Allah. Sains
semacam ini akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Muslim dan bekerjasama dalam
konteks etika Islam. Sifat dasar dan jenis sains ini harus jauh berbeda dari sains Barat.
Tapi, untuk mendapatkan bentuk sains yang seperti ini, hampir tidak mungkin, bila dilihat dari
kesadaran dan pemahaman kaum Muslimin sekarang. Bila dilihat, mereka lebih banyak
meniru dan menganut pendapat-pendapat ilmuwan Barat, yang sudah jelas-jelas salah. Ini
sangat ironis, karena Islam yang dulu pernah menguasai ilmu pengetahuan dunia, kini malah
meniru dan berkiblat kepada sains Barat, tanpa berusaha mencari kebenaran sains yang
hakiki.
Dalam memecahkan masalah ini, perlu memaparkan bahwa Islam adalah sebuah sistem agama,
kebudayaan, dan peradaban secara menyeluruh. Ia merupakan sistem holistik dan nilai-
nilainya menyerap setiap aktivitas manusia, yang tentunya sains termasuk di dalamnya. Dan
bila diulas kembali makna sains sebagai metode yang rasional dan empiris untuk mempelajari
fenomena alam, maka menggali ilmu sains dalam Islam adalah satu-satunya cara untuk
mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang Sang Pencipta, dan menyelesaikan
berbagai persoalan masyarakat Islam. Ia sendiri tidak akan berakhir. Oleh karena itu, sains
tidak dipelajari untuk sains itu sendiri, akan tetapi untuk mendapatkan Ridha Allah SWT.
dengan mencoba memahami ayat-ayatNya.
Dalam dunia sains, konsep sains seperti ini sering disebut sebagai konsep sains Islam, yang
notabennya adalah ilmu sains yang dalam mempelajarinya tidak akan pernah bertentangan
dengan hukum dan ajaran Islam. Karena sains itu sendiri dijadikan sarana untuk beribadah
kepadaNya, Sang Maha Pemilik Ilmu.
Penerapan sains Islam akan menciptakan suasana yang menggugah ingatan kita kepada Allah,
mendorong perilaku yang sesuai dengan ketentuan syariat, dan mengingatkan nilai-nilai
konseptual yang ada dalam al-Qur’an.
Dalam bidang pendidikan (khususnya Pendidikan Agama Islam), bentuk sains seperti ini sangat
diperlukan untuk mewujudkan kaum pelajar yang benar-benar memahami konsep sains
Islam, sehingga mereka tidak memiliki keraguan dan ketakutan dalam mempelajari sains.
Selain itu, untuk menghindarkan mereka dari perbuatan yang dilarang oleh agama, yang
biasanya disebabkan oleh minimnya pemahaman mereka. Jadi, secara jelas konsep sains
Islam akan menghasilkan kesempurnaan pemahaman sains, dan mendatangkan kenikmatan
kehidupan duniawi dan ukhrowi, yang tentunya diidam-idamkan oleh semua orang yang
beriman. Selain itu, buah manis dari konsep sains Islam adalah akan melahirkan ilmuwan-
ilmuwan Islam, yang nantinya akan membangkitkan semangat kaum Muslimin dalam bidang
ilmu pengetahuan. Hal inilah akan menjadi jawaban dari pertanyaan, “Mengapa orang Islam
makin banyak, tapi kualitas mereka jauh menurun dibanding dengan orang-orang Islam
dahulu?”.

C. Dasar Pendidikan Sains dan Teknologi yang ada dalam Hadis


Umat Islam mulai mempelajari atau melakukan penafsiran ilmiah sejak generasi pertama sampai
abad ke-lima hijriyah hingga menjadikan diri mereka sebagai pelopor Ilmu pengetahuan di
seluruh penjuru dunia, umat Islam telah menjadi pelopor dalam research tentang alam,
sekaligus sebagai masyarakat pertama dalam sejarah ilmu pengetahuan yang melakukan
experimental science atau ilmu thabi’i berdasarkan percobaan yang kemudian berkembang
menjadi applied science atau technology.
Islam mendorong ummatnya untuk selalu berupaya mengembangkan sains seperti tercantum
dalam QS Al-'Alaq: 1-5 :
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”.
Iqra' terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna
seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan
membaca baik teks tertulis maupun tidak. Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang
harus dibaca, karena Al-Quran menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan
tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra' berarti bacalah,
telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah,
maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah iqra' mencakup
segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.
Kebangkitan dalam bidang ilmu pengetahuan dikalangan uamt islam baru muncul kembali di
abad modern (1800 sampai dengan sekarang). Sejalan dengan itu umat islam mulai mengkaji
secara seksama terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang ada hubungannya dengan perkembangan
ilmu pengetahuan tersebut. Berkaitan dengan ini, perselisihan pendapat para ulama sidah
lama berlangsung. Dalam kitabnya jawahir Al-Qur’an, Imam Ghazali menerangkan pada bab
khusus bahwa seluruh cabang ilmu pngetahuan yang terdahulu dan yang kemudian, yang
telah diketahui maupun yang belum, semuanya bersumber dari Al-Qur’an al-Karim. Al-Imam
Al-Syathibi tidak sependapat dengan Al-Ghazali. Dalam kitabnya, al-muwafaqat, ia antara
lain berpendapat bahwa para sahabat tentu lebih mengetahui Al-Qur’an dan apa-apa yang
tercantum didalamnya, tetapi tidak seorang pun diantara mereka yang menyatakan bahwa Al-
Qur’an mencakup seluruh cabang ilmu pengetahuan.
Berkenaan dengan pendapat tersebut, H.M. Quraish Shihab mengatakan: “menurut hemat kami,
membahas hubungan Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dengan banyaknya
cabang-cabang ilmu pengetahuan yang tersimpul didalamnya, dan bukan pula dengan
menunjukkan kebenaran teor-teori ilmiah. Tetapi pembahasan hendaknya diletakkan pada
proporsi yang lebih sesuai dengan kemurnian dan kesucian al-Qur’an dan sesuai dengan
logika ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lebih lanjut Quraish Shihab mengatakan, bahwa membahas hubungan ilmu pengetahuan dengan
melihat, misalnya adakah teori realivitas atau bahasan tentang angkasa luar, ilmu komputer
tercantum dalam Al-Qur’an, tetapi yang lebih utama adalah melihat adakah jiwa ayat-ayatnya
menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau sebaliknya, serta adakah satu ayat Al-Qur’an
yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan? Dengan kata lain,
meletakkannya pada sisi “social psychology”(psikologi sosial) bukan pada sisi “history of
scientific progres” (perkembangan ilmu pngetahuan ).

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Siwak
َ ِّ‫ق َعلَى ُأ َّمتِي َأَل َمرْ تُهُ ْم بِ ْال ُوضُو ِء ِع ْن َد ُكل‬
Hadis nabi : ‫صاَل ٍة‬ َّ ‫لَوْ اَل َأ ْن َأ ُش‬
Artinya : “ seandainya tidak memberatkan hambaku, niscaya sudah aku perintahkan

mereka untuk bersiwak setiap kali hendak sholat. “ (hadis shohih)

b. Fakta ilmiah
Salah satu petunjuk nabi dalam konteks ini adalah imbauan untuk menggunakan siwak
setiap kali hendak sholat. Penelitian laboratorium atas pohon ara (siwak) membuktikan
bahwa siwak mengandung sejumlah komposisi kimia yang dapat menjaga gigi dari
kandungan kerapuhan dan kebusukan, dan merawat gusi dari peradangan. Komposisi
lainnya seperti minyak lada (mustard) dan gula anggur yang mempunyai rasa menyengat
dan aroma menggigit. Dua komposisi kimia ini mengandung

Anda mungkin juga menyukai