Anda di halaman 1dari 14

PARADIGMA ISLAM TENTANG ILMU SAINS DAN TEKNOLOGI

Oleh:

Arya Putra Perdana

Roby Anugerah Ragamulya

Abstract

The progress of science and technology has provided facility and prosperity for
human life. Science and technology are two figures that can not be separated from
each other. Science is a source of technological, that provides the possibility of a
variety invetion and ideas. The technology is application of science that can be
demonstrated in real technology results and can encourage humans to develop
more advanced. Islam's view of science and technology is Islam never curbs its
people to advance and modernize. Precisely Islam strongly supports his people to
research or experiment in any case, including science and technology. Science and
technology for Islam are the verses of God that need to be explored and searched
for. In contrast to western-minded people who measure technological progress is
by making a tool or other thing more sophisticated than the past.

Keywords : Relationship of Science and Technology, Science, Technology,


Paradigm of Islam to Science and Technology.
A. Pendahuluan
Kemajuan sains dan teknologi telah memberikan kemudahan-kemudahan dan
kesejahteraan bagi kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
dua sosok yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ilmu adalah sumber teknologi
yang mampu memberikan kemungkinan munculnya berbagai penemuan rekayasa
dan ide-ide. Adapun teknologi adalah terapan atau aplikasi dari ilmu yang dapat
ditunjukkan dalam hasil nyata yang lebih canggih dan dapat mendorong manusia
untuk berkembang lebih maju lagi. Sebagai umat Islam kita harus menyadari bahwa
dasar-dasar filosofis untuk mengembangkan ilmu dan teknologi itu bisa dikaji dan
digali dalam Al-quran, sebab kitab suci ini banyak mengupas keterangan-
keterangan mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sebagai contoh adalah firman Allah SWT dalam surat Al-Anbiya ayat 80

yg artinya Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu guna
memelihara diri dalam peperanganmu. Dari keterangan itu jelas sekali bahwa
manusia dituntut untuk berbuat sesuatu dengan sarana teknologi. Sehingga tidak
mengherankan jika abad ke-7 M telah banyak lahir pemikir Islam yang tangguh
produktif dan inovatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tetapi sangat disayangkan bahwa kemajuan-kemajuan itu tidak sempat
ditindaklanjuti dengan sebaik-baiknya sehingga tanpa sadar umat Islam akhirnya
melepaskan kepeloporannya. Lalu bangsa Barat dengan mudah mengambil dan
mentransfer ilmu dan teknologi yang dimiliki dunia Islam dan dengan mudah pula
mereka membelenggu para pemikir Islam sehingga sampai saat ini bangsa Baratlah
yang menjadi pelopor dan pengendali ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sains dan Islam merupakan dua bidang ilmu pengetahuan yang sedang hangat-
hangatnya diperbincangkan. Sains dan Islam merupakan bidang ilmu pengetahuan
yang memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyikapi kehidupan di zaman
ini. Namun disamping perbedaan teresebut masih ada hubungan timbal-balik yang
sangat dahsyat diantara sains dan Islam, apabila dikeduanya diintegrasikan dengan
pola baik.

Hubungan antara sains dan agama kini menjadi pertimbangan penting dikalangan
pemikir, dan pembentukan kuliah-kuliah akademik tentang sains dan Islam
merupakan petunjuk kuat tentang hal tersebut. Oleh karena demikian, maka
makalah yang dihadapan saudara ini adalah salah satu bentuk upaya untuk mengkaji
pandangan hubungan sains dan Islam, yakni dari sisi pandangan konflik,
independensi, dialog, dan integrasi.

Islam memiliki kepedulian dan perhatian penuh kepada ummatnya agar terus
berproses untuk menggali potensi-potensi alam dan lingkungan menjadi sentrum
peradaban yang gemilang. Dalam konteks ini, tidak ada pertentangan antara sains
dan Islam, dimana keduanya berjalan seimbang dan selaras untuk menciptakan
khazanah keilmuan dan peradaban manusia yang lebih baik dari sebelumnya.

Paradigma Islam terhadap sains dan teknologi adalah bahwa Islam tidak pernah
mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru Islam sangat mendukung
umatnya untuk melakukan penelitian dan bereksperimen dalam hal apapun,
termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam, sains dan teknologi adalah termasuk ayat-
ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya. Ayat-ayat Allah yang
tersebar di alam semesta ini merupakan anugerah bagi manusia
sebagai khalifatullah di bumi untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya.

B. Sumber Ajaran Islam Yang Rasional dan Empiris


Pandangan Islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya
dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW yang
berbunyi:
Artinya:Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia
Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Isra: 1-5).
Ayat lain yang mendukung pengembangan sains adalah firman Allah Swt.
yang berbunyi bahwa:

Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia. Maha
Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali-Imran: 190-191).
Ayat-ayat di atas adalah sebuah support yang Allah berikan kepada
hambanya untuk terus menggali dan memperhatikan apa-apa yang ada di alam
semesta ini. Sebuah anjuran yang tidak boleh kita abaikan untuk bersama-sama
melakukan penggalian keilmuan yang lebih progresif sehingga mencapai puncak
keilmuan yang dikehendaki Tuhan. Tak heran, kalu seorang ahli sains Barat,
Maurice Bucaile, setelah ia melakukan penelitian terhadap Alquran dan Bibel dari
sudut pandang sains modern, menyatakan bahwa:
Saya menyelidiki keserasian teks Quran dengan sains modern secara objektif dan
tanpa prasangka. Mula-mula saya mengerti, dengan membaca terjemahan, bahwa
Quran menyebutkan bermacam-macam fenomena alamiah, tetapi dengan
membaca terjemahan itu saya hanya memperoleh pengetahuan yang ringkas.
Dengan membaca teks arab secara teliti sekali saya dapat menemukan catatanyang
membuktikan bahwa Alquran tidak mengandung sesuatu pernyataan yang dapat
dikritik dari segi pandangan ilmiah di zaman modern.
Selain banyak memuat tentang pentingnya pengembangan sains, Alquran
juga dapat dijadikan sebagai inspirasi ilmu dan pengembangan wawasan berpikir
sehingga mampu menciptakan sesuatu yang baru dalam kehidupan. Hanya saja,
untuk menemukan hal tersebut, dibutuhkan kemampuan untuk menggalinya secara
lebih mendalam agar potensi alamiah yang diberikan Tuhan dapat memberikan
kemaslahatan sepenuhnya bagi keselarasan alam dan manusia.
Kendati demikian, Alquran bukanlah kitab sains dan terlebih lagi pada pendekatan
Bucaillisme melekat bahaya besar. Yaitu meletakkan sains ke dalam bidang suci
dan membuat wahyu Ilahi menjadi objek pembuktian sains Barat. Jika suatu teori
tertentu yang dibenarkan Alquran dan diterima luas saat ini, kemudian satu ketika
teori ini digugurkan, apakah itu berarti bahwa Alquran itu sah hari ini dan tidak sah
hari esok? Yang tepat dilakukan ilmuwan muslim adalah memposisikan Alquran
sebagai petunjuk dan motivasi untuk menemukan dan mengembangkan sains dan
teknologi dengan ilmiah, benar dan baik.

C. Definisi Materi
1. Ilmu
Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Quran. Kata ini
digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan. Ilm
dari segi bahasa berarti kejelasan. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang
sesuatu. Sekalipun demikian, kata ini berbeda dengan arofa (mengetahui), arif
(yang mengetahui), dan marifah (pengetahuan).
Menurut pandangan Al-Quran seperti diisyaratkan oleh wahyu pertama, ilmu
terdiri dari dua macam. Pertama ilm laduni, seperti diterangkan oleh Al-Quran
surat al-Kahfi, 18:65.

Lalu mereka (Musa dan muridnya) bertemu dengan seorang hamba dari hamba-
hamba Kami, yang telah Kami anugrahkan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan
telah Kami ajarkan kepada ilmu dari sisi Kami.

Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia dinamai ilm kasbi. Ayat-ayat
ilm kasbi jauh lebih banyak dari pada yang berbicara tentang ilmu laduni.

Pembagian ini disebabkan karena dalam pandangan Al-Quran terdapat hal-hal


yang ada tetapi tidak dapat diketahui melalui upaya manusia sendiri. Ada wujud
yang tidak tampak, sebagaimana ditegaskan berkali-kali oleh Al-Quran, antara lain
firman-Nya:

Aku bersumpah dengan yang kamu lihat dan yang kamu tidak lihat. (Q.S. Al-
Haqqah, 69:38-39).

Dengan demikian, obyek ilmu meliputi materi dan non materi. Fenomena dan non-
fenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui manusia pun tidak.

Dia menciptakan apa yang tidak kamu ketahui. (Q.S. Al-Nahl, 16:8).

Dari sini jelas pula bahwa pengetahuan manusia amatlah terbatas, karena itu wajar
sekali Allah menegaskan.
Kamu tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit. (Q.S. Al-Isra, 17:85).

2. Teknologi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan sebagai kemampuan
teknik yang berlandaskan pengetahuan ilmu, eksakta dan berdasarkan proses
teknis. Teknologi adalah ilmu atau cara tentang menerapkan sains untuk
memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia.

Menelusuri pandangan Al-Quran tentang teknologi, mengundang kita untuk


menengok sekian banyak ayat Al-Quran yang berbicara tentang alam raya.
Menurut sebagian ulama, terdapat sekitar 750 ayat Al-Quran yang berbicara
tentang alam materi dan fenomenanya, dan memerintahkan manusia untuk
mengetahui dan memanfaatkan alam ini. Secara tegas Al-Quran menyatakan
bahwa alam raya diciptakan dan ditundukkan Allah untuk menusia.

Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi semuanya (sebagai anugrah) dari-Nya.
(Q.S. Al-Jatsiyah, 45:13).

Jadi, dapatkan dikatakan bahwa teknologi merupakan sesuatu yang dianjurkan oleh
Al-Quran. Sebelum menjawab pertanyaan, ada dua catatan yang perlu
diperhatikan.
Pertama, ketika Al-Quran berbicara tentang alam raya dan fenomenanya, terlihat
secara jelas bahwa pembicaraannya selalu dikaitkan dengan kebesaran dan
kekuasaan Allah SWT. Misalnya uraian Al-Quran tentang kejadian alam.

Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah satu yang padu, kemudian Kami (Allah) pisahkan keduanya, dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak juga
beriman?.
(Q.S. Al-Anbiya, 27:30).

Ayat ini dipahami oleh banyak ulama kontemporer sebagai isyarat tentang teori Big
Bang (Ledakan Besar) yang mengawali terciptanya langit dan bumi. Para pakar
boleh saja berbeda pendapat tentang makna ayat tersebut, atau mengenai proses
terjadinya pemisahan langit dan bumi. Yang pasti, ketika Al-Quran berbicara
tentang kekuasaan dan kebesaran Allah, serta keharusan beriman kepada-Nya.

Ini berarti sains dan hasil-hasilnya harus selalu mengingatkan manusia terhadap
kehadiran dan kemahakuasaan Allah SWT, selain juga harus memberi manfaat bagi
kemanusiaan, sesuai dengan prinsip bismi rabbik.

Kedua, Al-Quran sejak dini memperkenalkan istilah sakhara yang maknanya


bermuara pada kemampuan meraih dengan mudah dan sebanyak yang dibutuhkan
segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan dari alam raya melalui keahlian di bidang
teknik.

Ketika Al-Quran memilih kata sahkara yang arti harfiahnya menundukkan atau
merendahkan, maksudnya adalah agar alam raya dengan segala manfaat yang dapat
diraih darinya harus tunduk dan dianggap sebagai sesuatu yang posisinya berada di
bawah manusia.

Dan kedua catatan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa teknologi
dan hasil-hasilnya disamping harus mengingatkan manusia kepada Allah, juga
harus mengingatkan bahwa manusia adalah khalifah yang kepadanya tunduk segala
yang berada di alam raya ini.

D. Pembahasan

Sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian pendahuluan, bahwa titik gelisah
kita dalam persoalan integrasi sains dan peradaban Islam tidak hanya muncul dari
pendikotomian yang tajam terhadap inter disipliner keilmuan secara epistemologis,
tetapi kita juga bisa mengacu kepada dampak yang ditimbulkan oleh pendikotomian
itu sendiri, baik itu dalam lingkup sosial maupun lingkungan alam.

Berbagai problem dan krisis global yang serius pada zaman memasuki millenium
ketiga sekarang adalah krisis kompleks dan multidimensional. Krisis ekologis,
kekerasan, dehumanisasi, moral, kriminalitas, kesenjangan sosial yang kian
menganga, serta ancaman kelaparan serta penyakit yang masih menghantui dunia
merupakan problem-problem yang saling terkait satu sama lain. Problem kehidupan
pada era informasi ini juga telah merambah kehidupan domestik dan personal.
Maraknya kasus-kasus perceraian, penggunaan obat-obat terlarang, depresi,
psikopat, skizofrenia, dan bunuh diri yang disebut oleh Fritjof Capra sebagai
penyakit-penyakit peradaban ikut menambah keprihatinan para arif-
cendikiawan. Mereka menyaksikan bahwa perkembangan sains dan teknoogi yang
spektakuler pada abad ke-20 ternyata tidak selalu berkorelasi positif, dengan
kesejahteraan umat manusia. Arnold Toynbee menyebutkan terjadinya
ketimpangan yang sangat besar antara sains dan teknologi yang berkembang
sedemikian pesat dan kearifan moral dan kemanusiaan yang sama sekali tidak
berkembang, kalau tidak dikatakan malah mundur ke belakang.

Krisis-krisis yang terjadi tersebut bukanlah sepenuhnya kesalahan dari sains dan
teknologi itu sendiri melainkan konstruk paradigma berpikir yang terbangun pada
diri manusia yang cenderung eksploitatif terhadap alam, termasuk kepada
sesamanya. Dan paradigma seperti ini banyak dicetuskan oleh para filosof yang
berideologikan empiristik dan rasionalistik, dimana dikotomi subjek-objek
menjadi fokus utama, kemudian menyebar kepada dikotomi antara empirik dan
metaempirik. Untuk itu para pemikir Muslim kontemporer sekarang ini, mencoba
merekonstruksi sebuah paradigma baru untuk mengharmonisasikan alam, maka
muncullah berbagai macam produk pemikiran, misalnya Ismail R. Al Faruqi
dengan Islamization of Knowledgenya, Syed Naquib AL Attas dengan wacana
pendidikan Islamnya, Ziauddin Sardar, Seyyed Hossein Nasr, dan Mehdi Gholsani
dengan Sains Islamnya, meskipun begitu perbedaan wacana yang dikeluarkan oleh
para pemikir Muslim tersebut sama-sama mencoba menjawab tantangan dari
kebuntuan sains modern.

Disampinng itu, terdapat pula penentang terhadap adanya islamisasi seperti itu,
misalnya datang dari Fazlur Rahman, seorang pemikir modernis yang
memusatkan kajiannya pada Al Quran, bahwa menurutnya ilmu itu sendiri
tidaklah buruk tetapi penyelahgunaannya yang buruk, dari situ dapat diketahui
bahwa solusi yang ditawarkan Rahman bagi kebuntuan sains modern adalah
dengan ditetapkannya etika dalam ilmu pengetahuan, pandangan Rahman ini
nampaknya sama dengan Harun Nasution yang menganggap ilmu pengetahuan itu
pada dasarnya adalah netral. Atau mungkin juga pandangan lain datang dari
Kuntowijoyo dimana ia tidak lagi memakai islamisasi pengetahuan, dan ingin
mendorong supaya gerakan intelektual umat sekarang ini melangkah lebih jauh,
dan mengganti islamisasi pengetahuan menjadi pengilmuan Islam. Dari reaktif
menjadi proaktif, pengilmuan Islam adalah proses, paradigma Islam adalah hasil,
sedangkan Islam sebagai ilmu adalah proses dan hasil sekaligus Namun,
bagaimanapun para pemikir tersebut memiliki spirit yang sama yaitu menjawab
tantangan modernitas. Pembahasan kita akan banyak mengurai proyek dari sains
Islam itu sendiri dengan proyek filsafat integralismenya dengan iringan nafas
sufistik.

Integralisme bisa dipandang sebagai sebuah poststrukturalisme Timur. Berbeda

dengan poststrukturalisme Barat yang berhenti dengan dekonstruksi totalnya,


hal ini bisa ditandai dengan hadirnya filsuf-filsuf postmodernis. Filsafat

integralisme melakukan rekonstruksi bertahap dimana filsafat Barat adalah salah

satu bagiannya.Integralisme melihat segala sesuatu dari partikel fundamental

hingga alam semesta membentuk sebuah hierarki seperti halnya pandangan sains
modern. Akan tetapi, integralisme juga meletakkan hierarki ini dalam suatu

hierarki yang lebih besar dengan memasukkan alam metafisika atau bisa juga kita

sebut alam akhirat dan ciptaan Tuhan itu sendiri sebagai penghujung jenjang

material.

Dalam perspektif sains sendiri, menurut Thomas Kuhn bahwa perlawanan seumur

hidup terhadap paradigma baru bagi mereka yang sudah terikat dengan paradigma

lama bukanlah merupakan pelanggaran standar-standar ilmiah, melainkan ratio

dari hakikat riset ilmiah itu sendiri. Jadi, terjadinya sebuah revolusi dalam

paradigma saintifik, yakni dari modern ke paradigma Islam adalah sangat mungkin
terjadi karena hal tersebut memang merupakan tuntutan dari riset ilmiah.
E. Kesimpulan

Wahyu pertama (Al-Alaq: 1-5) itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca,
karena Al-Quran menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut
Bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra berarti bacalah,
telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman,
sejarah, maupun diri sendiri yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, obyek
perintah iqra mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.

Sains dan Teknologi dalam Islam adalah sebagai sarana (tools) untuk mencapai
kebahagiaan dunia akhirat dan sebagai kunci kebangkitan Islam oleh karena itu
umat Islam harus menempatkan sains dan teknologi sebagai kebutuhan primer
bukan sekunder. Mempelajari sains dan teknologi sama wajibnya dengan amalan
fardhu lainnya seperti shalat, puasa dan zakat.

Sains dan tekonologi dalam Islam harus didasari dengan nilai-nilai agama yang
universal agar dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia, sains dan
teknologi yang tidak didasari noleh nilai-nilai agama pasti akan membawa
kehancuran, kerusakan dan kesengsaraan bagi umat manusia.

Salah satu sumbangsih Islam yang sangat besar bagi dunia modern sekarang, adalah
mewariskan sejumlah teori tentang alam semesta dan cara-cara mengaplikasikan
pengetahuan tentangnya. Sarjana-sarjana Muslim pada sekitar abad 9 13 M telah
banyak mencontohkan dan mengujicobakan hubungan ilmu pengetahuan (sains)
dengan cara penerapannya (teknologi).
F. Daftar Pustaka

Al-Quran.

Abdul Wahab Ismail (1989), Falsafah Sains Dan Teknologi Menurut Islam,
dalam (pnyt.) Shaharir Mohamad Zain, Pengenalan Tamadun Islam Sains Dan
Teknologi, Kuala Lumpur: DBP.

Ford, Glyin (1991), Kelahiran Semula Sains Islam, dalam Ziauddin Sardar,
(pngr.) Sentuhan Midas, Kuala Lumpur: DBP.

M. Ali Kettani (1991), Sains Dan Teknologi Dalam Islam: Sistem Nilai Sandaran,
dalam Ziauddin Sardar, (pngr.), Sentuhan Midas, (terj.) Rosnani Hashim & Abdul
Karim Abdul Ghani, Kuala Lumpur: DBP.

Dr. M. Quraish Shihab; Membumikan Al-Quran; Fungsi dan Peran Wahyu


dalam Kehidupan Masyarakat, (Mizan, Mei 1992).

Dr. M. Quraish Shihab; Wawasan Al-Quran; (Tafsir Maudhui atas Pelbagai


Persoalan Umat. (Mizan, Maret 1996).

Sulaiman Noordin (1979), Sains Dan Teknologi Barat Moden Dan


Percanggahannya Dengan Islam, Selangor: Nuur Publications.

Soejoeti, Zalbawi, et.al.. Al-Islam & Iptek, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
1998.

http://hamamsite.blogspot.com/2009/10/iptek-dan-seni-menurut-pandangan-
islam.html
http://www.jelajahunik.us/2011/05/inilah-10-ilmuwan-islam-paling-berjasa.html
http://gapakerebet.blogspot.com/2010/06/upaya-pendidikan-islam-dalam-
menghadapi.html
http://ahlussunah-wal-jamaah.blogspot.com/2011/08/tradisi-ruawatan.html
http://friendly12.mywapblog.com/perkembangan-iptek-menurut-al-quran.xhtml
http://santosotegoeh.blogspot.com/2011/12/agama-islam-pandangan-islam-
terhadap.html
http://mustikasilvia.wordpress.com/sains-dan-teknologi-dalam-pandangan islam/
http://islamintegral.wordpress.com/2007/11/22/makalahprinsippengembangan-
iptek-dalam-perspektif-islam/

Anda mungkin juga menyukai