Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rista Dwi Novelinda

NIM : 13422058
AGAMA DAN SAINS
1. DEFINISI AGAMA DAN SAINS
Agama dari sudut bahasa etimologis berarti peraturan-peraturan tradisional, ajaran-ajaran,
kumpulan-kumpulan hukum yang turun temurun dan ditentukan oleh adat kebiasaan. Secara
istilah terminologi perkataan agama mengandung muatan subjektivitas dan tergantung orang
yang mengartikannya. Menurut Mukti Ali, tidak ada kata yang paling sulit untuk mendevinisikan
selain dari kata agama. Pernyataan ini didasarkan kepada tiga alasan. Pertama bahwa
pengalaman agama adalah soal batiniah, subjektif dan sangat individualis sifatnya. Kedua, ada
yang bersemangat dan emosional dalam membicarakan agama, karena itu setiap pembahasan
tentang agama selalu ada emosi yang melekat erat sehingga kata agama sulit didevinisikan.
Ketiga, konsepsi tentang agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan devinisi
tersebut.
Menurut Einstein, agama ada, berkaitan dengan sikap manusia terhadap alam semesta, dengan
menanamkan cita-cita dalam kehidupan individu dan masyarakat, serta hubungan timbal balik
antar manusia. Agama berkaitan dengan tujuan dan evaluasi, umumnya dengan dasar emosional
pemikiran dan tindakan manusia. Pemikiran dan tindakan tersebut tidak ditentukan lebih dulu
oleh perintah manusia, melainkan turun temurun yang tidak dapat diubah.
Sains adalah pengetahuan mengenai fenomena-fenomena spasiotemporal atau alam semesta pada
umumnya, seperti kimia, fisika, dan astronomi. Sains merupakan salah satu bentuk pengetahuan
manusia yang gigih mencari makna. Sains berusaha menjelaskan tentang apa dan bagaimana
alam sebenarnya dan bagaimana teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena yang
terjadi di alam. Untuk tujuan tersebut , sains menggunakan bukti dari eksperimen, deduksi logis,
dan atau pemikiran rasional untuk mengamati alam dan individual dalam suatu masyarakat.
Menurut Eisnstein, sains merupakan pemikiran metodik yang diarahkan untuk menemukan
hubungan regulatif antara pengalaman pengalaman sensual manusia. Dalam waktu relatif cepat,
sains menghasilkan pengetahuan dan secara tidak langsung merupakan alat bertindak menuju ke
tindakan yang metodikal apabila tujuan-tujuan tertentu telah ditetapkan sebelumnya.
Perkembangan selama ini menunjukkan bahwa sains didominasi oleh aliran positivisme, yaitu

aliran yang sangat mengutamakan metode ilmiah dengan menempatkan asumsi asumsi metafisis,
aksiologis. Menurut aliran ini, sains mempunyai reputasi tinggi untuk menentukan kebenaran.
Penganut aliran ini, mengatakan bahwa sains mempunyai reputasi tinggi untuk menentukan
kebenaran dan sains merupakan dewa dalam beragam tindakan [sosial, ekonomi, politik, dan
lain-lain]. Sedangkan menurut mereka, agama hanyalah merupakan hiasan belaka ketika tidak
sesuai dengan sains, begitu kira-kira kata kaum positivism.
2. AGAMA SUMBER ILMU DAN SAINS KAJIAN ILMIAH
Dalam pandangan saintis, agama dan ilmu pengetahuan mempunyai perbedaan. Bidang kajian
agama adalah metafisik, sedangkan bidang kajian sains / ilmu pengetahuan adalah alam empiris.
Sumber agama dari tuhan, sedangkan ilmu pengetahuan dari alam.
Dari segi tujuan, agama berfungsi sebagai pembimbing umat manusia agar hidup tenang dan
bahagia didunia dan di akhirat. Adapun sains / ilmu pengetahuan berfungsi sebagai sarana
mempermudah aktifitas manusia di dunia. Kebahagiaan di dunia, menurut agama adalah
persyaratan untuk mencapai kebahagaian di akhirat.
Menurut Amstal, bahwa agama cenderung mengedepankan moralitas dan menjaga tradisi yang
sudah mapan, eksklusif dan subjektif. Sementara ilmu pengetahuan selalu mencari yang baru,
tidak terikat dengan etika, progesif, bersifat inklusif, dan objektif. Meskipun keduanya memiliki
perbedaan, juga memiliki kesamaan, yaitu bertujuan memberi ketenangan. Agama memberikan
ketenangan dari segi batin karena ada janji kehidupan setelah mati, Sedangkan ilmu memberi
ketenangan dan sekaligus kemudahan bagi kehidupan di dunia. Misalnya, Tsunami dalam
Konteks agama adalah cobaan Tuhan dan sekaligus rancangan-Nya tentang alam secara
keseluruhan. Oleh karena itu, manusia harus bersabar atas cobaan tersebut dan mencari hikmah
yang terkandung dibalik Tsunami. Adapun menurut ilmu pengetahuan, Tsunami terjadi akibat
pergeseran lempengan bumi, oleh karena itu para ilmuwan harus mencari ilmu pengetahuan
untuk mendeteksi kapan tsunami akan terjadi dan bahkan kalau perlu mencari cara
mengatasinya.

Karekteristik agama dan ilmu pengetahuan tidak selau harus dilihat dalam Konteks yang
berseberangan, tetapi juga perlu dipikirkan bagaimana keduanya bersinergi dalam membantu
kehidupan manusia yang lebih layak. Osman Bakar mengatakan bahwa epistemology,
metafisika, teologi dan psikologi memiliki peran penting dalam mengembangkan intelektual
untuk merumuskan berbagai hubungan konseptual agama dan ilmu pengetahuan. Peran
utamanya adalah memberikan rumusan-rumusan konseptual kepada para ilmuan secara rasional
yang bisa dibenarkan dengan ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan untuk digunakan sebagai
premis-premis dari berbagai jenis sains. Misalnya kosmologi, dengan adanya kosmologi dapat
membantu meringankan dan mengkonseptualkan dasar-dasar ilmu pengetahuan seperti fisika dan
biologi.
Ilmu pengetahuan yang dipahami dalam arti pendek sebagai pengetahuan objektif, tersusun, dan
teratur. Ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari agama. Sebut saja al-Quran, al-Quran
merupakan sumber intelektualitas dan spiritualitas. Ia merupakan sumber rujukan bagi agama
dan segala pengembangan ilmu pengetahuan. Ia merupakan sumber utama inspirasi pandangan
orang islam tentang keterpaduan ilmu pengetahuan dan agama. Manusia memperoleh
pengetahuan dari berbagai sumber dan melalui banyak cara dan jalan, tetapi semua pengetahuan
pada akhirnya berasal dari Tuhan. Dalam pandangan al-Quran, pengetahuan tentang benda-benda
menjadi mungkin karena Tuhan memberikan fasilitas yang dibutuhkan untuk mengetahui. Para
ahli filsafat dan ilmuan muslim berkeyakinan bahwa dalam tindakan berpikir dan mengetahui,
akal manusia mendapatkan pencerahan dari Tuhan Yang Maha mengetahui sesuatu yang belum
diketahui dan akan diketahui dengan lantaran model dan metode bagaimana memperolehnya.

3. PEMIKIRAN INTEGRASI AGAMA DAN SAINS


1) Tipologi Ian G. Barbour
Pandangan ini melahirkan hubungan yang lebih bersahabat daripada pendekatan dialog
dengan mencari titik temu diantara sains dan agama. Sains dan doktrin-doktrin
keagamaan, sama-sama dianggap valid dan menjadi sumber koheren dalam pandangan
dunia. Bahkan pemahaman tentang dunia yang diperoleh melalui sains diharapkan dapat
memperkaya pemahaman keagamaan bagi manusia yang beriman. Ada beberapa
pendekatan yang digunakan dalam hubungan integrasi ini. Pendekatan pertama,

berangkat dari data ilmiah yang menawarkan bukti konsklusif bagi keyakinan agama,
untuk memperoleh kesepakatan dan kesadaran akan eksistensi Tuhan. Pendekatan kedua,
yaitu dengan menelaah ulang doktrin-doktrin agama dalam relevansinya dengan teoriteori ilmiah, atau dengan kata lain, keyakinan agama diuji dengan kriteria tertentu dan
dirumuskan ulang sesuai dengan penemuan sains terkini. Lalu pemikiran sains
keagamaan ditafsirkan dengan filasafat proses dalam kerangka konseptual yang sama.
Demikian Barbour menjelaskan tentang hubungan integrasi ini ( Ian G. Barbour, 2006 :
42 )
2) Tipologi versi John Haught
Menurut Haught, hubungan agama dan sains diawali dengan titik konflik antara agama
dan sains untuk mengurangi konflik, dilakaukan pemisahan yang jelas batas-batas agama
dan sains agar tampak kontras / perbedaaan keduanya. Jika batas keduanya sudah terlihat,
langkah berikutnya adalah mengupayakan agar keduanya berdialog / kontak. Setelah
tahap ini dapat ditemukan kesamaan tujuan yaitu mencapai pemahaman yang benar
tentang alam, selanjutnya antara agama dan sains saling melengkapi / konfirmasi
(Haught, 1995
DAFTAR PUSTAKA
Yatimin Abdullah,2004, Studi Islam Kontemporer, Jakarta: Amzah,
Yumi, Resensi, Bertanding dan Bersanding, Judul Buku : (Psikologi Agama), Sebuah Pengantar
Penulis: Djalaluddin Rakhmat Penerbit, Mizan,
Abduh, Muhammad, Islam; Ilmu Pengetahuan dan Msyarakat Madani,terj olehHaris Fadillah.
Jakarta: Raja Grafindo, 2004.
Barbour, Ian G,2002, Juru bicara Tuhan : antara sains dan Agama, Terj. E.R. Muhammad,
Bandung : Mizan, Cet II

Anda mungkin juga menyukai