Anda di halaman 1dari 24

Istilah “peradaban Islam” merupakan terjemahan dari kata Arab, yaitu al-

Hadharah al-Islamiyyah. Istilah Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dengan “kebudayaan Islam”. Padahal, istilah kebudayaan dalam bahasa arab
adalah al-Tsaqafah. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak
orang yang mensinonimkan dua kata : “kebudayaan” (Arab/al-tsaqafah dan
culture/Inggris) dengan “peradaban” (civilization/Inggris dan al-hadharah/Arab) sebagai
istilah baku kebudayaan. Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua istilah
itu dibedakan.Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu
masyarakat.Sedangkan, manifestasi-manifestasi kemajuan tekhnis dan teknologis lebih
berkaitan dengan peradaban.Kalau kebudayaan lebih banyak di reflesikan dalam seni,
sastra, religi (agama) dan moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi dan
teknologi.

Definisi kebudayaan (culture), misalnya dalam satu Kamus: (1). The totality of
socially transmitted behavior patterns, arts, beliefs, institutions, and all other products of
human work and thought…., maka kebudayaan memiliki makna yang hampir sama
dengan peradaban. Keduanya adalah hasil kerja manusia pada suatu zaman.Namun, dalam
pembicaraan secara umum, peradaban nuansanya lebih luas, lebih menyeluruh.Peradaban
lebih dekat dengan struktural (kekuasaan), bahkan melingkupinya.Sedang kebudayaan,
biasanya malah sering disebut sebagai antitesa dari kekuasaan (struktural), sehingga
sering muncul istilah ‘pendekatan struktural’ dan ‘pendekatan kultural’.Belum lagi dalam
keseharian, kebudayaan malah dipersempit lagi dengan aspek2 kesenian belaka.Bahkan
kedua aspek itu sering digabung menjadi seni-budaya.Karenanya berbeda dengan
kebudayaan yang bisa dibiarakan relatif terlepas dari kekuasaan, peradaban hampir selalu
terkait dengan kekuasaan.

Beberapa definisitentang peradaban, diantaranya : a. Peradapan adalah suatu


istilah yang digunakan untuk menyebutkan suatu istilah yang digunakan untuk
menyebutkan bagian-bagian atau unsur-unsur suatu kebudayaan yang dianggap harus
maju, dan indah.b. Peradaban adalah pertumbuhan melalui perkembangan pengetahuan
dan kecakapan sehingga orang memungkinkan memiliki tabiat “Beradab”.c. Peradaban
adalah untuk menunjukkan keadaan beradab artinya memiliki tabiat dan pengendalian
diri. d. Peradaban adalah kemajuan lahir batin yang menyangkut sopan santun, budi
bahasa dan kebudayaan suatu bangsa.
Dari beberapa difinisi diatas dapat disimpulkan bahwa peradaban adalah segalah
tindakan atau tingkah laku seorang atau orang lain terhadap perkembangan sehingga ia
memiliki tabiat “ beradab” dan pengendalian diri terhadap dirinya sendiri untuk kemajuan
lahir dan batin mencangkup sikap sopan dan santun dan budi pekerti dan bahasa yang
baik.
Untuk Peradaban Islam lebih diartikan sebagai peradaban kaum muslimin, tetapi
jika atribut Islam terdapat pencapaian ini dititik bulatkan kepada Islam sebagaigama
yang dominan pada masa itu.Peradaban islam ialah tauhid yang memberikan identitas
yang mengikat semua bagian-bagian, sehingga menjadikan mereka suatu badan yang
integral.Peradaban Islam merupakan tabiat tingkah laku yang dibangun atas nilai-nilai
Islam dan dibawa oleh kewahyuan Islam sendiri yang mana kemudian di kembangkan
oleh masyarakat.Peradaban Islam adalah kemajuan yang menyangkut sopan santun, budi
bahasa, dan tabiat yang diorentasikan pada Al-Qur’an dan Hadits.
Definisi lainnya menyebutkan Peradaban islam yaitu peradaban yang bersumber
dan dibawa oleh kewahyuan Islam itu sendiri, dalam mengembangkan dan membedakan
masyarakat manusia dimana yang sebelumnya tidak pernah ada.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa peradaban Islam adalah
segala tingkah laku tabiat seseorang yang dibangun atas nilai-nilai Islami yang bersumber
dan dibawa oleh wahyu Islam itu sendiri yang kemudian dikembangkan oleh masyarakat
untuk kemajuan yang menyangkut sikap sopan, budi bahasa, dan tabiat yang bersumber
dari ajaran Islam yakni Al-Qur’an dan As-sunnah.

Sejarah perjuangan umat Islam dalam pentas peradaban dunia berlangsung sangat
lama sekira 13 abad, yaitu sejak masa kepemimpinan Rasulullah Saw di Madinah (622-
632M),masa Khulafaur Rasyidin (632-661M), masa Daulah Bani Umayyah (661-750M)
dan masa Daulah Bani Abbasiyah (750-1258 M) sampai tumbangnya Kekhilafahan Turki
Utsmani pada tanggal 28 Rajab tahun 1342 H atau bertepatan dengan tanggal 3 Maret
1924 M, dimana masa-masa kejayaan dan puncak keemasannya banyak melahirkan
banyak ilmuwan muslim berkaliber internasional yang telah menorehkan karya-karya luar
biasa dan bermanfaat bagi umat manusia yang terjadi selama kurang lebih 700 tahun,
dimulai dari abad 6 M sampai dengan abad 12 M. Pada masa tersebut, kendali peradaban
dunia berada pada tangan umat Islam.

Pada saat berjayanya peradaban Islam semangat pencarian ilmu sangat kental
dalam kehidupan sehari-hari. Semangat pencarian ilmu yang berkembang menjadi tradisi
intelektual secara historis dimulai dari pemahaman (tafaqquh) terhadap al-Qur'an yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang kemudian dipahami, ditafsirkan dan
dikembangkan oleh para sahabat, tabiin, tabi' tabiin dan para ulama yang datang
kemudian dengan merujuk pada Sunnah Nabi Muhammad saw.

PERIODE RASULULLOH SAW (610 – 632M)

Keberhasilan Rasulullah Muhammad SAW dalam membangun peradaban Islam


yang tiada taranya dalam sejarah dicapai dalam kurun waktu 23 tahun, 13 tahun langkah
persiapan pada periode Makkah (Makiyyah) dan 10 tahun periode Madinah (Madaniyah).
Periode 23 tahun merupakan rentang waktu kurang dari satu generasi, dimana Muhammad
SAW telah berhasil memegang kendali kekuasaan atas bangsa-bangsa yang lebih tua
peradabannya saat itu khususnya Romawi, Persia dan Mesir.
Seorang ahli pikir Perancis bernama Dr. Gustave Le Bone mengatakan:

“Dalam satu abad atau 3 keturunan, tidak ada bangsa-bangsa manusia dapat
mengadakan perubahan yang berarti.Bangsa Perancis memerlukan 30 keturunan atau
1000 tahun baru dapat mengadakan suatu masyarakat yang bercelup Perancis. Hal ini
terdapat pada seluruh bangsa dan umat, tak terkecuali selain dari umat Islam, sebab
Muhammad El-Rasul sudah dapat mengadakan suatu masyarakat baru dalam tempo satu
keturunan (23 tahun) yang tidak dapat ditiru atau diperbuat oleh orang lain”.

Masa kerasulan Muhammad SAW pada akhir periode Madinah merupakan puncak
(kulminasi) peradaban Islam, karena disitulah sistem Islam disempurnakan dan
ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebagaimana
firman Alloh dalam QS. Al-Maidah Ayat 3, yang artinya :“Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Al-Maidah ayat 3).
Generasi masa itu juga merupakan generasi terbaik sebagaimana firman Alloh SWT
dalam QS. Ali Imran ayat 110, yang artinya :“Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Alloh”. (QS. Ali Imran ayat 110).

PERIODE KHULAFAUR RASYIDIN (632-661 M)

Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah(pemimpin) pertama agama Islam,


yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammadsetelah
Beliau wafat.Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang tercatat
paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di saat masa
kerasulan Muhammad.Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan
keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam.

1. Abu Bakar ash-Shiddiq(11-13 H/632-634 M).


Abu Bakar ash-Shidiq nama aslinya adalah Abdullah bin ‘Utsman bin
‘Aamir dari suku Taim bin Murrah bin Ka’ablahirtahun 573 M. Beliau adalah
orang pertama yang beriman kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dari
kalangan lelaki dewasa. Beliau adalah sahabat yang menemani hijrah
beliau.Beliau jugalah orang yang menggantikan Nabi untuk menjadi imam shalat
serta amir jama’ah haji, Beliau adalah khalifah pertama Islam setelah wafatnya
Muhammad SAW.Ia adalah salah seorang petinggi Mekkah dari suku Quraisy.
Setelah memeluk Islam namanya diganti oleh Muhammad menjadi Abu Bakar.Ia
digelari Ash- Shiddiq yang berarti yang terpercaya setelah ia menjadi orang
pertama yang mengakui peristiwa Isra' Mi'raj.Ia juga adalah orang yang ditunjuk
oleh Muhammmad untuk menemaninya hijrah ke Yatsrib. Ia dicatat sebagai salah
satu Sahabat Muhammad yang peling setia dan terdepan melindungi para pemeluk
Islam bahkan terhadap sukunya sendiri.

Selama dua tahun masa kepemimpinan Abu Bakar, masyarakat Arab di


bawah Islam mengalami kemajuan pesat dalam bidang sosial, budaya dan
penegakan hukum. Selama masa kepemimpinannya pula, Abu bakar berhasil
memperluas daerah kekuasaan islam ke Persia, sebagian Jazirah Arab hingga
menaklukkan sebagian daerah kekaisaran Bizantium.

2. Umar bin Khattab(13 - 23 H / 634 - 644 M)


Umar bin Khattab adalah putra Naufal Al Quraisy dari suku Ady, lahir
tahun 586-590 M. Beliauadalah khalifah ke-2 dalam sejarah Islam dan diberi
gelar oleh Rosulullah SAW, yaitu “Al Faruq”, yang berarti dapat membedakan
yang hak dan batil. Pengangkatan Umar bin Khattab bukan berdasarkan konsensus
tetapi berdasarkan surat wasiat yang ditinggalkan oleh Abu Bakar. Hal ini tidak
menimbulkan pertentangan berarti di kalangan umat islam saat itu karena umat
Muslim sangat mengenal Umar sebagai orang yang paling dekat dan paling setia
membela ajaran Islam.

Di zaman Umar bin Khattab gelombang ekspansi (perluasan daerah


kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan
setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk,
seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria
sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash dan
ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash. Iskandariah (Alexandria,
sekarang Istanbul), ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian,
Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di
Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia,
al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat
dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu,
wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian
besar wilayah Persia, dan Mesir.

Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur


administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang
terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah
propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.
Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan.Pada masanya mulai diatur
dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah.Pengadilan didirikan
dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.Untuk
menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk.Demikian pula
jawatan pekerjaan umum.Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang,
dan membuat tahun hijiah.

3. Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)


Utsman bi Affan adalah khalifah ke-3 dalam sejarah Islam.Beliau
merupakan sahabat yang mula-mula masuk Islam, hartawan dan dermawan serta
sangant bijaksana. Oleh karena itu beliau dipiliholeh Umar bin Khattab dan dan
enam sahabat lainnya sebagai formatur yaitu Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi
Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali
bin Abi Thalibsebagai khalifah.

Di masa pemerintahan Utsman, beliau mendirikan gedung pengadilan,


armada Islam dan wilayah pemerintahan.Perluasan kekuasaannyamulai Armenia,
Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan
Tabaristan serta membukukan mushaf Al Qur’an yang terkenal dengan Mushaf
Utsmani.

4. Ali bin Abi Thalib (35 – 41 H / 656 – 660)

Beliau adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan remaja.Ali
dikenal orang yang pemberani, pemurah, dermawan, rendah hati, jujur, amanah,
adil, disiplin, dan sebagainya. Dan beliau juga pernah menanggung resiko besar
ketikan menyelamatkan Nabi Muhammad SAW saat perjalanan hijrah ke Madinah
bersama Abu Bakar As Siddiq.Setelah sepeninggal Usman bin Affan, umat Islam
berbondong-bondong menemui Ali bin Abi Thalib, Namun Ali tidak bersedia
karena Thalhah bin Ubaidillah dan Zubir bin Awwam tidak ikut. Barulah setelah
ada dukungan keduanya, beliau mau menerima jabatan itu.

Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan.


Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali menon-aktifkan para gubernur yang
diangkat oleh Utsman bi Affan.Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan
terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang
dihadiahkan Utsmankepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya
kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara
orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Khalifah Umar bin Khattab.
PERIODE DAULAH BANI UMAYYAH (661-750M)

Bani Umayyah atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahanIslam pertama


setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab
dan sekitarnya (beribukota di Damaskus) ; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba,
Spanyol sebagai Kekhalifahan Kordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin
'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin
Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.

Masa Kedaulatan Umayyah berlangsung selama lebih kurang 90 tahun. Beberapa


orang Khalifah besar Bani Umayyah ini adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680 M),
Abdul Malik bin Marwan (685- 705 M), Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M), Umar
bin Abdul Aziz (717- 720 M) dan Hasyim bin Abdul Malik (724- 743 M).

Awal berlangsungnya periode Daulah Bani Umayyah lebih memprioritaskan pada


perluasan wilayah kekuasaan.Ekspansi wilayah yang sempat terhenti pada masa Khalifah
Utsman bin Affan dan Khalifah Alibin Abi Tholib dilanjutkan kembali oleh Daulah Bani
Umayyah. Pada zaman Muawiyah bin Abi Sufyan, Tunisia mulai ditaklukkan. Di sebelah
Timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan
Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota
Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian
dilanjutkan oleh khalifah Abdul Malik.Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus
dan dapat berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan
Samarkand.Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind
dan daerah Punjab sampai ke Maltan.

Ekspansi ke Barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin


Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan
ketertiban, dimana umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang
berjalan kurang lebih sepuluh tahun, tercatat bahwa pada tahun 711 M merupakan suatu
ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, benua Eropa. Setelah Al-
Jazair dan Marokko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, panglima pasukan Islam, dengan
pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan benua Eropa,
dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq).
Tentara Spanyol dapat dikalahkan.Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi
selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordova, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul
setelah itu kota-kota lain seperti Sevi'e, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota
Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan
dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama
menderita akibat kekejaman penguasa. Pada zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan
dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh
Aburrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers.
Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar
kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping
daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke
tangan Islam pada zaman Bani Umayyah.

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat,


wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah
itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia
Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan
Kirgis di Asia Tengah.

Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam
pembangunan di berbagai bidang.Pada bidang pengembangan keilmuan, Daulat Umayyah
mengawalinya dengan mengeluarkan sebuah kebijakan startegis.Khalifah Abdul Malik
bin Marwan (685-705M) merupakan Khalifah pertama yang berhasil melakukan berbagi
pembenahan administrasi pemerintahan dimana beliau memerintahkan penggunaan
Bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan dan kenegaraan di seluruh
wilayah Islam yang membentang dari Pegunungan Thian Shan di sebelah Timur sampai
Pegunungan Pyrenees di sebelah Barat termasuk dalam berbagai administrasi kenegaraan
lainnya.Pada perkembangan selanjutnya Bahasa Arab menjadi bahasa umum sebagai
bahasa pengantar dunia (lingua franca), juga menjadi bahasa diplomatik antar Bangsa
diantara Barat dan Timur bahkan berkembang menjadi bahasa ilmiah sampai kepada
zaman renaissance, hingga Roger Bacon (1214-1294 M) dari Oxford ahli pikir Inggeris
terbesar itu, menurut Ecyclopedia Britanica, 1951, volume II, halaman 191-197,
mendorong sedemikian rupa untuk mempelajari Bahasa Arab guna memperoleh
pengetahuan yang sangat murni, yang menyatakan bahwa: “Roger Bacon, placing
Averroes beside Aristole and Avicenna, recomends the study of Arabic as the only way of
getting the knowledge which bad versions obscured”, yakni “menganjurkan mempelajari
Bahasa Arab sebagai jalan satu-satunya bagi memperoleh ilmu yang telah dikaburkan
oleh versi-versi yang jelek” sebelumnya.

Kemajuan tradisi intelektual dan ilmu pengetahuan pada zaman Daulah Bani
Umayyah di Andalusia dirasakan oleh masyarakat Eropa. Oliver Leaman menggambarkan
kondisi kehidupan intelektual di sana sebagai berikut:

“….pada masa peradaban agung [wujud] di Andalus, siapapun di Eropa yang ingin
mengetahui sesuatu yang ilmiyah ia harus pergi ke Andalus. Di waktu itu banyak sekali
problem dalam literatur Latin yang masih belum terselesaikan, dan jika seseorang pergi
ke Andalus maka sekembalinya dari sana ia tiba-tiba mampu menyelesaikan masalah-
masalah itu. Jadi Islam di Spanyol mempunyai reputasi selama ratusan tahun dan
menduduki puncak tertinggi dalam pengetahuan filsafat, sains, tehnik dan matematika.Ia
mirip seperti posisi Amerika saat ini, dimana beberapa universitas penting berada”.

Pada bidang lainnya, pembangunan yang dilakukan Muawiyah bin Abi Sufyan
diantaranya mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda
yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan
angkatan bersenjata dan mencetak mata uang.Pada masanya, jabatan khusus seorang
Hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri.Qadhi adalah seorang
spesialis dibidangnya.Khalifah Abdul Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia
yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam.Untuk itu, dia mencetak uang
tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Keberhasilan
Khalifah Abdul Malik diikuti oleh puteranya Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M)
sebagai seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan.
Dia membangun panti-panti untuk orang cacat.Semua personel yang terlibat dalam
kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap.Dia juga membangun jalan-jalan
raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-
gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.

Pada lapangan perdagangan yakni pada saat peradaban Islam telah menguasai
dunia perdagangan sejak permulaan Daulat Umayyah (661-750M), dimana pesisir lautan
Hindia sampai ke Lembah Sind, sehingga terjalin kesatuan wilayah yang luas dari Timur
sampai Barat yang berimplikasi terhadap lancarnya lalu-lintas dagang di dataran antara
Tiongkok dengan dunia belahan Barat pegunungan Thian Shan melalui Jalan Sutera (Silk
Road) yang terkenal itu, yang kemudian terbuka pula jalur perdagangan melalui Teluk
Parsi, Teluk Aden yang menghubungkannya dengan kota-kota dagang di sepanjang
pesisir Benua Eropa, menyebabkan “kebutuhan Eropa pada saat itu amat tergantung pada
kegiatan dagang di dalam wilayah Islam”.

Di zaman Umar Ibn Ab Al-Aziz(717M-720M), masa pemerintahannya diwarnai


dengan banyak Reformasi dan perbaikan. Dia banyak menghidupkan dan memperbaiki
tanah-tanah yang tidak produktif, menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-
masjid. Dia mendistribusikan sedekah dan zakat dengan cara yang benar hingga
kemiskinan tidak ada lagi dizamannya. Dimasa pemerintahannya tidak ada lagi orang
yang berhak menerima zakat ataupun sedekah. Berkat ketaqwaan dan kesalehannya, dia
dianggap sebagai salah seorang Khulafaur Rasyidin. Penaklukan dimasa pemerintahannya
pasukan islam melakukan penyerangan ke Prancis dengan melewati pegunungan Baranese
mereka sampai ke wilayah Septomania dan Profanes, lalu melakukan pengepungan
Toulan sebuah wilayah di Prancis. Namun kaum muslimin tidak berhasil mencapai
kemenangan yang berarti di Prancis. sangat sedikit terjadi perang dimasa pemerintahan
Umar. Dakwah islam marak dengan menggunakan nasehat yang penuh hikmah sehingga
banyak orang masuk islam.

Salah satu kemajuan yang paling menonjol pada masa pemerintahan dinasti Bani
Umayyah adalah kemajuan dalam system militer. Selama peperangan melawan kakuatan
musuh, pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur
kemudian mereka memadukannya dengan system dan teknik pertahanan yang selama itu
mereka miliki, dengan perpaduan system pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan
dan militer Dinasti Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat
baik dengan kemajuan-kemajuan dalam system ini akhirnya para penguasa dinasti Bani
Umayyah mampu melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke Eropa.Secara garis besar
formasi kekuatan tentara Bani Umayyah terdiri dari pasukan berkuda, pasukan pejalan
kaki dan angkatan laut.

PERIODE DAULAH BANI ABBASIYAH (132 – 656 H/750 - 1258 M)


Sebagai sebuah dinasti, kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa lebih dari
lima abad, telah banyak memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan peradaban Islam. Dari sekitar 37 orang khalifah yang pernah berkuasa,
terdapat beberapa orang khalifah yang benar-benar memliki kepedulian untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, serta berbagai bidang lainnya,
seperti bidang-bidang sosial dan budaya.

Diantara kemjuan dalam bidang sosila budaya adalah terjadinya proses akulturasi
dan asimilasi masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu membawa
dampak positif dalam perkembangan dan kemajuan peradaban Islam pada masa ini.Karna
dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, dapat dipergunakan
untuk memajukan bidang-bidang sosial budaya lainnya yang kemudian menjadi lambang
bagi kemajuan bidang sosial budaya dan ilmu pengetahuan lainnya. Diantara kemajuan
ilmu pengetahuan sosial budaya yang ada pada masa Khalifah Dinasi Abbasiyah adalah
seni bangunan dan arsitektur, baik untuk bangunan istana, masjid, bangunan kota dan lain
sebagainya. Seni asitektur yang dipakai dalam pembanguanan istana dan kota-kota,
seperti pada istana Qashrul dzahabi, dan Qashrul Khuldi, sementara banguan kota seperti
pembangunan kota Baghdad, Samarra dan lain-lainnya.

Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada mas inilah
lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al
Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya buah pikiran mereka masih
dapat dibaca hingga kini, seperti kitab Kalilah wa Dimna. Sementara tokoh terkenan
dalam bidang musik yang kini karyanya juga masih dipakai adalah Yunus bin Sulaiman,
Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al farabi dan lain-lainnya.

Selain bidang-bidang tersebut diatas, terjadi juga kemajuan dalam bidang


pendidikan.Pada masa-maa awal pemerinath Dinasti Abbasiyah, telah banyak diushakan
oleh para khalifah untuk mengembangakan dan memajukan pendidikan.Karna itu mereka
kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga
tingakat tinggi.

Masa Kedaulatan Abbasiyah berlangsung selama 508 tahun, sebuah rentang


sejarah yang cukup lama dalam sebuah peradaban. Berdasarkan perubahan pola
pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani
Abbasiyah menjadi lima periode:

1. Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia
pertama;
2. Periode Kedua (232 H/847 M-334 H/945 M), disebut pereode pengaruh Turki
pertama;
3. Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih
dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh
Persia kedua;
4. Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/l194 M), masa kekuasaan dinasti Bani
Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan
masa pengaruh Turki kedua;
5. Periode Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari
pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.

Tidak seperti pada periode Umayyah, Periode pertama Daulah Bani Abbasiyah
lebih memprioritaskan pada penekanan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam
daripada perluasan wilayah.Fakta sejarah mencatat bahwa masa Kedaulatan Abbasiyah
merupakan pencapaian cemerlang di dunia Islam pada bidang sains, teknologi dan
filsafat.Pada saat itu dua pertiga bagian dunia dikuasai oleh Kekhilafahan Islam.

Masa sepuluh Khalifah pertama dari Daulah Bani Abbasiyah merupakan masa
kejayaan (keemasan) peradaban Islam, dimana Baghdad mengalami kemajuan ilmu
pengetahuan yang pesat.Secara politis, para khalifah betul-betul merupakan tokoh yang
kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain,
kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan
landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.Namun setelah
periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik,
meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.

Pada masa sepuluh Khalifah pertama itu, puncak pencapaian kemajuan peradaban
Islam terjadi pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid (786-809 M).Harun Al-Rasyid
adalah figur khalifah shaleh, ahli ibadah, senang bershadaqah, sangat mencintai ilmu
sekaligus mencintai para ‘ulama, senang dikritik serta sangat merindukan nasihat terutama
dari para ‘ulama.Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan
berbagai buku Yunani dengan menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan
penganut agama lainnya yang ahli.Ia juga banyak mendirikan sekolah, yang salah satu
karya besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang
berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Perpustakaan pada
masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di
sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.

Harun Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk dimanfaatkan


bagi keperluan sosial.Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi
didirikan.Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter.Disamping
itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun.Kesejahteraan, sosial, kesehatan,
pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman
keemasannya.Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat
yang tak tertandingi.

Terjadinya perkembangan lembaga pendidikan pada masa Harun Al Rasyid


mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.Hal ini sangat
ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah
berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Pada
masa pemerintahan Abbasiyah pertama juga lahir para imam mazhab hukum yang empat
hidup Imam Abu Hanifah (700-767 M); Imam Malik (713-795 M); Imam Syafi'i (767-820
M) dan Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M).

Pencapaian kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan tersebut tidak
terlepas dari adanya sikap terbuka dari pemerintahan Islam pada saat itu terhadap berbagai
budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani, Persia, India dan yang lainnya.
Gerakan penterjemahan yang dilakukan sejak Khalifah Al-Mansur (745-775 M) hingga
Harun Al-Rasyid berimplikasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama
di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, farmasi, biologi, fisika dan sejarah.

Menurut Demitri Gutas proses penterjemahan di zaman Abbasiyah didorong oleh


motif sosial, politik dan intelektual. Ini berarti bahwa para pihak baik dari unsur
masyarakat, elit penguasa, pengusaha dan cendekiawan terlibat dalam proses ini, sehingga
dampaknya secara kultural sangat besar. Gerakan penerjemahan pada zaman itu kemudian
diikuti oleh suatu periode kreativitas besar, karena generasi baru para ilmuwan dan ahli
pikir muslim yang terpelajar itu kemudian membangun dengan ilmu pengetahuan yang
diperolehnya untuk mengkontribusikannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Menurut Marshall, proses pengislaman tradisi-tradisi itu telah berbuat lebih jauh
dari sekadar mengintegrasikan dan memperbaiki, hal itu telah menghasilkan energi kreatif
yang luar biasa. Menurutnya, periode kekhalifahan dalam sejarah Islam merupakan
periode pengembangan di bidang ilmu, pengetahuan dan kebudayaan, dimana pada zaman
itu telah melahirkan tokoh-tokoh besar di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan seperti
Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Farabi. Berbagai pusat pendidikan tempat menuntut ilmu
dengan perpustakaan-perpustakaan besar bermunculan di Cordova, Palermo, Nisyapur,
Kairo, Baghdad, Damaskus, dan Bukhara, dimana pada saat yang sama telah mengungguli
Eropa yang tenggelam dalam kegelapan selama berabad-abad. Kehidupan kebudayaan
dan politik baik dari kalangan orang Islam maupun non-muslim pada zaman kekhilafahan
dilakukan dalam kerangka Islam dan bahasa Arab, walaupun terdapat perbedaan-
perbedaan agama dan suku yang plural.

Pada saat itu umat Islam telah berhasil melakukan sebuah akselerasi, jauh
meninggalkan peradaban yang ada pada saat itu. Hidupnya tradisi keilmuan, tradisi
intelektual melalui gerakan penerjamahan yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan
penyelidikan yang didukung oleh kuatnya elaborasi dan spirit pencarian, pengembangan
ilmu pengetahuan yang berkembang secara pesat tersebut, mengakibatkan terjadinya
lompatan kemajuan di berbagai bidang keilmuan yang telah melahirkan berbagai karya
ilmiah yang luar biasa.

Menurut Oliver Leaman proses penterjemahan yang dilakukan ilmuwan muslim


tidak hanya menterjemahkan karya-karya Yunani secara ansich, tetapi juga mengkaji teks-
teks itu, memberi komentar, memodifikasi dan mengasimilasikannya dengan ajaran Islam.
Proses asimilasi tersebut menurut Thomas Brown terjadi ketika peradaban Islam telah
kokoh. Sains, filsafat dan kedoketeran Yunani diadapsi sehingga masuk kedalam
lingkungan pandangan hidup Islam. Proses ini menggambarkan betapa tingginya tingkat
kreativitas ilmuwan muslim sehingga dari proses tersebut telah melahirkan pemikiran
baru yang berbeda sama sekali dari pemikiran Yunani dan bahkan boleh jadi asing bagi
pemikiran Yunani.
Pada masa-masa permulaan perkembangan kekuasaan, Islam telah memberikan
kontribusi kepada dunia berupa tiga jenis alat penting yaitu paper (kertas), compass
(kompas) and gunpowder (mesiu). Penemuan alat cetak (movable types) di Tiongkok
pada penghujung abad ke-8 M dan penemuan alat cetak serupa di Barat pada pertengahan
abad 15 oleh Johann Gutenberg, menurut buku Historians’ History of the World, akan
tidak ada arti dan gunanya jika Bangsa Arab tidak menemukan lebih dahulu cara-cara
bagi pembuatan kertas.

Pencapaian prestasi yang gemilang sebagai implikasi dari gerakan terjemahan


yang dilakukan pada zaman Daulat Abbasiah sangat jelas terlihat pada lahirnya para
ilmuwan muslim yang mashur dan berkaliber internasional seperti : Al-Biruni (fisika,
kedokteran); Jabir bin Hayyan (Geber) pada ilmu kimia; Al-Khawarizmi (Algorism) pada
ilmu matematika; Al-Kindi (filsafat); Al-Farazi, Al-Fargani, Al-Bitruji (astronomi); Abu
Ali Al-Hasan bin Haythami pada bidang teknik dan optik; Ibnu Sina (Avicenna) yang
dikenal dengan Bapak Ilmu Kedokteran Modern; Ibnu Rusyd (Averroes) pada bidang
filsafat; Ibnu Khaldun (sejarah, sosiologi). Mereka telah meletakkan dasar pada berbagai
bidang ilmu pengetahuan.

Beberapa ilmuwan muslim lainnya pada masa Daulah Bani Abbasiyah yang
karyanya diakui dunia diantaranya:

1. Al-Razi (guru Ibnu Sina), berkarya dibidang kimia dan kedokteran, menghasilkan
224 judul buku, 140 buku tentang pengobatan, diterjemahkan ke dalam Bahasa
Latin. Bukunya yang paling masyhur adalah Al-Hawi Fi ‘Ilm At Tadawi (30 jilid,
berisi tentang jenis-jenis penyakit dan upaya penyembuhannya). Buku-bukunya
menjadi bahan rujukan serta panduan dokter di seluruh Eropa hingga abad 17. Al-
Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan
measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak.
Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibnu Sina;
2. Al-Battani (Al-Batenius), seorang astronom. Hasil perhitungannya tentang bumi
mengelilingi pusat tata surya dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, 24 detik,
mendekati akurat. Buku yang paling terkenal adalah Kitab Al Zij dalam bahasa
latin: De Scienta Stellerum u De Numeris Stellerumet Motibus, dimanaterjemahan
tertua dari karyanya masih ada di Vatikan;
3. Al Ya’qubi, seorang ahli geografi, sejarawan dan pengembara. Buku tertua dalam
sejarah ilmu geografi berjudul Al Buldan (891), yang diterbitkan kembali oleh
Belanda dengan judul Ibn Waddih qui dicitur al-Ya’qubi historiae;
4. Al Buzjani (Abul Wafa). Ia mengembangkan beberapa teori penting di bidang
matematika (geometri dan trigonometri).

Sejarah telah membuktikan bahwa kontribusi Islam pada kemajuan ilmu


pengetahuan di dunia modern menjadi fakta sejarah yang tak terbantahkan.Bahkan
bermula dari dunia Islamlah ilmu pengetahuan mengalami transmisi (penyebaran,
penularan), diseminasi dan proliferasi (pengembangan) ke dunia Barat yang sebelumnya
diliputi oleh masa ‘the Dark Ages’ mendorong munculnya zaman renaissance atau
enlightenment (pencerahan) di Eropa.

Melalui dunia Islamlah mereka mendapat akses untuk mendalami dan


mengembangkan ilmu pengetahuan modern. Menurut George Barton, ketika dunia Barat
sudah cukup masak untuk merasakan perlunya ilmu pengetahuan yang lebih dalam,
perhatiannya pertama-tama tidak ditujukan kepada sumber-sumber Yunani, melainkan
kepada sumber-sumber Arab.Sebelum Islam datang, menurut Gustav Le Bon, Eropa
berada dalam kondisi kegelapan, tak satupun bidang ilmu yang maju bahkan lebih percaya
pada tahayul. Sebuah kisah menarik terjadi pada zaman Daulat Abbasiah saat
kepemimpinan Harun Al-Rasyid, tatkala beliau mengirimkan jam sebagai hadiah pada
Charlemagne seorang penguasa di Eropa. Penunjuk waktu yang setiap jamnya berbunyi
itu oleh pihak Uskup dan para Rahib disangka bahwa di dalam jam itu ada jinnya
sehingga mereka merasa ketakutan, karena dianggap sebagai benda sihir. Pada masa itu
dan masa-masa berikutnya, baik di belahan Timur Kristen maupun di belahan Barat
Kristen masih mempergunakan jam pasir sebagai penentuan waktu.

Bagaimana kondisi kegelapan Eropa pada zaman pertengahan (Abad 9 M) bukan


hanya pada aspek mental-dimana cenderung bersifat takhayul, demikian pula halnya
dalam aspek fisik material. Hal ini sebagaimana digambarkan oleh William
Drapper: “Pada zaman itu Ibu Kota pemerintahan Islam di Cordova merupakan kota
paling beradab di Eropa, 113.000 buah rumah, 21 kota satelit, 70 perpustakaan dan
toko- toko buku, masjid-masjid dan istana yang banyak. Cordova menjadi mashur di
seluruh dunia, dimana jalan yang panjangnya bermil-mil dan telah dikeraskan diterangi
dengan lampu-lampu dari rumah-rumah di tepinya.Sementara kondisi di London 7 abad
sesudah
itu (yakni abad 15 M), satu lampu umumpun tidak ada.Di Paris berabad-abad sesudah
zaman Cordova, orang yang melangkahi ambang pintunya pada saat hujan, melangkah
sampai mata kakinya ke dalam lumpur”.

Menurut Philip K. Hitti, jarak peradaban antara kaum muslimin di bawah


kepemimpinan Harun Al-Rasyid jauh melampaui peradaban yang ada pada orang-orang
Kristen pimpinan Charlemagne.Pertengahan abad 9 M peradaban Islam telah meliputi
seluruh Spanyol. Masuknya Islam ke Spanyol yaitu setelah Abdur Rahman ad-Dakhil
(756 M) berhasil membangun pemerintahan yang berpusat di Andalusia.

Melalui Spanyol, Sicilia dan Perancis Selatan yang berada langsung di bawah
pemerintahan Islam, peradaban Islam memasuki Eropa. Bahasa Arab menjadi bahasa
internasional yang digunakan berbagai suku bangsa di berbagai negeri di dunia. Baghdad
di Timur dan Cordova di Barat, dua kota raksasa Islam menerangi dunia dengan cahaya
gilang-gemilang. Sekitar tahun 830 M, Alfonsi-Raja Asturia telah mendatangkan dua
sarjana Islam untuk mendidik ahli warisnya.Sekolah Tinggi Kedokteran yang didirikan di
Perancis (di Montpellier) dibina oleh beberapa orang Mahaguru dari
Andalusia.Keunggulan ilmiah kaum muslimin tersebar jauh memasuki Eropa dan menarik
kaum intelektual dan bangsawan Barat ke negeri-negeri pusatnya. Diantara mereka
terdapat Roger Bacon (Inggeris); Gerbert d’Aurillac yang kemudian menjadi Paus
Perancis pertama dengan gelar Sylvester II, selama 3 tahun tinggal di Todelo mempelajari
ilmu matematika, astronomi, kimia dan ilmu lainnya dari para sarjana Islam.

Tidaklah mengherankan, karena pada saat kekhilafahan Islam berkuasa saat itu
Spanyol menjadi pusat pembelajaran (centre of learning) bagi masyarakat Eropa dengan
adanya Universitas Cordova. Di Andalusia itulah mereka banyak menimba ilmu, dan dari
negeri tersebut muncul nama-nama ‘ulama besar seperti Imam Asy-Syathibi pengarang
kitab Al-Muwafaqat, sebuah kitab tentang Ushul Fiqh yang sangat berpengaruh; Ibnu
Hazm Al-Andalusi pengarang kitab Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal, sebuah
kitab tentang perbandingan sekte dan agama-agama dunia, dimana bukti tersebut telah
mengilhami penulis-penulis Barat untuk melakukan hal yang sama.

Di Andalusia (Spanyol bagian Selatan), berbagai universitasnya pada saat itu


dipenuhi oleh banyak mahasiswa Katolik dari Perancis, Inggeris, Jerman dan Italia. Pada
masa itu, para pemuda Kristen dari berbagai negara di Eropa dikirim berbondong-
bondong ke sejumlah perguruan tinggi di Andalusia guna menimba ilmu pengetahuan dan
teknologi dari para ilmuwan muslim. Adalah Gerard dari Cremona; Campanus dari
Navarra; Aberald dari Bath; Albert dan Daniel dari Morley yang telah menimba ilmu
demikian banyak dari para ilmuwan muslim, untuk kemudian pulang dan
menggunakannya secara efektif bagi penelitian dan pengembangan di masing-masing
bangsanya. Dari sini kemudian sebuah revolusi pemikiran dan kebudayaan telah pecah
dan menyebarluas ke seluruh masyarakat dan seluruh benua. Para pemuda Kristen yang
sebelumnya telah banyak belajar dari para ilmuwan muslim, telah berhasil melakukan
sebuah transformasi nilai-nilai yang unggul dari peradaban Islam yang kemudian
diimplementasikan pada peradaban mereka (Barat) yang selanjutnya berimplikasi
terhadap kemajuan diberbagai bidang ilmu pengetahuan.

Semaraknya pengembangan ilmu dan pengetahuan di dunia Islam diindikasikan


dengan banyaknya perpustakaan tersebar di kota-kota dan negeri-negeri Islam yang
jumlahnya sangat fantastis.Sejarah mencatat, perpustakaan di Cordova pada abad 10
Masehi mempunyai 600.000 jilid buku.Perpustakaan Darul Hikmah di Cairo mempunyai
jilid buku.Perpustakaan Al Hakim di Andalusia mempunyai berbagai buku
dalam 40 kamar yang setiap kamarnya berisi 18.000 jilid buku.Perpustakaan
Abudal Daulah di Shiros (Iran Selatan) buku-bukunya memenuhi 360 kamar.
Sementara ratusan tahun sesudahnya (abad 15 M), menurut catatan Catholik
Encyclopedia, perpustakaan Gereja Canterbury yang merupakan perpustakaan
dunia Barat yang paling kaya saat jumlah bukunya tidak melebihi 1.800 jilid buku.

Sejarah juga mencatat bahwa Uskup Agung Raymond di Spanyol mendirikan


Badan Penterjemah di Todelo yang ditujukan guna menterjemahkan sebagian besar
karangan sarjana-sarjana Muslim tentang ilmu pasti, astronomi, kimia, kedokteran,
filsafat, dll, dimana waktu yang dibutuhkan untuk menterjemahkannya yaitu lebih dari
satu setengah abad (1135-1284 M).

Dari pusat-pusat peradaban Islam yang meliputi Baghdad, Damaskus, Cordova,


Sevilla, Granada dan Istanbul, telah memancarkan sinar gemerlap yang menerangi seluruh
penjuru dunia terlebih Cordova, Sevilla, Granada yang merupakan bagian dari kekuasaan
Islam di Spanyol telah banyak memberikan kontribusi besar terhadap tumbuh dan
berkembangnya peradaban modern di dunia Barat.
MASA-MASA KEMUNDURAN

a. Kemunduran Bani Umayyah.


Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan
membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1.Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru
(bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas.
Pengaturannya tidak jelas.Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini
menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota
keluarga istana.
2.Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali bin Abi Tholib. Sisa-sisa Syi'ah
(para pengikut Abdullah bin Saba’al-Yahudi) dan Khawarij terus menjadi
gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun
secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah.
Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan
pemerintah.
3.Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara
(Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman
sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa
Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.
Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan
wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu
menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab
yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4.Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup
mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul
beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para
Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan
agama sangat kurang.
5.Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-
Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan kaum
mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.

b. Kemunduran Bani Abbasiyah

Setelah berkuasa lebih kurang lima abad ( 750-1258 M ), akhirnya Dinasti


Abbasiyah mengalami masa-masa suram. Masa suram ini terjadi ketika para
pengusaha setelah Al-Makmun, Al-Mu’tashim dan Al-Mutawakkil, tidak lagi
memiliki kekuatan yang besar, sebab para khalifah sesudahnya lebih merupakan
boneka para amir dan para wajir dinasti Buwaihiyah dan Salajikah.Para khalifah
Abbasiyah pada periode terakhir lebih mementingkan kepentingan peribadi,
ketimbang kepentingan masyarakat umum.Mereka saling melalaikan tugas-tugas
sebagai pemimpin dan kepala negara, bahkan banyak di antara mereka yang lebih
memilih hidup bermewah-mewahan.Pada akhirnya mereka kehilangan semangat
juang untuk menegakkan kekuasaan.

Kenyataan ini dipengaruhui dengan situasi politik umat Islam ketika


itu.Konflik antra etnis dan suku bangsa sering terjadi, terutama perseteruan antara
bangsa Arab dan bangsa Persia dengan bangsa Turki. Perseteruan ini terjadi ketika
bangsa Turki semakin memiliki posisi strategis dipemerintahan dan menggeser
posisi bangsa Arab dan Persia, yang merupakan dua suku bangsa yang memiliki
peran penting didalam proses berdirinya pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Pada
masa pemerintahan khalifah al-Mutawakkil, pengaruh bangsa Turki semakin kuat,
sehingga bangsa Arab dan Persia merasa cemburu.Sikap anti Turki ini pada
akhirnya menimbulkan gerakan pemberontakan di setiap daerah, yang kemudian
masing-masing mendirikan kekuasaan-kekuasaan lokal.

Diantara kekuatan lokal yang sangat berpengaruh dalam proses


melemahnya kekuasaan Dinasti Abbasiyah adalah dikarenakan luasnya wilayah
kekuasaan sehingga tidak dapat melakukan kontrol pemerintah dengan baik ke
seluruh wilayahnya, sehingga peluang ini dimanfaatkan oleh penguasa daerah
yang jauh dari pemerintah pusat untuk melepaskan diri menjadi kerajaan-kerajaan
kecil. Diantara kerajaan-kerajaan kecil yang dapat melepaskan diri adalah Dinasti
Buwaihiyah ( 945-1055 M ), Dinasti Salajiqah ( 1037-1157 M ). Dinasyi Bani
Fathimiyah yang didirikan di Tunisia pada tahun 297-323 H / 909-934 M oleh Al
Mahdi.Dinasti ini berkuasa cukup lama, hingga akhirnya dihancurkan oleh
Salahuddin al- Ayyubi. Dinasti Idrisiyah yang didirikan oleh Idris bin Abdullah
( 172-311 H/ 788-932 M ), Dinasti Aghlabiyah didirikan oleh Ibrahim bin Aghlab
( 184-296 H/ 800-909 M ), Dinasti Thuluniyah, didirikan oleh Ahmad bin Thulun
( 254-292 H/868-905 M ).Dinasti Ikhsyidiyah, didirikan oleh Muhammad bin
Tughj ( 323-358 H/ 935-969 M ), Dinasti Hamdaniyah, didirikan oleh Hamdan bin
Hamdan ( 293-394 H/ 905-1004 M ), Dinasti Thahriyah, didirikan oleh Thahir bin
Husein ( 205-259 H/ 821-873 M ), Dinasti Samaniyah, didirikan oleh Saman
Khuda ( 261-9-389 H/ 874-999 M ).

Kemunculan kerajaan-kerajaan ini, sedikit banyak memperlemah


kekuasaan dan wibawa kerajaan Bani Abbas.Sebab paling tidak pemasukan dan
pengaruh para khalifah Bani Abbas berkurang. Lama kelamaan, akan membawa
kelemahan, kemunduran dan kemudian kehancuran Dinasti Bani Abbasiyah.

Persoalan lain yang juga memperlemah kekuasaan Bani Abbasiyah adalh


konflik internal dikalangan Bani Abbasiyah. Konflik ini dimanfaatkan oleh para
pendatang baru, seperti bangsa Turki yang kemudian menguasai sistem
pemerintahan Dinastu Abbasiyah.Bahkan bangsa Turki mendirikan kekuasaan di
wilayah pemerintahan Bani Abbasiyah dan menguasi Baghdad.Ketika para kalifah
semakin lemah, baik secara militer atau ekonomi, para tentara bayaran
mendominasi kekuatan, sehingga mereka menciptakan ketergantunan khalifah
kepada tentara bayaran.Ketergantungan ini merupakan salah satu faktor penyebab
melemahnya kekuasaan Dinasti Abbasiyah.

Pada saat semua mengalami kelemahan, kekuatan baru datang dan


berusaha menghancurkan Dinasti Abbasiyah, yaitu kekuatan bangsa Mongol.
Dibawah pimpinan hulaghu Khan, kota Baghdad sebagai pusat pemerintahan
Dinasti Abbasiyah diluluh lantakan pada tahun 1258 m. Serangan bangsa Mongol
ini manandai akhir dari masa kekuasaan dinasti Abbasiyah.

Menurut Murodi, di antara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran


dinasti Abbasiyah adalah :
a. Melebihkan bangsa asing daripada bangsa Arab.
b. Kebijakan ganda Harun Ar-Rasyid yang telah mewasiatkan tahta Khalifah
kepada dua anaknya (Al-Amin dan Al-Makmun).
c. Pemberontakan yang dilakukan oleh para oposan seperti pemberontakan
orang-orang Arab, Syiah, Khawarij dan intern keluarga Abbasiyah.
d. Ketergantungan kepada tentara bayaran.
e. Timbulnya kerajaan-kerajaan kecil yang bebas dari kekuasaan BaniAbbasiyah,
seperti dinasti Idrisiyah di Maroko, dinasti Aghlabiyah, dinastiThuluniyah,
dinasti Ikhsyidi, dinasti Hamdaniyah, dan dinasti Thahiriyah.
f. Penyerangan bangsa Mongol (Tartar) yanng dipimpin oleh Hulaku Khan pada
1258 M, khalifah dan keluarganya dibunuh serta ia mengumumkan
secarasepihak berakhirnya pemerintahan Bani Abbasiyah di Baghdad.

G. KESIMPULAN

1. Kontribusi Islam terhadap lahirnya peradaban Islam berskala dunia terutama dalam hal
ilmu pengetahuan dan teknologi sangat besar, maka kemajuan yang dicapai Barat pada
mulanya bersumber dari peradaban Islam.Dunia Barat sekarang sejatinya berterima
kasih kepada umat Islam. Akan tetapi pada kenyataannya pihak Barat (non Muslim)
telah sengaja menutup-nutupi peran besar atas jasa para pejuang dan ilmuwan muslim
tersebut yang pada akhirnya terabaikan bahkan sampai terlupakan. Oleh karena itu,
umat Islam perlu kembali menggelorakan semangat keilmuan para ilmuwan muslim
atas sumbangsihnya yang amat besar bagi peradaban umat manusia di dunia dalam
menyongsong kembali kejayaan Islam dan umatnya.

2. Puncak pencapaian penguasaan sains dan teknologi pada zaman kejayaan umat Islam
masa lalu terkait erat dengan tegaknya sistem kekhilafahan, dimana adanya sistem
komando yang terintegrasi secara global yang peranan secara politik sejalan dengan
peranan agama. Para pemimpin terdahulu yang shaleh selain sebagai seorang
negarawan yang handal dan mumpuni, juga sebagai seorang ‘ulama wara’ yang takut
pada Rabb-nya, mencintai ilmu serta mencintai rakyatnya.Pada aspek ini kita bisa
melihat adanya integrasi tiga pilar utama dalam pembentukan peradaban Islam yaitu
agama, politik dan ilmu pengetahuan terpadu dalam satu kendali sistem kekhilafahan
dibawah pimpinan seorang khalifah.

3. Keberadaan sistem kekhilafahan terutama sejak zaman Daulah Bani Umayyah dan
Daulah Bani Abbasiyah walaupun bersifat khalifatul mulk (kepemimpinan didasarkan
pada keturunan/dinasti) yang adakalanya dipimpin oleh orang shaleh dan sekali waktu
dipimpin oleh orang zhalim, tetapi seburuk-buruk kondisi pada masa kehilafahan,
masih jauh lebih baik daripada masa setelah tercerabutnya kehilafahan, karena pada
masa kekhilafahan hukum Islam masih tegak dan ditaati oleh umat Islam, demikian
juga adanya ketaatan terhadap berbagai fatwa para ‘ulama.Oleh harenanya, segala hal
yang baik dari para pendahulu umat Islam seyogiannya menjadi cerminan teladan bagi
kita, sementara segala hal yang kurang baik, sejatinya dijadikan sebagai pelajaran yang
sangat berharga.

4. Awal meredupnya peradaban Islam yang terjadi sejak abad ke-8 hijriah (abad 13 M)
hingga abad ke-14 hijriah (abad 20 M) yang telah mengakibatkan proses peralihan dari
peradaban Islam ke keradaban Barat yang ditandai dengan masa pencerahan di dunia
Barat serta terjadinya penjajahan, penaklukan dan aneksasi terhadap negeri-negeri
muslim oleh armada perang dari negara-negara Barat lebih disebabkan oleh
melemahnya legitimasi politik dunia Islam karena peran kekhilafahan cenderung
bersifat simbol serta hanya sebatas seremonial saja hingga tumbangnya sistem
kekhilafahan di dunia Islam. Dari situlah kemudian dimulainya hegemoni dunia Barat
terhadap dunia Islam. Untuk melawan itu maka umat Islam di dunia harus membangun
dan memperkuat kembali legitimasi politik dunia Islam dengan meneladani peran
kekhilafahan yang positif.

5. Faktor utama kekalahan dan melemahnya peran umat Islam bukanlah terletak pada
kuatnya pihak musuh-musuh Islam, tetapi lebih disebabkan oleh melemahnya kekuatan
umat Islam yang diakibatkan oleh perbuatan kemaksiatan yang dilakukan.
Kemaksiatan terbesar terutama berupa sikap menyekutukan Alloh Swt (musyrik)
dalam beribadah serta tidak memperdulikan lagi atas berbagai aturan (syari’at) yang
diperintahkan-Nya. Oleh karenanya kita harus membangun kekuatan umat Islam
dengan meningkatkan ketaatan kepada Alloh SWT.
DAFTAR PUSTAKA :

1. Abu Khalil, Syauqi. Harun Al Rasyid, Pemimpin dan Raja yang Mulia. Jakarta:
Pustaka Azzam, 2002.
2. Al-Sharqawi, Effat. Filsafat Kebudayaan Islam. Bandung: Penerbit Pustaka, 1986.
3. Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia,
1985.
4. Leaman, Oliver. An Introduction to Medieval Islamic Philosophy, Cambridge:
University Press, Cambridge, 1985.

5. Muhammad Ash-Shalabi, Ali. Bangkit & Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Jakarta:


Pustaka Al-Kautsar, 2004.

6. Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya.Jilid I, cetakan kelima.


Jakarta: UI Press, 1985.

7. Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

8. Suyuthi, Imam. Tarikh Khulafa. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2006.

9. Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1987,
cet. V.

10. Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006.

11. Zarkasyi, Hamid Fahmy. Membangun Peradaban Islam. Makalah Workshop


Pemikiran Ideologis, Forum Ukhuwwah Islamiyah, Daerah Istimewa Yogyakarta, 15
April 2007.

12. Zallum, Abdul Qadim. Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyah, Telaah
Politik Menjelang Runtuhnya Negara Islam. Bangil: Al-Izzah, 2001.

13. Ma'ruf Misbah dkk, Sejarah Peradaban Islam.

14. Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2003),

Anda mungkin juga menyukai