Anda di halaman 1dari 69

HUKUM INTERNASIONAL

Dosen :
1. Shinta Dewi, SH.MH.
2. Atip Latipulhayat, SH.MH.

Sejarah Hukum Internasional dan Perkembangannya


Hukum internasional modern (sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan
antara negara-negara) lahir dengan kelahiran masyarakat internasional yang didasarkan
atas negara-negara nasional, yang titik lahirnya biasanya diambil pada saat
ditandatanganinya perjanjian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun
(Thirty Years War) di Eropa.

I. Perkembangan Hukum Internasional di Berbagai Kebudayaan


I.1 India Kuno
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bannerjce pada masa beberapa abad
sebelum masehi kerajaan-kerajaan di India sudah mengadakan hubungan satu sama lain
yang diatur oleh adanya kebiasaan, yang dinamakan “Desa Dharma”. Beberapa bukti
bahwa di India kuno sudah ada semacam hukum yang dapat dinamakan hukum bangsa-
bangsa (dalam arti sempit) dapat dibuktikan dari beberapa penemuan para sarjana, antara
lain :
1) Buku artha sastra yang menurut perkiraan ditulis oleh Kautilya atau Chanakaya.
2) Gautamasutra, yang berasal dari abad VI sebelum Masehi dan merupakan salah satu
karya dibidang hukum yang tertua, telah menyebutkan tentang hukum kerajaan
(disamping hukum keluarga dan hukum kasta).
3) Hukum kerajaan juga disebutkan dalam Undang-undang Manu (abad ke-V sesudah
Masehi).
Walaupun tidak bisa disamakan dengan hukum internasional zaman sekarang,
karena belum adanya pemisahan antara agama dengan soal kemasyarakatan, tapi tulisan-

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 1


Campus in Compact – Hukum Internasional
tulisan pada masa itu sudah menunjukkan adanya kaidah yang mengatur hubungan antara
raja-raja atau kerajaan. Hukum bangsa-bangsa pada masa itu sudah mengatur tentang :
1) Kedudukan dan hak istimewa diplomat atau utusan raja yang dinamakan “duta”
2) Perjanjian (treaties).
3) Hak dan kewajiban raja, dan yang paling tegas diatur mengenai
4) Perang, diantaranya antara lain :
(a) Perbedaan antara “combatant” dan “non-combatant”
(b) Perlakuan tawanan perang
(c) Cara melakukan perang (the conduct of war)

I.2 Yahudi
Terbukti dari buku-buku kuno mereka, antara lain Kitab Perjanjian Lama, orang
Yahudi sudah mengenal perjanjianperlakuan terhadap orang asing dan cara melakukan
perang, walaupun masih dibedakan antara perlakuan terhadap mereka yang dianggap
musuh bebuyutan, diantaranya boleh diadakan penyimpangan dari ketentuan hukum
perang terhadap musuh yang demikian.

I.3 Yunani
Masyarakat Yunani, yang hidup dalam negara-negara kota, membagi penduduk
terhadap 2 golongan :
(a) Orang Yunani
(b) Orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar)
Beberapa ketentuan yang diatur dalam aturan-aturan itu antara lain :
(a) Mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomat yang tinggi tingkat perkembangan-
nya.
(b) Wakil-wakil dagang yang melakukan banyak tugas (sekarang dilakukan oleh konsul)
Sumbangan yang paling berarti yang dari kebudayaan Yunani adalah ”konsep hukum
alam” (yaitu hukum yang berlaku secara mutlak dimana saja dan berasal dari rasio atau
akal manusia). Konsep ini dikembangkan oleh ahli filsafat yang hidup dalam abad II
sebelum masehi.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 2


Campus in Compact – Hukum Internasional
Dari Yunani konsep ini diteruskan ke Roma, dan Romalah yang memperkenal-
kannya pada dunia. Dan hukum alam ini telah memainkan peranan yang cukup penting
dalam sejarah hukum internasional, walaupun terdesak untuk beberapa waktu oleh ajaran
kaum positivist, tapi mengalami kebangunan kembali (revival) setelah perang dunia II.

I.4 Romawi / Eropa Barat.


Tidak ada perkembangan yang pesat untuk hukum internasional pada masa
Romawi, hal ini dikarenakan pada masa itu masyarakat dunia merupakan satu imperium
yaitu imperium Roma, yang menguasai seluruh lingkungan dalam kebudayaan Romawi.
Tetapi Hukum Romawi ini sangat penting bagi perkembangan Hukum
Internasional, diantaranya asas atau konsep yang kemudian diterima oleh Hukum
Internasional (misalnya occupation, servitut dan bona fides, asas pacta sunt servanda) dan
hukum romawi ini menjadi dasar sebagian besar sistem hukum di Eropa, khususnya
Eropa Barat.

I.5 Kekaisaran Byzantium / dunia Islam


Dari kekaisaran Byzantiun warisan terbesar untuk perkembangan hukum
Internasional adalah praktik diplomatik, sedangkan sumbangan terbesar dari kebudayaan
dunia Islam terletak dalam bidang hukum perang.

II. Sejarah Hukum Internasional Modern


Ω Perdamaian Westphalia
Adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah hukum internasional modern,
bahkan dianggap sebagai salah satu peletak dasar masyarakat internasional yang
didasarkan atas negara-negara nasional dan titik puncak dari perkembangan hukum
Internasional. Isi dari perdamaian Westphalia adalah :
(1) Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia juga meneguhkan
perubahan dalam peta politik yang telah terjadi karena perang itu terjadi di Eropa.
(2) Perjanjian perdamaian itu mengakhiri untuk selamanya usaha Kaisar Romawi
yang suci (The Holy Roman Emperor) untuk menegakkan kembali Imperium
Roma yang suci.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 3


Campus in Compact – Hukum Internasional
(3) Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan
dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing
(4) Kemerdekaan Negara Nederland, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui
dalam perjanjian Westphalia itu.
Perjanjian ini telah meletakkan dasar bagi suatu susunan masyarakat internasional
yang baru, baik mengenai bentuk (didasarkan atas negara-negara nasional) maupun
mengenai hakikatnya. (pemisahan kekuasaan negara dengan pengaruh gereja).
Mengenai ciri-ciri masyarakat internasional yang terdapat di Eropa Barat yang
dasarnya diletakkan oleh perjanjian westphalia ini adalah :
(1) Negara merupakan satuan teritorial yang berdaaulat. Setiap negara dalam batas
wilayahnya mempunyai kekuasaan tertinggi yang ekslusif.
(2) Hubungan nasional satu dan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan
persamaan derajat.
(3) Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti
seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus sebagai kepala gereja.
(4) Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil
oper pengertian lembaga hukum perdata hukum romawi.
(5) Negara mengakui adanya hukum internasional sebagai hukum yang mengatur
hubungan antara negara-negara, tetapi menekankan peranan yang besar yang
dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini (lihat no.7).
(6) Tidak adanya mahkamah (internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk
memaksakan ditaatinya kekuatan hukum internasional.
(7) Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih
dari anggapanmengenai doktrin “bellum justum” sebagai ajaran perang suci ke
arah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan
kekerasan (disamping represaille) dalam penyelesaian sengketa untuk mencapai
tujuan kepentingan nasional (perang yang benar).
Ω Dasar-dasar yang diletakkan dalam perdamaian Westphalia diatas kemudian
diperteguh lagi dalam Perjanjian Utrecht, yang dianggap penting karena menerima
asas Keseimbangan Kekuatan sebagai asas politik internasional.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 4


Campus in Compact – Hukum Internasional
Ω Kebutuhan terhadap suatu sandaran baru yang mengatasi kekuasaan nasional masing-
masing negara ditimbulkan karena : sekularisasi kekuasaan negara dan pemerintahan
serta menghilangnya pengaruh (kekuasaan) gereja sebagai satu kekuasaan spiritual
yang memberikan bimbingan kepada negara dalam hubungan mereka satu sama lain.
Ω Kebutuhun tersebut dipenuhi oleh adanya ajaran hukum alam dan ajaran hukum
internasional yang telah disekulerkan. Seperti yang diajarkan oleh Hugo Grotius
(bapak hukum internasional) penulis karya De Jure Belli ac Pacis.
Ω Beberapa alasan ajaran Hugo Grotius sangat populer :
• Nilai intrinsiknya tinggi
• Sesuai dengan panggilan zaman
• Memberikan tempat yang penting pada negara-negara nasional
• Selain karena didasarkan pada praktik negara dan perjanjian antar negara, juga
telah meletakkan dasar bagi sistematik pembahasan hukum internasional (yang
masih banyak dianut sampai sekarang)
Ω Beberapa sarjana lain yang menulis tentang Hukum Internasional sebelum Hugo
Grotius :
• Francisco Vittoria, (biarawan Dominikan berkebangsaan Spanyol, abad XIV)
menulis tentang hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di Amerika.
Penting karena untuk pertama kalinya dikemukakan bahwa negara dalam
tingkah lakunya tidak boleh bertindak sekehendak hatinya.
• Francisco Suarez (seorang Yesuit, penulis De Legibus ae Deo Legislatore (on
Laws and God as Legislator) penting karena mengemukakan adanya suatu
hukum atau kaidah objektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam
hubungan antara mereka.
• Balthazar Ayala (1548-1584)
• Alberico Gentilis (1552-1608)
Ω Beberapa sarjana lain yang menulis tentang Hukum Internasional sesudah Hugo
Grotius :
• Zouche, (1590-1660), guru besar hukum perdata Oxford.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 5


Campus in Compact – Hukum Internasional
• Pufendorf (1632-1694), ahli hukum Belanda. Menurutnya Hukum Internasional
merupakan bagian dari hukum alam yang sebagai hukum berpangkal pada akal
manusia mengatur kehidupan manusia kapan saja dan dimana saja
• Christian Wolf (1609-1764), ahli hukum dan ahli filsafat Jerman.
Mengemukakan teori Civitas Maxima, yang sebagai suatu negara dunia meliputi
negara-negara di dunia.
• Von Martens (1756-1821), guru besar hukum yang berbangsa Jerman. Terkenal
karena Receuil des Traites, suatukumpulan perjanjian yang masih merupakan
suatu kumpulan yang berharga hingga sekarang.
• Emmerich Vattel (1714-1767), ahli hukum dan diplomat berkebangsaan Swiss.
Tulisannya penting karena mengandung banyak adat kebiasaan dan perjanjian
antarnegara yang berharga sebagai sumber atau bukti (evidence) hukum
Ω Kejadian penting lainnya untuk perkembangan Hukum Internasional adalah
Konferensi Perdamaian (1856) dan Konferensi Jenewa (1864) yang mempelopori
Konferensi Perdamaian Den Haag (1899) yang doilanjutkan dengan Konferensi Den
Haag II (1907) yang menghasilkan banyak konvensi internasional dan membentuk
Mahkamah Arbitrase Permanen.
Ω Dengan Konferensi ini masyarakat internasional menutup tahap pertama dari
pertumbuhannya (memperjuangkan hak hidup negara kebangsaan) dan memasuki
tahap kedua yaitu masa konsolidasi, dengan ciri-ciri :
• negara sebagai kesatuan politik teritorial yang terutama didasarkan atas
kebangsaan (nation state) telah menjadi kenyataan.
• Diadakannya berbagai konfrensi internasional yang dimaksudkan sebagai
konfrensi untuk mengadakan perjanjian internasional yang bersifat umum dan
meletakkan kaidah hukum yang berlaku secara universal.
• Dibentuknya Mahkamah Arbitrase Permanen yang merupakan suatu kejadian
penting dalam mewujudkan suatu masyarakat (hukum) internasional.
Ω Pada masa sesudah Perjanjian Perdamaian Den Haag, terjadi pula beberapa kejadian
penting, yaitu :

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 6


Campus in Compact – Hukum Internasional
• Diadakannya Perjanjian Melarang Perang sebagai suatu cara mencapai tujuan
nasional yakni Briand Kellog Pact yang diadakan di Paris tahun 1928
• Didirikannya Liga Bangsa-bangsa dengan perjanjian Versailles sesudah perang
dunia I dan PBB sesudah Perang Dunia II.
Ω Pada masa itu sistem hukum merupakan warisan kebudayaan Eropa Barat dan
terutama bersendikan etika kristen, pada masa itu hubungan negara Eropa Barat
dengan dunia luarnya terbatas pada hubungan diplomatik dan hubungan di bidang
tertentu yang diatur dengan perjanjian bilateral. Tapi keadaan ini berakhir dengan
diterimanya Turki menjadi Konzert Eropa (tahun 1856) dan ditambah lagi dengan
diakuinya Jepang sebagai salah satu kekuatan dunia sejak hubungannya dengan Rusia
pada tahun 1905 , disusul oleh Tiongkok, Afganisthan dan Iran.
Ω Asas dan sistem hukum dunia barat diperkenalkan dalam berbagai cara di belahan
dunia lainnya.
Ω Perkembangan ini mendahului apa yang kemudian terjadi dan dapat dikatakan
mencirikan tahap ke tiga dalam pertumbuhan masyarakat internasional, yaitu
emansipasi politik. Yaitu masuknya negara-negara terjajah ke masyarakat
internasional sebagai negara yang merdeka dan sama derajatnya.
***

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 7


Campus in Compact – Hukum Internasional
PENDAHULUAN
Sejarah
• Hukum internasional sudah dikenal sejak Kerajaan-kerajaan India Kuno (dalam buku
Arta Sastra Gautamasutra Abad VI SM, buku Undang-undang Manu pada Abad V
SM), juga dikenal dalam masyarakat Yahudi (Kitab Perjanjian Lama), dan di Yunani
(dengan Konsep Hukum Alamnya Abad III SM).
• Diplomasi merupakan sumbangan Kekaisaran Bizantium, sedangkan hukum perang
merupakan sumbangan dari dunia Islam.
• Perdamaian Westphalia; peristiwa terpenting dalam sejarah Hukum Internasional
modern, dimana bentuk daripada masyarakat internasional yang didasarkan atas
negara-negara nasional, bukan atas Kerajaan.

Istilah
• Hukum bangsa-bangsa → Hukum Antar Negara → Hukum Antar Bangsa.
• Istilah yang digunakan untuk Hukum Internasional sebelumnya adalah Hukum
Bangsa-bangsa (ius gentium); hubungan orang Romawi dan bukan Romawi satu sama
lain, kemudian menjadi Hukum Antar Bangsa (ius intergentil) dan inilah yang
selanjutnya melahirkan Hukum Internasional.
• Dikenal pula Hukum Internasional Regional yang tumbuh melalui proses Hukum
Kebiasaan.
• Juga dikenal Hukum Internasional Khusus; diatur dalam Konvensi Multilateral (tidak
terbatas pada region tertentu).

Definisi
• Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum
yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas-batas negara.
• Hukum Publik Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum
yang mengatur hubungan atas persoalan yang melintasi batas-batas negara (hubungan
internasional) yang bukan bersifat perdata.
• Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara antara :

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 8


Campus in Compact – Hukum Internasional
1. Negara dengan negara;
2. Negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara
satu sama lain.

Pengertian
• Prof. Mochtar Kusumaatmadja membedakan Hukum Publik Internasional dengan
Hukum Perdata Internasional.
• Hukum Internasional mengurus individu yang melibatkan subjek, objek hukum yang
melintasi batas negara.
• Hukum Perdata Internasional pada dasarnya merupakan hukum nasional masing-
masing negara; Hukum Antar Tata Hukum.
• Hukum Publik Internasional pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dari negara sebagai
subjek hukum utama. Kesamaannya adalah dari lintas batas negaranya. Sedangkan
perbedaannya adalah dari substansi yang diaturnya.
• Prof. Mochtar Kusumaatmadja menggarisbawahi bahwa Hukum Publik Internasional
inilah yang dimaksud dengan Hukum Internasional.
• Karakteristik Hukum Nasional :
1. Law making (parlemen)
2. Determination (eksekutif)
3. Law enforcement (yudikatif)
Merupakan vertical system.
Sedangkan Hukum Internasional merupakan horizontal system karena subjeknya
adalah negara berdaulat yang sama-sama memiliki kekuatan berdaulat melalui
kontrak sosial dengan masyarakatnya, sehingga tidak ada dengan apa yang
dinamakan yudikatif (enforcement). Atau dengan kata lain tidak ada dengan apa yang
dinamakan polisi dunia.
• Kesejajaran ini oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja disebut Hukum yang koordinatif
(kesetaraan). Kalau vertical system, maka subordinatif.
• Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja :
Hukum dunia (world law) bersifat sub koordinatif.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 9


Campus in Compact – Hukum Internasional
Hukum Internasional bersifat koordinatif, artinya tidak memiliki supra national body,
dan apabila ada yang melanggar, maka tindakan yang dilakukan hanya bersifat
tindakan kolektif saja.
• Hukum Internasional sebagai tertib hukum koordinasi.
• Menurut Austin :
Law is a command, mengandung konsekuensi terhadap Hukum Internasional, bahwa
Hukum Internasional itu sendiri bukan suatu hukum karena tidak ada supra national
body. Sedangkan sebagaimana diketahui bahwa Hukum Internasional hanya suatu
kewajiban moral dalam penegakkannya.
• Dalam kenyataan, bahwa Hukum Internasional dapat menjadi tekanan internasional
(international pressure), sehingga lebih efektif daripada hukum nasional.
• Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja :
Hukum Internasional Regional tumbuh dari kebiasaan, contoh : hak suaka menjadi
Hukum Internasional apabila telah melewati suatu treaty.
• Adapun Hukum Internasional khusus, diantaranya adalah HAM dan diplomatic.

Subjek Hukum Internasional


• Subjek Hukum Internasional antara lain :
- Negara
- Organisasi internasional
- Pemberontak (yang telah mendapat pengakuan Internasional)
- Vatikan
- Palang Merang Internasional (ICRC)
- Individu (dalam rangka pertanggungjawaban terhadap crime againt humanity dan
crime againt peace).

MASYARAKAT INTERNASIONAL
• Hukum Internasional ada karena terlebih dahulu ada masyarakat internasional; ini
merupakan landasan sosiologisnya.
• Bukti adanya masyarakat internasional antara lain :
1. Adanya sejumlah negara

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 10


Campus in Compact – Hukum Internasional
2. Adanya hubungan tetap antara anggota-anggota masyarakat internasional.
3. Adanya suatu kepentingan bersama
4. Adanya hukum yang menjamin kepastian.
5. Adanya factor pengikut yang non materil; kesamaan asas-asas hukum
(kedaulatan, kemerdekaan, persamaan derajat).
• Masyarakat internasional pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar
manusia.
• Syarat masyarakat internasional :
1. Adanya negara
2. Adanya hubungan tetap (langsung/ tidak langsung)
• Hubungan langsung yaitu hubungan antara individu dengan negara, sedangkan
hubungan tidak langsung yaitu melalui pejabat-pejabat negara.
• Masyarakat internasional mengadakan hubungan tetap yang continue.
• Landasan sosiologis harus diterapkan dalam masyarakat.
• Landasan materil; adanya asas-asas hukum dan juga isi/ substansinya, misal; asas-
asas pacta sunt servada, good faith, dll.
• Equality merupakan syarat perwujudan masyarakat internasional.
• Perubahan masyarakat internasional oleh :
1. Munculnya negara kebangsaan sebagai akibat emansipasi politik/ rehabilitasi.
2. Teknologi, terutama dalam persenjataan yang melahirkan perjanjian-perjanjian
perang.
3. Muncul organisasi-organisasi internasional (seperti PBB, dsb).
4. Perang dingin; Hukum Internasional cenderung bersifat bipolar (mencerminkan
kompromi dua pihak/blok). Ini merupakan refleksi Hukum Internasional selama
perang dingin (hanya mencerminkan kepentingan AS dan Rusia).
5. Masa sesudah perang dingin lebih bersifat unipolar.
• Hukum Internasional dibuat oleh subjek Hukum Internasional/ anggota masyarakat
internasional.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 11


Campus in Compact – Hukum Internasional
KEKUATAN MENGIKAT HUKUM INTERNASIONAL
• Kekuatan mengikat Hukum Internasional dilihat berdasarkan teori-teori sbb:
1. Teori Hukum Alam,
Hukum Alam adalah hukum yang diasumsikan berlaku bagi seluruh umat
manusia (pada awalnya bersumber dari Tuhan).
Teori Hukum Alam menyatakan bahwa Hukum Internasional mengikat karena
Hukum Internasional tidak lain daripada Hukum Alam, yang diterapkan pada
kehidupan masyarakat bangsa-bangsa dikarenakan Hukum Alam merupakan
hukum yang lebih tinggi.
Hukum Alam merupakan hukum ideal yang didasarkan atas kehendak manusia
sebagai makhluk berakal/kesatuan kaidah-kaidah yang diilhamkan alam pada akal
manusia.
Dalam perkembangan maka Hukum Alam tersebut mengalami sekularisasi
(sekulerisme); apa yang kita lakukan adalah sekarang/saat kini (memisahkan
dunia dari agama), ini merupakan reaksi dari penyalahgunaan wewenang kaisar
yaitu jabatan pastur sebagai agama Kristen.
Adanya sistem Hukum Universal dari Grotius (disekularisasi); Hukum Alam
bersumber dari akal (akal memuat nilai-nilai universal).
Hukum Internasional bersumber pada nilai-nilai universal (Hukum Alam).
Mengandung beberapa kelemahan, yaitu:
a. Pengertian abstrak,
b. Subjektif,
(Ini lebih mendalam dipelajari dalam Ilmu Filsafat).
2. Teori Kehendak Negara (Falsafah Hegel; aliran positivism),
Teori kehendak negara menyatakan bahwa Hukum Internasional mengikat karena
kehendak dari negara untuk tunduk pada Hukum Internasional.
Hukum Nasional lebih tinggi.
Di Indonesia perlu diratifikasi (misal; WTO), dimana Indonesia pernah keluar
sebagai refleksi dari teori kehendak negara.
Kelemahannya adalah bahwa teori ini tidak dapat menerangkan dengan
memuaskan bagaimana caranya hukum dapat mengikat negara-negara itu.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 12


Campus in Compact – Hukum Internasional
3. Teori Kehendak bersama (the individualism/pluralism theory. Tripel (Jerman) dan
Anziloti (Italia).
Teori Kehendak bersama menyatakan bahwa Hukum Internasional mempunyai
kekuatan mengikat karena kehendak satu persatu negara melainkan karena adanya
kehendak bersama yang lebih tinggi dari kehendak masing-masing negara.
Terhadap teori ini ada pertanyaan yang sangat penting yaitu bagaimana ada
negara yang melepaskan diri apakah Hukum Internasional masih mengikat.
4. Mazhab Wiena (Hans Kelsen) - General Theori of Law; dijelaskan oleh teori
Kelsen, diantaranya:
• Pacta sunt servanda
• Teori stuffen bau (piramida terbalik), dimana paling atas ditempati oleh
(grundnorm), misal; pacta sunt servanda tidak dilahirkan oleh pembuat hukum
(metalegal).
Teori Perjanjian menyatakan bahwa kekuatan mengikat Hukum Internasional
bukan karena kehendak negara melainkan suatu norma hukum.
5. Teori Kenyataan Sosial (mahzab Francis), teori Kenyataan sosial/kemasyarakatan
menyatakan bahwa kekuatan Hukum Internasional terdapat dalam kenyataan
bahwa mengikatnya Hukum Internasional itu perlu mutlak bagi dapat
terpenuhinya kebutuhan manusia (bangsa) untuk hidup bermasyarakat.
Hukum lahir karena kebutuhan, hubungan interpedensi.
Indonesia masuk WTO karena Indonesia butuh sehingga Indonesia meratifikasi
TRIPS.
Kenyataan sosial melahirkan norma hukum yang dibuat oleh kehendak
masyarakat internasional.

HUKUM INTERNASIONAL dan HUKUM NASIONAL


• Hukum nasional (Municipal Law) ialah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur
tentang kehidupan manusia dalam masing-masing lingkungan kebangsaannya.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 13


Campus in Compact – Hukum Internasional
Hubungan Antara Hukum Internasional dengan hukum Nasional
• Dua teori yang memberikan pandangan terhadap Hukum Internasional dengan hukum
Nasional :
1. Pandangan Voluntarisme,
Mendasarkan berlakunya Hukum Internasional pada kemauan negara.
Hukum Internasional dengan Hukum Nasional merupakan dua perangkat terpisah
yang berdampingan.
2. Pandangan Objektivisme,
Mendasarkan berlakunya Hukum Internasional lepas dari kemauan negara.
Hukum Internasional dengan Hukum Nasional merupakan satu kesatuan.
• Dua aliran yang memberikan pandangan terhadap Hukum Internasiona dengan
Hukum Nasional:
1. Faham dualisme,
2. Faham monisme

Faham Dualisme
• Daya ikat Hukum Internasional bersumber pada kemauan negara.
• Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua sistem/ perangkat hukum
yang terpisah satu dari yang lainnya.
• Konsekuensinya:
Internasional Law and Municipal Law are two separate legal system which exist
independently of each other.
Hukum Internasional dan Hukum Nasional terpisah.
The ideological background (latar belakang) to dualist doctriner is strongly
coloured by an adherence (ketaatan pengikut) to positivism and emphasis on
theory of sovereignity.
Tak ada hubungan hierarkhi,
• Hukum internasional dapat berlaku apabila sudah ditransformasi,
• Kelemahannya; tidak dapat menjelaskan bahwa Hukum Nasional tunduk pada
Hukum Internasional.
• Hukum Internasional dan Hukum Nasional berbeda karena :

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 14


Campus in Compact – Hukum Internasional
a. Keduanya memiliki sumber hukum yang berlainan, Hukum Nasional bersumber
dari kemauan negara, sedangkan Hukum Internasional bersumber dari kemauan
bersama dari masyarakat negara.
b. Keduanya berlainan subjek hukumnya; Subjek Hukum Nasional adalah orang
perorangan (sekarang tidak berlaku), sedangkan Hukum Internasional adalah
negara.
c. Keduanya memiliki perbedaan dari struktur kelembagaan; Hukum Nasioanl
memiliki lembaga-lembaga yang diperlukan bagi pelaksanaan hukum (Law
enforcement) seperti eksekutif, dsb. Sedangkan dalam Hukum internasional tidak
ada (hanya collective actions).
• Faham dualisme ini tidak masuk akal karena pada hakikatnya merupakan
penyangkalan daripada Hukum Internasional sebagai suatu perangkap yang mengatur
hubungan antar negara/internasional (tidak mungkin dipisahkan).

Faham Monisme
• Didasarkan atas pemikiran kesatuan daripada seluruh hukum yang mengatur
kehidupan manusia.
• Terdiri dari:
a. Monisme dengan primat Hukum Nasional,
b. Monisme dengan primat Hukum Internasional,
• Faham monisme menekankan adanya subkoordinasi dalam arti sruktural organisasi,
sedangkan dalam kenyataannya bersifat koordinatif.
• Tunduknya negara pada Hukum Internasional tidak harus berarti bahwa suatu negara
tidak dapat menjamin kepentingan-kepentingannya melalui Hukum Nasionalnya.

Ad 1): Monisme dengan Hukum Nasional


• Hukum Nasional lebih utama.
• All rules of internasional Law were supreme over Municipal Law.
A Municipal Law inconsistent with Internasional Law is automatically null danvoid
and that rures of Internasional Law are direcly applicable in the domestic sphere of
state.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 15


Campus in Compact – Hukum Internasional
• Konsekuensi:
1. Hukum Internasional adalah kelanjutan dari Hukum Nasional,
2. Hukum Nasional untuk urusan luar negeri (outzeter staatsrech) – Madzhab Bonn
– Max Wenzel,
3. Hukum Internasional bersumber pada Hukum Nasional.
• Alasan penganut Monisme :
1. Tidak ada satu supranational body yang mengatur kehidupan negara-negara.
Kerangka pemikiran Monisme brsumber dari pemikiran Austin (Law is
command), dengan demikian harus ada supra nasional body, dan karena hukum
Internasional tidak memilikinya maka Hukum Internasional bukan hukum.
2. Adanya kewenangan konstitusional bagi negara-negara untuk terikat pada hukum
Internasional.
Sekarang perjanjian Internasional merupakan refleksi paling jelas bagi kekuatan
Hukum Internasional.
• Kelemahan Monisme, antara lain :
1. Terlalu mengedepankan hukum tertulis,
Mengenai Hukum Perjanjian; Martens Clause – Siomnes Clause.
Marten Clause; Konvensi Jenewa dijadikan standar karena Konvensi Den Haag-
Siomens Clause dianggap tidak menguntungkan karena hanya berlaku bagi negara
yang meratifikasi saja.
2. Penyangkalan terhadap Hukum Internasional.

Ad 2): Monisme dengan Hukum Internasional


• Hukum Internasional lebih utama
• Hukum Nasional bersumber pada Hukum Internasional.
• Pendelegasian wewenang dari Hukum Internasional kepada Hukum Nasional
(madzhab Wiena – Kelsen, madzhab Francis – Duguit, Scelle Bourquin).
• Kelemahannya :
Hukum Internasional lebih dulu dari Hukum Nasional (bertentangan dengan
sejarah),

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 16


Campus in Compact – Hukum Internasional
Hukum Nasional bukan derivasi (turunan) dari Hukum Internasional (sedangkan
realitanya tidak demikian),
• Kecenderungan sekarang adalah primat Hukum Internasional, salah satu contoh dapat
kita lihat pada regionalisme Uni Eropa.

Kelemahan Dualisme dan Monisme


• The entire monist – dualist controverry it unreal artificial and strictly beside the
point, because it assumer something that has to exist for there to be any controverry it
all – and which in fact does not exist namely a common field in which the two legal
orders underdiscussion both simultaneously have their sphere of activity (Fitz –
Maurice).
Tergantung situasi/ tempat/ level.
• Dualisme menyangkal adanya Hukum Internasional, sedangkan Monisme tidak sesuai
dengan kenyataan.
• National Law in the international system generaly National Law has no effect on the
duties or obligations of state on the international level, thus, a state may not plead its
own Municipal Law as an execute or justification for violating International Law.
• Primat Hukum Internasional dalam praktek internasional, diterapkan, misal :
Penghormatan terhadap tapal batas negara,
Tapal batas negara harus berdasarkan Hukum Internasional.
Penghormatan terhadap Perjanjian Internasional,
Hubungan diplomatik dan konsuler,
Perlakuan terhadap orang asing dan hak milik orang asing (contoh; dalam kasus
tembakau Bremen).
Berkenaan dengan kasus Tembakau Bremen; Menurut Hukum Internasional,
maka harus ada konpensasi/ ganti rugi dengan tiga prinsip, yaitu:
1. Promt,
2. Effective,
3. Adequate,
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, nasionalisasi untuk memperbaiki ekonomi
dengan menerapkan prinsip effective, yaitu dengan dicicil.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 17


Campus in Compact – Hukum Internasional
• Mengenai berlakunya ketentuan-ketentuan Hukum Internasional, terdapat dua
doktrin, yaitu:
1. Doktrin inkorporasi,
Bahwa suatu ketentuan Hukum Internasional dapat diberlakukan sebagai Hukum
Nasional tanpa melalui pengesahan atau ratifikasi daripada lembaga yang
diberikan wewenang untuk melakukan ratifikasi ini, dengan kata lain suatu
ketentuan Hukum Internasional dapat diberlakukan sebagai Hukum Nasional
tanpa melalui undang-undang terlebih dahulu.
2. Doktrin Transformasi
Bahwa ketentuan Hukum Internasional dapat diberlakukan sebagai Hukum
Nasional apabila telah diratifikasi terlebih dahulu atau dengan kata lain suatu
ketentuan Hukum Internasional dapat diberlakukan sebagai Hukum Nasional
dengan terlebih dahulu harus melalui undang-undang.
• Pemberlakuan kepada doktrin tersebut (dalam praktek) kebanyakan di beberapa
negara tidak bersifat mutlak.
• Indonesia tidak menganut Doktrin inkorporasi ataupun transformasi secara penuh,
melinkan tergantung pada masalahnya.
• Praktek di beberapa negara :
Di Inggris:
- Hukum Internasional adalah hukum negara (International Law is the Law of the
land) – Incorporation Doctrine.
- The law of nation, wherever any questions arises whichis properly the objectof
the jurisdiction is here adopted in its full extent by the common law and it as held
to be apart of the law of the land (Blackstones).
- Dalam Customary Internasional Law :
Suatu ketentuan Internasional berlaku asalkan tidak bertentangan dengan undang-
undang, apabila suatu Customary Internasional Law ditetapkan oleh Mahkamah
Tinggi maka semua pengadilan dibawahnya terikat, dalam hal ini maka yang
supreme bukan Hukum Internasionalnya melainkan Mahkamah Tingginya.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 18


Campus in Compact – Hukum Internasional
Dalil konstruksi hukum (rule of construction), bahwa undang-undang yang dibuat
oleh parlemen tidak bertentangan dengan Hukum Internasinal (rule of evidence),
bahwa dalam pembuktiannya tidak perlu mendatangkan saksi-saksi.
- Dalam Internasional Treaty:
Persetujuan parlemen (heavy parliament), bahwa suatu ketentuan internasional
berlaku mengikat tanpa persetujuan parlemen yaitu selain menyangkut:
1. Perubahan dalam undang-undang nasional,
2. Perubahan dalam status garis batas,
3. Mempengaruhi hak-hak sipil,
4. Menambah beban keuangan negara.

Di Amerika Serikat:
- Dalam Customary International Law : Sama dengan Inggris.
Bila bertentangan dengan undang-undang, yang berlaku adalah undang-undang.
- Dalam International treaty :
Konstitusi sebagai dasar utama.
Pembedaan antara self-executing dan non-executing treaties.
Jika tidak bertentangan dengan konstitusi maka langsung berlaku (self-executing).
Dapat dilakukan dengan undang-undang pemberlakuan (non-executing).
Self-executing; ada persetujuan dari senat, sehingga mengikat.
Executing agreement, dalam ini langsung berlaku tanpa memerlukan persetujuan
badan legislative.

SUMBER HUKUM
Pengertian
• Sumber Hukum Internasional dalam arti Hukum Formil:
- Dimana tedapat ketentuan Hukum Internasional yang dapat diterapkan sebagai
kaidah dalam satu masalah yang konkrit.
- Apa wujud tempat ketentuan Hukum Internasional tersebut.
• Sumber hukum formil merupakan jawaban atas pertanyaan dimana kita dapat
menemukan hukum.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 19


Campus in Compact – Hukum Internasional
• Sumber Hukum Internasional dalam arti materil :
- Sumber kekuatan mengikatnya Hukum Internasional,
- Dasar berlakunya Hukum Internasional.
• Sumber hukum materil merupakan sumber hukum yang lebih filosofis,
• Sumber Hukum Internasional dalam arti factor-faktor kausal :
1. Faktor yang membantu terbentuknya kaidah Hukum Internasional,
Misal; yuridiksi (kewenangan negara dalam menjalankan hukum) terhadap ruang
tanpa batas (cyberspace), dsb.
2. Faktor ekstra yuridis;
Misal: banyaknya permasalahan dalam masalah perdagangan internasional
menyebabkan negara-negara perlu untuk membuat hukumnya, dsb.
• Tempat sumber Hukum Internasional formil, antara lain:
- Pasal 7 Konvensi ke-XII Den Haag tahun 1907 tentang pendirian Mahkamah
Internasional – perampasan kapal di laut (internasional prize court), Konvensi
perdamaian Den Haag. Pasal ini tidak berlaku karena tidak memenuhi jumlah
ratifikasi.
- Pasal 38 ayat (1) Piagam Mahkamah Internasional (Internasional court of justice),
• Macam-macam sumber Hukum Internasional dalam arti formil :
- Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus,
yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara
yang bersangkutan.
- Kebiasaan-kebiasaan internasional sebagai suatu bukti dari suatu kebiasaan umum
yang telah diterima sebagai hukum.
- Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab,
misal; pacta sun servanda, asas legalitas, dsb.
- Keputusan dan ajaran-ajaran sarjaan yang terkemuka dari berbagai negara sebagai
sumber hukum tambahan dalam menetapkan kaidah-kaidah hukum internasional.
• Pasal 38 ayat (1) Mahkamah Internasional merupakan hard law.
• Resolusi dan deklarasi merupakan soft law.
Resolusi merupakan soft law, sedangkan treatment merupakan hard law, suatu
treatment tidak mengikat suatu negara jika negara tersebut tidak ikut kepadanya.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 20


Campus in Compact – Hukum Internasional
• Ditente; pendinginan hubungan saling mengunjungi diantara negara yang sedang
memanas.
• Perjanjian Internasional memilki istilah lain, diantaranya;
- Pact,
- Carter/declaration (piagam),
- Protocol (perjanjian internasional tambahan),
- Konvensi,
- Treaty, dll.
• Untuk bilateral treaty tidak perlu diratifikasi karena tidak ada hal yang signifikan.
• Treaty contract; perjanjian interansional yang hanya mengikut yang mengikat saja.
• Law making treaty, mengikat selain pihak-pihak yang terikat dan juga pihak-pihak
yang ingin terikat.
• Menurut Mochtar Kusumaatmadja :
Sebetulnya, secara hakikat tidak ada perbedaan antara treaty contract dengan law
making treaty, karena treaty contract pada akhirnya akan menjadi law making treaty
melalui suatu kebiasaan (karena keduanya menyebabkan hukum).
• Perjanjian internasional terbentuk melalui :
- Negosiasi (political discussion),
- Adoption the text (menjadi naskah melalui pemungutan suara),
- Authentic of the text (disempurnakan),
- Signatory (penandatanganan dari setiap delegasi),
- Ratifikasi.
Apabila penandatangan ini telah berlaku, maka tahap kelima tidak perlu.
Apabila harus memenuhi ratifikasi maka menunggu jumlah ratifikasi terpenuhi.

Madzhab Ratifikasi
• Antara lain:
1. Hifi executive,
2. Hifi parliament,
3. Campuran,

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 21


Campus in Compact – Hukum Internasional
Parlemen dan eksekutif, kalau mengenai hal yang vital bagi negara maka
parlemen campur tangan.
• Pada tahap ratifikasi ada yang disebut tahap reservasi:
- Pensyaratan, mengenai pasal yang tidak disetujui atau ditafsirkan lain,
- Reservasi bisa dilakukan apabila perjanjian itu menyatakan diperbolehkan adanya
reservasi, apabila tidak boleh maka tidak diratifikasi sekalian.
- Reservasi boleh dilakukan apabila negara lain menyetujui.
• Ada 2 teori:
1. Teori unanimity principle,
Tidak membolehkan reservasi.
2. Teori Pan American system,
Reservasi diperbolehkan bagi negara-negara yang menyetujui.

NEGARA
• Negara dikatakan sebagai subjek Hukum Internasional yang paling signifikan, karena:
1. Secara historis, memang pada mulanya Hukum Internasional itu mengatur
hubungan antar negara.
2. Secara faktual, memang pada kenyataan suatu negara tetap diakui sebagai subjek
utama dalam mengadakan perjanjian.
• Negara dalam persepsi Hukum Internasional adalah sebagai Subjek Hukum
Internasional.
• Peran negara:
1. Iure gestionis,
Negara bertindak sebagai kapasitas institusi public (sehingga memiliki imunitas
(state immunity).
2. Iure imperii,
Negara bertindak sebagai kapasitas institusional publik (sehingga melepas
imunitas; dalam perdagangan).

Definisi
• Menurut J.L. Brierly :

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 22


Campus in Compact – Hukum Internasional
Negara sebagai suatu lembaga, sebagai suatu wadah dimana manusia mencapai
tujuannya dan dapat melaksanakan kegiatan-kegiatannya.
• Menurut fenwick,
Negara sebagai suatu masyarakat politik yang diorganisasi secara tetap, menduduki
suatu daerah tertentu, dan hidup dalam batas-batas daerah tersebut, bebas dari
pengawasan negara lain. Sehingga dapat bertindak sebagai badan yang merdeka di
muka bumi.

Unsur-unsur Negara
• Syarat negara berdasarkan Hukum Internasional, antara lain;
Lex celebrationis,
Lex domisili,
Lex situ,
Lex nasionalis.
• Untuk menjadi subjek Hukum Internasional maka negara harus memiliki kualifikasi
(unsur-unsur) sbb:
1. A permanent population
2. Defined territory,
3. A government,
4. A capacity to enter into internasional relation with other state,
5. Internasional capacity,
6. Independence.

Ad 1): A. permanent population,


• Penduduk tetap;
- Pengungsi bukan penduduk tetap,
- Jumlahnya tidak tertentu,
- Penduduk yang terorganisasi (mensyaratkan adanya pemimpin).

Ad 2): Defined territory,


• Batas wilayah yang jelas;

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 23


Campus in Compact – Hukum Internasional
Bukan luasnya, contoh; negara Nauru luasnya hanya 8 mil persegi dengan jumlah
penduduk sekitar 10.000, negara tersebut disebut dengan negara mili (micro state),
negara liliput (dwart/ diminutive state).

Ad 3): A government,
• Menurut Terpach:
Syarat pemerintahan lebih penting dari syarat yang lainnya.

Ad 4): A capacity to enter into international relation with other state,


• Ini merupakan syarat terpenting dari suatu Hukum Internasional karena mensyaratkan
adanya masyarakat internasional/ ada hubungan tetap sebagai hubungan sosiologis
bagi Hukum Internasional.

Ad 5): Internasional capacity,


• Dapat mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan pejabatnya terhadap pihak atau
negara lain.

Bentuk-bentuk Negara.
• Bentuk-bentuk negara, meliputi:
1. Kesatuan,
2. Dependent states,
a. Negara protectorat,
b. Negara mandat/ perwalian,
3. Federal states,
4. Members of commonwealth (negara persemakmuran),
Negara-negara tersebut berdiri sendiri (sui generic),
5. Negara netral,
Menurut Starke :
Negara netral adalah suatu negara kemerdekaan, politik, wilayahnya dengan
kokoh dijamin oleh suatu perjanjian bersama negara-negara besar, dan negara-
negara ini tidak akan pernah berperang melawan negara lain, kecuali untuk

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 24


Campus in Compact – Hukum Internasional
pertahanan diri dan tidak akan pernah mengadakan perjanjian aliansi yang dapat
menyebabkan peperangan.
• Micro state memiliki pengertian yaitu negara kecil dalam hal jumlah penduduk, luas
wilayah, dan perekonomiannya, dengan demikian negara seperti Singapura tidak
termasuk dalam kategori ini.
• Dependence state memiliki pengertian yaitu negara yang bergantung pada negara
lain.
• Protectorat state memiliki pengertian negara yang dilindungi negara-negara besar,
misal; negara Monaco di bawah Perancis.

Intervensi
• Menurut Lauterpacht:
Intervensi adalah campur tangan secara dictator oleh suatu negara terhadap urusan
luar negeri lainnya dengan maksud baik untuk memelihara atau mengubah keadaan,
situasi, atau barang di negeri tersebut.
• Bentuk-bentuk intervensi (menurut J.G. Starke):
1. Intervensi internal,
2. Intervensi eksternal,
3. Intervensi punitivie,
• Pengecualian prinsip intervensi:
1. Negara pelindung diberi hak istimewa oleh negara yang meminta perlindungan.
2. Suatu negara mengadakan perjanjian untuk mengadakan intervensi.
3. Suatu negara melanggar ketantuan-ketentuan umum/ hukum kebiasaan yang
diterima secara umum maka negara lain berhak untuk mengintervensi.
4. Negara yang warga negaranya berada di luar negari diperlakukan semena-mena,
maka boleh mengintervensi.
5. Atas kesepakatan bersama.
6. Atas permintaan tegas dari suatu negara.
• Doktrin Monrue (prinsip non kolonisasi); di Amerika tidak ada wilayah yang tak
bertuan (terra nullus), digunakan prinsip intervensi; setiap kekuatan asing yang
masuk ke AS harus dilawan.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 25


Campus in Compact – Hukum Internasional
PENGAKUAN
• Recognition of new state or govenement of an existing state is an unilateral act
(tindakan sepihak) which the recognizing government can grant or withheld
(memberi/menarik kembali)… the practice of state show that the act of recognition is
still regarded or a political decision which each state decides in accordance with its
own appreciation (penilaian sendiri) of the situation.
(PBB, 1950)
• Oppenheimer : Pengakuan merupakan suatu pernyataan kemampuan suatu negara
baru (recognition is a declaration of capacity)
• Brierly : Pemberian pengakuan merupakan tindakan politik daripada tindakan
hukum. Pengakuan didasarkan atas alasan-alasan politis bukan hukum.
• Konsekuensi politis, kedua negara kemudian dapat dengan leluasa mengadakan
hubungan diplomatik.
• Konsekuensi yuridis :
1. Pembuktian atas keadaan sebenarnya (evidence of the factual situation),
2. Mengakibatkan akibat-akibat hukum dalam mengembalikan hubungan diplomatic
antar negara yang mengakui dan diakui,
3. Memperkukuh status hukum (judicial standing) negara yang diakui dihadapan
pengadilan negara yang mengakui.
• Buermauna : Pengakuan adalah Pernyataan dari suatu negara yang mengakui suatu
negara lain sebagai subjek Hukum Internasional.
• Adolf : Pengakuan adalah tindakan politis suatu negara untuk mengakui negara baru
sebagai subjek Hukum Internasional yang mengakibatkan tingkat hukum tertentu.
• Menurut J.B. Moore :
Makna pengakuan adalah sebagai suatu jaminan yang diberikan kepada suatu negara
baru, bahwa negara tersebut diterima sebagai anggota masyarakat internasional.
Penulis lain: Dengan pengakuan ini memungkinkan negara baru mengadakan
hubungan-hubungan resmi dengan negara lain.
• Buermauna : Antar negara yang diakui dan mengakui terdapat hubungan sederajat
dan dapat mengadakan segala macam hubungan kerjasama satu sama lain untuk
mencapai tujuan nasional masing-masing yang diatur oleh ketentuan-ketentuan

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 26


Campus in Compact – Hukum Internasional
Hukum Internasional. Juga berarti menerima suatu negara baru ke dalam masyarakat
internasional.
• Fungsi pengakuan adalah untuk memberikan tempat yang sepantasnya kepada suatu
negara/pemerintah baru sebagai anggota masyarakat.
Oppenheimer
- Pengakuan bukan merupakan prinsip tapi sebagai suatu kelayakan saja
(convenience).
- Tidak berdasarkan prinsip berlaku surut/ retroactivity: pengakuan menganggap
sah setiap tindakan pemerintah baru dari sejak kegiatan-kegiatan negara baru
tersebut dilaksanakan sampai diberikannya pengakuan.
- Dapat dianggap pelanggaran terhadap Hukum Internasional jika dikategorikan
premature/ terburu-buru/ precipate (negara tersebut belum memenuhi persyaratan
minimal sebagai negara).
DJ Haum
- Unsur-unsur kepentingan dalam pengakuan:
- Politik : jika dengan jalur pengakuan akan memberi manfaat, misal dalam bidang
politik/ ekonomi.
- Hukum Internasional: bila negara tersebut telah memenuhi unsur atau kriteria
menurut Hukum Internasional atau tidak.
- Hukum Nasional: menyangkut kepentingan pengadilan dalam menanggapi status
suatu negara bila timbul sengketa-sengketa yang berkaitan dengan negara baru.
• Kriteria Pengakuan Negara Baru:
- Keyakinan adanya stabilitas di negara tersebut.
- Lingkungan umum dari penduduk.
- Kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban
internasional.
• Akibat hukum Pengakuan
1. Pengakuan adalah suatu kebijaksanaan individual dan dalam hal ini negara bebas
untuk mengakui suatu negara tanpa harus memperhatikan sikap-sikap negara lain.
2. Persatuan adalah suatu discretionary act yaitu suatu negara mengakui negara lain
kalau dianggap perlu.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 27


Campus in Compact – Hukum Internasional
Menurut Adolf :
- Dapat mengadakan hubungan diplomatik dengan negara yang mengakui.
- Negara tersebut menikmati kekebalan diplomatik di negara yang mengakui.
- Negara yang diakui dapat menuntut di wilayah negara yang diakui.
- Negara yang diakui dapat mendapatkan harta yang berasal dari perluasan
terdahulu yang berada di wilayah negara yang mengakui.
- Tindakan-tindakan negara yang diakui diberlakukan sah dan keabsahannya tidak
dapat diuji.
- Perjanjian-perjanjian yang telah diadakan oleh pemerintah tidak dapat ditolak
kembali.
• Akibat tidak Diakui :
1. Tidak dapat menuntut di wilayah yang tidak mengakui.
2. Tidak dapat mengadakan hubungan diplomatik dengan negara yang tidak
mengakui.
3. Warga negaranya tidak dapat memasuki wilayah negara yang tidak mengakui
dengan menggunakan paspor dari negara yang tidak diakui.
4. Perjanjian dengan pemerintahan dulu menjadi beku.
• Status internasional bagi negara yang tidak dapat pengakuan dapat menikmati :
1. Dapat mengadakan hubungan diplomatik ad hoc dengan negara yang tidak
mengakui. Contoh: AS & China pada Konferensi Jenewa 54 dan 62
2. Perundang-undangan pemerintah yang tidak diakui tidak selamanya dianggap
tidak sah.
• Bentuk-bentuk pengakuan :
1. Pengakuan negara baru
2. Pengakuan pemerintah baru,

Ad 1): pengakuan negara baru


• Tindakan satu atau lebih negara untuk mengakui suatu kesatuan masyarakat yang
terorganisir yang mendiami wilayah tertentu, bebas dari negara lain serta mampu
menaati kewajiban-kewajiban Hukum Internasional dan menganggapnya sebagai
anggota masyarakat internasional.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 28


Campus in Compact – Hukum Internasional
• Akan timbul masalah jika diperoleh dengan cara:
a. Pernyataan sepihak suatu masyarakat internasional (negara bagian, propinsi) yang
berada dalam suatu negara berdaulat, memisahkan diri dari negaranya dan
memproklamasikan negara sebagai negara baru, berdaulat dan merdeka.
b. Pernyataan sepihak melalui kekerasan/ revolusi oleh negara baru terhadap negara
yang mendudukinya.
• Terdapat dua teori:
1. Teori konstitutif,
A state is and become on internasional person through recognition only and
exclusively (Oppenheim).
Pengakuan merupakan syarat mutlak.
Tidak ada/ bukan political decision karena ada keharusan dimana keharusan
hanya ada dalam legal requirement.
Suatu negara menjadi subjek hukum internasional hanya melalui pengakuan,
alasannya :
a. Jika kata sepakat yang menjadi dasar berlakunya Hukum Internasional, maka
tak ada negara/ pemerintah yang diperlakukan sebagai subjek Hukum
Internasional tanpa adanya kesepakatan dari negara yang telah ada dulu.
b. Negara/pemerintah yang tidak diakui tidak mempunyai status hukum
sepanjang berhubungan dengan negara yang tidak mengakui tersebut.
Merupakan justifikasi, misal; insurgensi (belum masif) menjadi beligerensi.
2. Teori deklaratif,
Existence of the new state with all the legal effect connected with that existence is
not effected by the refusal of one are more state to recognize (institute de droit
International).
Eksistensi suatu negara tidak ditentukan dengan adanya pengakuan.
Tidak ada konsekuensi hukumnya.
Pengakuan hanyalah sebuah penerimaan suatu negara baru oleh negara-negara
lainnya berdasarkan situasi-situasi nyata tertentu. Kemampuan tersebut secara
hukum ditentukan oleh usaha-usaha serta keadaan-keadaan yang nyata dan tidak
perlu menunggu diakui oleh negara lain.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 29


Campus in Compact – Hukum Internasional
Suatu negara/pemerintah baru tidak akan mendapatkan status hukum di negara
lain kecuali negara tersebut diakui oleh negara yang bersangkutan (teori
konstitutif), namun hal itu tidak berarti bahwa negara/ pemerintahan itu tidak ada
sama sekali (teori deklaratif).
• Pengakuan merupakan badan hukum yang berimplikasi pada hukum (sehingga
dikatakan sebagai konsep yang unik).
• Macam-macam pengakuan :
1. Pengakuan kolektif,
Diwujudkan dalam perjanjian internasional atau konferensi multilateral.
a. Deklarasi oleh sekelompok negara,
b. Negara baru masuk pada perjanjian multirateral (melalui penerimaan suatu
negara baru untuk menjadi pihak atau peserta ke dalam perjanjian
multilateral.),
2. Pengakuan terpisah,
Mengakui (diberikan kepada) negara baru tetapi tidak kepada pemerintahannya,
contoh : Israel.
3. Pengakuan mutlak,
Pengakuan yang diberikan tidak dapat ditarik kembali (absolute & irtevocable)
terhadap pengakuan de jure.
Hanya dapat ditari jika :
1) Salah satu pihak kalah oleh pihak lain.
2) Kriteria-kriteria negara tersebut menurut Hukum Internasional ternyata tidak
terpenuhi.
4. Pengakuan bersyarat,
Pengakuan yang disertai syarat-syarat tertentu untuk dilaksanakan oleh negara
baru tersebut sebagai imbalan pengakuan.
Menurut Hall, ada 2 :
1) syarat harus dipenuhi sebelum pengakuan diberikan, kalau belum terpenuhi
belum diakui.
2) Syarat yang harus dilaksanakan kemudian sesudah pengakuan diberikan,
kalau tidak dipenuhi bisa dengan pemutusan hubungan atau intervensi.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 30


Campus in Compact – Hukum Internasional
Diberikan sebagai pengikat dan tekanan politik kepada suatu negara baru.
• Umumnya yang terjadi adalah pengakuan mutlak.
• Status internasional bagi negara-negara yang tidak mendapat pengakuan:
1. Dapat mengadakan hubungan diplomatic.
2. Peraturan perundang-undangan yang tidak diakui tidak selamanya dianggap sah.

Ad 2): Pengakuan pemerintahan baru


• Yang menjadi masalah adalah jika penggantian pemerintahan secara inkonstutisional,
misalnya melalui kudeta, pemberontakan dan penggulingan secara tidak sah.
• Tidak berhubungan dengan pengakuan negara, jadi yang menolak pemerintahan tidak
akan mengakibatkan negara tersebut kehilangan status sebagai subjek Hukum
Internasional.
• Menyangkut kriteria:
1. Pemerintahan yang permanent, apakah pemerintahan akan mempertahankan
kekuasaannya dalam jangka waktu lama (reasonable prospect of permanence).
2. Pemerintahan yang ditaati rakyat (obedience of the people),
3. Penguasaan wilayah yang efektif.
• Pengakuan pemerintah: Pernyataan dari suatu negara bahwa negara tersebut telah siap
bersedia berhubungan dengan pemerintahan yang baru diakui sebagai organisasi yang
bertindak untuk dan atas nama negaranya.
• Perbedaan pengakuan negara dan pemerintah :
a. Negara : pengakuan terhadap suatu entitas yang baru yang telah mempunyai
semua unsur konstitutif negara dan yang telah menunjukkan kemauannya untuk
melaksanakan hak-hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat internasional.
b. Negara : mengakibatkan pula pengakuan terhadap pemerintahan negara yang
diakui berisikan kesediaan negara yang mengakui untuk mengadakan hubungan
dengan pemerintah yang baru itu.
c. Pengakuan negara tidak dapat diubah/ dicabut sedangkan pengakuan terhadap
pemerintah dapat dicabut sewaktu-waktu.
• Suatu negara tidak punya hak untuk diakui dan tidak ada kewajiban untuk mengakui,
karenanya pengakuan pemerintah adalah soal kebijaksanaan.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 31


Campus in Compact – Hukum Internasional
• Antara lain:
1. Doktrin legitimasi,
Pengakuan terhadap pemerintahan baru berdasarkan legitimasi pemerintah baru
tersebut (mengenai proses naiknya pemerintahan secara legitimate), kalau tidak
legitimate maka tidak akan mendapat pengakuan.
Pengakuan ini didasarkan pada proses legitimate atau tidak.
Mengakui keabsahan menurut konstitusi negara yang bersangkutan.
2. Doktrin de facto-ism
Atas pertimbangan pemerintah baru itu efektif, yaitu stabilitas ekonomi, aman
menumpas pemberontakan, dsb.
Melihat pada fakta pemerintahan baru tersebut.
• Indonesia menganut doktrin de facto-ism.
• Macam-macam pengakuan pemerintahan baru :
1. Pengakuan de facto,
Semata-mata didasarkan bahwa pemerintahan tersebut secara nyata berkuasa di
dalam wilayahnya.
De facto :
1) Diberikan manakala masih timbul keraguan terhadap stabilitas dan
kelangsungan terhadap suatu negara atau terhadap kemampuan dalam
memenuhi kewajiban-kewajiban internasional.
2) Diberikan oleh suatu negara semata-mata didasarkan pemerintah tersebut
secara nyata berkuasa di dalam wilayahnya.
2. Pengakuan de jure,
De jure :
1) Diberikan apabila negara tersebut sudah tidak ragu-ragu lagi terhadapnya.
2) Diberikan atas dasar faktor-faktor faktual dan hukum.
3) Memenuhi 3 ciri :
a. Efektivitas : kekuasaan diakui di seluruh wilayah negara.
b. Regularitas : berasal dari pemilu atau disahkan oleh konstitusi.
c. Eksklusifitas : tidak ada pemerintahan tandingan
Diberikan berdasarkan penilaian factor-faktor factual dan factor hukum.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 32


Campus in Compact – Hukum Internasional
• Cara-cara memberikan pengakuan:
1. Pengakuan yang tegas,
a. Declaration
b. Pengakuan melalui perjanjian
2. Pengakuan diam-diam,
Tidak ada pernyataan formal.
• Penyalahgunaan pengakuan pemerintahan baru:
Penyalahgunaan pengakuan pemerintahan baru adalah Pengakuan yang diberikan
bersifat sebagai alat politik nasional guna menekannya supaya memberikan konsesi-
konsesi politik kepada negara yang hendak memberi pengakuan.
1. Doktrin Tobar,
Negara-negara Amerila Latin tidak boleh memberikan pengakuan pada suatu
pemerintahan baru yang naik tidak secara legitimate.
2. Doktrin Ekstrada,
Negara harus terus melakukan hubungan politik meskipun di negara tersebut
sedang terjadi perebutan kekuasaan.
• Pengakuan sebagai pemberontak:
1. Insurgensi
2. Beligerensi

Pengakuan Terhadap Wilayah yang diperoleh Secara Tidak Sah.


• Cara-cara pemberian pengakuan:
1. Pengakuan secara tegas (express recognition),
Ada instrument hukumnya.
2. Pengakuan secara diam-diam (implied recognition),
Hanya simbol-simbol saja.

Cara-cara Pengakuan Secara Umum


1. Secara terang-terangan dan individual
Berasal dari pemerintah atau organisasi yang berwenang di hubungan luar negeri
melalui:

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 33


Campus in Compact – Hukum Internasional
a. Nota diplomatik, suatu pernyataan atau telegram
Contoh : Presiden AS 2 September kepada negara Baltik
b. Perjanjian internasional
Contoh : Italia- Vatikan pasal 26 treaty Flatar 14 Februari 1929
2. Secara diam-diam
Dengan mengadakan hubungan diplomatik, pembicaraan, persetujuan
3. Secara kolektif
Diwujudkan dalam perjanjian internasional/ konferensi multilateral, di PBB
pengakuan kolektif hanya untuk negara-negara yang memenuhi persyaratan untuk
keanggotaan PBB.
4. Secara prematur
Memberikan penyatuan tanpa lengkapnya unsur-unsur konstitutif yang harus dimiliki
oleh entitas yang baru tersebut untuk jadi negara.

Pengakuan Terhadap Pemberontak/ belligerency


• Syarat:
1. pemberontak berkembang menjadi cukup kuat.
2. menentang pemerintah yang berkuasa.
3. menguasai beberapa wilayah dalam suatu negara.
4. menjalankan pemerintahan yang teratur sebagai tandingan.
5. menaati peraturan hukum perang.
6. mampu dan bersedia melindungi WNA dan harta bendanya.
• Diakui oleh negara asing untuk melindungi kepentingannya di wilayah yang diduduki
beligerensi, harus menyatakan sikap netral .
• Brierly, pemberian pengakuan ini harus memenuhi syarat :
a. pertempuran yang terjadi sudah sampai tingkat seolah-olah terjadi peperangan
yang sebenarnya (sesuai hukum perang).
b. perkembangan perang, sehingga negara-negara lain tidak mungkin terus berdiri di
luar garis saja.
• Oppenheimer & Lauterpacht, syarat:
a. Adanya perang sipil yang diikuti pertikaian.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 34


Campus in Compact – Hukum Internasional
b. Pendudukan wilayah-wilayah tertentu dan penyelenggaraan peraturannya.
c. Pihak pemberontak berada dibawah pemimpin perang yang menaati kaidah-
kaidah hukum perang.
d. Ada negara ke-3 yang menyatakan sebagai pihak netral terhadap perang sipil
tersebut.
• Boermauna :
a. Belligerency : memberikan kepada pihak yang memberontak hak-hak dan
kewajiban suatu negara yang mendukung selama berlangsungnya peperangan.
b. Tapi pemerintah yang mengontak tidak bisa mengadakan perjanjian internasional.
c. Negara induk dibebaskan dari tanggung jawab terhadap negara-negara ke-3
(akibat pengakuan negara-negara ke-3).
d. Jika negara induk memberi pengakuan ini maka kedua pihak harus perang sesuai
dengan hukum perang.
e. Bersifat terbatas dan sementara.
f. Negara ke-3 punya hak dan kewajiban sebagai negara netral.

Recognition of Insurgency
• Fenwick : pernyataan keyakinan kaum pemberontak jangan diperlakukan sebagai
kaum pengacau jika mereka tertangkap dan mereka berhak menerima pembekalan
dari negara-negara netral.
• Untuk pemberontak yang tidak berada di bawah pimpinan negara yang tersisih
memiliki wilayah tertentu atau tidak mau menaati hukum perang.

Suksesi Negara
• Ada 2 pendapat tentang suksesi ini :
1. Tradisional : menginginkan adanya prinsip kontinuitas diistilahkan sebagai
suksesi negara terhadap hak dan kewajiban internasional sekalipun terjadi
perubahan kedaulatan wilayah.
Secara umum negara pengganti (successor state) melanjutkan hak-hak dan
kewajiban internasional (yang diemban oleh negara yang diganti (predecessor
state)).

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 35


Campus in Compact – Hukum Internasional
2. Dekolonisasi : prinsip clean state theory; negara baru harus memulai dari
lembaran bersih.
Negara-negara baru merdeka harus bebas dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban
negara penjajahnya.
• Suksesi : Penggantian suatu negara oleh negara lain mengenai tanggung jawab
Hukum Internasional suatu wilayah.
• Pada umumnya masalah sejauh mana negara baru berhak atau wajib melanjutkan hak-
hak dan kewajiban negara yang digantinya diselesaikan melalui perjanjian
penyerahan kedaulatan (devolution agreement) antar negara pengganti dan negara
mengganti.
• Prinsip umum hukum internasional: adanya perubahan kedaulatan tidak
mempengaruhi perjanjian pembatasan dengan pihak ke-3, hak dan kewajiban
internasionalnya yang berhubungan dengan pembatasan serta yang berkaitan dengan
pengaturan wilayah yang beralih serta perjanjian multilateral yang berkaitan dengan
HAM, dll.
• Akibat Hukum, menimbulkan 3 masalah pokok:
1. Berdampak langsung terhadap individu-individu yang terdapat di wilayah
tersebut.
2. Berdampak langsung terhadap hukum nasional yang berlaku di wilayah yang
dimaksud.
3. Berakibat terhadap pengaturan yuridiksi internasional terutama negara baru
dengan yang lain.

KEDAULATAN
• Kedaulatan (sovereignity) adalah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara
atas wilayah dan penduduknya/warga negaranya.
• Kedaulatan adalah suatu konsep dimana negara memiliki kekuasaan tertinggi atsa
dasar, laut, udara (yurisdiksi territorial) dan warga negara (yurisdiksi personal).
Tidak mencakup runag angkasa karena ruang angkasa merupakan kepentingan
bersama).
• Wilayah (territory) suatu negara terbagi menjadi empat dimensi, yaitu:

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 36


Campus in Compact – Hukum Internasional
1. Darat,
2. Laut,
3. Udara,
4. Ruang angkasa,
• Kalau di ruang udara negara memiliki kedaulatan maka di ruang angkasa tidak.
• Dalam space treaty tahun 1967 : ada satu prinsip yang menyatakan bahwa
kepemilikan tidak ada dalam satu ruang angkasa, melainkan harus dimanfaatkan
untuk kepentingan manusia bersama/ warisan bersama umat manusia (common
heritage of mankind).
• Negara berdaulat, artinya negara mempunyai kekuasaan tertinggi, kedaulatan ini
terbatas oleh:
1. Kekuasaan ini terbatas oleh batas-batas wilayah yang memilki kekuasaan.
2. Kekuasaan ini berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain dimulai.
• Relasi antara kedaulatan dengan hukum Internasional-Supranasional.
• Dalam Hukum Nasional; konteks kedaulatan itu bersifat absolute, sedangkan dalam
Hukum Internasional maka konteks kedaulatan itu bersifat limitated.

Kedaulatan Negara
1. Ruang Angkasa
- Prinsip: equality terhadap eksplorasi
- Benda angkasa/ celestial boarding tidak boleh dimiliki negara lain
- Yurisdiksi: tempat/ negara dimana pesawat itu didaftarkan
2. Ruang Udara
- Konvensi Chicago ‘44
Negara memiliki kedaulatan yurisdiksi eksklusif dan mengontrol ruang dari
atas wilayahnya
- Kapal terbang dapat memasuki wilayah negara lain. Jika akan mengisi bahan
bakar (jika terjadi pembajakan)
- Kewenangan/ yuridiksi eksklusif : kewenangan yang penuh tentang suatu
wilayah.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 37


Campus in Compact – Hukum Internasional
3. Wilayah Laut
- UNCLOS 1982 di Montega Bay 10 Desember’82.
Mare Librarian : Lautan terbuka bebas untuk dilayari oleh setiap bangsa.
- Konvensi Jenewa 1958, tentang :
1. Laut teritorial dan jalur tambahan
2. Laut lepas
3. Landas kontinent
4. Pedalaman
Gagal menetapkan lebar laut teritorial
- Kedaulatan negara atas wilayah laut
a. perairan pedalaman/ internal waters
b. laut teritorial
c. staits used for international navigation
d. jalur tambahan
e. landasan kontinental
f. ZEE
g. laut lepas
4. Laut Lepas Bersifat Terbuka
- negara-negara boleh melintasi laut lepas (prinsip res comunis)
- kebebasan berlayar
- kebebasan menangkap ikan
- kebebasan memasang kabel dan pipa di dasar laut
- terbang di atas laut lepas
- membuat pulau buatan dan instalasi
- riset ilmiah kelautan
Hal tersebut di atas dengan memperhatikan sebagaimana mestinya.
5. Laut Lepas
- Konvensi Jenewa 1958 tentang laut lepas
Laut Lepas: Semua bagian yang tidak termasuk ke dalam ZEE, perairan
pedalaman.
- Konvensi Hukum Laut 1982

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 38


Campus in Compact – Hukum Internasional
Laut Lepas : Semua bagian yang tidak termasuk ke dalam ZEE, perairan
pedalaman.
- Hal- hal yang dilarang di laut lepas :
1) pengangkutan budak belian.
2) siaran gelap.
3) transmisi radio/ TV dari kapal/ instalasi kecuali untuk permintaan
pertolongan (pasal 99).
- Setiap negara harus mengambil tindakan-tindakan efektif untuk mencegah dan
menghukum dengan hukum pengangkutan budak belian.
- Yurisdiksi dan kewajiban negara bendera kapal:
Yurisdiksi : kapal yang mengibarkan benderanya (pasal 92)
tabrakan di laut (pasal 97)
Kewajiban : menjamin keselamatan di laut (pasal 94, 98, 113, 114, 115)

Kedaulatan Teritorial
• Kedaulatan territorial adalah kedaulatan yang dimiliki suatu negara dalam
melaksanakan yurisdiksi eksekutif di wilayahnya.
• Kaitannya dengan wilayah, kedaulatan mempunyai dua ciri, yaitu: (menurut Hakim
Huber)
1. Kedaulatan merupakan satu prasyarat hukum untuk adanya suatu negara.
2. Kedaulatan menunjukan negara tersebut merdeka yang sekaligus juga merupakan
fungsi dari suatu negara.
• Kedaulatan mempunyai dua aspek :
1. Aspek positif,
Adalah aspek yang berkaitan dengan sifat hak eksekutif kompetensi suatu negara
terhadap wilayahnya.
2. Aspek negative,
Adalah adanya kewajiban untuk tidak mengganggu hak negara-negara lain.
• Kedaulatan teritorial mencakup tiga dimensi yaitu :
1. Tanah
2. Laut,

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 39


Campus in Compact – Hukum Internasional
3. Udara,

Ad 1): Tanah (daratan)


• Mencakup yang ada di bawah dan diatas.
• Kedaulatan negara berlaku sepenuhnya di wilayah ini (kedaulatan penuh).

Ad 2): Laut
• Di laut, suatu negara memilki kedaulatan yang penuh.
• Pasal 3 KHL (Konvensi Hukum Laut) 1982 :
- Negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak
melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan
konvensi ini.
- Daerah berdekatan 100 mil dari laut wilayah; kepala pengawas negara yang
bersangkutan masih bisa melakukan pengawasan terhadap lain kapal.
- Pasal 30: Negara pantai dapat menyuruh pergi kapal perang bila tidak mematuhi
ketentuan-ketentuan negara pantai kapal perang (lewat sea lanes; tidak perlu
otoritas tapi harus memberi tahu (di luar alur)).
- Lintas damai: Tidak membahayakan perdamaian kemanan ketertiban umum dan
kepentingan negara yang bersangkutan (yang dilintasi).
• Antara lain :
1. Territorial sea (laut territorial),
Adalah laut yang terletak di sisi luar garis pangkal (base line) yang tidak melebihi
lebar 12 mil laut yang diukur dari garis pantai.
Negara memiliki kedaulatan penuh, tetapi negara lain masih dimungkinkan untuk
menikmati hak linats damai, yaitu hak untuk melewati laut itu.
Konsekuensinya, setiap kapal asing yang akan lewat di laut teritorial harus dapat
izin dari negara yang bersangkutan.
2. Internal/ national/ interior water (laut pedalaman),
Adalah perairan yang berada pada sisi darat (dalam) garis pangkal.
Contoh: teluk, sungai, danau, dsb.
Negara memiliki kedaulatan penuh (kedaulatan negara atas daratan).

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 40


Campus in Compact – Hukum Internasional
Di perairan ini, negara lain tidak dapat mengadakan/ menikmati hak lintas damai.
3. Selat, adalah selat yang dipergunakan untuk pelayaran internasional
Ada dua kategori selat:
a. Selat-selat yang dipergunakan untuk pelayaran internasional yang
menghubungkan suatu laut lepas/ ZEE dengan laut lepas/ ZEE lainnya.
b. Selat-selat yang menghubungkan laut lapas/ ZEE dengan perairan yang
termasuk dalam yurisdiksi nasional (laut territorial) suatu negara asing.
Pada selat kateori pertama berlaku hak lintas transit kapal-kapal asing
Hak transit adalah hak untuk melewati selat yang dipergunakan secara terus
menerus, langsung dan secepat mungkin antara suatu bagian laut lepas/ ZEE dan
bagian laut lepas/ ZEE lainnya.
4. Continental shelf (landas continental),
Landas kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dari tanah di bawahnya
dari daerah di permukaan yang terletak di luar laut territorialnya sepanjang
kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau
hingga jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut kontinen tidak
mencapai jarak tersebut.
Negara tidak memiliki kedaulatan di sisni, melainkan memiliki hak berdaulat
(souvereignity right), yaitu hak untuk memanfaatkan.
5. Zona ekonomi eksklusif (ZEE),
Zona terlebar tidak lebih dari 200 mil dari garis pangkal.
Yurisdiksi yang dimiliki negara pantai atas ZEE nya yakni:
a. Pembuatan dan pemakain pulau buatan, instalasi dan bangunan.
b. Riset alamiah kelautan,
c. Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.
Negara memiliki hak berdaulat, yakni hak untuk perikanan, maka kalau ada kapal
asing yang lewat tidak apa-apa, tapi kalau kapal asing tersebut mengambil ikan,
tidak boleh.
6. Continous zone (jalur tambahan)

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 41


Campus in Compact – Hukum Internasional
Adalah zona tambahan dan berada di laut teritorial dimana suatu negara memiliki
kekuasaan terbatas untuk mencegah pelanggaran terhadap peraturan bea cukai,
fiskal, imigrasi, dan kesehatan (hanya terbatas pada empat kategori diatas).
Lebar jalur tambahan tidak lebih dari 24 mil diukur dari garis pangkal.
7. High seas (laut lepas),
Yaitu laut yang terbuka dan bebas bagi semua negara (res communis).
Tidak ada sovereignity maupun sovereignity rights, hukum yang berlaku adalah
hukum kapal.
Negara memiliki hak pengejaran seketika.
8. Kawasan,
Adalah dasar laut dan dasar samudera serta tanah dibawahnya di luar batas-batas
yurisdiksi nasional suatu negara.

Ad 3): Udara
• Menurut Konvensi Chicago 1944 tentang pengaturan mengenai wilayah udara, pasal
1-nya menyatakan bahwa setiap negara memilki kedaulatan yang komplit dan
eksklusif (complete and exclusive) terhadap ruang udara yang ada di atasnya; jadi
kalau misalnya daratan seluas satu juta Km persegi, maka wilayah udaranya pun
seluas itu.
• Yang dimaksud complete and exclusive adalah sbb:
Complete, atrinya negara itu memiliki kekuasaan tidak terbatas terhadap ruang udara
(air space-nya).
Exclusive, hanya negara tersebut yang berhak melakukan tindakan-tindakan di atas
ruang udara tersebut.
Konsekuensinya; tanpa seizin negara maka pihak lain tidak boleh melakukan
aktivitas-aktivitas di ruang udara tersebut sehingga apabila suatu pesawat udara
negara lain akan melintas di suatu ruang udara, maka harus meminta izin dari negara
yang memiliki ruang udara tersebut.
• Kekuasaannya tidak terbatas (unlimited) ke atas dan ke bawah.
• Secara prinsip yang dimaksud ruang udara itu sampai dengan ruang yang masih ada
udaranya untuk secara teknis sampai dengan pesawat bisa terbang di sana.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 42


Campus in Compact – Hukum Internasional
• Terdapat empat tipe rezim :
1. Kedaulatan teritorial,
2. Wilayah yang tidak berada di bawah kedaulatan negara lain dan memiliki status
tersendiri, misal wilayah mandat atau trust,
3. Res nullius, yaitu wilayah yang tidak dimilki/berada dalam kedaulatan suatu
negara.
4. Res communis, yaitu wilayah yang secara umum tidak dapat berada di bawah
suatu kedaulatan tertentu (wilayah bersama; laut lepas, ruang angkasa, dasar laut
samudera dalam, dll).

Cara memperoleh wilayah


• Cara suatu kesatuan masyarakat mendapatkan kemerdekaan :
1. Cara-cara konstitusional,
Misal; perjanjian dengan negara yang mendudukinya, dsb,
2. Cara-cara inkonstitusional,
Misal; penggunaan senjata, dsb.
• Cara negara memperoleh wilayahnya (cara-cara tradisional/ ortodox) :
1. Occupation (okupasi-pendudukan),
Adalah pendudukan terhadap terra nullius, yaitu wilayah yang bukan dan
sebelumnya pun belum pernah dimiliki suatu negara ketika pendudukan terjadi.
Okupasi mengandung dua unsur pokok :
a. Penemuan (discovery) – the taking of possession,
b. Pengawasan yang efektif – administration.
Penemuan saja tanpa tindak lanjut daripadanya berupa suatu perbuatan
(pengaturan), tidak cukup untuk membutikan telah melaksanakan kedaulatan di
dalam wilayahnya yang ditemukan.
Pengaturan, harus ada niat dan perbuatan untuk dimilki, tanpa niat tindakan
tersebut tidak murni (unauthorized acts).
Sehubungan dengan tidak diakuinya klaim-klaim di Antartika, ada dua teori:
a. Teori kontinuitas (continuity),

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 43


Campus in Compact – Hukum Internasional
Yaitu suatu tindakan pendudukan di wilayah tertentu yang memperluas
kedaulatan negara yang mendudukinya sepanjang diperlukan untuk keamanan
dan pengembangan alamnya.
b. Teori kontiguitas (contigunity),
Yaitu suatu kedaulatan negara yang menduduki mencapai wilayah-wilayah
yang berdekatan secara geografis berhubungan dengan wilayah yang
diklaimnya itu.
2. Annexation (aneksasi- penaklukan),
Adalah suatu cara pemilikan suatu wilayah berdasarkan kekerasan (penaklukan).
3. Accretion (akresi),
Adalah suatu cara perolehan suatu wilayah baru melalui proses alam (geografis).
4. Prescription (preskripsi),
Adalah pemilikan suatu wilayah oleh suatu negara yang telah didudukinya dalam
jangka waktu yang lama dan dengan sepengetahuan pemiliknya (tak ada protes
dari pemiliknya).
Syarat-syarat sahnya preskripsi (menurut Fauchille dan Jonshon):
a. Pemilikan harus dilaksanakan secara a titre de souverin; pemilikan tersebut
harus memperhatikan kewenangan negara dan di wilayah tersebut tidak ada
yang mengklaimnya.
b. Pemilikan tersebut harus berlangsung secara damai dan tidak ada gangguan
(protes) dari pihak lain.
c. Pemilikan tersebut harus bersifat public (diumumkan dan diketahui oleh pihak
lain).
d. Pemilikan tersebut harus berlangsung terus, juga harus memuat syarat adanya
pengawasan yang efektif.
5. Cession (cessi),
Adalah pengalihan wilayah secara damai dari suatu negara ke negara lain dan
kerapkali berlangsung dalam rangka suatu perjanjian perdamaian sesudah usainya
perang.
Suatu prinsip yang penting dalan cessi ini, yaitu dalam pengalihan, hak yang
diserahkan tidak boleh melebihi hak yang dimiliki oleh si pengalih (pemilik).

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 44


Campus in Compact – Hukum Internasional
Cessi dapat berlangsung juga dengan melalui tukar menukar, atau pemberian
wilayah tanpa adanya pembayaran ganti rugi (compensation).
6. Plebiscite (plebisit),
Adalah pengalihan suatu wilayah melalui pilihan penduduknya, menyusul
diadakan pemilihan umum, referendum, atau cara-cara lainnya yang dipilih oleh
penduduk.

Kedaulatan negara atas ruang angkasa


• Suatu dalil hukum Romawi, cujus est solum, ejus est urque ad coelum; bahwa barang
siapa yang memiliki sebidang tanah demikian juga memiliki segala-galanya yang
berada diatas permukaan tanah tersebut sampai ke langit, dan segala apa yang berada
diatas tanah.
• Dalam hal masuknya kapal asing maka hal dapat dilakukan terhadapnya adalah
peringatan, jika menolak maka dilakukan pengejaran dan jika masih menolak sebagai
tindakan akhir adalah penembakan.
• Pengajaran dan penembakan pesawat asing yang telah melanggar kedaulatan wilayah
suatu negara (interceptions).

Kedaulatan negara atas perbatasan


• Perbatasan merupakan pemisah antara pemisah antara berlakunya suatu kedaulatan
negara dengan kedaulatan negara lain.

Servitudes
• Merupakan pembatasan terhadap kedaulatan (territorial) negara.
• Muncul manakala di suatu wilayah negara terdapat hak-hak negara lain.

YURISDIKSI
• Yurisdiksi adalah kekuasaaan atau kompetensi hukum negara terhadap orang, benda
atau peristiwa (hukum).
- Yuridiksi merupakan refleksi prinsip dasar kedaulatan negara.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 45


Campus in Compact – Hukum Internasional
- Merupakan bentuk kedaulatan yang vital dan sentral yang dapat mengubah,
menciptakan atau mengakhiri suatu hubungan atau kewajiban hukum.
• Yurisdiksi meliputi;
1. Territorial jurisdiction,
2. Personal jurisdiction,
3. Legal jurisdiction,
4. Cyberspace jurisdiction.
• Yuridiksi dapat lahir karena adanya tindakan :
1. Legislative,
Yaitu kekuasaan pengadilan untuk menetapkan, membuat peraturan atau
keputusan-keputusan.
2. Eksekutif,
Yaitu kekuasaan untuk memaksakan agar orang (benda atau peristiwa) menaati
peraturan (hukum) yang berlaku.
3. Yudikatif,
Yaitu kekuasaan untuk mengadili orang berdasarkan atas suatu peristiwa.
• Dalam praktek maka yurisdiksi dibedakan atas:
1. Yurisdiksi perdata,
Yaitu kewenangan hukum pengadilan suatu negara terhadap perkara-perkara yang
menyangkut keperdataan yang bersifat nasional (yaitu bila para pihak dan/ atau
objek perkara melulu yang menyangkut nasional) maupun yang bersifat
internasional (yaitu bila para pihak atau perkaranya menyangkut unsur asing)
2. Yurisdiksi pidana,
Adalah kewenangan (hukum) pengadilan suatu negara terhadap perkara-perkara
yang menyangkut kepidanaan, baik yang tersangkut di dalamnya unsur asing
maupun nasional.
• Sepanjang menyangkut perkara-perkara pidana, yurisdiksi yang dimilki oleh suatu
negara dapat berupa bentuk-bentuk :
1. Yurisdiksi dengan prinsip territorial
2. Yurisdiksi dengan prinsip personal (nasionalitas),
3. Yurisdiksi dengan prinsip kedaulatan,

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 46


Campus in Compact – Hukum Internasional
4. Yurisdiksi dengan prinsip universal,
5. Yurisdiksi berkenaan dengan pesawat udara.

Ad 1): Yurisdiksi dengan prinsip territorial


• Bahwa setiap negara mempunyai yurisdiksi terhadap kejahatan yang dilakukan di
wilayahnya.
• Loed Macmillian : Penting untuk tindakan suatu negara untuk berdaulat.
• Prinsip territorial di bagi menjadi dua :
Contoh seorang menembak di daerah perbatasan dan melukai seorang lain di daerah
perbatasan lain. Suatu tindakan pidana yang dimulai di suatu negara dan berakhir di
negara lain :
1. Yurisdiksi menurut prinsip teritorial subjektif,
Yurisdiksi negara, dimana perbuatan/ tindakan tersebut dimulai.
2. Yurisdiksi menurut prinsip teritorial objektif,
Yurisdiksi negara, dimana perbuatan/tindakan diselesaikan.
• Faktor yang mendukung hubungan erat wilayah dan yuridiksi :
1. Negara tempat tindak pidana biasanya mempunyai kepentingan yang paling kuat
untuk menghukumnya.
2. Biasanya pelaku ditemukan di negara dia berbuat.
3. Biasanya pengadilan setempat (tindak pidana terjadi) paling tepat karena saksi
dan barang bukti dapat ditemukan disana.
4. Adanya fakta sistematika hukum yang berbeda.
• Prinsip teritorial ini berlaku pada hal-hal :
1. Hak lintas di laut teritorial,
Dimiliki negara pantai (baik perdata maupun pidana)
Hasil konfrensi Kodifikasi Hukum Laut Den Haag tahun 1930; dipertegas dengan
konfrensi Hukum Laut Jenewa 1958 dan 1982.
A. Pidana : Yurisdiksi criminal tidak dapat dilaksanakan atas kapal asing yang
sedang melintasi laut teritorial kecuali dalam hal apabila :
a. Akibat kejahatan itu dirasakan negara pantai,
b. Mengganggu perdamaian dan ketertiban laut teritorial,

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 47


Campus in Compact – Hukum Internasional
c. Telah diminta bantuan oleh negara bendera (diminta oleh nakhoda kapal,
diplomat, konsulen negara berbendera),
d. Diperlukan untuk menumpas perdagangan gelap narkotika.
B. Perdata :
- tidak menghentikan atau mengubah haluan berkenaan dengan seseorang di
kapal itu.
- tidak dapat melaksanakan eksekusi atau menahan kapal untuk proses
perdata apapun kecuali berkenaan dengan kewajiban dan ganti rugi kapal
tersebut.
- ketentuan itu, boleh kalau sudah meninggalkan perairan pedalaman
2. Prinsip yurisdiksi terhadap kapal bendera asing (floating island) di laut teritorial,
Negara pantai memilki yurisdiksi penuh atas setiap kapal yang melakukan
lintasan di laut teritorialnya, kecuali kapal perang dan kapal pemerintah asing
yang memilki kekebalan terhadap kedaulatan negara lain (tetapi tunduk pada
yurisdiksi legislative).
Untuk kapal; bebas (perang dan yang menikmati kekebalan terhadap kedaulatan
negara asing), non komersial. Bila tidak menurut/ melanggar maka dapat dituntut
untuk meninggalkan (diusir secara halus/ kasar, dengan senjata).
Ada dua teori:
a. Teori pulau terapung (floating island theory),
- Kapal tersebut harus diperlakukan oleh negara lain sebagai bagian dari
wilayah negara.
- Yurisdiksi pengadilan tidak berlaku terhadap setiap tindakan atau
menahan seseorang yang salah di kapal itu.
b. Teori Imunitas
- Bahwa pengadilan negara pantai memberi kekebalan (imunitas) tertentu
kepada kapal-kapal asing dan wakilnya didasarkan pada pembebasan atau
pengecualian yang diberikan UU kepada negara pantai yang sifatnya
bersyarat sehingga dapat ditarik lagi.
- Berdasarkan teori objektif, kekebalan dapat ditarik kembali oleh negara
pantai.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 48


Campus in Compact – Hukum Internasional
3. Pelabuhan,
Berada dalam kedaulatan teritorial negara pantai, sehingga negara pantai memiliki
yurisdiksi territorial kecuali dalam/ terhadap kapal-kapal menyangkut masalah
ekonomi intern (internal economy), kewenangan tetap berada pada pejabat-
pejabat negara bendera kapal.
Salah satu perairan pedalaman (daulat penuh) sehingga bisa berlaku aturtan
negara tersebut. Untuk masalah intern ekonomi kewenangan tetap berada pada
pejabat-pejabat negara kapal, Contoh :
- Perancis (the tempest 1859).
- AS (the wildenhvis 1887) dan people Vs. wong wheng (1922), narkoba.
- Mexico (public minister vs Jensen (1894): kecelakaan kapal karena nakhoda.
Juga dapat diterapkan bila diminta oleh kapten atau konsul dari negara di bendera
kapal. Contoh: Watson (1856) dan Svere (1907) pemerintah Belgia diminta untuk
melakukan intervensi atas kapal tersebut (pencurian kapal).
4. Terhadap orang asing,
Sama dengan terhadap warga negaranya, (contoh: Lotus case) tetapi warga negara
asing dapat menuntut untuk lepas dari yurisdiksi teritorial dalam hal :
a. Dengan alasan adanya imunitas tertentu; negara tidak berwenang,
b. Bahwa hukum negara tersebut tidak sejalan dengan Hukum Internasional.
5. Yurisdiksi teritorial terhadap pelaku tindakan pidana,
Yang berwenang adalah negara yang ketertiban sosialnya paling terganggu dan
wilayahnya dipakai sebagai tempat kepentingan tersebut dan memiliki
kepentingan.
Contoh: The cutting (1887) AS: Pemerintah Mexico menahan warga negara AS
karena cutting dengan tuduhan fitnah (libel) terhadap warga negara Mexico
melalui artikel di Texas : AS keberatan dengan prinsip teritorial yurisdiksi.
6. Pengecualian terhadap yurisdiksi teritorial,
Antara lain:
a. Negara dan kepala negara asing,
Kekebalan penuh,
Prinsip-prinsip lain sebagai dasar kedaulatan tersebut :

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 49


Campus in Compact – Hukum Internasional
1. Adanya Phrase hukum; par in parem non habet inperium; suatu negara
berdaulat tidak dapat menjalankan yurisdiksinya terhadap negara berdaulat
lainnya.
2. Prinsip resiprositas dan komisitas; timbal balik, dalam memberikan
kekebalan yang serupa.
3. Fakta bahwa putusan pengadilan tidak dapat dilaksanakan terhadap negara
lain:
4. Fakta bahwa bila suatu negara memberi izin negara lain untuk masuk
maka secara implisit telah memberikan kekebalan terhadapnya.
5. Fakta bahwa kebijaksanaan suatu pemerintah tidak dapat diselidiki oleh
pengadilan-pengadilan negara lain. (Pokok perkara yang menyangkut
policy pemerintah asing seyogyanya tidak diselidiki negara lain).
Dalam hal iure imperii; kekebalan berlaku.
Dalam hal iure gestionis; kekebalan tidak berlaku.
b. Perwakilan diplomatic dan konsuler, kekebalan berlaku kecuali dalam hal:
1. Perbuatan yang berhubungan dengan barang bergerak dalam wilayah
negara penerima, kecuali atas nama negara penerima untuk misi
diplomatic,
2. Perbuatan yang berhubungan dengan suksesi; terlibat sebagai
perseorangan.
3. Kegiatan profesi dan komersil di luar fungsi resminya.
Negara tuan rumah dapat menyatakan tidak percaya kepada seorang diplomat
(persona non grata).
c. Kapal pemerintah negara asing,
d. Angkatan bersenjata asing,
e. Organisasi internasional.
- iure imperii: tindakan pemerintah atau negara yang berkaitan dengan kedaulatan
semata-mata (government acts).
- iure gestiunis: tindakan negara atau pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan
komersial (commercial acts). Bila sudah ada hubungan komersial maka dia sudah
menarik kekebalannya, jadi tunduk pada negara yang bersangkutan.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 50


Campus in Compact – Hukum Internasional
- persona non grata: pernyataan tidak dapat dipercaya kepada seorang diplomat.

• BASED LINE = Pasang Surut (mengenai yurisdiksi di Laut).


24 mil dari Based Line
- 12 mil dari Based Line : kedaulatan penuh.
Negara berdaulat untuk mengatur fiskal, imigrasi, kesehatan.
- 200 mil Based Line (ZEE) : kekayaan milik negara pantai
Kedalaman 200 mil dari ZEE : landas kontinen.
Lebih dari 200 mil : laut lepas/ high sea.
- Di luar landas kontinen: dasar laut samudera dalam = sea bed mengandung
kekayaan alam yang tidak boleh dimiliki suatu negara apapun juga.
a. menjadi kekayaan bersama umat
b. untuk mengambilnya harus ada dewan otorita sea bed di bawah.
- Kapal tidak berbendera dianggap kapal tidak bernegara : siapa saja boleh
mengadili
- Jika kapal berbendera 2 :
a. tiap ada pidana, korban dan pelaku diadili ius jurisdiksi
b. kecuali terhadap kejahatan universal berlaku hukum universal
- Perjanjian-perjanjian yang telah ada sebelumnya tetap berlaku jika negara yang
bersangkutan masih menganggap berlaku.

Ad 2): Yurisdiksi dengan prinsip personal (nasionalitas)


• Bahwa suatu negara dapat mengadili warga negaranya terhadap kejahatan-kejahatan
yang dilakukan dimanapun juga.
• Negara-negara Eropa Kontinental menggunakan prinsip Nasionalitas, menerapkan
secara luas (artinya terhadap setiap bentuk kejahatan yang dilakukan warga
negaranya).
• Negara-negara Anglo Saxon membatasi yurisdiksinya terhadap kejahatan negara yang
sangat serius, seperti; pengkhianatan, pembunuhan, bigami yang dilakukan warga
negaranya di luar negeri.
• Yurisdiksi dengan prinsip Nasionalitas ini dibagi dua, yaitu:

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 51


Campus in Compact – Hukum Internasional
1. Yurisdiksi dengan prinsip nasionalitas aktif,
Bahwa suatu negara memiliki yurisdiksi terhadap warga negaranya yang
melakukan tindak pidana di luar negeri, orang tersebut harus diekstradisi dulu ke
negaranya.
2. Yurisdiksi dengan prinsip nasionalitas pasif,
Bahwa suatu negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili orang asing yang
melakukan tindak pidana terhadap warga negaranya di luar negeri. Contoh:
Cutting case (Cutting ditahan oleh pejabat Mexico berdasarkan prinsip ini, dan
Amerika protes). Cutting case; seorang warga negara AS di Mexico melakukan
perbuatan menuduh atau menjelekkan seorang Mexico di surat kabar Meksiko
tersebut, yang membuat ia dituntut disana (Meksiko).

Ad 3): Yurisdiksi dalam prinsip kedaulatan atau Perlindungan


• Suatu negara dapat melaksanakan yurisdiksinya terhadap warga negara asing yang
melakukan kejahatan di luar negeri yang diduga dapat mengancam kepentingan
keamanan, integritas dan kemerdekaannya.
• Misalnya: berkomplot untuk kudeta, penyelundupan mata uang asing, spionase,
melanggar perundang-undangan imigrasi.
• Dibenarkan dengan dasar perlindungan terhadap kepentingan negara yang sangat
vital, dibenarkan sebagai dasar untuk penerapan yurisdiksi karena tidak cukupnya
perundang-undangan nasional pada umumnya yang menghukum perbuatan tersebut.
Contoh:
- Pada doktrin jalur tambahan (contiguosus zone) dalam Hukum Laut Internasional.
Tujuannya untuk melindungi kepentingan hukum negara pantai terhadap
kejahatan-kejahatan yang dilakukan orang asing di luar wilayah kedaulatannya,
seperti: kesehatan, fiskal, imigrasi.
- Kasus Joyceus Director of Public Prosecutions.
Joyce lahir di Amerika, tahun 1933 ia dapat paspor Inggris dan mengaku lahir di
Irlandia. Tahun 1939 ia ke Jerman bekerja di kantor radio pemerintahan Jerman
dan mengaku orang Jerman. Pada Perang Dunia II ia siaran menjadi pro Nazi dan
melakukan pengkhianatan ke Inggris.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 52


Campus in Compact – Hukum Internasional
Setelah perang timbul, masalah apakah Inggris berwenang mengadilinya dengan
tuduhan pengkhianatan.
The House of Lords berpendapat pengadilan Inggris memiliki yurisprudensi untuk
tiap orang yang meninggalkan Inggris dengan punya paspor Inggris dan
melakukan pengkhianatan.

Ad 4): Yurisdiksi dengan prinsip universal,


• Setiap negara mempunyai yurisdiksi untuk mengadili tindak kejahatan tertentu
(seperti pembajakan di laut dan kejahatan perang) tanpa melihat bendera, dsb, karena
kejahatan tersebut dianggap sebagai tindakan yang mengancam masyarakat
internasional keseluruhan..
• Setiap negara dapat mengadili tindak kejahatan tertentu yang dianggap mengancam
keamanan nasional
Contoh : Kejahatan: perompakan dan kejahatan perang
- Batasan perompakan:
a. Setiap tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak sah untuk tujuan pribadi
oleh awak atau penumpang kapal/ pesawat udara swasta ditujukan terhadap
kapal, plane, orangdan orang di suatu tempat di luar jurisdiksi negara
manapun. Di laut lepas, terhadap kapal atau pesawat lain/ orang/ benda di atas
kapal.
b. Setiap tindakan turut serta secara sukarela mengoperasikan benda yang sudah
tahu untuk dibajak.
c. Mengajak atau membantu.
- Hak untuk menghukum kejahatan perang dimiliki oleh semua negara yang
mendukung.
- Diterapkan dalam kasus The Eichmann oleh pengadilan Jerusalem dan MA Israel
pada tahun 1961. Eichmann perwira Gestapo Nazi Jerman, diadili dan dihukum
menurut hukum Israel pada tahun 1451 atas kejahatan perang, kejahatan terhadap
bangsa Israel dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama Perang Dunia II.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 53


Campus in Compact – Hukum Internasional
Ad 5): Yurisdiksi berkenaan dengan pesawat udara.
• Yang menjadi pertimbangan bahwa masalah ini dianggap penting dalam Hukum
Internasional adalah antara lain:
1. Perkembangan teknologi dan komunikasi, lebih memungkinkan telah terjadinya
tindak pidana dalam pesawat udara, menyangkut kebangsaan, maka yurisdiksi
mana yang berlaku.
2. Fakta bahwa ruang gerak pesawat udara adalah transnasional (kecuali pada
pesawat domestic).
• Pembajakan; dimulai sejak pesawat terbang dengan kecepatan penuh (in fly) sampai
mendarat (landing), definisi ini diperluas oleh Konfrensi Montreal 1971 yang
menyatakan bukan saja in fly tapi in frace (sejak pintu pesawat tertutup) sampai pintu
terbuka dengan asumsi pintu terbuka maka pesawat tidak akan terbang.
• Negara berwenang :
1. Di udara; hukum pesawat negara yang didaftarkan (di negaranya).
2. Di darat; juga ditambah hukum negara dimana pesawat itu mendarat.

Konvensi Tokyo 1963:


- 26 pasal
- Mengatur dan berlaku terhadap kejahatan-kejahatan atau tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh seseorang di atas pesawat yang didaftarakan di negara-negara
peserta ketika pesawat tersebut sedang terbang atau sedang berada di atas laut
lepas atau di wilayah yang bukan milik negara (terra nullius).
- Tidak berlaku terhadap militer, bea cukai atau yang digunakan untuk keperluan-
keperluan polisi.
- Yang berwenang adalah negara dimana pesawat didaftarkan. Yang bukan
termasuk di atas tidak bisa melaksanakan jurisdiksi, kecuali :
1) kejahatan tersebut ada pengaruh terhadap wilayahnya
2) dilakukan oleh atau ditujukan terhadap warga negara yang tinggal permanen
di negaranya
3) ditujukan terhadap keamanan negaranya

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 54


Campus in Compact – Hukum Internasional
4) pelaksanaan jurisdiksi tersebut perlu untuk penataan setiap kewajiban negara
menurut perjanjian internasional.

Konvensi Den Haag 1970


- 14 pasal
- Batasan kejahatan di atas kapal/ tindakan tidak sah dengan menggunakan
kekerasan/ ancaman/ intimidasi/ merampas (serze), menguasai (control) pesawat
atau percobaan-percobaan terhadap tindakan tersebut.
- In flight (mesin nyala) : pintu semua ditutup sampai dengan dibuka untuk
menurunkan penumpang.
- Setiap negara peserta konvensi harus melaksanakan yurisdiksi terhadap :
1) kejahatan dilakukan dimana negara pesawat itu didaftarkan.
2) pesawat mendarat di wilayahnya dan si pelaku masih berada di atas pesawat
tersebut.
3) kejahatan dilakukan di atas pesawat yang diserahkan kepada penyewa yang
berdomisili di negara tersebut.

Konvensi Montreal
- 16 pasal
- Pelengkap dan memberi perluasan pengertian terhadap beberapa ketentuan
tertentu dengan maksud agar si pelaku kejahatan terlepas dari jangkauan hukum.

• Lotus Case France vs Turkey (1927)


Jurisdiksi teritorial terhadap kejahatannya dilakukan tidak hanya di wilayah negara
yang bersangkutan tapi juga di wilayah laut teritorial dan dalam kasus-kasus tertentu
di jalur tambahan dan di zona-zona lainnya dan di laut lepas yaitu manakala negara
tersebut adalah negara bendera kapal.

DOKTRIN
1. Doktrin Toba

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 55


Campus in Compact – Hukum Internasional
Setiap terjadinya perubahan negara yang inkonstitusional tidak akan diakui.
(untuk Menlu Equador, 1907)
2. Doktrin Estrada
Setiap penilaian terhadap negara baru adalah intervensi dan tidak diperbolehkan.
3. Doktrin Recognition
Sama dengan doktrin toba (Simpson, Menlu AS, 1932)

KASUS EYCKMAN
• Pelanggaran yurisdiksi teritorial oleh negara.
• Kasus tentang penjahat perang Jerman yang kabur ke Amerika Latin dan diculik oleh
Israel ke Argentina; menggunakan ras sebagai dasar hukum melakukan penculikan,
karena ketika Jerman membunuh bangsa Yahudi yang menjadi korban adalah
beberapa negara di dunia (belum ada negara Israel).
• Hot Pursuit : pengejaran seketika; tidak boleh berhenti.
• Pasal 111, Konvensi Hukum Laut’82/ pasal 123 Konvensi Hukum Laut 1958.

PENDAPAT MEMPERLAKUKAN ALIENS (ORANG ASING)


1. Dari Negara Barat/ Maju
Dalam memperlakukan orang asing di dalam negeri, suatu negara harus memenuhi
apa yang mereka sebut sebagai standar minimum internasional terlepas dari
bagaimana negara tersebut memperlakukan warga negaranya, manakala standar
minimum tidak terpenuhi, maka tanggung jawab negara akan lahir.
Standar : - Penegakan hukum (enforcement)
- Perlindungan yang efektif (menurut ketentuan hukum internasional)
2. Dari Negara Berkembang
Sebagai reaksi dari pendapat pertama yang berpendapat bahwa dalam
memperlakukan terhadap orang asing tidak beda atau sama saja sebagaimana halnya
memperlakukan warga negaranya (national treatment standart)
Negara berkembang khususnya Amerika Latin merasa bahwa konsep standar
minimum internasional telah digunakan sebagai cara untuk campur tangan dalam
urusan dalam negeri mereka, sehingga untuk menagkal intervensi ini Carlos Calvo

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 56


Campus in Compact – Hukum Internasional
(ahli hukum dan diplomat Argentina) mengusulkan doktrin yang menegaskan prinsip
non intervensi yang disertai penegasan bahwa orang hanya berhak diperlakukan
seperti halnya warga negaranya dan karenanya untuk menuntut ia harus menempuh
cara-cara yang tersedia dalam negara tersebut.
• Doktrin Calvo:
1) Orang asing yang berada di suatu negara mempunyai hak perlindungan yang sama
dengan warga negara tersebut dan orang asing tersebut tidak dapat menuntut
perlindungan perlindungan yang lebih besar.
2) Tiap orang asing yang mengklaim hak perlindungan yang lebih besar daripada
yang diberikan oleh negara ia tinggal adalah bertentangan dengan hak persamaan
antar negara (the right of equality of nations)
• Tujuan:
Untuk menghindari campur tangan diplomatik negara asing kepada warga negaranya.
untuk menyelesaikan sengketa, cukuplah ditempuh melalui pengadilan-pengadilan
nasional negara-negara Amerika Latin yang bersangkutan.
• Perlakuan terhadap aliens menurut Amador:
1) Orang asing harus menikmati hak-hak serta jaminan yang sama dengan warga
negara yang bersangkutan; harus tidak kurang akan hak-hak asasi/ fundamental
manusia yang diakui dan ditetapkan Hukum Internasional.
2) Tanggung jawab internasional suatu negara akan timbul apabila hak-hak asasi
atau fundamental manusia dilanggar.

TANGGUNG JAWAB NEGARA


• Latar belakang timbulnya tanggung jawab negara dalam Hukum Internasional adalah
bahwa tidak ada negara manapun yang dapat menikmati hak-haknya tanpa
menghormati hak-hak negara lain.
• Tanggung Jawab :
- Liability
- Responsibility
- Accountability
• Responsibility selanjutnya menjadi liability.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 57


Campus in Compact – Hukum Internasional
• Karakteristik penting adanya tanggung jawab ini tergantung kepada factor-faktor
dasar, yaitu (menurut Shaw):
1. Adanya suatu kewajiban Hukum Internasional yang berlaku antara dua negara
tertentu,
2. Adanya suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar Hukum Internasional,
3. Adanya kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang melanggar
hukum atau kelalaian.
Kasus: (Corfu Channel)
Inggris versus Albania tentang hancurnya beberapa kapal perang Inggris ketika
melintasi Selat Corfu yang sebelumnya telah digelari bahan peledak (ranjau laut) di
sepanjang selat tersebut oleh Albania. Mahkamah Internasional yang menangani
kasus ini berpendapat bahwa kerusakan, kerugian serta meninggalnya beberapa awak
kapal Inggris ketika melintasi selat tersebut disebabkan karena kelalaian yang nyata
pemerintah Albania yang tidak memberitahukan adanya ranjau-ranjau laut di
sepanjang perairannya. Oleh karena itu, Albania harus bertanggungjawab atas
terjadinya insiden tersebut.
• Kejahatan internasional adalah semua perbuatan melawan hukum secara internasional
yang berasal dari suatu pelanggaran suatu kewajiban internasional yang esensial guna
perlindungan terhadap kepentingan yang mana pelanggaran tersebut diakui sebagai
suatu kejahatan oleh masyarakat, contoh; agresi, penjajahan, perbudakan, genocide,
apartheid, polusi udara/laut, dsb.
• Selain dari kejahatan internasional, maka semua perbuatan melawan hukum secara
internasional adalah delik internasional.

Tanggung Jawab Perdata dan Tanggung Jawab Pidana


• Hukum Internasional tidak mengenal perbedaan antara tanggung jawab Perdata dan
tanggung jawab Pidana.
• Shaw bahwa pertanggungjawaban suatu negara terbatas untuk membayar ganti
kerugian.
• Macam-macam kerugian :
1. Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum (delictual liability),

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 58


Campus in Compact – Hukum Internasional
Lebih dari setiap kesalahan/ kelalaian suatu negara terhadap orang asing di dalam
wilayahnya atau wilayah negara lain.
Hal tersebut timbul karena:
b. Eksplorasi ruang angkasa,
Sistem tanggung jawab absolute.
c. Eksplorasi nuklir,
Sistem tanggung jawab absolute.
d. Kegiatan-kegiatan lintas batas nasional.
2. Tanggung jawab atas pelanggaran perjanjian (contractual liability),
Meliputi:
a. Pelanggaran terhadap suatu perjanjian,
Melanggar dan merugikan negara lain.
Melahirkan ganti rugi.
Pengecualian tanggung jawab negara atas pelanggaran perjanjian:
1. Dilakukan dengan persetujuan negara yang dirugikan,
2. Diterapkannya sanksi-sanksi yang sah menurut pasal-pasal tentang
tanggung jawab negara yang dimuat oleh Komisi Hukum Internasional,
3. Keadaan memaksa (force majeur),
4. Tindakan yang sangat diperlukan (state of necessity),
5. Tindakan bela diri (self defense).
b. Pelanggaran suatu kontrak,
Biasanya karena tindakan-tindakan pejabat negara melebihi kapasitasnya
(ultra vires).
Ada 3 teori menurut Starke tentang bagaimana negara kreditor menghadapi
negara debitor yang tidak memenuhi kewajiban membayar utangnya, yaitu:
1. Teori Lord Palmerston (1848),
Negara kreditor berhak campur tangan secara diplomatic atau bahkan
militer ke dalam negara tersebut.
2. Teori Drago (1902),
Negara kreditor dilarang untuk menggunakan tindakan-tindakan kekerasan
seperti intervensi militer untuk menuntut pembayaran utangnya.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 59


Campus in Compact – Hukum Internasional
3. Teori yang menyatakan bahwa tidak ada ketentuan atau metode khusus
bagaimana suatu negara debitor melunasi utangnya.

Teori kesalahan
• Antara lain:
1. Teori objektif (teori risiko),
Tanggung jawab negara adalah mutak (strict),
Manakala suatu pejabat/ agen negara telah melakuakan tindakan yang
mengakibatkan kerugian terhadap orang lain, maka negara bertanggungjawab
menurut Hukum Internasional tanpa dibuktikan apakah tindakan tersebut
dilaksanakan dengan baik atau jahat.
2. Teori Subjektif (teori kesalahan),
Tanggung jawab negara ditentukan oleh adanya unsur kesalahan (dolus) atau
kelalaian (culpa) pada pejabat atau agen negara yang bersangkutan.
• Kecenderungan pada teori objektif.

Exhaustion of local remedies


• Merupakan bentuk penghormatan atas suatu negara.
• Sebelum diajukan klaim/ tuntutan ke pengadilan internasional, langakah-langkah
penyelesaian sengketa (local remedies) yang tersedia atau yang diberikan oleh negara
tersebut harus terlebih dahulu ditempuh (exhausted).
• Diberikan untuk memberikan kesempatan guna memperbaiki kesalahan dan
mengurangi tuntutannya.
• Local remedies tidak berlaku manakala suatu negara telah bersalah terhadap
pelanggaran langsung Hukum Internasional yang menyebabkan kerugian terhadap
negara lainnya, misal: penyerangan terhadap diplomat.
• Prinsip-prinsip diterapkannya exhausted of local remedies (menurut Starke), antara
lain:
1. Suatu upaya penyelesaian setempat (local remedies) dianggap tidak cukup dan
tidak perlu digunakan manakala pengadilan setempat tampaknya tidak akan
menunjukan akan memberikan ganti kerugian.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 60


Campus in Compact – Hukum Internasional
2. Seorang penuntut tidak perlu menggunakan upaya penyelesaian setempat
manakala upaya tersebut tidak ada.
3. Apabila kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan-tindakan eksekutif
pemerintah setempat yang tidak tunduk kepada yuridiksi setempat.
4. Negara-negara dapat menyatakan bahwa local remedies dapat diindahkan,
meskipun melalui arbitrase merupakan pengindahan local remedies secara diam-
diam.

Doktrin Imputabilitas
• Latar belakang doktrin ini yaitu bahwa negara sebagai satu kesatuan hukum yang
abstrak tidak dapat melakukan tindakan-tindakan yang nyata.
• Doktrin ini mengasimilasikan tindakan-tindakan pejabat-pejabat negara dengan
negaranya yang menyebabkan negara tersebut bertanggung jawab atas semua
kerugian atau kerusakan terhadap harta benda atau orang asing.
• Doktrin imputabilitas (kebal), dianggap tidak berlaku dalam kasus HAM karena
HAM merupakan proteksi terhadap individual right.
• HAM terdiri dari 3 generasi :
1. Generasi I; perlindungan hak-hak sipil dan politik.
2. Generasi II; perlindungan hak-hak ekonomi dan sosial.
3. Generasi III; perlindungan terhadap kebudayaan, orang terhadap orang.

Ekspropriasi
• Ekspropriasi atau pengambilalihan suatu perusahan asing adalah suatu pelanggaran
hukum kecuali apabila dipenuhi syarat-syarat sbb :
1. Tidak dilaksanakan hak-hak pemilikan perusahaan oleh negara yang
bersangkutan.
2. Untuk kepentingan umum (public purpose)
3. Ganti rugi yang pantas (appropriate compensation)
4. Non diskriminasi (non discrimination)
5. Merupakan suatu prasyarat agar ekspropiasi sah.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 61


Campus in Compact – Hukum Internasional
• Tanggung jawab terhadap kejahatan internasional selain daripada pelanggaran
kewajiban perjanjian, misalnya; perlakuan terhadap orang asing, internasional
minimum standard (standar minimum internasional); lawan dari nasional treatment
standard.
• Pada negara maju, internasional minimum standar bagi warga negara asing harus
dipenuhi terlepas dari bagaimana negara tersebut memperlakukan warga negaranya.
Pada negara berkembang dalam memperlakukan orang asing tidak berbeda/ sama saja
sebagaimana halnya memperlakukan warga negaranya (nasional treatment standard)

Tanggung jawab negara dan lingkungan


• Suatu negara tidak berhak menggunakan wilayahnya untuk digunakan sedemikian
rupa sehingga mengakibatkan kerugian terhadap wilayah negara lain maupun harta
benda atau orang yang berdiam di wilayah tersebut.

SENGKETA INTERNASIONAL
• Deklarasi prinsip-prinsip Hukum Internasional mengenai hubungan bersahabat antar
negara 24 Oktober 1979: agar semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan
cara damai sedemikian rupa agar perdamaian, keamanan internasional dan keadilan
tidak sampai terganggu. Merupakan konsekuensi langsung pasal 2 (4) piagam yang
melarang kekerasan.
• Prinsip-prinsip Hukum Internasional yang berlaku
Dimuat dalam deklarasi mengenai hubungan bersahabat dan kerjasama antar negara
24 Oktober 1970 (A/RES/2625/XXO) serta Deklarasi Manila 15 November 1982
(A/RES/37/K) mengenai penyelesaian sengketa internasional secara damai :
1. penyelesaian bahwa negara tidak akan menggunakan kekerasan yang bersifat
mengancam integritas teritorial atau kebebasan politik dan cara-cara lain yang
tidak sesuai dengan tujuan PBB.
2. penyelesaian non intervensi dalam urusan dalam negeri dan luar negeri.
3. penyelesaian persamaan hak dan menentukan nasib sendiri bagi tiap bangsa.
4. penyelesaian persamaan kedaulatan negara.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 62


Campus in Compact – Hukum Internasional
5. penyelesaian Hukum Internasional mengenai kemerdekaan, kedaulatan dan
integritas teritorial suatu negara.
6. penyelesaian itikad baik dalam hubungan internasional.
7. penyelesaian kedalian dan hukum internasional.
• Hukum internasional tidak berisi keharusan agar suatu negara memilih prosedur
penyelesaian tertentu. Pasal 33 piagam PBB.
• Sehingga negara pada umumnya memilih secara politik daripada arbitrase atau secara
yuridis karena secara politik akan lebih melindungi kedaulatan mereka.
• Penyelesaian politik lebih luwes, tidak mengikat dan mengutamakan kedaulatan
masing-masing pihak jika tidak berhasil maka lewat jalur hukum. Jika mempunyai
aspek hukum secara yuridis lebih menjamin pelaksanaan yang efisien dan merupakan
unsur positif bagi kemajuan dan perkembangan hukum internasional.

Perbedaan penyelesaian secara politik dan secara hukum:


• Sengketa Politik dimana negara mendasarkan tuntutannya atas pertimbangan non
yuridis. Melalui penyelesaian secara politik, yang hanya berbentuk usul-usul yang
tidak mengikat negara yang bersangkutan.
• Sengketa hukum : sengketa dimana suatu negara mendasarkan sengketa atau
tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang
telah diakui Hukum Internasional.
• Usul-usul tersebut tetap mengutamakan kedaulatan negara-negara yang bersengketa
dan tidak harus didasarkan atas ketentuan-ketentuan hukum.
• Konsiderasi-konsiderasi politik dan kepentingan lain dapat menjadi dasar
perkembangan dalam perumusan keputusan yang diambil.
• Penyelesaian secara politik/ non yuridiksional, terbagi atas 3 sesi :
1. penyelesaian dalam kerangka antar negara.
2. penyelesaian dalam kerangka organisasi PBB.
3. penyelesaian dalam kerangka organisasi regional.

Ad.1. Penyelesaian dalam kerangka antar negara


1. Negotiation/ Perundingan diplomatik

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 63


Campus in Compact – Hukum Internasional
1) Perundingan langsung antar negara : bila hubungan langsung sulit, intervensi
menjadi keharusan, misalnya melalui konferensi-konferensi internasional.
2) Jasa-jasa baik atau mediasi :
• berasal dari kebiasaan jasa baik, dapat ditawarkan atau diminta.
• intervensi negara ke-3 yang merasa dirinya wajar untuk membantu
penyelesaian sengketa yang terjadi antara 2 negara (jadi penengah), tidak ikut
secara langsung (man behind the scene).
• mediasi negara ke-3 tidak cuma man behind the scene tapi juga ikut serta
secara aktif dalam perundingan-perundingan dan mengusulkan dasar-dasar
perundingan, juga menggunakan pengaruhnya agar negara-negara yang
bersengketa, memberikan konsesi timbal balik demi tercapainya suatu
penyelesaian.
• persamaan mediasi dan jasa-jasa baik :
a. ditandai dengan intervensi negara ke-3, kelompok negara-negara atau
seorang tokoh terkenal.
b. intervensi negara ke-3 tidak memberikan kewajiban apapun bagi negara
yang bersangkutan (dapat ditolak).
c. negara-negara yang bersangkutan dapat menolak usul-usul dasar atau
rumusan penyelesaian.
d. negara ke-3 sering menjadi mediator.
2. Angket
Mengumpulkan fakta-fakta yang merupakan penyebab dari suatu sengketa, keadaan
waktu terjadinya sengketa dan jenis sengketa yang terjadi dan sebab-sebab terjadi
pertikaian, mengajukan usul komisi ini hanya membatasi pada perbuatan fakta-fakta
dan sama sekali tidak membuat konklusi.
3. Konsiliasi internasional
Penyelesaian damai untuk suatu organisasi yang telah dibentuk sebelumnya atau
dibentuk kemudian atas kesepakatan pihak yang bersangkutan setelah lahirnya
masalah yang dipersengketakan (dengan mengajukan usul-usul penyelesaian kepada
pihak-pihak yang bersengketa).

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 64


Campus in Compact – Hukum Internasional
Perbedaan Arbitrase dan Mahkamah Internasional
• Terletak di bidang internasional
• Dari segi organik dan formal di suatu negara hanya terdapat suatu macam
penyelesaian secara hukum.
• Arbitrase internasional
a. bertujuan untuk menyelesaiakn sengketa antar negara oleh hukum-hukum pilihan
mereka atas dasar ketentuan-ketentuan hukum. Penyelesaian melalui arbitrase ini
berarti bahwa negara-negara harus melaksanakan keputusan dengan itikad baik
(pasal 37 konvensi Den Haag 18 Oktober 1907).
b. ciri-ciri :
1. bersifat sakral: tidak harus memilih cara ini.
2. sifat hukum yang mengikat: keharusan negara-negara melaksanakan dengan
itikad baik.
3. non institusional: hukum-hukum yang dipilih bukan merupakan organisasi
permanen yang dibentuk sebelum lahirnya suatu sengketa.
• Mahkamah peradilan tetap
Telah ada sebelum lahir sengketa-sengketa, bersifat permanen, komposisi dan cara
kerja telah ditentukan sebelumnya, bebas dari kehendak negara-negara yang
bersengketa.
• Lebih mengurangi kedaulatan negara-negara
1. Banyak negara memilih arbitrase karena prosedurnya lebih supel, sifatnya yang
non konstitusional sehingga lebih cocok dengan kedaulatan negara.
2. Arbitrase: kepercayaan yurisdiksi, kepatuhan.
3. Persetujuan yang dibuat sebelumnya lahirnya sengketa :
a. Clause compromissoire:
- sebagai tambahan dari perjanjian yang isinya mengenai suatu hal yang lain
- terdiri dari :
a) klausa khusus: bertujuan untuk menyelesaikan sengketa secara damai
melalui arbitrase (sengketa yang berhubungan dengan interpretasi dari
perjanjian).

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 65


Campus in Compact – Hukum Internasional
b) klausa umum: bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin
terjadi di masa mendatang sebagai akibat perjanjian itu.
b. Perjanjian arbitrase wajib permanen
- satu-satunya tujuan perjanjian adalah komitmen resmi dari negara-negara
untuk menyelesaikan melalui arbitrase sengketa-sengketa yang mungkin
akan ada.

MAHKAMAH INTERNASIONAL
• Pasal 92 Piagam PBB: Mahkamah Internasional merupakan organisasi hukum utama
PBB.
• Kepentingan Mahkamah Internasional
1. Komposisi Mahkamah : informasi pihak-pihak yang bersengketa serta wakil-
wakilnya, analisis fakta-fakta dan argumen hukum pihak-pihak yang
bersangkutan.
2. Penjelasan motivasi Mahkamah.
3. Dispositif: kepentingan yang mengikat negara-negara yang bersangkutan,
disertakan juga suara yang dipilih.
• Wewenang :
1. wewenang ratiche perschae : siapa saja yang dapat mengajukan perkara ke
mahkamah, hanya negara anggota statuta (anggota PBB).
2. ratione material : jenis-jenis sengketa yang dapat diajukan.
3. wewenang fakultatif : intervensi mahkamah hanya dapat terjadi jika negara-
negara yang bersengketa dengan persetujuan bersama membawa perkara mereka
ke mahkamah apa saja terutama yang ada di piagam PBB dan konvensi-konvensi.
4. wewenang wajib/ compulsory jurisdictrium : hanya terjadi jika negara-negara
sebelumnya melalui persetujuan menerima wewenang tersebut dalam perjanjian.
• Standar Minimal Internasional: Standar penegakan hukumnya (enforcement) yakni
perlindungan yang efektif (menurut ketentuan Hukum Internasional) dalam kasus The
Neer; pengadilan menyatakan bahwa perlakuan terhadap orang asing adalah suatu
kejahatan internasional apabila perlakuan tersebut merupakan suatu kebiadaban,
itikad buruk, kelalaian yang disengaja, atau tindakan pemerintah yang tidak cakap.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 66


Campus in Compact – Hukum Internasional
Tanggung jawab Negara dan Lingkungan
• Lahirnya tanggung jawab ini adalah kasus The Trail Smelter:
Pencemaran lingkungan oleh pabrik di Kanada yang asapnya mencemari serta
merusak tanah dan tanaman di wilayah negara bagian Washington.
Pengadilan yang menangani menyatakan bahwa suatu negara tidak berhak
menggunakan wilayahnya sehingga mengakibatkan kerugian terhadap wilayah negara
lain ataupun harta benda orang yang berdiam di wilayah tersebut.
Kanada semestinya mengganti rugi dan harus mengambil langkah-langkah agar tidak
terulang lagi.
• The nuclear case: Australia vs Perancis 1974
Negara-negara wajib mencegah kerusakan atau kerugian yang diakibatkan oleh
kegiatan-kegiatan yang dilakukan di wilayahnya.
• Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm tahun 1972: Prinsip 21;
Negara-negara memiliki hak berdaulat untuk mengeksploitasi kekayaan alamnya dan
bertanggung jawab agar kegiatan-kegiatan eksploitasi tersebut tidak menimbulkan
kerugian/ kerusakan terhadap negara lain.
• Tiga (3) instrumen Hukum Internasional yang mengatur perlindungan HAM :
1. Hak untuk bekerja dalam kondisi yang adil dan menguntungkan.
2. Hak atas perlindungan soaial, standar hidup yang pantas, standar kesejahteraan
fisik dan mental tertinggi yang bisa dicapai.
3. Hak atas pendidikan dan hak untuk menikmati manfaat kebebasan kebudayaan
dan kemajuan ilmu pengetahuan.
• HAM generasi I: konsep liberal
Hak-hak terlebih dahulu dikembangkan, dilindungi dan mendapatkan perlindungan
internasional adalah hak sipil dan budaya, ekonomi, sosial.
Oleh Montesque, Rosseau: mulanya untuk mempertahankan dan melindungi hak-hak
individu terhadap kekuasaan raja yang absolut, negara diminta tidak campur tangan
terhadap kehidupan individu dengan kata lain memberikan kemungkinan bagi semua
individu untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat negara.
• HAM generasi II: konsep sosialis

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 67


Campus in Compact – Hukum Internasional
Hak-hak ekonomi, sosial budaya meminta campur tangan yang lebih jauh dari negara
sebagai satu-satunya lembaga yang dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat, dalam hal ini individu dianggap sebagai makhluk sosial yang merasa diri
berhak menuntut sejumlah bantuan untuk kesejahteraan sosial mereka dari
pemerintah.
• HAM generasi III: solidaritas
Mewujudkan hubungan yang lebih erat antara hak-hak, asas-asas dan konteks
ekonomi dan sosial, hak pembangunan, hak perdamaian, hak untuk mendapatkan
lingkungan yang sehat, dll.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 68


Campus in Compact – Hukum Internasional
REFERENSI

• Aspek-aspek Negara Dalam Hukum internasional, oleh Huala Adolf, SH.


• Pengantar Hukum Internasional, oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja, SH, LLM.
• Pengantar Hukum Internasional, oleh JG. Starke
• Dll.

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2004-2005 69


Campus in Compact – Hukum Internasional

Anda mungkin juga menyukai