Dalam lingkungan kebudayaan India kuno telah terdapat kaidah dan lembaga
hukum yang mengatur hubungan antara kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja.
Menurut penyelidikan yang diadakan oleh Bannerjce pada masa beberapa abad
sebelum Masehi, kerajaan-kerajaan India sudah mengadakan hubungan satu sama lain
yang diatur oleh adat kebiasaan. Adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-
raja dinamakan Desa Dharma.
Bagaimanapun juga melihat bukti-bukti yang telah ditemukan oleh para sarjana
dapatlah dikatakan bahwa di India kuno telah ada semacam hukum yang dapat
dinamakan hukum bangsa-bangsa. Lingkungan kebudayaan lain pada zaman kuno
yang sudah mengenal semacam hukum bangsa-bangsa ialah kebudayaan Yahudi.
Orang Yahudi sebagaimana terbukti dari buku-buku kuno mereka antara lain Kitab
Perjanjian Lama, sudah mengenal ketentuan mengenai perjanjian, perlakuan terhadap
orang asing dan cara melakukan perang. Akan tetapi dalam hukum perang masih
dibedakan (dalam hukum perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang
dianggap musuh bebuyutan. Terhadap mush demikian diperbolehkan diadakan
penyimpangan dari ketentuan hukum perang.
Konsep hukum romawi berasal dari hukum perdata kemudian memegang peranan
penting dalam hukum internasional ialah konsep seperti occupatio, servitut dan bona
fides. Juga asas "pacta sunt servanda" merupakan (warisan kebudayaan Romawi yang
berharga).
Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar
lain yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlainan yaitu: Kekaisaran
Byzantium dan dunia Islam. Kekaisaran Byzantium yang pada waktu itu sedang
dalam keadaan menurun mempraktekkan diplomasi untuk mempertahankan
supremasinya. Oleh sebab itu praktek diplomasi merupakan sumbangan yang
terpenting dari lingkungan kebudayaan ini kepada perkembangan hukum
internasional. Sumbangan yang terpenting dari dunia Islam dari abad pertengahan
terletak di bidang hukum perang. Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa
penting dalam sejarah hukum internasional modern, karena dengan Perdamaian
Westphalia ini telah tercapai hal sebagai berikut:
1) selain mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun, Perjanjian Westphalia telah
meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena
perang itu di Eropa;
2) perjanjian perdamaian itu mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar
Romawi yang suci (The Holy Roman Emperor) untuk menegakkan kembali
Imperium Roma yang suci;
3) halangan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan
dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing dan
4) kemerdekaan Negeri Nederland, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman
diakui dalam Perjanjian Westphalia itu.
Dengan demikian Perjanjian Westphalia telah meletakkan dasar bagi suatu susunan
masyarakat internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas
negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun
mengenai hakekat negara.
Yesuit bernama Francisco Suarez yang menulis De legibus a Deo legislatore (on
Laws and God as Legislator) yang mengemukakan adanya suatu hukum atau kaidah
obyektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam hubungan antara mereka.
Dengan demikian Francisco Suarez meletakkan dasar suatu ajaran hukum
internasional yang meliputi seluruh umat manusia. Penulis lain dari zaman ini antara
lain Balthazar
Ayala (1548-1584) dan Alberico Gentilis (1552-1608). Kecuali Gentilis yang
mengadakan pemisahan antara etika, agama dan hukum, para penulis yang baru
disebut tadi dan yang tersebut terdahulu, dalam menulis berbagai karya mengenai
hukum internasional mash mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan.
Dengan perkataan lain tidak ada pemisahan antara hukum, etika dan teologi.
Singkatnya berlainan dari Hugo Grotius cara berpikir mereka mash menggambarkan
keadaan dan suasana berpikir masyarakat abad pertengahan.
Christian Wolf mengemukakan tori mengenai Civitas Maxima yang sebagai suatu
negara dunia meliputi negara-negara di dunia. Zouche, Bynkershoek dan von Martens
adalah positivist yang mementingkan praktek negara sebagai sumber hukum
sebagaimana terjelma dalam adat kebiasaan dan perjanjian-perjanjian, walaupun
mereka tidak secara mutlak menolak hukum alam. Masyarakat internasional yang
diletakkan dasar-dasarnya dalam Perjanjian Westphalia terus bertambah kuat dan
ternyata sanggup mengatasi berbagai kejadian penting di bidang politik pada akhir
abad XVIII dan selama abad XIX yaitu Revolusi Prancis dan Amerika dan usaha
negara-negara bear mengambil keagamaan dan kekuasaan (hegemony) dari kerajaan-
kerajaan besar di Eropa.
Dengan Konperensi Perdamaian Den Haag tahun 1899 dan 1907 masyarakat
internasional yang didasarkan atas negara-negara kebangsaan (nation state) menutup
tahap pertama dari pertumbuhannya yaitu masa memperjuangkan hak hidup negara
kebangsaan yang dimulai sejak waktu diadakannya Perjanjian Westphalia tahun 1647
dan dimasukilah tahap kedua masyarakat internasional yaitu masa konsolidasi. Dalam
masa (periode) yang berakhir dengan diadakannya Konperensi Perdamaian Den Haag
tahun 1907 di atas tadi, telah terjadi tiga hal yang penting yang dapat kita anggap
sebagai ciri konsolidasi masyarakat internasional yang didasarkan atas negara-negara
kebangsaan. Pertama, negara sebagai kesatuan politik teritorial yang terutama didasar-
kan atas kebangsaan (national state) telah menjadi kenyataan. Kedua, ialah
diadakannya berbagai konperensi internasional yang dimaksudkan sebagai konperensi
untuk mengadakan perjanjian internasional yang bersifat umum dan meletakkan
kaidah hukum yang berlaku secara universal. Ketiga, dibentuknya Mahkamah
Internasional Arbitrase Permanen yang merupakan suatu kejadian penting dalam
mewujudkan suatu masyarakat (hukum) internasional.
Di bagian lain dunia, asas dan sistem hukum dunia Barat diperkenalkan dengan
pelbagai cara. Asas dan sistem hukum Inggris yang berlaku di daerah jajahannya di
Benua Amerika bagian Utara, berkembang menjadi sistem hukum Amerika (Serikat)
setelah tiga belas jajahannya di sana memproklamirkan kemerdekaannya, sedangkan
asas dan sistem hukum yang dibawa orang Spanyol dan Portugis ke Amerika Selatan
dan Tengah merupakan dasar bagi sistem hukum nasional negara-negara Amerika
Latin, Asia dan Afrika asas dan sistem hukum Barat dibawa ole negara-negara Etopa
seperti Portugal, Spanyol, Inggris, Perancis dan Belanda dan dimasukkan ke daerah
jajahannya.
Pada umumnya asas dan sistem hukum Barat dikenal dan berlaku di bidang
kehidupan masyarakat yang terpenting. Perkembangan di atas mendahului apa yang
kemudian terjadi dan dapat dikatakan mencirikan tahap ketiga dalam pertumbuhan
masyarakat internasional yakni emansipasi politik negara-negara terjajah ke dalam
masyarakat internasional sebagai negara-negara yang merdeka da sama derajatnya.