Anda di halaman 1dari 8

Osarina Mega Safira (3020210157)

Rangkuman Hukum Internasional kelas C

A. Sejarah Hukum Internasional dan Perkembangannya


Hukum internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur
hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat internasional yang
didasarkan atas negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara
nasional yang modern biasanya diambil saat ditandanganinya Perjanjian Perdamaian
Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun (Thirty Years War) di Eropa.

Dalam lingkungan kebudayaan India kuno telah terdapat kaidah dan lembaga
hukum yang mengatur hubungan antara kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja.
Menurut penyelidikan yang diadakan oleh Bannerjce pada masa beberapa abad
sebelum Masehi, kerajaan-kerajaan India sudah mengadakan hubungan satu sama lain
yang diatur oleh adat kebiasaan. Adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-
raja dinamakan Desa Dharma.

Buku Undang-undang Manu (abad kelima sesudah Masehi) juga menyebutkan


tentang hukum kerajaan. Walaupun hukum yang mengatur hubungan antara raja-raja
pada waktu itu tidak dapat disamakan dengan hukum internasional zaman sekarang
karena belum ada pemisalian dengan agama dan soal kemasyarakatan dan negara,
namun tulisan-tulisan pada waktu itu sudah menunjukkan adanya ketentuan tau
kaidah yang mengatur hubungan antara raja-raja atau kerajaan demikian. Hukum
bangsa-bangsa pada zaman India kuno sudah mengenal ketentuan yang mengatur
kedudukan dan ha istimewa diplomat atau utusan raja yang dinamakan duta. Juga
sudah terdapat ketentuan yang mengatur perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja.
Akan tetapi ketentuan yang agak jelas terutama terdapat bertalian dengan hukum yang
mengatur perang.

Bagaimanapun juga melihat bukti-bukti yang telah ditemukan oleh para sarjana
dapatlah dikatakan bahwa di India kuno telah ada semacam hukum yang dapat
dinamakan hukum bangsa-bangsa. Lingkungan kebudayaan lain pada zaman kuno
yang sudah mengenal semacam hukum bangsa-bangsa ialah kebudayaan Yahudi.
Orang Yahudi sebagaimana terbukti dari buku-buku kuno mereka antara lain Kitab
Perjanjian Lama, sudah mengenal ketentuan mengenai perjanjian, perlakuan terhadap
orang asing dan cara melakukan perang. Akan tetapi dalam hukum perang masih
dibedakan (dalam hukum perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang
dianggap musuh bebuyutan. Terhadap mush demikian diperbolehkan diadakan
penyimpangan dari ketentuan hukum perang.

Menurut hukum negara-negara kota ini, penduduk digolongkan dalam 2 golongan


yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang-orang biadab
(barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan
(arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya. sumbangan yang
paling berharga dari kebudayaan Yunani untuk hukum internasional waktu itu jalah
konsep hokum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak di mana pun juga dan
yang berasal dari rasio atau akal manusia. Konsep hukum alam ini ialah konsep yang
telah dikembangkan oleh ahli filsafat yang hidup dalam abad Ill sebelum Masehi. Dari
Yunani, pelajaran hukum alam ini diteruskan ke Roma dan Romalah yang
memperkenalkannya kepada dunia.

Hukum internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar kerajan-


kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi yang
disebabkan karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu imperium Roma
yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi. Dengan
demikian tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan dengan
sendirinya tak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang mengatur hubungan
antra kerajaan-kerajaan demikian.

Konsep hukum romawi berasal dari hukum perdata kemudian memegang peranan
penting dalam hukum internasional ialah konsep seperti occupatio, servitut dan bona
fides. Juga asas "pacta sunt servanda" merupakan (warisan kebudayaan Romawi yang
berharga).

Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar
lain yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlainan yaitu: Kekaisaran
Byzantium dan dunia Islam. Kekaisaran Byzantium yang pada waktu itu sedang
dalam keadaan menurun mempraktekkan diplomasi untuk mempertahankan
supremasinya. Oleh sebab itu praktek diplomasi merupakan sumbangan yang
terpenting dari lingkungan kebudayaan ini kepada perkembangan hukum
internasional. Sumbangan yang terpenting dari dunia Islam dari abad pertengahan
terletak di bidang hukum perang. Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa
penting dalam sejarah hukum internasional modern, karena dengan Perdamaian
Westphalia ini telah tercapai hal sebagai berikut:
1) selain mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun, Perjanjian Westphalia telah
meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena
perang itu di Eropa;
2) perjanjian perdamaian itu mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar
Romawi yang suci (The Holy Roman Emperor) untuk menegakkan kembali
Imperium Roma yang suci;
3) halangan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan
dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing dan
4) kemerdekaan Negeri Nederland, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman
diakui dalam Perjanjian Westphalia itu.
Dengan demikian Perjanjian Westphalia telah meletakkan dasar bagi suatu susunan
masyarakat internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas
negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun
mengenai hakekat negara.

Ciri-ciri pokok yang membedakan organisasi tau susunan masyarakat internasional


yang bar ini dari susunan masyarakat Kristen Eropa pada zaman abad pertengahan
yang didasarkan atas sistem feodalisme adalah sebagai berikut:
(1) Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat. Setiap negara dalam batas
wilayahnya mempunyai kekuasaan tertinggi yang eksklusif.
(2)_ Hubungan nasional satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan
persamaan derajat;
(3) Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti
seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dain Pans sebagai kepala gereja;
(4) Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil
oper pengertian lembaga hukum perdata hukum Romawi;
(5) Negara mengakui adanya hukum internasional sebagai hukum yang mengatur
hubungan antara negara-negara tetapi menekankan peranan yang bear yang dimainkan
negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini (lihat 7 di bawah);
(6) Tidak adanya mahkamah (intermasional) dan kekuatan polisi internasional untuk
memaksakan ditaatinya ketentuan hukum internasional;
(7) Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagaman beralih dari
anggapan mengenai doktrin bellum justum sebagai ajaran "perang suci" ke arah ajaran
yang menganggap perang sebagai salah saru cara penggunaan kekerasan (di samping
represaille) dalam penelesaian sengketa untuk mencapai tujuan kepentingan nasional
(perang yang benar).

Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjiän Westphalia di atas diperteguh lagi


dalam Perjanjian Utrecht, Sekularisasi kekuasaan negara dan pemerintahan serta
menghilangnya pengaruh atau kekuasaan gereja, menimbulkan kebutuhan akan suatu
sandaran baru yang mengatasi kekuasaan nasional masing-masing negara. Adanya
ajaran hukum alam dalam ajaran hukum internasional yang telah disekulerkan
sebagaimana diajarkan oleh Hugo Grotius memenuhi suatu kebutuhan yang sangat
dirasakan pada waktu itu. Grotius mendasarkan sistem hokum internasionalnya atas,
berlakunya hukum alam, Akan tetapi hukum alam, telah di epaskannya dari pengaruh
keagamaan dan kegerejaan. Di samping itu ajaran Grotius juga menarik karena
memberikan tempat yang penting kepada negara-negara nasional.

Yesuit bernama Francisco Suarez yang menulis De legibus a Deo legislatore (on
Laws and God as Legislator) yang mengemukakan adanya suatu hukum atau kaidah
obyektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam hubungan antara mereka.
Dengan demikian Francisco Suarez meletakkan dasar suatu ajaran hukum
internasional yang meliputi seluruh umat manusia. Penulis lain dari zaman ini antara
lain Balthazar
Ayala (1548-1584) dan Alberico Gentilis (1552-1608). Kecuali Gentilis yang
mengadakan pemisahan antara etika, agama dan hukum, para penulis yang baru
disebut tadi dan yang tersebut terdahulu, dalam menulis berbagai karya mengenai
hukum internasional mash mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan.
Dengan perkataan lain tidak ada pemisahan antara hukum, etika dan teologi.
Singkatnya berlainan dari Hugo Grotius cara berpikir mereka mash menggambarkan
keadaan dan suasana berpikir masyarakat abad pertengahan.

Christian Wolf mengemukakan tori mengenai Civitas Maxima yang sebagai suatu
negara dunia meliputi negara-negara di dunia. Zouche, Bynkershoek dan von Martens
adalah positivist yang mementingkan praktek negara sebagai sumber hukum
sebagaimana terjelma dalam adat kebiasaan dan perjanjian-perjanjian, walaupun
mereka tidak secara mutlak menolak hukum alam. Masyarakat internasional yang
diletakkan dasar-dasarnya dalam Perjanjian Westphalia terus bertambah kuat dan
ternyata sanggup mengatasi berbagai kejadian penting di bidang politik pada akhir
abad XVIII dan selama abad XIX yaitu Revolusi Prancis dan Amerika dan usaha
negara-negara bear mengambil keagamaan dan kekuasaan (hegemony) dari kerajaan-
kerajaan besar di Eropa.

Kejadian yang penting dilihat dari sudut perkembangan hukum internasional


ialah Konperensi Perdamaian tahun 1856 dan Konperensi Jenewa tahun 1864, yang
memelopori Konperensi Perdamaian Den Hang tahun 1899 yang sangat penting
artinya dalam hukum internasional. Dalam semua konperensi perdamaian itu untuk
pertama kalinya suatu konperensi internasional dipergunakan secara sadar untuk
melahirkan konvensi internasional yang membentuk perjanjian yang berlaku secara
umum dan direncanakan untuk diadakan secara berkala.

Dengan Konperensi Perdamaian Den Haag tahun 1899 dan 1907 masyarakat
internasional yang didasarkan atas negara-negara kebangsaan (nation state) menutup
tahap pertama dari pertumbuhannya yaitu masa memperjuangkan hak hidup negara
kebangsaan yang dimulai sejak waktu diadakannya Perjanjian Westphalia tahun 1647
dan dimasukilah tahap kedua masyarakat internasional yaitu masa konsolidasi. Dalam
masa (periode) yang berakhir dengan diadakannya Konperensi Perdamaian Den Haag
tahun 1907 di atas tadi, telah terjadi tiga hal yang penting yang dapat kita anggap
sebagai ciri konsolidasi masyarakat internasional yang didasarkan atas negara-negara
kebangsaan. Pertama, negara sebagai kesatuan politik teritorial yang terutama didasar-
kan atas kebangsaan (national state) telah menjadi kenyataan. Kedua, ialah
diadakannya berbagai konperensi internasional yang dimaksudkan sebagai konperensi
untuk mengadakan perjanjian internasional yang bersifat umum dan meletakkan
kaidah hukum yang berlaku secara universal. Ketiga, dibentuknya Mahkamah
Internasional Arbitrase Permanen yang merupakan suatu kejadian penting dalam
mewujudkan suatu masyarakat (hukum) internasional.

Dibentuknya berbagai lembaga yang mempunyai wewenang menyelesaikan


persengketaan internasional tanpa penggunaan kekerasan senjata, merupakan satu
tanda bahwa masyarakat internasional telah memasuki tahap kedewasaannya. Dengan
dibentuknya Mahkamah Arbitrase Internasional dan Mahkamah Internasional
Permanen in telah diambil langkah pertama dalam merealisasikan kekuasaan
peradilan sebagai salah satu fungsi yang esensial dalam satu masyarakat hukum. Pada
masa sesudah Perjanjian Perdamaian Den Haag tahun 1907 yang kita namakan masa
konsolidasi masyarakat internasional modern, telah terjadi pula beberapa kejadian
yang penting bagi perkembangan masyarakat internasional sebagai suatu masyarakat
hukum, yaitu;
(1) diadakannya Perjanjian Melarang Perang sebagai suatu cara mencapai tujuan
nasional yakni Briand-Kellog Pact yang diadakan di Paris tahun 1928 dan
(2) didirikannya Liga Bangsa-Bangsa dengan perjanjian Versailles sesudah Perang
Dunia Pertama dan PBB sesudah Perang Dunia Il.

Mempunyai tujuan yang sama yaitu memperkuat masyarakat internasional dan


memajukan kesejahteraan mat manusia yang terdiri dari berbagai bangsa dengan
meniadakan perang sebagai sumber kesengsaraan.

Dikemukakan bahwa hukum internasional modern sebagai suatu sistem hukum


merupak an warisan kebudayaan Eropa Barat dan terutama bersendikan asas etika
Kristen, Pada masa itu hubungan negara-negara Eropa Barat dengan dunia di luarnya
terbatas pada hubungan diplomatik dan hubungan di bidang tertentu yang diatur
dengan perjanjian bilateral. Keadian in berakhir dengan diterimanya Turki menjadi
anggota "Konzert Eropa" pada tahun 1856 dan dipercepat lagi dengan diakuinya
Jepang sebagai suatu kekuatan dunia sejak hubungannya atas Rusia pada tahun 1905
yang disusul oleh Tiongkok, Afghanistan dan Iran kedalam masyarakat pergaulan
dunia atas dasar persamaan derajat.

Di bagian lain dunia, asas dan sistem hukum dunia Barat diperkenalkan dengan
pelbagai cara. Asas dan sistem hukum Inggris yang berlaku di daerah jajahannya di
Benua Amerika bagian Utara, berkembang menjadi sistem hukum Amerika (Serikat)
setelah tiga belas jajahannya di sana memproklamirkan kemerdekaannya, sedangkan
asas dan sistem hukum yang dibawa orang Spanyol dan Portugis ke Amerika Selatan
dan Tengah merupakan dasar bagi sistem hukum nasional negara-negara Amerika
Latin, Asia dan Afrika asas dan sistem hukum Barat dibawa ole negara-negara Etopa
seperti Portugal, Spanyol, Inggris, Perancis dan Belanda dan dimasukkan ke daerah
jajahannya.
Pada umumnya asas dan sistem hukum Barat dikenal dan berlaku di bidang
kehidupan masyarakat yang terpenting. Perkembangan di atas mendahului apa yang
kemudian terjadi dan dapat dikatakan mencirikan tahap ketiga dalam pertumbuhan
masyarakat internasional yakni emansipasi politik negara-negara terjajah ke dalam
masyarakat internasional sebagai negara-negara yang merdeka da sama derajatnya.

B. Pembedaan Ruang Lingkup Di Dalam Hukum Internasional Private dan Hukum


Internasional Publik
Keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat keperdataan.

I. Hukum Internasional Private


Keseluruhan kaedah dan azas hukum yang mengatur hubungan perdata
dimana para pelakunya merupakan individu/badan hukum yang melintasi
negara.

II. Yang Di Pelajari Dalam Ruang Lingkup Hukum Internasional Publik


- Hukum Perjanjian Internasional
- Hukum Organisasi Internasional
- Hukum Pidana Internasional
- Hukum HAM Internasional
- Hukum Pengungsi Internasional
- Hukum Laut Internasional
- Hukum Humaniter
- Hukum Diplomatik & Konsuler
- Hukum Udara & R. Angkasa

C. Ruang Lingkup Hukum Internasional


Kiranya dapat dikemukakan mengenai materi hukum internasional, yaitu meliputi
prinsip-prinsip dan peraturan hukum yang:
1. Berkenaan dengan negara, atau negara-negara, misalnya mengenai kualifikasi
negara, terbentuknya negara, lenyapnya negara, hak-hak dan kewajiban-kewajiban
negara;
2. Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan atau mengatur
persoalan-persoalan mengenai garis batas wilayah antara dua negara/lebih,
penyelenggaraan hubungan diplomatik, hubungan konsuler;
3. Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-
fungsi organisasi atau lembaga internasional, misalnya berbagai statuta atau
piagam organisasi internasional;
4. Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur persoalan-
persoalan mengenai hubungan antara organisasi internasional dengan organisasi
internasional, misalnya perjanjian antara MEE dengan ASEAN dalam bidang
perdagangan;
5. Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan individu
dan subjek hukum bukan negara, sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban
mereka itu menyangkut masalah masyarakat internasional, seperti misalnya
tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi manusia seperti yang telah
dituangkan dalam berbagai konvensi dan deklarasi internasional, prinsip-prinsip
dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang status dan kedudukan
pengungsi wilayah perwalian, organisasi-organisasi pembebasan, kelompok
pembebasan;
6. Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur persoalan antara
organisasi internasional dengan individu, antara organisasi internasional dengan
subjek hukum bukan negara, antara negara dengan subjek hukum bukan negara
maupun antara subjek hukum bukan negara satu dengan lainnya (Wayan
Parthiana, 1990:5-6)

Anda mungkin juga menyukai