Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nurul Huda Ngainul Yakin

NIM : 11000120120119
Kelas : Hukum Internasional - L
Dosen Pengampu : Peni Susetyorini, S.H., M.H.

Sejarah Hukum Internasional dan Perkembangannya

Jika kita menggunakan istilah hukum internasional sebagai hukum bangsa-bangsa


maka dapat dikatakan sejarah hukum internasional telah tua sekali. Tetapi jika isitilah yang kita
gunakan mengacu pada arti yang lebih sempit yaitu hukum yang mengatur hubungan antara
negara-negara, maka hukum internasional baru berusia beberapa ratus tahun. Hukum
internasioanl modern lahir didasarkan atas negara negara nasional, yang lahir saat
ditandatanganinya perjanjian perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh
Tahun di Eropa.

Sebelum hukum internasional lahir, sejak dahulu telah ada ketentuan-ketentuan hukum
yang mengatur hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa. Dalam lingkungan kebudayaan
India kuno telah ada ketentuan dan lembaha hukum yang mengatur hubungan antar raja-raja
dan suku bangsa-bangsa. Menurut penelitian Bannerjce, pada masa beberapa abad sebelum
masehi, kerajaan-kerajaan India sudah mengadakan hubungan antar raja-raja yang dinamakan
Desa Dharma. Di India terdapat Gautamasutrayang yang berasal dari abad VI sebelum masehi
dan merupakan salah satu karya di bidang hukum tertua teah menyebutkan tentang hukum
kerajaan disamping hukum kasta dan hukum keluarga. Buku Undang-undang Manu (abad
kelima masehi) juga menyebutkan tentang hukum kerajaan. Hukum kerajaan waktu itu tidak
dapat disamakan dengan hukum internasional zaman sekarang karena belum ada pemisahan
antara agama, kemasyarakatan, dan negara.

Lingkungan kebudayaan lain yang telah mengenal hukum internasional adalah


kebudayaan Yahudi. Orang-orang Yahudi sebagaimana terbukti dari buku-buku kuno mereka
antara lain Kitab Perjanjian Lama, sudah mengenal ketentuan mengenai perjanjian perlakuan
orang asing dan cara melakukan perang. Selain Yahudi, terdapat juga Yunani yang hidup dalam
negara-negara kota. Menurut hukum negara-negara kota ini, penduduk digolongkan menjadi 2
golongan, yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (bar-bar).
Masyarakat Yunani sudah mengenal megenai perwasitan (arbitration) dan diplomat yang
sekarang dilaksanakan oleh konsul. Akan tetapi, sumbangan yang paling berharga dari
kebudayaan Yunani adalah konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak
dimana saja dan berasal dari rasio atau akal manusia.

Dari Yunani konsep hukum ala mini di teruskan ke Roma, dan Romalah yang
memperkenalkannya kepada dunia. Kita mengetahui bahwa pelajaran hukum alam ini telah
memainkan peranan penting dalam sejarah hukum internasional dan setelah terdesak untuk
beberapa waktu oleh ajaran kaum positivist mengalami kebangunan kembali (revival) setelah
Perang Dunia II. Hukum internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara
kerajaankerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Hal ini
terlihat mengherankan mengingat bahwa semasa kerajaan Romawi telah dikenal suatu sistem
hukum yang tinggi tingkat perkembangannya. Tidak berkembangnya hukum bangsa-bangsa
disebabkan oleh masyarakat dunia yang merupakan satu imperium yaitu imperium Roma yang
menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi.

Dengan demikian tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan demikian. Meskipun begitu,
hukum Romawi ini sangat penting bagi perkembangan hukum internasional selanjutnya. Selain
pengertian hukum bangsa-bangsa itu sendiri yang berasal dari pengertian ius gentium dalam
bahasa Latin hukum Romawi telah menyumbangkan banyak asas atau konsep yang kemudian
diterima dalam hukum internasional. Konsep hukum Romawi yang berasal dari hukum perdata
kemudian memegang peranan penting dalam hukum internasional ialah konsep seperti
occupation, servitut, dan bona fides. Selain itu, asas pacta sunt servanda juga merupakan
warisan kebudayaan Romawi yang berharga.

Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain
yaitu Kekaisaran Byzantium dan dunia islam. Perdamaian Westphalia dianggap sebagai
peristiwa penting dalam sejarah hukum internasional modern. Hal ini karena Perdamainan
Westphalia telah tercapai hal berikut:

a. Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanian Westphalia telah meneguhkan perubahan


dalam peta bumi politik
b. Mengakhiri selama-lamanya usaha kaisar Romawi yang suci untuk menegakan kembali
Imerium Roma yang suci.
c. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari hubungan kegerejaan
d. Kemerdekaan negara Netherland, Swiss, dan negara-negara kecil di Jermin diakui oleh
Perjanjian Westhpalia.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perjanjian Westphalia telah meletakkan dasar
bagi suatu susnan masyarakat internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu
didasarkan atas negara-negara nasional dan mengenai hakekat negara-negara itu dan
pemerintahannya yaitu pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan serta penganut gereja.
Akan tetapi bukan berarti perjanjian Westphalia merupakan suatu peristiwa yang
mencanangkan suatu zaman baru dalam sejarah masyarakat internasional yang tidak ada
hubungannya dengan masa lampau. Padahal pada kenyataanya, sebelum ada perjanjian
Westphalia telah ada negara-negara nasional seperi 3 negara besar Eropa Barat yakni Inggris,
Perancis dan Spanyol, juga Adapun di pinggiran masyarakat Kristen Eropa seperti Skandinavia
dan Rusia. Dapat dikatakan pula perjanjian Westphalia ini merupakan titik puncak suatu proses
yang telah ada atau telah dimulai pada zaman abad pertengahan.

Ciri dari masyarakat internasional setelah adanya perjanjian Westphalia yaitu sebagai
berikut:

a. Negara-negara merupakan satuan-satuan teritorial yang berdaulat. Setiap negara dalam


batas wilayahnya mempunyai kekuasaan tertinggi yang ekslusif.
b. Hubungan-hubungan nasional satu dengan yang lain didasarkan atas kemerdekaan dan
persamaan derajat.
c. Masyarakat negara tidak mengakui kekuasaan atas mereka seperti kaisar pada zaman
abad pertengahan atau paus sebagai kepala gereja.
d. Hubungan antarnegara didasarkan atas hukum yang banyak mengambil oper pengertian
Lembaga hukum Romawi.
e. Negara-negara mengakui adanya hukum internasional sebagai hukum yang mengatur
hubungan antara negara.
f. Tidak adanya mahkamah (internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk
memaksakan ditaatinya ketnetuan hukum internasional
g. Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keamanan beralih dari
anggapan mengenai doktrin belum justum sebagai ajaran perang suci ke arah ajaran
yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan di samping
represaille dalam penyelesaian sengketa untuk mencapai tujuan kepentingan nasional

Dasar-dasar yang diletakkan dalam perjanjian Westphalia diperteguh lagi dalam


perjanjian Utercht yang menerima asas keseimbangan kekuatan dalam politik internasional.
Adanya ajaran hukum alam dalam ajaran hukum internasional yang telah disekulerkan
sebagaimana diajrakan oleh Hugo Grotius memenuhi suatu kebutuhan yang sangat dirasakan
pada waktu itu. Ajaran Hugo Grotius menarik karena ia memberikan tempat yang penting
kepada negara-negara nasional. Maka tak heran jika beliau dijuluki sebagai bapak hukum
internasional.

Masyarakat internasional yang diletakkan dasar-dasarnya dalam Perjanjian Westphalia


terus bertambah kuat dan ternyata sanggup mengatasi berbagai kejadian penting di bidang
politik pada akhir abad XVII dan selama abad XIX yaitu Revolusi Prancis dan Amerika dan
usaha-usaha negara-negara besar untuk mengambil keagamaan dan kekuasaan dari kerajaan-
kerajaan besar di Eropa. Ada beberapa kejadian penting dilihat dari sudut pandang
perkembangan hukum Internasional yaitu

a. Konferensi Perdamaian tahun 1856


b. Konferensi Jenewa tahun 1864
c. Konferensi Den Haag tahun 1899

Konferensi Den Haag 1899 disusul konferensi berikutnya tahun 1907 yang banyak
menghasilkan konvensi-konvensi internasional. Perjanjian perdamaian Den Haag 1898 dan
tahun 1907 juga membentuk Mahkamah Arbitrase Permanen. Konferensi perdamaian Den
Haag tahun 1907 telah menghasilkan tiga hal penting: yaitu Pertama Negara sebagai kesatuan
politik teritorial yang terutama didasarkan atas kebangsaan bukan lagi kerajaan dengan wajah
baru. Kedua diadakannya berbagai konferensi untuk melakukan perjanjian-perjanjian
internasional yang bersifat umum dan meletakkan kaidah hukum yang berlaku secara universal.
Ketiga dibentuknya Mahkamah internasional Arbitrase Permanen, dengan terbentuknya
Mahkamah Arbitrase dihidupkan kembali suatu Lembaga penyelesaian pertikaian antara
bangsa-bangsa. Dan yang terakhir dibentuknya Mahkamah Intemasional tahun 1921.

Pada masa sesudah perjanjian Perdamaian Den Haag Tahun 1907 yang dinamakan
masa konsolidasi masyarakat internasional modern, telah terjadi pula beberapa kejadian yang
penting bagi perkembangan hukum internasional yaitu

a. Diadakannya Perjanjian Melarang Perang sebagai suatu cara mencapai tujuan nasional
yakni Briand Kellog Pact yang diadakan di Paris tahun 1928
b. Didirikannya Liga Bangsa-bangsa dengan perjanjian Versailles sesudah Perang Dunia
pertama dan PBB sesudah Perang Dunia II. Apabila Perjanjian Briad Kellog tahun 1928
mengenai larangan perang masih dapat kita anggap langkah konsolidasi dalam
perkembangan masyarakat intemasional dalam arti masyarakat antarnegara,
pembentukan Liga Bangsa Bangsa pada tahun 1919 dan PBB pada tahun 1945
merupakan perkembangan yang membuka satu dimensi baru dalam kehidupan
masyarakat internasional.

Dalam tujuannya tidak terdapat pertentangan antara yang satu dengan yang lain. Baik
Perjanjian Briand-kellog untuk melarang peperangan maupun tujuan Liga Bangsa Bangsa dan
PBB untuk menjamin perdamaian mempunyai tujuan yang sama yaitu memperkuat masyarakat
internasional dan memajukan kesejahteraan umat manusia yang terdiri dari berbagai bangsa
dengan meniadakan perang sebagai sumber kesengsaraan. Namun, dalam usaha mencapai
tujuan bersama itu cara yang dipergunakan berlainan. Kedua organisasi intemasional ini telah
menambah satu dimensi baru pada masyarakat internasional modem yang sangat besar artinya
dalam perkembangan masyarakat internasional yaitu fenomena organisasi atau lembaga
internasional yang melintasi batas-batas negara dan mempunyai wewenang dan tugas di
samping dan kadang kadang di atas kekuasaan negara-negara nasional.

Di samping semua perkembangan yang telah dilukiskan tadi yang penting bagi
pertumbuhan masyarakat hukum internasional dilihat dari sudut institusional, ada pula suatu
perkembangan lain yang tidak kurang penting artinya, yaitu diterimanya sistem dan asas hukum
Barat bagi bidang kehidupan yang luar (kodifikasi hukum perdata dan pidana), di negara-
negara bukan Eropa yang tidak terjajah seperti di Turki, Jepang dan Tiongkok terjadi pula pada
masa ini. Di bagian lain dunia, asas dan sistem hukum dunia Barat diperkenalkan dengan
berbagai cara. Asas dan sistem hukum Inggris yang berlaku d daerah jajahannya di Benua
Amerika bagian Utara, berkembang menjadi sistem hukum Amerika (Serikal setelah tiga belas
jajahannya di sana memproklamirkan kemerdekaannya, sedangkan asas dan sistem hukum
yang dibawa orang Spanyol dan Portugis ke Amerika Selatan dan Tengah merupakan dasar
bagi sistem hukum nasional negara-negara Amerika Latin yang kemudian timbul di bagian
dunia itu.

Di bagian lain dunia, di Asia dan afrika asas dan sistem hukum Barat dibawa oleh
negara-negara Eropa seperti Portugal, Spanyol, Inggris, Perancis dan Belanda dan dimasukkan
ke daerah jajahannya. Cara pemasukan dan penanaman asas dan sistem hukum Barat dilakukan
dengan cara yang berbeda apabila dilihat dalam hubungannya dengan hukum penduduk bumi-
putera yang berlaku, berdasarkan politik hukum yang berlainan satu sama lain. Semua kejadian
atau kenyataan sejarah di atas, telah membantu meluaskan asas dan sistem hukum, yang mula-
mula berkembang di kontinen Eropa dan kepulauan Inggris ke seluruh penjuru dunia. Dapatlah
dikatakan bahwa karena kejadian sejarah yang dituturkan di atas, asas dan sistem hukum Barat
kini telah menjadi milik masyarakat manusia di seluruh dunia atau setidak tidaknya, seperti
juga teknologi, arsitektur, ilmu kedokteran dan aspek lain kehidupan manusia modem, telah
umum di kenal di seluruh dunia

Referensi:

Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R Agoes. 2019. Pengantar Hukum Internasional. Bandung:
PT Alumni

Anda mungkin juga menyukai