1. Latar Belakang
Perkembangan peradilan dan pengadilan HAM tidak terlepas dari
pemahaman terhadap hukum pidana internasional (international criminal law),
yang merupakan hukum yang banyak berkaitan dengan pengaturan tentang
kejahatan internasional (international crimes). Dengan demikian sebenarnya
dapat dikatakan bahwa hukum pidana internasional mencakup dua dimensi
pemahaman yaitu "the penal aspects of international law" di satu pihak termasuk
hukum yang melindungi korban konflik bersenjata (international humanitarian
law) dan di lain pihak merupakan "the international aspects of national criminal
law". (Kittichaisaree, 2001).
Pemikiran untuk mengadili individu yang telah melakukan kejahatan HAM
berat dan kekejaman dalam konflik bersenjata sebenarnya sudah dikenal sejak
lama bahkan sejak zaman Yunani kuno. Semula hal ini dilandasi oleh pelbagai
pemikiran yang bersumber pada standar nilai dan norma kemanusiaan yang
berakar pada filsafat dan agama. Pada tahun 1474 hukuman mati dan
pencoretan sebagai pangeran bahkan oleh suatu tribunal yang terdiri atas 28
hakim, telah dijatuhkan pada Sir Peter von Hagenbach di Breisach, Austria, yang
diadili atas dasar kekejaman (pembunuhan, perkosaan, memberi keterangan
palsu, dan kejahatan lain terhadap 'laws of God and man') yang dilakukan
terhadap penduduk sipil dalam rangka mencoba memaksa mereka agar tunduk
pada kekuasaan Duke Charles di Burgundy. Begitu pula yang terjadi di Amerika
pada saat perang saudara, Abraham Lincoln telah melarang perilaku tidak
manusiawi dan mengancam dengan sanksi berat, termasuk pidana mati
terhadap pelakunya. (Schabas, 2001).
Pada akhir abad 19 di Crete, dua pengadilan militer menuntut dan
mengadili
individuindividu
terhadap
kejahatan
terhadap
kemanusiaan
pribadi, hak dan kehormatan keluarga serta keyakinan agama. Baik penduduk
maupun pihak yang berperang tetap harus mendapatkan perlindungan atas
dasar asas-asas hukum internasional yang berlaku sebagai kebiasaan di
masyarakat beradab, hukum kemanusian dan hati nurani. Konvensi tersebut
tidak terarah pada kewajiban dan tugas-tugas Negara, dan tidak dimaksudkan
untuk mengatur pertanggungjawaban pidana secara individual.
Perkembangan
untuk
merumuskan
kejahatan
perang
yang
bisa
mengadili
siapa
saja
yang
didakwa
melakukan
termasuk para korban dan keluarga. Kedua, Negara yang telah meratifikasi
Statuta Roma dapat meminta Jaksa Penuntut untuk menginvestigasi sebuah
situasi dimana satu atau lebih kejahatan telah terjadi. Ketiga, Dewan Keamanan
PBB dapat meminta Pengadilan untuk menginvestigasi situasi dimana satu atau
lebih kejahatan telah dilakukan.
Sudan, atau yang memiliki nama resmi Republik Sudan, adalah salah
satu negara yang terletak di Afrika Utara (Afrika Timur Laut) sekaligus merupakan
negara terbesar di Afrika . Tahun 1956 setelah merdeka dari Mesir dan Inggris,
Sudan tidak pernah menikmati stabilitas politik dan terus diguncang perang
saudara selama empat dekade terakhir. Jutaan orang tewas karena perang dan
kelaparan dan jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal mereka. Awalnya, konflik
disebabkan oleh faktor agama karena Islam fundamentalis yang diterapkan oleh
pemerintah pusat ditentang oleh penduduk selatan yang mayoritas Kristen dan
3
gencatan
senjata.
Konflik
yang
berkembang
tidak
hanya
berlangsung antara pemerintah dan SPLM tetapi juga melibatkan konflik antar
penduduk muslim di Darfur. Krisis Darfur dimulai pada Februari 2003, ketika dua
kelompok pemberontak muncul dan menyerang pemerintahan the National
Islamic Front (NIF) akibat diskriminasi Arab-Non Arab . The Sudan Liberation
Army (SLA) dan the Justice and Equality Movement (JEM) mengklaim bahwa
pemerintah Sudan mendiskriminasi muslim Afrika di Darfur dan sebaliknya,
4
pemerintah Sudan menganggap SLA and JEM sebagai teroris. Konflik yang
dulunya merupakan konflik agama kini berubah menjadi konflik ras antara
kelompok etnis Fur, Zaghawa, dan Massaleit yang banyak didukung kekuatan
lokal dan luar negeri serta Teluk Persia, melawan etnis Arab. Gesekan makin
terjadi ketika etnis mayoritas nomaden Arab memasuki wilayah pemukiman
Darfur untuk mendapatkan air bersih dan rumput untuk menggembalakan ternak.
Apalagi pemerintahan Sudan melakukan teror pada penduduk sipil untuk
menumpas pemberontak dan pendukungnya.
2. Rumusan Masalah
Adapun pokok masalah yang bisa ditarik dari latarabelakang yang telah
dijelaskan yaitu :
1. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan 300.000 orang terbantai
dan 2,5 juta warga mengungsi dalam konflik antara pemberontak lokal dengan
tentara dan milisi dukungan pemerintah di Darfur sejak 2004.
2. Sudan tidak mengikuti aturan ICC karena kemungkinan besar al-Bashir
memberanikan diri hadir di KTT Liga Arab tersebut karena Qatar tidak
menandatangani Piagam ICC.
3. Kekayaan sumber minyak di sudan yang diperebutkan oleh pihak asing.
4. Mencegah bangkitnya kekuatan Islam.
3. Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan pada ICC masih mengggunakan statuta
Roma dan Pasal-Pasal yang ada didalamnya antara lain :
A. Kejahatan yang Termasuk dalam Jurisdiksi Mahkamah (Pasal 5)
1. Jurisdiksi
Mahkamah
terbatas
pada
kejahatan
paling
serius
yang
sebagai
tidak
diizinkan
berdasarkan
hukum
internasional,
yang
9
berhubungan dengan setiap perbuatan yang dimaksud dalam ayat ini atau setiap
kejahatan yang berada dalam jurisdiksi Mahkamah;
(i) Penghilangan paksa;
(j) Kejahatan apartheid;
(k) Perbuatan tak manusiawi lain dengan sifat sama yang secara sengaja
menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau mental
atau kesehatan fisik.
2. Untuk keperluan ayat 1:
(a) Serangan yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil berarti
serangkaian perbuatan yang mencakup pelaksanaan berganda dari perbuatan
yang dimaksud dalam ayat 1 terhadap kelompok penduduk sipil, sesuai dengan
atau sebagai kelanjutan dari kebijakan Negara atau organisasi untuk melakukan
serangan tersebut;
(b) Pemusnahan mencakup ditimbulkannya secara sengaja pada kondisi
kehidupan, antara lain dihilangkannya akses kepada pangan dan obat-obatan,
yang diperhitungkan akan membawa kehancuran terhadap sebagian penduduk.
(c) Perbudakan berarti pelaksanaan dari setiap atau semua kekuasaan yang
melekat pada hak kepemilikan atas seseorang dan termasuk dilaksanakannya
kekuasaan tersebut dalam perdagangan manusia, khususnya orang perempuan
dan anak-anak;
(d) Deportasi atau pemindahan penduduk secara paksa berarti perpindahan
orang-orang yang bersangkutan secara paksa dengan pengusiran atau
perbuatan pemaksaan lainnya dari daerah di mana mereka hidup secara sah,
tanpa alasan yang diperbolehkan berdasarkan hukum internasional;
(e) Penyiksaan berarti ditimbulkannya secara sengaja rasa sakit atau
penderitaan yang hebat, baik fisik atupun mental, terhadap seseorang yang
ditahan atau dibawah penguasaan tertuduh; kecuali kalau siksaan itu tidak
termasuk rasa sakit atau penderitaan yang timbul hanya dari, yang melekat pada
atau sebagai akibat dari, sanksi yang sah;
(f) Penghamilan paksa berarti penahanan tidak sah, terhadap seorang
perempuan yang secara paksa dibuat hamil, dengan maksud mempengaruhi
komposisi etnis dari suatu kelompok penduduk atau melaksanakan suatu
pelanggaran berat terhadap hukum internasional. Definisi ini betapapun juga
tidak dapat ditafsirkan sebagai mempengaruhi hukum nasional yang berkaitan
dengan kehamilan;
10
(g) Penganiayaan berarti perampasan secara sengaja dan kejam terhadap hakhak dasar yang bertentangan dengan hukum internasional dengan alasan
identitas kelompok atau kolektivitas tersebut;
(h) Kejahatan apartheid berarti perbuatan tidak manusiawi dengan sifat yang
sama dengan sifat-sifat yang disebutkan dalam ayat 1, yang dilakukan dalam
konteks suatu rezim kelembagaan berupa penindasan dan dominasi sistematik
oleh satu kelompok rasial atas suatu kelompok atau kelompok-kelompok ras lain
dan dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan rezim itu.
(i) Penghilangan paksa berarti penangkapan, penahanan atau penyekapan
orangorang
oleh, atau dengan kewenangan, dukungan atau persetujuan diam-diam dari,
suatu Negara atau suatu organisasi politik, yang diikuti oleh penolakan untuk
mengakui perampasan kebebasan itu atau untuk memberi informasi tentang
nasib
atau
keberadaan
orang-orang
tersebut,
dengan
maksud
untuk
memindahkan mereka dari perlindungan hukum untuk suatu kurun waktu yang
lama.
3. Untuk keperluan Statuta ini, dimengerti bahwa istilah gender mengacu
kepada dua jenis kelamin, lelaki dan perempuan, dalam konteks masyarakat.
Istilah gender tidak memperlihatkan suatu arti yang berbeda dengan yang di
atas.
Pasal 8
Kejahatan Perang
1.
2.
yang
dilindungi
berdasarkan
ketentuan
Konvensi
Jenewa
yang
bersangkutan:
(i) Pembunuhan yang dilakukan dengan sadar;
(ii) Penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi, termasuk percobaan biologis;
(iii) Secara sadar menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius terhadap
badan atau kesehatan;
11
(iv) Perusakan meluas dan perampasan hak-milik, yang tidak dibenarkan oleh
kebutuhan militer dan dilakukan secara tidak sah dan tanpa alasan;
(v) Memaksa seorang tawanan perang atau orang lain yang dilindungi untuk
berdinas dalam pasukan dari suatu Angkatan Perang lawan;
(vi) Secara sadar merampas hak-hak seorang tawanan perang atau orang lain
yang dilindungi atas pengadilan yang jujur dan adil;
(vii) Deportasi tidak sah atau pemindahan atau penahanan tidak sah;
(viii) Menahan sandera.
(b) Pelanggaran serius lain terhadap hukum dan kebiasaan yang dapat
diterapkan dalam sengketa bersenjata internasional, dalam rangka hukum
internasional yang ditetapkan, yaitu salah satu perbuatan-perbuatan berikut ini:
(i) Secara sengaja melancarkan serangan terhadap sekelompok penduduk sipil
atau terhadap setiap orang sipil yang tidak ikut serta secara langsung dalam
pertikaian itu;
(ii) Secara sengaja melakukan serangan terhadap objek-objek sipil, yaitu,
objek yang bukan merupakan sasaran militer;
(iii) Secara sengaja melakukan serangan terhadap personil, instalasi, material,
satuan atau kendaraan yang terlibat dalam suatu bantuan kemanusiaan atau
misi penjaga perdamaian sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,
sejauh bahwa mereka berhak atas perlindungan yang diberikan kepada objekobjek sipil berdasarkan hukum internasional mengenai sengketa bersenjata;
(iv)
Secara
sengaja
melancarkan
suatu
serangan
dengan
mengetahui
Menghancurkan
atau
merampas
hak-milik
lawan
kecuali
kalau
13
(xix) Menggunakan peluru yang melebar atau menjadi rata dengan mudah
didalam badan seseorang, seperti misalnya peluru dengan selongsong keras
yang tidak seluruhnya menutupi intinya atau yang ditusuk dengan torehan;
(xx) Menggunakan senjata, proyektil dan material serta metode peperangan yang
merupakan suatu sifat yang dapat menimbulkan kerugian yang luar biasa besar
atau penderitaan yang tidak perlu atau yang secara hakiki tidak pandang bulu
dengan melanggar hukum internasional mengenai sengketa bersenjata dengan
syarat bahwa senjata, proyektil dan material serta metode peperangan tersebut
merupakan masalah pokok dari suatularangan menyeluruh dan dimasukkan
dalam lampiran kepada Statuta ini,dan dengan amendemen yang sesuai dengan
ketentuan-ketentuan relevan yang diatur dalam pasal 121 dan 123;
(xxi) Melakukan kebiadaban terhadap martabat pribadi, terutama perlakuan yang
mempermalukan dan merendahkan martabat manusia;
(xxii) Melakukan perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi,
kehamilan paksa, sebagaimana didefinisikan dalam pasal 7, ayat 2(f), sterilisasi
yang dipaksakan, atau suatu bentuk kekerasan seksual lain yang juga
merupakan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa;
(xxiii) Menggunakan kehadiran seorang sipil dan orang lain yang dilindungi untuk
menjadikan beberapa tempat, daerah atau pasukan militer tertentu kebal
terhadap operasi militer;
(xxiv) Secara sengaja menujukan serangan terhadap gedung, material, satuan
dan angkutan serta personil medis yang menggunakan lencana yang jelas dari
Konvensi Jenewa sesuai dengan hukum internasional;
(xxv) Secara sengaja menggunakan kelaparan orang-orang sipil sebagai suatu
metode peperangan dengan memisahkan mereka dari objek-objek yang sangat
penting bagi kelangsungan hidup mereka, termasuk secara sadar menghambat
pengiriman bantuan sebagaimana ditetapkan berdasarkan Konvensi Jenewa;
(xxvi) Menetapkan wajib militer atau mendaftar anak-anak di bawah umur lima
belas tahun ke dalam angkatan bersenjata nasional atau menggunakan mereka
untuk berpartisipasi secara aktif dalam pertikaian.
(c) Dalam hal suatu sengketa bersenjata yang bukan merupakan suatu
persoalan internasional, pelanggaran serius terhadap pasal 3 yang umum bagi
empat Konvensi Jenewa tertanggal 12 Agustus 1949, yaitu, salah satu dari
perbuatan berikut ini yang dilakukan terhadap orang-orang yang tidak ambil
bagian aktif dalam pertikaian, termasuk para anggota angkatan bersenjata yang
14
15
3. Tidak ada dalam ayat 2(c) dan (d) akan mempengaruhi tanggung jawab suatu
Pemerintah untuk mempertahankan atau menetapkan kembali hukum dan
ketertiban dalam Negara atau untuk mempertahankan kesatuan dan integritas
teritorial dari Negara tersebut, dengan semua sarana yang sah.
B. ICC sebagai Order
Analisis mengenai order yang digunakan untuk membedah fenomena
pembentukan ICC merupakan hasil pemikiran dan pengembangan dari Hedley
Bull, seorang
ICC dalam
masyarakat
internasional
adalah sebagai
international order. Hal ini terlihat dari tujuan dari international order, yaitu
mewujudkan tujuan-tujuan dari masyarakat internasional yang bersifat mendasar,
utama dan universal terdiri dari menjaga rasa aman para anggotanya dari
kekerasan
yang
sewenang-wenang
dengan
membatasi
kekerasan
sendiri
aturan-aturan
(rules)
yang
mengikat
mereka
dalam
berhubungan antara satu dengan yang lain. Dalam kasus ini, pembentukan ICC
adalah order dalam masyarakat internasional.
ICC dianggap sebagai sebuah order karena dibentuk oleh masyarakat
internasional. Tujuannya, sebagai sarana penegakan hukum internasional dan
penghormatan terhadap HAM serta pencegahan praktek impunity terhadap
pelanggaran HAM berat oleh aktor negara-bangsa.
Common interest atau tujuan bersama sehingga negara-negara dunia
membentuk sebuah masyarakat internasional untuk membahas permasalahan
yang menjadi concern mereka, dalam hal ini adalah penegakan hukum
17
19
20
21
langsung
dengan
Teluk
Persia.
Apalagi berbagai data telah menunjukkan potensi eksplorasi minyak Sudan yang
luar biasa. Produksi minyak Sudan mendapat prioritas eksploitasi the Western
Upper Nile (WUN), yang diprediksikan mengandung cadangan 600 juta-1 miliar
barrel.Produksi tiap harinya mencapai 230.000-250.000 barrel tiap harinya . Dari
data US Energy Information Administration, produksi minyak Sudan mencapai
98.523 ribu barrel tiap tahunnya dan menempati peringkat 35 negara penghasil
minyak terbesar dunia. Saya pribadi cenderung pesimis dengan perdamaian
Sudan. Selama negara ini masih menjadi arena perebutan kekuasaan negaranegara industri, perdamaian Sudan akan sulit untuk diwujudkan.
22
4. Analisa Masalah;
j.
n. Pencegahan
perlakuan/penghukuman
lain
yang
kejam,
tidak
korban
dan
lain-lain.jangan
sampai
ini
merupakan
23
saluran
diplomatik
kami
untuk
mendapatkan
utusan
Sudan
di
Liga
Arab,
Abdul
Moneim
sipil
dan
upaya
peacekeeping.
yang
mengusahakan
kooperasi
dan
perkembangan-
24
Krisis
Sudan
Terhadap
Keamanan
Regional
dan
Internasional
Krisis Sudan telah mempengaruhi keamanan wilayah tetangganya,
baik langsung maupun tak langsung. Saat konflik berlangsung,
gerakan para pemberontak juga mengancam keamanan daerah
perbatasan seperti Kenya, Mesir, Ethiopia, Uganda, Chad dan Libya
serta menjadikan daerah-daerah itu rawan serangan teroris dan
perdagangan senjata ilegal. Seperti yang dijelaskan dalam trickle
down effect, bila ada satu negara dalam regional yang bergolak maka
keamanan seluruh region itu pun juga tidak stabil. Negara-negara
inilah yang kemudian melakukan operasi pengawasan gencatan
senjata di di wilayah selatan atas nama African Union. Selain
menimbulkan
masalah
keamanan,
pengungsi
Sudan
juga
sementara.
Laporan
PBB
pada
tahun
2005
J.R,1993,An
Introduction
to
Political
Geography,London:Routledge
Gearid
and
Dalby,
Simon
(eds),2008,Rethinking
Geopolitics,London:Routledge
27