Anda di halaman 1dari 4

A.

B. Humanisasi Perang
1) Asal-usul hukum humaniter
Hukum Humaniter Internasional yang dahulu dikenal sebagai Hukum Perang
atau Hukum Sengketa Bersenjata adalah sebagai salah satu cabang dari
Hukum Internasional Publik. Hukum ini memiliki usia sejarah yang sama tua
nya dengan peradaban umat manusia. Pada dasarnya segala peraturan tentang
perang terdapat dalam pengaturan tentang tingkah laku, moral dan agama.
Masing-masing agama seperti Buddha, Konfusius, Yahudi, Kristen dan juga
Islam memuat segala aturan mengenai hal yang bersangkutan dengan ketiga
hal diatas. Bahkan di setiap peradaban yang pernah ada, ketentuan-ketentuan
ini sudah ada.
Peradaban bangsa Romawi mengenal konsep perang yang adil (just war). Jean
Jacques Rosseau mengatakan bahwa perang harus berlandaskan pada moral.
Hal ini sesuai dengan apa yang terdapat dalam buku nya yang berjudul The
Social Contract. Inilah yang kemudian menjadi konsep dari Hukum Humaniter
Internasional. Lalu pada abad ke 19, landasan yang diberikan oleh J.J Rosseau
ini kemudian diikuti oleh Henry Dunant yang tak lain adalah initiator
organisasi Palang Merah. Pada akhirnya, negara-negara membuat suatu
kesepakatan tentang peraturan-peraturan internasional yang bertujuan untuk
menghindari penderitaan sebagai akibat dari perang. Peraturan-peraturan yang
diciptakan dibuat dalam suatu Konvensi, dan disetujui untuk dipatuhi bersama.
Sejak saat itu, terjadi perubahan dari sifat pertikaian bersenjata dan daya
merusak yang disebabkan dari penggunaan senjata modern. Pada akhirnya
menyadarkan perlunya suatu perbaikan serta perluasan Hukum Humaniter.
Upaya-upaya tersebut dapat dibagi dalam tahapan-tahapan perkembangan
hukum humaniter, yang terdiri atas:
a) Zaman Kuno
Pada masa ini perang tidak memberi kesan yang mengerikan bagi para
pihak yang berperang serta orang-orang yang berada di daerah
peperangan. Karena di masa ini, seluruh pemimpin militer memberi
perintah kepada para pasukan untuk menyelamatkan musuh yang
tertangkap, memperlakukan setiap mereka dengan baik,
menyelamatkan penduduk sipil dari pihak musuh. Saat waktu
penghentian konflik, para pihak yang bersengketa membuat suatu
kesepakatan yang mengharuskan mereka untuk memperlakukan
tawanan perang dengan baik.
Pada masa ini juga membiasakan untuk memberi peringatan terlebih
dahulu kepada pihak musuk sebelum perang dimulai. Untuk
menghindari luka yang yang berlebihan maka ujung panah dilarang
untuk diarahkan ke hati. Bila ada yang terbunuh atau terluka, maka
peperangan wajib diberhentikan selama 15 hari. Seiring berjalannya
waktu, upaya-upaya tersebut tetap berkembang dan tentunya
mengalami perubahan sedikit demi sedikit.
b) Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan, ajaran dari agama Kristen, Islam dan prinsip
ksatria sudah mulai mempengaruhi eksistensi dari hukum humaniter.
Oleh agama Kristen, hukum humaniter mendapat pengaruh berupa
konsep “perang yang adil” atau just war. Sedangkan oleh agama Islam,
hukum humaniter mendapat pengaruh berupa pandangan bahwa perang
sebagai sarana pembelaan diri dan menghapuskan kemungkaran.
Ajaran Islam tentang tentang perang dapat dilihat dalam Al Qur’an
surah al Baqarah: 190, 191, al Anfal: 39, at Taubah: 5, al Haj: 39.11
Prinsip ksatria juga turut memberi pengaruhnya kepada hukum
humaniter. Bentuk pengaruh yang diberikan oleh prinsip ini ialah
mengajarkan pentingnya pengumuman perang serta larangan
penggunaan senjata tertentu.
c) Zaman Modern
Zaman modern ditandai dengan praktek-praktek dari berbagai negara
yang kemudian berubah menjadi suatu hukum serta kebiasaan dalam
berperang. Keadaan ini terjadi di abad ke 18 setelah berakhirnya
perang Napoleon sampai kepada pecahnya PD I. Yang menjadi salah
satu tonggak penting dalam sejarah lahirnya serta perkembangan
hukum humaniter ialah berdirinya suatu organisasi kemanusiaan, yaitu
Palang Merah yang di promotori oleh Henry Dunant. Selain berdirinya
organisasi ini, penandatanganan Konvensi Jenewa 1864 juga menjadi
tonggak penting terhadap perkembangan hukum humaniter. Konvensi
Jenewa 1864 merupakan Konvensi mengenai Perbaikan Keadaan
Tentara yang Luka di Medan Perang Darat. Tahun 1864 menjadi titik
lahir untuk mengawali Konvensi-konvensi Jenewa yang berikutnya,
yang berhubungan tentang Perlindungan terhadap Korban Perang.

Pada dasar nya, tujuan dari Hukum Humaniter adalah untuk memberikan
perlindungan kepada mereka yang menderita atau yang menjadi korban dari
perang, baik mereka yang secara nyata dan aktif dalam pertikaian(kombat),
maupun mereka yang tidak turut serta dalam pertikaian (penduduk sipil).
Melihat dari apa yang menjadi tujuan dari salah satu cabang Hukum
Internasional ini adalah menegaskan bahwa setiap terjadi pertikaian
bersenjata; baik yang sifatnya internasional ataupun non internasional,
jatuhnya korban jiwa serta keadaan yang porak poranda tidak dapat
dihindarkan. Hukum Humaniter diciptakan hanya untuk mengatur konflik
bersenjata saja. Tidak untuk mengatur bentuk-bentuk lain dari konflik atau
perang, misalnya konflik ekonomi (economical warfare). Salah satu cabang
dari Hukum Internasional yang bersifat publik ini dulu nya sempat
menimbulkan kebingungan di tengah-tengah masyarakat karenanamanya.
Banyak kalangan yang mengira bahwa Hukum Humaniter merupakan nama
baru dari Hukum Perang.

Untuk menghilangkan keragu-raguan terhadap istilah dari hukum ini, maka


secara tegas istilah yang sesungguhnya dari hukum ini adalah Hukum
Humaniter (International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict).
Istilah yang muncul sebelum adanya penegasan akan hal ini adalah dahulu
disebut Hukum Perang (Laws of War), kemudian berubah menjadi Hukum
Sengketa Bersenjata (Laws of Armed Conflict), dan kemudian diubah untuk
terakhir kali nya menjadi Hukum Humaniter.
2) Kejahatan Perang
Kejahatan perang adalah suatu tindakan pelanggaran, dalam cakupan hukum
internasional, terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa orang, baik
militer maupun sipil. Pelaku kejahatan perang ini disebut penjahat perang.
Setiap pelanggaran hukum perang pada konflik antar bangsa merupakan
kejahatan perang. Pelanggaran yang terjadi pada konflik internal suatu negara,
belum tentu bisa dianggap kejahatan perang.
Kejahatan perang meliputi semua pelanggaran terhadap perlindungan yang
telah ditentukan oleh hukum perang, dan juga mencakup kegagalan untuk
tunduk pada norma prosedur dan aturan pertempuran, seperti menyerang pihak
yang telah mengibarkan bendera putih, atau sebaliknya, menggunakan bendera
perdamaian itu sebagai taktik perang untuk mengecoh pihak lawan sebelum
menyerang.
Perlakuan semena-mena terhadap tawanan perang atau penduduk sipil juga
bisa dianggap sebagai kejahatan perang. Pembunuhan massal dan genosida
kadang dianggap juga sebagai suatu kejahatan perang, walaupun dalam hukum
kemanusiaan internasional, kejahatan-kejahatan ini secara luas dideskripsikan
sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kejahatan perang merupakan bagian penting dalam hukum kemanusiaan
internasional karena biasanya pada kasus kejahatan ini dibutuhkan suatu
pengadilan internasional, seperti pada Pengadilan Nuremberg. Contoh
pengadilan ini pada awal abad ke-21 adalah Pengadilan Kejahatan
Internasional untuk Bekas Yugoslavia dan Pengadilan Kejahatan Internasional
untuk Rwanda, yang dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB berdasarkan pasal
VII Piagam PBB.
Pada 1 Juli 2002, Pengadilan Kejahatan Internasional, yang berbasis di Den
Haag, Belanda, dibentuk untuk mengadili kejahatan perang yang terjadi pada
atau setelah tanggal tersebut. Beberapa negara, terutama Amerika Serikat,
Tiongkok dan Israel, menolak untuk berpartisipasi atau mengizinkan
pengadilan tersebut menindak warga negara mereka.
Beberapa mantan kepala negara dan kepala pemerintahan yang telah diadili
karena kejahatan perang antara lain adalah Karl Dönitz dari Jerman, mantan
Perdana Menteri Hideki Tojo dari Jepang dan mantan Presiden Liberia Charles
Taylor. Pada awal 2006 mantan Presiden Irak Saddam Hussein dan mantan
Presiden Yugoslavia Slobodan Milošević juga diadili karena kejahatan perang.

Keadilan perang kadang dituding lebih berpihak kepada pemenang suatu


peperangan, karena beberapa peristiwa kontroversi tidak atau belum dianggap
sebagai kejahatan perang. Contohnya antara lain perusakan target-target sipil
yang dilakukan Amerika Serikat pada Perang Dunia I dan Perang Dunia II;
penggunaan bom atom terhadap Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia
II; serta pendudukan Timor Timur oleh Indonesia antara tahun 1976 dan 1999.

Anda mungkin juga menyukai