4. Proportionality
5. Jelaskan gambar
Jawab
fl
fl
.
fl
3. Dalam kebudayaan bangsa Hittie, perang dilakukan dengan sangat manusiawi karena hukum
yang mereka miliki didasarkan keadilan serta integritas. Para penduduk yang menyerah tidak
akan diganggu, serta apabila terdapat penduduk yang melakukan perlawanan akan ditindak
tegas
4. Dalam kebudayaan India, para satria dilarang keras untuk membunuh musuh yang cacat atau
yang menyerah. Apabila ada yang luka, maka mereka harus dipulangkan ke tempat tinggal
mereka setelah sebelumnya diobati. Pemakaian senjata yang dapat menusuk hati ataupun
senjata yang beracun dan panah api sangat dilarang
2. Abad Pertengaha
Pada abad pertengahan, ajaran dari agama Kristen, Islam dan prinsip ksatria sudah mulai
mempengaruhi eksistensi dari hukum humaniter. Oleh agama Kristen, hukum humaniter mendapat
pengaruh berupa konsep “perang yang adil” atau just war. Sedangkan oleh agama Islam, hukum
humaniter mendapat pengaruh berupa pandangan bahwa perang sebagai sarana pembelaan diri
dan menghapuskan kemungkaran. Ajaran Islam tentang tentang perang dapat dilihat dalam Al
Qur’an surah al Baqarah: 190, 191, al Anfal: 39, at Taubah: 5, al Haj: 39.11 Prinsip ksatria juga
turut memberi pengaruhnya kepada hukum humaniter. Bentuk pengaruh yang diberikan oleh
prinsip ini ialah mengajarkan pentingnya pengumuman perang serta larangan penggunaan senjata
tertentu
3. Zaman Moder
Zaman modern ditandai dengan praktek-praktek dari berbagai negara yang kemudian berubah
menjadi suatu hukum serta kebiasaan dalam berperang. Keadaan ini terjadi di abad ke 18 setelah
berakhirnya perang Napoleon sampai kepada pecahnya PD I. Yang menjadi salah satu tonggak
penting dalam sejarah lahirnya serta perkembangan hukum humaniter ialah berdirinya suatu
organisasi kemanusiaan, yaitu Palang Merah yang di promotori oleh Henry Dunant. Selain
berdirinya organisasi ini, penandatanganan Konvensi Jenewa 1864 juga menjadi tonggak penting
terhadap perkembangan hukum humaniter. Konvensi Jenewa 1864 merupakan Konvensi
mengenai Perbaikan Keadaan Tentara yang Luka di Medan Perang Darat. Tahun 1864 menjadi titik
lahir untuk mengawali Konvensi-konvensi Jenewa yang berikutnya, yang berhubungan tentang
Perlindungan terhadap Korban Perang
Pada dasar nya, tujuan dari Hukum Humaniter adalah untuk memberikan perlindungan kepada
mereka yang menderita atau yang menjadi korban dari perang, baik mereka yang secara nyata
dan aktif dalam pertikaian(kombat), maupun mereka yang tidak turut serta dalam pertikaian
(penduduk sipil). Melihat dari apa yang menjadi tujuan dari salah satu cabang Hukum Internasional
ini adalah menegaskan bahwa setiap terjadi pertikaian bersenjata; baik yang sifatnya internasional
ataupun non internasional, jatuhnya korban jiwa serta keadaan yang porak poranda tidak dapat
dihindarkan. Hukum Humaniter diciptakan hanya untuk mengatur kon ik bersenjata saja. Tidak
untuk mengatur bentuk-bentuk lain dari kon ik atau perang, misalnya kon ik ekonomi (economical
warfare). Salah satu cabang dari Hukum Internasional yang bersifat publik ini dulu nya sempat
menimbulkan kebingungan di tengah-tengah masyarakat karenanamanya. Banyak kalangan yang
mengira bahwa Hukum Humaniter merupakan nama baru dari Hukum Perang
Untuk menghilangkan keragu-raguan terhadap istilah dari hukum ini, maka secara tegas istilah
yang sesungguhnya dari hukum ini adalah Hukum Humaniter (International Humanitarian Law
Applicable in Armed Con ict). Istilah yang muncul sebelum adanya penegasan akan hal ini adalah
dahulu disebut Hukum Perang (Laws of War), kemudian berubah menjadi Hukum Sengketa
Bersenjata (Laws of Armed Con ict), dan kemudian diubah untuk terakhir kali nya menjadi Hukum
Humaniter
fl
fl
.
fl
.
fl
fl
.
Jus ad bellum membahas mengenai tentang waktu pelaksanaan perang atau mengatur tentang
hal bagaimana suatu Negara dibenarkan untuk melakukan kekerasan bersenjata atau berperang.
Sedangkan Jus in bello membahas mengenai ketentuan-ketentuan atau hukum yang berlaku
dalam perang, yang diatur dalam sumber-sumber hukum humaniter. Ketentuan dalam Jus in bello
dijabarkan lagi dalam 2 (dua) ketentuan lagi, yakni
1. Ketentuan megenai tata cara dilakukannya perang (conduct of war) dan alat-alat yang
dibenarkan dipakai untuk berperang. Ketentuan ini secara umum disebut sebagai Hukum Den
Haag atau The Hague Laws yang terdapat dalam Konvensi-konvensi Den Haag tahun 190
2. Ketentuan yang mengatur tentang perlindungan terhadap orang-orang yang menjadi korban
perang baik itu yang tergolong kombatan dan penduduk sipil. Ketentuan ini lazimnya dikenal
sebagai Hukum Jenewa atau The Geneva Laws yang tercantum dalam Konvensikonvensi
Jenewa tahun 1949