BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
cara untuk dapat hidup berdampingan secara damai dan adil di dalam lingkup
kehidupan yang dimiliki oleh masyarakat internasional. Salah satu cara, yaitu
orang dengan berbagai latar belakang. HAM merupakan sesuatu yang dimiliki
secara mutlak oleh manusia sebagai subjek hukum dan terhadap sesuatu yang
kebebasan dan kewenangan mutlak untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang
tidak melanggar HAM yang dimiliki oleh orang lain. 1 Untuk melindungi HAM
HAM internasional, yaitu Deklrasi Universal HAM yang disahkan pada tahun
perbedaan konseptual yang keras antara perdamaian dan perang. Dari hal tersebut
maka berbagai macam hukum dikembangkan dan dibuat untuk dapat diterapkan,
1
A. Widiada Gunakaya, “Hukum Hak Asasi Manusia”, ANDI, Yogyakarta, 2017, hal 50-
51.
2
yakni hukum perdamaian (the law of peace), hukum perang (the law of war), dan
hukum netralitas (the law of neutrality) dengan mengacu kepada ada atau tidak
hukum internasional. Istilah untuk hukum humaniter sendiri awalnya berasal dari
menjadi hukum sengketa bersenjata (laws of armed conflict) dan pada akhirnya
mengatur mengenai cara dan alat untuk yang boleh digunakan saat berperang, dan
kombatan dan penduduk sipil dari akibat perang yang terjadi. Selain pendapat
daripada Haryomataram terdapat pendapat lain yang juga diutarakan oleh Mochtar
bellum (the justification of war) yang merupakan hukum mengenai perang dan jus
in bello (the conduct of war) yang merupakan hukum yang berlaku dalam perang.3
2
Lung-chu Chen, “An Introduction to Contemporary International Law: A Policy
International Law Perspective”, Oxford Universitty Press, New York, 2015, hal 392.
3
Arlina Permanasari dkk., “Pengantar Hukum Humaniter”, ICRC, Jakarta, 1999, hal 5-6.
3
senjata di dalam konflik, sedangkan jus in bello merupakan hukum yang berlaku
di dalam perang yang kemudian dibagi menjadi dua, yaitu hukum yang mengatur
cara dilakukannya perang (hague laws) dan hukum yang mengatur perlindungan
perang, maka lahirlah Hukum Jenewa (geneva laws) dan Hukum Den Haag
dengan cara membagi yang tidak atau tidak lagi secara langsung berpartisipasi di
dalam peperangan dan membatasi terjadinya pendekatan yang tidak perlu atau
tidak wajar untuk tujuan konflik yang dimana untuk tujuan daripada hal-hal yang
Hukum humaniter internasional atau jus in bello (law in war) merupakan salah
satu bagian daripada hukum internasional yang tertua dengan memiliki tujuan
untuk meregulasi tingkah laku daripada negara dan individu dalam konflik
4
Marco Sassoli dkk, “How Does Law Protect in War?:Cases,Documents and Teaching
Materials on Contemporary Practice in International Humanitarian Law”, ICRC, Geneva, 2011,
hal 1.
5
Emily Crawford dan Alison Pert, “International Humanitarian Law”, Cambridge
University Press, UK, 2015, hal 93.
4
diantaranya terdapat Hague Law (Konvensi Den Haag 1899 dan 1907), Geneva
Law (Konvensi Jenewa 1949), Protokol Tambahan I, Protokol Tambahan II. Dari
dalamnya, yaitu:
Hukum humaniter lahir dari sejarah yang panjang untuk dapat memanusiakan
perang. Karena banyaknya hal-hal yang dianggap tidak manusiawi yang terjadi di
dalam perang, maka disitulah tujuan daripada hukum humaniter untuk dapat
mengalami pasang surut, adanya hambatan, dan berbagai kesulitan, namun dengan
dalam cara berperang. Secara umum hukum perang mengatur mengenai konflik
militer yang terjadi diantara negara dan negara, namun dalam perkembangannya
terdapat konflik militer yang berasal dari dalam negara yakni yang disebut sebagai
dan grup lainnya yang berasal dari negara yang sama. 8 Istilah perang saudara di
armed conlifct. Situasi kekerasan dianggap hanya sebagai salah satu perselisihan
konflik bersenjata dan hukum humaniter internasional tidak berlaku, namun jika
akan berlaku untuk konflik bersenjata internal tersebut. 9 Common rules 3 Umum
pada keempat Konvensi Jenewa 1949 tidak secara spesifik menentukan mengenai
kapan hal itu akan diterapkan, namun hanya mengacu pada ‘konflik bersenjata
yang tidak bersifat internasional yang terjadi di wilayah salah satu High
Contracting Parties’. Persoalan konflik tersebut terjadi atau tidak ditentukan oleh
kasus Tadić, Kamar Banding International Criminal Tribunal for the Former
8
Black Law Dictionary (https://thelawdictionary.org/civil-war/, Diakses pada 16
September 2021).
9
Elizabeth Wilmshurst, “International Law and the Classification of Conflicts”, Oxford
University Press, UK, 2012, hal 150.
6
suatu negara.10
Saat ini perang saudara masih terjadi di beberapa Negara salah satu
merupakan sebuah negara yang berada di benua Afrika, untuk dapat memahami
dari pada Jerman, kemudian Jerman didorong keluar dari Kamerun pada tahun
1915 oleh Inggris dan Perancis pada Perang Dunia I 11, pada tahun 1919 dengan
di wilayah barat daya dan barat laut merupakan wilayah administratif Inggris,
pada tahun 1960 wilayah administratif Perancis di Kamerun merdeka dan berganti
10
Tadic Juridiction, Paragraph 70 (Diakses 13 Oktober 2021.
https://www.icty.org/x/cases/tadic/acdec/en/51002.htm) Elizabeth Wilmshurst, “International Law
and the Classification of Conflicts”, Oxford University Press, UK, 2012, hal 150.
11
International Crisis Group, “Cameroon: Fragile State?”, 2010, hal 31-33
(https://www.crisisgroup.org/africa/central-africa/cameroon/cameroon-fragile-state, Diakses pada
28 Desember 2021).
12
Cameroon profile – Timeline (https://www.bbc.com/news/world-africa-13148483,
Diakses 28 Desember 2021).
7
dengan Nigeria dan bagian selatan memilih untuk bergabung dengan Republik
Kamerun.13
Di Kamerun dua wilayah yang diwariskan daripada aturan jajahan Inggris dan
Perancis dan dengan warisan budaya, bahasa, perbedaan keadaan dalam kemajuan
disebabkan oleh beberapa faktor permasalahan yang ada dan terjadi di dalam
13
International Crisis Group, op.cit, hal 31
14
Piet Konings & Francis B. Nyamnjoh, “Negotiating an Anglophone Identity: A Study of
the Politics of Recognition and Representation in Cameroon”, Brill, Leiden, The Netherlands,
2003, Hal 2.
15
Okereke, C. Nna-Emeka. “Analysing Cameroon’s Anglophone Crisis”, Counter
Terrorist Trends and Analyses, vol. 10, no. 3, International Centre for Political Violence and
Terrorism Research, 2018, hal 8( http://www.jstor.org/stable/26380430, Diaskes 29 Desember
2021)
8
pada tahun 2016, saat penduduk yang berbahasa Inggris melakukan demonstrasi
damai yang dilakukan oleh pengacara dan guru subsistem Anglo-Saxon karena
Desember 2016, seorang pengacara dan aktivis yang bernama Felix Agbor
serikat pekerja masuk pada tahun 1961, pelestarian hukum Anglophone dan
sistem pendidikan Anglophone Kamerun, pembebasan tanpa syarat lebih dari 100
warga Kamerun yang ditangkap sehubungan dengan protes di wilayah barat laut
dan barat daya, dan pemulihan segera layanan internet di seluruh wilayah
Anglophone.17
dalam pidatonya pada malam tahun baru. Agbor Balla pada Januari 2017
dan selasa atau hari lainnya yang dideklarasikan oleh pimpinan CASC kedua
penghuni wilayah Anglophone di Kamerun harus berada jauh dari kantor dan
tempat usaha untuk membuat kegiatan politik dan ekonomi terhenti. Presiden
alih kepemimpinan dan mengganti pencarian awal untuk restorasi federalisme dua
negara bagian dengan tuntutan negara bagian Ambazonia yang terpisah. Beberapa
berbaris ke berbagai kedutaan besar dan komisi besar Kamerun di Afrika, Eropa
tujuannya.20
terhadap militer dan anggota keamanan, dan orang-orang yang dirugikan oleh
penyitaan.
22 September 2017, terjadi protes masal di seluruh kota di wilayah barat laut,
dan barat daya menuntut pemisahan dari Kamerun, protes juga dilakukan di ibu
kota besar di seluruh dunia termasuk di markas PBB. Presiden Biya menyatakan
Februari 2018, Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) telah berhasil
21
Ibid, hal 10,12.
22
Cameroon 2020 (https://www.amnesty.org/en/location/africa/west-and-central-africa/
cameroon/report-cameroon/, Diakses 8 Desember 2021)
11
dianggap sebagai pendukung pemerintah di wilayah Barat Laut dan Barat Daya,
desa-desa di mana orang-orang dibunuh secara tidak sah dan rumah mereka
anak sebagai tentara dalam perang, berdasarkan kondisi tersebut PBB menetapkan
bersenjata.24
di sebuah negara atau perang saudara dan pelanggaran HAM yang terjadi yang
perang saudara di suatu negara dan akibat hukum yang terjadi oleh karena itu
23
Internall displace people (IDPs) dalam hukum humaniter internasional merupakan
mereka yang dipaksa atau diharuskan untuk meninggalkan rumah tempat tinggal mereka dengan
alasan yang terkait dengan perang dan kekerasan lainnya
24
Cameroon Events of 2020
(https://www.hrw.org/world-report/2021/country-chapters/cameroon, Diakses 29 Desember 2021)
12
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini dengan latar belakang masalah yang ada, maka penulis
negara?
Kamerun?
C. Tujuan Penelitian
2. Untuk mengetahui dan menganalisa akibat hukum yang terjadi dalam perang
D. Manfaat Penelitian
13
yaitu:
1. Secara Teoritis
2. Secara Praktis
E. Kerangka Konseptual
Perlindungan hukum atau legal protection dalam bahasa inggris dan rechts
bescherming dalam bahasa belanda secara etimologi terdiri dari dua suku kata,
yaitu perlindungan dan hukum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
25
Kamus Besar Bahasa Indoesia (KBBI) Online (https://kbbi.web.id/perlindungan. Diakses
13 Oktober 2021)
14
dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan atau
adalah perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman
tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu
pelanggaran.27
manusia. Hak merupakan kepentingan yang dilindungi oleh hukum dan hak asasi
dilindungi oleh hukum. HAM adalah hak-hak absolut yang melekat terhadap
hakikat dan keberadaan manusia, yang wajib untuk dihormati, dijunjung tinggi,
Terdapat berbagai macam hak yang dimiliki tiap individu, dari segi
eksistensi hak itu sendiri terdapat dua macam hak, yaitu hak orisinal dan hak
26
Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”, UI Press, Jakarta, 1984, hal. 133
27
Muchsin, “Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia”, magister
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003, hal. 20.
28
A. Widiada Gunakarya, op.cit, hal 49,51.
15
hal politik dan hak dasar yang kemudian terdapat hak dasar bersifat klasik dan hak
dasar sosial.29 Hak-hak yang dimiliki oleh tiap-tiap individu ini telah diatur di
Terdapat dua jenis pelanggaran HAM, yaitu negara yang melanggar HAM
secara sengaja maupun tidak sengaja dan negara yang gagal melindungi HAM
terhadap kemanusiaan dapat dilakukan baik selama “masa damai” dan konflik
bersenjata.31
sebagai konsep payung yang juga termasuk kategori lain dari kejahatan
hubungan ini bersifat dekat dan intrinsik meskipun dua kategori tetap otonom satu
mereka saling terkait. Hubungan antara pelanggaran HAM berat dan kejahatan
terhadap kemanusiaan diwujudkan dalam dua hal yang saling melengkapi pada
satu sisi, pelanggaran HAM yang berat mungkin dan telah dikriminalisasi sebagai
saudara atau civil war dikenal di dalam hukum humaniter internasional sebagai
konsep perang saudara pada periode setelah perdamaian Westphalia dan sampai
pemerintah dan satu atau lebih kelompok bersenjata terorganisir, atau antara
32
Pérez-León Acevedo, J. P, op.cit, hal 153-154, 185
33
Elizabeth Wilmshurst op.cit,, hal 123.
17
internasional setidaknya salah satu dari dua pihak yang berlawanan adalah
Dalam pasal 8 ayat 2 huruf f Statuta International Criminal Court (ICC) yang
sporadis atau tindakan lain yang serupa. Non-international armed ada saat
oleh common Article 3 Konvensi Jenewa dapat berupa konflik antara suatu negara
dan kelompok non-negara atau sebagai alternatif, dapat berupa konflik yang
timbul antara kelompok-kelompok non-negara, hal ini jelas bahwa dalam semua
aturan untuk menentukan kapan kelompok tersebut dapat dianggap sebagai pihak
komando.35
F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
34
https://www.icrc.org/en/doc/resources/documents/interview/2012/12-10-niac-non-
international-armed-conflict.htm (Diakses 22 September 2021).
35
Elizabeth Wilmshurst, op.cit, hal 150-151.
18
dihadapi.36 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji juga berpendapat bahwa penelitian
menggunakan cara yakni meneliti bahan kepustakaan yang adalah data sekunder.37
2. Pendekatan Masalah
penelitian ini yang dimana membantu penulis dalam cara pandang agar mampu
dijelaskan oleh I Made Pasek Diantha sebagai cara pandang peneliti untuk dapat
memilih spektrum ruang bahasan38, oleh karena itu dalam penulisan ini penulisan
36
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, “Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris”, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2010, hal 34.
37
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat”, Jakarta, Rajawali Press, 2009, hal 15.
38
I Made Pasek Diantha, “Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori
Hukum”, Jakarta, Kencana, 2016, hal. 156.
39
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, op.cit, hal 185.
19
kesimpulan daripadanya.41
3. Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang terdapat dalam penulisan ini berasal dari tiga
40
Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”, Edisi Revisi, Jakarta, Kencana, 2014, hal
177.
41
Saefullah Wiradipradja, “Penuntun Praktisi Metode Penelitian dan Penulisan Karya
Ilmiah Hukum”, Keni Media, Jakarta, 2015, hal 41.
20
42
Afrizal, “Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan
Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu”, Cetakan ke 2, Rajawali Press, Jakarta, 2015,
hal 28-29.
21
BAB II
PENGATURAN PERANG SAUDARA DI SUATU NEGARA DALAM
HUKUM HUMANITER
hukum konflik bersenjata. Istilah hukum humaniter lahir sekitar tahun 1970-an
walaupun dianggap baru, namun memiliki sejarah yang panjang dan sama tuanya
dengan perang itu sendiri dan perang sama tuanya dengan kehidupan manusia di
bumi.43
waktu yang lama untuk dapat memanusiakan perang dengan mengatur mengenai
batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam perang.44 Berikut ini
adalah sejarah hukum humaniter internasional dibagi menjadi tiga periode, yaitu
1. Zaman Kuno
43
Arlina Permanasari dkk., op.cit, hal 8 & 12
44
Ibid, hal 13
22
Hukum yang mengatur mengenai perang sudah ada sejak zaman kuno dimana
penduduk sipil yang bukan hanya berada pada wilayah mereka namun juga yang
berada di wilayah musuh, dan saat waktu penghentian permusuhan maka para
perang dengan baik. Petempuran pada zaman kuno hanya berlangsung selama 15
hari saat ada yang terbunuh dan terluka, teknis perang pada saat itu dengan ujung
panah tidak mengarah ke hati untuk mengabaikan luka yang berlebihan. Sebagian
yang ikut andil dalam perang telah mengakui bahwa dengan mengatur mengenai
menguntungkan.45
1500 SM. Cerita yang diceritakan oleh Herodotus tentang Persia dan Sparta
mengindikasi nilai daripada batasan-batasan yang diakui oleh Raja Persia Xerxes
dimana pada saat itu Sparta atau yang dikenal juga dengan Lacedaemon telah
membunuh pembawa pesan yang dikirim oleh Raja Xerxes dari Persia untuk
harus membayar kejahatan itu dengan nyawa mereka, namun Raja Xerxes
menolah untuk melakukannya karena dia tidak ingin menjadi seperti bangsa
45
Ibid, hal 13-14
23
Sparta yang melanggar kebiasaan yang ada diantara mereka pada saat itu. 46
Pengaturan dalam medan perang terdapat juga di Mesir Kuno dengan adanya
musuh juga untuk merawat yang sakit dan menguburkan yang mati seperti yang
anak sebagai target untuk diserang saat perang. Gagasan bahwa masyarakat yang
tidak hanya terbatas pada mereka yang berada di Negara-negara barat. Seorang
ahli strategi militer Cina yang terkenal yakni Sun Tzu, melalui tulisannya dalam
“The Art of War” tentang hubungan antara perang dan politik mengantisipasi
mengenai masalah tersebut pada periode yang tidak lama setelah Herodotus. Sun
Tzu menyarankan tentara untuk dapat memperlakukan tawanan dengan baik, dan
merawat mereka.48
2. Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan saat itu hukum humaniter dipengaruhi oleh agama dan
46
Neier, Aryeh, “The International Human Rights Movement: A History”, Princeton
University Press, New Jersey, 2012, hal 117.
47
Arlina Permanasari dkk, op.cit, hal 14
48
Neier Ayeh, op.cit, hal 117
24
salah satu pemimpin gereja Kristen yang juga ikut menyerukan mengenai perang.
dalam beberapa keadaan, namun dapat menjadi sebuah tindak kejahatan jika
keinginan untuk menguasai, kebencian dan balas dendam. Tujuan perang bagi
Augustine bukanlah untuk perang, namun perdamaian, karena itu bagi Augustine
perang yang adil dan dalam ajaran agama Islam dalam Al-Quran yang dapat
kemungkaran.50
pembatasan pada perilaku di dalam perang terjadi pada zaman ksatria (the age of
chivalry). Zaman ksatria berada pada abad ke-12 sampai dengan abad ke-15.
Secara umum, aturan ksatria melindungi mereka yang berpangkat ksatria agar
tidak diperlakukan dengan kejam atau tidak terhormat oleh orang lain yang
berpangkat sama, namun aturan ksatria tidak berbuat banyak untuk melindungi
prajurit biasa atau non-kombatan dari kerusakan akibat perang meskipun begitu,
yang ada pada zaman kita. Prinsip kesatriaan yang lainnya yang berkembang pada
49
Neier Ayeh, op.cit, hal 118
50
Arlina Permanasari dkk, op.cit, hal 15
25
saat itu, yaitu mengenai pentingnya pengumuman perang dan juga mengenai
3. Zaman Modern
Solferino yang terjadi di Italy dan Henri Dunant. Perang Solferino terjadi pada
Juni 1859 diantara pasukan Austria dan Perancis yang dibantu oleh Sardinia untuk
menyatukan Italy.52 Perang Solferino hanya berlangsung selama satu hari, namun
memakan korban sebanyak 6000 orang yang meninggal dan 23.000 orang yang
merupakan seorang pengusaha Swiss yang pada saat itu mengunjungi sebuah kota
dekat Solferino dan menyaksikan kekejaman perang yang berlangsung pada saat
Committee of the Red Cross (ICRC)/ Palang Merah Internasional melalui proposal
yang dibuat oleh Dunant dalam Memoir of Solferino dimana terdapat dua tujuan
yang diajukan daripada proposal yang dibuat olehnya, yaitu untuk semua negara
dapat dilanggar yang nantinya akan berfungsi sebagai dasar bagi masyarakat
Jenewa untuk kesejahteraan masyarakat, dan pada awal tahun 1863 dibentuklah
sebuah komite di mana Dunant juga merupakan anggota daripada komite tersebut.
yang membahas mengenai konsep daripada konvensi yang telah disiapkan oleh
komite dan menyetujui menyediakan relawan medis dalam perang untuk tentara
dan seragam putih yang menggunakan simbol salib berwarna merah sebagai tanda
khas, selain itu konferensi yang diadakan juga merekemondasikan semua negara
untuk dapat memakai bendera dan tanda pada seragam untuk korps medis dan
fasilitas medis yang dimiliki; dan juga bagi tenaga medis, rumah sakit, ambulance
Ketentuan inti daripada konvensi Jenewa adalah kenetralan bagi mereka yang
terluka di medan perang dan yang merawat mereka yang terluka, pengadopsian
lambang palang merah dengan latar belakang putih sebagai tanda khusus untuk
dan merawat yang terluka dan sakit di medan perang tanpa memandang
kebangsaan. 56
Lahirnya Palang Merah Internasional dan ditandatanganinya
55
Krishna Satyanand, “The Story of the Red Cross National Book Trust”, National Book
Trust, India, 1975, hal 28
56
Krishna Satyanand, op.cit, hal 28
27
York menulis dan mengajar tentang hukum militer. Perang yang terjadi di
peraturan tentara yang ada jauh daripada komprehensif, maka sebuah kode dari
hadapan dewan Departemen Perang dan kemudian hukum tersebut dirancang oleh
Lieber dan direvisi oleh dewan, dan dinamakan "Instruksi untuk Pemerintah
sebagai Perintah Umum No. 100 pada April 1863 peraturan tersebut juga dikenal
dengan Kode Lieber. Kode Lieber adalah pertama kalinya pemeritah dalam
usahanya untuk menetapkan aturan eksplisit tidak hanya tentang masalah disiplin
internal, seperti yang telah dilakukan kode militer sebelumnya, tetapi juga tentang
perlakuan terhadap pasukan musuh dan warga sipil. Kode Lieber diadopsi oleh
28
beberapa negara, yaitu Inggris Raya, Perancis, Spanyol, Russia, Serbia, Belanda,
Petersburg 1868.58 Pada tahun 1899 lahirlah konvensi Den Haag yang merupakan
Brusel pada tahun 1874. Pada dasarnya hukum humaniter modern terdiri atas dua,
yaitu hukun Jenewa Den Haag yang menjadi pembeda antara keduanya, yaitu
sedangkan hukum Den Haag mengatur mengenai cara dan alat berperang.59
Internasional
untuk alasan kemanusiaan, dalam membatasi efek dari pada konflik bersenjata.
yang mengatur hubungan antar negara melalui perjanjian yang dilakukan antar
57
Neier Ayeh, op.cit, hal 120-122
58
Martin, F., Schnably, S., Wilson, R., Simon, J., & Tushnet, M, “International Human
Rights and Humanitarian Law: Treaties, Cases, and Analysis”, Cambridge University Press,
Cambridge, 2006, hal 3.
59
Arlina Permanasari dkk., op.cit, hal 22
29
nternational armed conflict sama sekali tidak diatur dalam hukum humaniter
internasional sebelum tahun 1949. Perang saudara masih menjadi urusan dalam
negeri hingga pada akhirnya dibahas dalam negosiasi Konvensi Jenewa tahun
1949. 60
Konvensi Jenewa dan pasal 1 Protokol Tambahan II, dan Statuta Roma yang
a. Konvensi Jenewa
tidak bersifat internasional yang terjadi di wilayah salah satu high contracting
60
Elizbeth Wilmshurst op.cit, hal 135
30
parties atau dengan kata lain berlaku bagi perwakilan negara-negara yang
ditentukan oleh pengakuan atau pengakuan suatu negara atas konflik tersebut,
Konvensi Jenewa oleh karena itu, meskipun beberapa negara tidak bersedia
ikut serta secara aktif dalam permusuhan, hors de combat karena sakit, luka
maupun ditahan atau alasan lainnya dalam keadaan apapun mereka harus
Jenewa juga mengatur mengenai harus dirawatnya korban yang terluka dan sakit
dan kapal karam. Badan kemanusiaan yang tidak memihak, seperti ICRC yang
juga dapat menawarkan jasanya kepada pihak-pihak yang ada di dalam konflik..
b. Protokol Tambahan II
conflict oleh karena itu usaha untuk mendefinisikannya dimuat dalam Protokol
63
Ibid
32
dan 3) kontrol memungkinkan mereka untuk melakukan operasi militer dan untuk
terjadi harus berpartisipasi dalam permusuhan, sebagai lawan dari common article
3 umum, di mana dua kelompok ilegal dapat saling terlibat dalam pertempuran. 64
c. Statuta Roma
yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional harus diberi batas pada kejahatan yang
tambahan I dan II. Hal ini menjadi akar dalam hukum internasional kriminalitas
kejahatan perang dalam pasal 8 ini juga didasarkan atas hukum kebiasaan
64
Ibid
65
Statuta Roma
33
berdasarkan salah satu Konvensi Jenewa 1949 terdaftar sebagai kejahatan perang
berdasarkan pasal 8(2)(a) sedangkan tindakan yang dilarang oleh pasal 3 adalah
kejahatan perang untuk tujuan pasal 8(2) (c) dan 8(2)(e) yang berhubungan
66
Deidre Willmott, Removing Distinction Between International and Non-International
Armed Conflict in the Rome Statue of the International Criminal Court, diakses dari
https://law.unimelb.edu.au/__data/assets/pdf_file/0003/1680429/Willmott.pdf pada Agustus 2022
34
BAB III
AKIBAT HUKUM DALAM PERANG SAUDARA TERHADAP
PELANGGARAN HAM DI KAMERUN
bidang khusus dari hukum internasional publik, yang ada sebagai cabang hukum
yang berbeda. Cabang-cabang hukum ini memiliki asal usul dan dasar hukum
yang berbeda, tetapi cita-cita humanis yang sama, yaitu untuk melindungi hak-hak
sejak zaman kuno. Aturan mengenai perang dan kemanusiaan kemudian ditulis
ulang dari satu perang ke perang lainnya karena aturan baru menggantikan yang
lama.
yang ditetapkan oleh perjanjian atau kebiasaan, yang dirancang khusus untuk
bersenjata.68
Jus in bello dan jus ad bellum disatukan kemudian dalam tatanan hukum pasca
diri atau diizinkan oleh dewan keamanan, tetapi tidak ada kata-kata yang
tidak disebutkan dalam Piagam PBB dan tetap menjadi isu terpisah yang dibahas
Konvensi Jenewa.69
dalam masa berlaku dimana hukum humaniter internasional berlaku hanya pada
semua situasi. 70
walaupun memiliki spektrum yang universal karena hampir semua negara yang
ada pada saat ini menerima aturan dalam konvensi Jenewa 1949 akan tetapi
substansi daripada norma hukum humaniter terbatas dalam konflik bersenjata hal
ini berbeda dengan hukum HAM internasional dimana hukum HAM internasional
selain diatur di dalam instrument global juga diatur dalam berbagai instrumen
regional dan substansi daripada norma hukum HAM meliputi banyak aspek, yaitu
hak sipil, politik, sosial, eknonomi dan budaya, serta hak solidaritas. 71 Akibat
terhadap individu. Perbedaan norma yang ada juga terhadapat dalam karakternya
keadaan darurat.72
70
Ashri, M, “Reconciliation of Humanitarian Law and Human Rights Law in Armed
Conflict”, Hasanuddin Law Review, 5(2), Makassar, 2019, hal 211-212 (DOI:
10.20956/halrev.v5i2.1348. Diakses 22 Juni 2022)
71
Ibid
72
Ibid
37
Mengingat bahwa kasus sengketa bersenjata yang sering terjadi di Afrika dan
juga di seluruh dunia juga melanggar HAM, terdapat beberapa aliran yang
bahwa suatu sisten hukum dapat berasal dari yang lainnya yang memungkinkan
menjadikan HAM sebagai bagian hukum internasional yang berbeda dari Hukum
Humaniter karena objek dari kedua bidang ini tidaklah sama di mana Hukum
kesatuan lainnya sedangkan HAM lebih mengatur tentang pemerintah dan warga
Pada tahun 1996 pembahasan mengenai keterkaitan hukum HAM dan hukum
menjelaskan bahwa karena Pasal 6 menetapkan hak yang tidak dapat dikurangi,
hal itu juga berlaku pada saat konflik bersenjata. Namun, mahkamah internasional
38
juga menambahkan bahwa ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan untuk melarang
Hukum HAM yang aplikasinya dapat berlaku bukan hanya pada saat damai
saja, namun juga pada saat terjadinya perang atau konflik bersenjata dapat dilihat
dari beberapa aturan yang terdapat dalam konvensi dan deklarasi internasional,
yaitu:
Kamerun
perlindungan hak-hak asasi dari setiap individu yang ada di dunia. Secara spesifik
73
Roland Portmann, “Introduction. In Legal Personality in International Law”,
Cambridge Studies in International and Comparative Law, Cambridge University Press,
Cambridge, 2010, hal 159.
39
membertegas bahwa “Everyone has the right to life, liberty, and the security of a
person” (terjemahan: setiap orang memiliki hak atas kehidupan, kebebasan dan
keamanan individu). Hal ini tentunya bertentangan dengan Perlakuan kejam yang
terhadap masyarakat sipil dan perlakuan di luar hukum yang dilakukan oleh
yang dilakukan oleh orang lain maupun pemerintah. Dapat dilihat bahwa
perbuatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak baik Kelompok Angolophono
dan Militer Kamerun yang bertindak atas nama negara telah melakukan
mana mereka merebut hak untuk hidup dan hak untuk merasa aman dari
masyarakat sipil.
yang paling menarik untuk melaksanakan hak asasi manusia di tingkat nasional
dan internasional. Pada beberapa negara bagian, aturan ini menggantikan hukum
seperti hukum lainnya tidak perlu berlaku). Selain pengakuan langsung dan
otomatis ini, instrumen yang diratifikasi diberi status yang lebih tinggi daripada
kepatuhan terhadap hak asasi manusia semua orang di dalam yurisdiksi mereka.
perjanjian hak asasi manusia multilateral adalah untuk melindungi hak asasi
Dengan kata lain, mereka secara tidak langsung berkewajiban untuk memastikan
bahwa pelaku pelanggaran tersebut bertanggung jawab, tetapi lebih khusus bahwa
genosida. Konvensi Jenewa tahun 1949 dan Protokol Tambahan tahun 1977 berisi
74
Pasal 45 Konstitusi Republik Kamerun, 1996 dikases dari
https://ihl-databases.icrc.org/ihl-nat/0/7e3ee07f489d674dc1256ae9002e3915/%24FILE/
Constitution%20Cameroon%20-%20EN.pdf pada 13 Agustus 2022
41
ketentuan serupa yaitu untuk menuntut atau mengekstradisi siapa pun yang diduga
Kamerun adalah salah satu pihak dalam UN Convention Against Torture and
kejahatan itu terjadi di dalam wilayah di bawah kendali suatu Negara atau
dilakukan di atas kapal atau pesawat udara yang terdaftar di Negara itu, atau jika
tertuduh pelaku adalah warga negara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan.
Ketiga, dan lebih penting lagi, Pasal 7 CAT mengizinkan Negara Pihak untuk
dituduh melakukan tindakan penyiksaan di wilayah mereka. Dalam hal ini, Pasal
12 menyatakan:
[e]ach State Party shall ensure that its competent authorities proceed to a
prompt and impartial investigation, wherever there is reasonable ground to
believe that an act of torture has been committed in any territory under its
jurisdiction. (terjemahan:[Setiap] Negara Pihak harus memastikan bahwa
pejabat yang berwenang segera dan tidak memihak menyelidiki jika ada
alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa tindakan penyiksaan telah
dilakukan di wilayah-wilayah di bawah yurisdiksinya.)75
Laporan dari organisasi nasional dan internasional yang kredibel
politik dari warna negara berbahasa Inggris dan mereka yang bertanggung jawab
dengan cara yang sama seperti CAT melakukan penghilangan paksa dan
menurut hukum pidana mereka. Selain itu, Negara Pihak harus bertanggung jawab
tidak hanya kepada pelaku, tetapi juga kepada mereka yang memerintahkan,
Hukum internasional pada dasarnya adalah soft law dimana tidak mengikat
secara hukum, hukum internasional dapat mengikat secara hukum setelah diubah
meratifikasi Konvensi Jenewa, dan Kamerun terikat dengan Konvensi Jenewa dan
sebagai subjek hukum hal ini berbeda dengan non-state armed groups dimana
bahwasannya penggunaan alat-alat untuk musuh adalah tidak terbatas. Hal ini
memakai semua kekuatan untuk menang, tetapi semua kekuatan tersebut memiliki
kasus perang saudara di Kamerun. Pasal 23(b) secara tegas melarang tindakan
membunuh dan melukai pihak lawan secara kejam yang mana jika dilihat pada
pendukung pemerintah di wilayah Barat Laut dan Barat Daya. Pada sisi lain,
memiliki totalitas kepada hak dan kewajiban yang diakui oleh hukum
dengan kebiasaan yang berasal dari praktik negara, antara lain karena mereka
Kelompok bersenjata yang menjadi pihak di dalam konflik kamerun ini dapat
"belligerent" dan dalam hampir semua kasus ini adalah istilah yang menunjukkan
tahapan yang berbeda dari proses yang sama.80 Pihak yang lain dapat
78
Daragh Murray, “How International Humanitarian Law Treaties Bind Non-State
Armed Groups”, Journal of Conflict & Security Law 20, no. 1, Oxford University Press, Oxford,
2015, hal 106. (https://www.jstor.org/stable/26298154. Diakses 23 Juni 2022)
79
Ibid, hal 107
80
Rashi Gupta, “Recognition of Insurgent and Belligerent Organisations in International
Law”, SSRN Electronic Journal, 2014, hal 1. (http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.2457749. Diakses 22
Juni 2022)
81
4 deskripsi tersebut diambil dari Pasal 8 Peraturan yang diadopsi oleh Institute of
International Law pada 8 September 1990.
45
yang menjadi pihak yang bersengketa dengan pemerintahan yang sah daripada
internasional.
melibatkan dua pihak yang bertikai, yaitu pemerintah yang sah daripada Kamerun
maka hal tersebut dapat menimbulkan akibat hukum bagi mereka yang melanggar.
Akibat hukum menurut Achmad Ali seorang guru besar Ilmu Hukum
merupakan akibat yang timbul oleh hukum, terhadap suatu perbuatan yang
dimana dilakukan oleh subjek hukum.82 Subjek hukum dalam hukum internasional
Akibat hukum berupa sanksi yang timbul bagi pihak-pihak yang melanggar
hukum humaniter internasional dimuat di dalam konvensi Jenewa III pada BAB
III. Jenis-jenis sanksi yang dimuat dalam konvensi Jenewa bersifat yudisial atau
82
Achmad Ali, “Menguak Tabir Hukum”, Kencana, Jakarta, 2008, hal 192.
83
BAB III, Pasal 83, Konvensi Jenewa
84
Konvensi Jenewa
46
war shall be tried only by a military court…” (tawanan perang hanya akan diadili
Akibat hukum berupa sanksi yudisial disebutkan di dalam konvensi Jenewa III
yang didakwa dengan kejahatan paling berat yang menjadi perhatian masyarakat
ialah pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, yaitu dengan
85
Statuta Roma
47
pelanggaran serius lainnya terhadap hukum dan kebiasaan yang berlaku dalam
sebuah kejahatan perang pada pasal 8 ayat 2c, yaitu dengan melanggar pasal 3
“(i) Violence to life and person, in particular murder of all kinds, mutilation,
cruel treatment and torture; (kekerasan terhadap kehidupan dan pribadi,
khususnya pembunuhan dalam segala jenis, mutilasi, perlakuan kejam dan
menyiksa),
(ii) Committing outrages upon personal dignity, in particular humiliating and
degrading treatment; (melakukan kekejaman terhadap martabat pribadi,
khususnya perlakuan yang menghina dan merendahkan martabat),
(iii) Taking of hostages; (penyanderaan),
(iv) The passing of sentences and the carrying out of executions without
previous judgement pronounced by a regularly constituted court, affording all
judicial guarantees which are generally recognized as indispensable. (penjatuhan
hukuman dan pelaksanaan eksekusi tanpa keputusan sebelumnya diucapkan oleh
pengadilan yang dibentuk secara teratur, memberikan semua jaminan peradilan
yang umumnya diakui sebagai sangat diperlukan.) “
Pelanggaran lainnya yang merupakan kejahatan perang dalam lingkup non-
international armed conflict juga disebutkan dalam pasal 8 ayat 2e, dimana
86
Ibid
48
melukai kombatan musuh secara berbahaya, menyatakan tidak ada ampun yang
diberikan, melakukan mutilasi atau ekperimen medis atau ilmiah yang tidak
musuh, menggunakan gas atau cairan maupun bahan dan perangkat yang
mengganti rugi kepada korban dan hukuman penjara sesuai dengan pasal 77
Statuta Roma.88
Internasional
sengketa antar negara dan dalam rangka fungsi penasehatnya. Yuridiksi daripada
kedaulatan negara.89
kasus tidak dapat diterima di hadapan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) jika
saat ini sedang diselidiki oleh negara yang memiliki yurisdiksi atas kasus
Internasional merefleksikan prinsip state sovereignty yang ada dalam pasal 2 ayat
Ruang lingkup daripada batasan yurisdiksi domestik tidak serta merta menjadi
pidana nasional dan untuk membuat tindak pidana yang merupakan pelanggaran
hukum domestik. Pilihan-pilihan yang dapat dilakukan oleh negara dengan cara-
cara yaitu93:
1) Penerapan ke dalam hukum pidana militer atau pidana nasional biasa yang
ada
2) Kriminalisasi dalam hukum domestik dengan ketentuan umum
3) Kriminalisasi khusus atas jenis perilaku.
Kamerun termasuk pihak yang bertikai di dalam perang saudara atau non-
92
Sharon Weill, op.cit, Hal 6
93
ICRC, “National Enforcement of International Humanitarian Law: Information Kit”,
Jenewa, 2004, hal 3-4
51
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
sebelum tahun 1949. Pengaturan mengenai perang saudara atau yang dikenal
daripada perang saudara terhadap pelanggaran HAM berupa sanksi yang bersifat
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Achmad Ali, “Menguak Tabir Hukum”, Kencana, Jakarta, 2008, hal 192.
Afrizal, “Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan
Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu”, Cetakan ke 2, Rajawali
Press, Jakarta, 2015
Arlina Permanasari dkk., “Pengantar Hukum Humaniter”, ICRC, Jakarta, 1999
B. PERATURAN
Konvensi Jenewa
Protokol Tambahan II
Statuta Roma
C. JURNAL
D. WEBSITE
2021
https://www.humanrightscareers.com/issues/what-are-human-rights-