Anda di halaman 1dari 5

Nama : Danica Wardono

NIM : 19.C1.0085

Kelas : 01

RINGKASAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

Munculnya istilah Hukum Humaniter sendiri berasal dari istilah Hukum


Perang yang sebenarnya memiliki makna kekejaman, sebab itu istilah Hukum Perang
ini telah dirubah menjadi Hukum Sengketa Bersenjata di mana istilah ini digunakan
untuk menghindari perang. Namun, kemudian istilah hukum humaniter diberikan
sebagai eufemisme dari dua istilah sebelumnya dengan tujuan untuk memperkuat sisi
kemanusiaan. Pasal 2 Piagam PBB ini menjadi dasar hukum istilah mengenai Hukum
Humaniter dimana memberikan penjelasan bahwa Negara menyelesaikan konflik
bersenjata dengan damai, dan tentunya berusaha untuk menghindari konflik bersenjata.

Dalam hukum humaniter internasional yang merupakan hukum perang ini telah
mengatur mengenai tata cara serta sarana dalam berperang dengan menjunjung asa
kemanusiaan. Mochtar Kusumaatmadja telah menggolongkan hukum perang dalam
dua golongan,yaitu diantaranya :

- Jus Ad Bellum, ialah suatu hukum mengenai perang yang mengatur tentang hal-
hal yang dapat dibenarkan atau tidak dalam menggunakan suatu kekerasan atau
kekuatan bersenjata.
- Jus In Bello, ialah suatu hukum yang memang berlaku dalam perang, dan hukum
tersebut dibagi menjadi dua, yakni:
o Hukum yang mengatur tata cara yang dilakukan di dalam perang (Hague
Laws).
o Hukum yang mengatur tentang perlindungan orang-orang yang telah
menjadi korban dalam perang (Geneva Laws).
Hukum Humaniter Internasional akan melekat dan mengatur perilaku selama konflik
bersenjata (jus in bello), dan juga mengatur sah atau tidaknya sebuah perang atau
konflik bersenjata (jus ad bellum). Hukum Humaniter ada karena perang itu ada, tidak
peduli sah atau tidaknya perang tersebut yang penting terdapat korban di situ. Hukum
humaniter membantu untuk meminimalisasi dampak dari perang itu sendiri terutama
bagi para korban.

Hukum humaniter internasional sendiri terdapat prinsip fundamentalnya, yakni


diantaranya:

- Prinsip Pembedaan (Distincition Principal)

Dalam perang harus terdapat pembedaan antara obyek sipil dengan obyek
militer. Hal ini bertujuan agar obyek sipil tidak merasa dalam kondisi yang
membahayakan. Dalam berperang hanya sasaran militer yang dapat diserang
tanpa merusak, membahayakan, mengancam hingga memusnahkan penduduk
sipil biasa.

- Prinsip Keseimbangan antara military necessity and humanity


Dalam berperang prinsip ini dimaksudkan agar diantara keduanya terdapat
keseimbangan, tidak boleh terdapat ketimpangan diantara kepentingan manusia
dan kepentingan militer saja. Jadi, harus benar-benar seimbang.
- Prinsip Kehati-hatian (Precautionary Principal)

Prinsip kehati-hatian ini bertujuan untuk mempertimbangkan segala dampak


yang mungkin terjadi pada saat atau setelah perang berlangsung. Harus
memikirkan sebab akibat yang akan timbul pasca perang terjadi.

- Prinsip Proporsionalitas
Prinsip prosporsionalitas ini berguna untuk mempertimbangkan antara
keuntungan militer yang dicapai dan kerusakan yang akan ditimbulkannya. Pada
saat akan melakukan perang, maka terlebih dahulu wajib untuk mengumpulkan
segala informasi.
Pada intinya, prinsip fundamental harus dihormati serta dilakasnakan oleh para
pihak mau bagaimanapun keadaanya sebab prinsip fundamental ialah suatu
perlindungan yang mendasar bagi manusia. Akan tetapi dalam kondisi konflik melawan
teroris, persoalan tersebut sangat sulit untuk di implementasikan, atau bahkan tidak
sama sekali diterapkan. Hal tersebut dapat terjadi sebab teroris ataupun angkatan yang
bersenjata lainnya tidak mau untuk melakukan suatu ketetapan tersebut. Kemudian
konsep yang mendasar dari hukum humaniter internasional menyatakanbahwahukum
humaniter internasional sendiri tidak akan terjadi dengan efektif bila para pihak terkait
tidak ingin mengiplementasikannya.

Dalam deklarasi perjanjian internasional pertama yang melarang penggunaan


senjata dalam perang ditetapkan pula larangan-larangan senjata dalam berperang,
yakni peluru yang merupakan senjata yang tidak berperikemanusiaan di dalam perang.
Perjanjian ini ditunjukkan untuk melarang penggunaan senjata yang menyebabkan
derita di masa perang. Seperti yang telah dijelaskan bahwasanya hukum humaniter
yang berlaku dalam perang (jus in bello) antara lain mengatur cara dan ala berperang
yang diijinkan.

Jika ditarik suatu kesimpulan berdasarkan hal-hal tersebut, pihak-pihak yang


berperang akan mengupayakan untuk melumpuhkan, melawan hingga membunuh
kombatan lawan sebanyak-banyaknya, kemudian disamping itu akan merusak,
menghancurkan peralatan mereka sebanyak-banyaknya. Hukum perang telah
menentukan alat-alat yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan dalam
berperang. Dapat disimpulkan bahwa pemilihan metode dan alat untuk berperang yakni
akan dibatasi. Dalam membatasi ini, hukum perang berpegang pada tiga prinsip
kepentinggan, yakni:

- Kepentingan Militer

- Kepentingan Kemanusiaan

- Kepentiangan Ksatriaan.

Maka dengan diberlakukan pembatasan ini terdapat metode berperang yang


dilarang, dan juga ada yang diperbolehkan. Demikian pula mengenai alat untuk
berperang. Dalam menetapkan hal-hal yang dilarang atau diperbolehkan dalam
berperang, dihadapi beberapa kesulitan sebab asas kepentingan militer memiliki
keselisihan dengan asas kemanusiaan. Kemudian, senjata-senjata yang tidak
diperbolehkan, ialah:

 Peluru yang mudah rata apabila mengenai tubuh manusia


 Senjata biologi, kimia, nuklir
 Cluster munitions (bom tandan)
 Amunisi ledak yang tertinggal pasca perang
 Senjata bakar untuk tujuan antipersonil dan mencelakakan
 Peluru antipersonil yang meledak di tubuh yang melukai dengan pecaha yang tidak
dapat dideteksi sinar-X

Selanjutnya, terdapat suatu larangan yang disbeut dengan Reprisal, Reprisal


merupakan suatu cara yang memaksa yang telah dilaksanakan oleh satu Negera ke
Negara lainnya yang memang bertujuan untuk menyusahkan suatu sengketa yang
muncul sebab reprisal telah melakukan tindakan yang tidak dibenarkan. Akan
tetapi, tindakan Reprisal dapat diperbolehkan atau dibenarkan apabila telah sesuai
dengan ketatapan hukum yang telah berlaku serta tidak akan melanggar Hukum
Humaniter Internasional. Kemudian, salah satu contoh Reprisal yang diperbolehkan
ialah, sengketa diantara Negara Israel dengan Negara Palestian di jalur Gaza yang
terjadi pada tanggal 22 Agustus 2016.

Dalam Hukum Humaniter memiliki keterkaitan dengan Hak Asasi Manusia,


diantara Hukum Humaniter dengan Hak Asasi Manusia sama-sama hadir untuk
menjunjung kemanusiaan. Dalam melaksanakan Hukum Humaniter Internasional (HHI)
berlaku Hak Asasi Kemanusiaan (HAM). Pada hakikatnya HAM sendiri mengatur an
mengikat bagi setiap orang dalam mendapatkan perlindungan atas segala
penyalahgunaan hak-haknya, yang dimana ketentuan ini diatur dalam peraturan
perundang-undang nasional maupun internasional. Dalam menjalankan HHI harus
menjunjung tinggi HAM sebab HHI dibuat dengan tujuan menjaga hak-hak setiap
manusia dalam menjalankan kehidupannya. Seperti yang diketahui bahwasannya HHI
ini sendiri tidak terikat dengan HAM, sebab sebelumnya HHI sendiri disebut sebagai
Hukum Perang. Selanjutnya dalam Universial Declaratino of Human Rights 1948 dan
Konvensi Jenewa 1949 tidak pernah membahas sama sekali mengenai HAM dan
penghormatan HAM pada saat perang atau sengketa bersenjata. Namun, jika
memahami lebih dalam, Konvensi Jenewa menyinggung tentang perlindungan bagi
korban dan tahanan dalam perang. Dilihat dari pasal 3 Konvensi Jenewa 1949
mewajibkan setiap negara yang berperang untuk menghormati peraturan dasar
kemanusiaan saat perang atau sengketa bersenjata noninternasional. Lalu, dalam
beberapa Konvensi mengenai HAM pun juga terdapat beberapa ketentuanu yang
diterapkan justru pada situasi perang. Seperti contohnya Pasal 15 Konvensi Eropa
1950, menjelaskan bahwa bila dalam situasi perang atau dalam situasi bahaya lainnya
yang mengancam sebuah negara, maka hak-hak yang dijamin dalam Konvensi ini juga
tidak boleh hilang. Hak-hak yang dimaksud disini yaitu diantaranya seperti :
1. Hak setiap manusia untuk hidup
2. Dilarangnya perlakuan diskriminasi bagi setiap manusia
3. Larangan berlaku surutnya hukum pidana
4. Diwajibkannya memperlakukan manusiawi setiap manusia
5. Hak atas kebebasan berpendapat bagi setiap manusia
6. Dilaranganya menjatuhkan hukum mati, dll tanpa sebab akibat yang jelas.

Anda mungkin juga menyukai