Anda di halaman 1dari 20

HUBUNGAN HUKUM HUMANITER DENGAN HAK ASASI

MANUSIA DALAM KASUS PERTIKAIAN ANTARA RUSIA


DENGAN UKRAINA

MAKALAH

Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Hukum Humaniter dengan


Dosen Dr. Danial Amir, SH., MH.

Disusun oleh
Nama : Sity Nurul Afifah
NIM : 1111141220
Kelas/Semester : G / IV

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2016

11
i

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................................1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia......................................4

1. Pengetian Hukum Humaniter ..........................................................................4

2. Pengertian Hak Asasi Manusia........................................................................5

B. Hubungan Antara Hukum Humaniter dengan Hak Asasi Manusia.....................6

C. Bentuk pelanggaran hukum pada kasus peperangan antara Rusia dengan

Ukraina yang berkaitan dengan Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia ...10

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

i
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Dalam perkembangannya, hukum digunakan sebagai perlindungan
kepentingan manusia. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal,
damai, tetapi juga dapat berlangsung secara tidak baik karena pelanggaran hukum.
Hukum yang dilanggar harus ditegakkan, melalui penegakan hukum inilah suatu
hukum dapat menjadi kenyataan.
Dewasa ini hak-hak asasi manusia banayak dibicaraan orang. Hak-hak
asasi manusia dibicarakan dalam organisasi-organisasi internasional seperti PBB,
dalam parlemen nasional, pers, untuk menekankan kepentingannya untuk
mengecam pemerintah-pemerintah yang tidak memperhatikan.1
Hampir setiap hari surat kabar dipenuhi oleh barita-berita tentang
diskriminasi, pembunuhan missal, penyiksaan dan penghilangan lawan-lawan
politik secara kekerasan. Kekejaman dan kesewenangan-wenangan tentu saja
bukan merupakan hal yang baru dalam sejarah manusia. Perbedaannya adalah
bahwa dewasa ini terdapat ukuran baru untuk menilainya: Pelanggaran terhadap
hak-hak asasi manusia yang ini atau yang itu.2 Banyak sekali bentuk pelanggaran
yang dilakukan oleh Rusia atau pun Ukraina dalam pertikaian senjata untuk
memperebutkan dan mempertahankan sebuah kota yang bernama Crimea yang
awalnya dipicu oleh adanya latarbelakang suatu Ras yang didiskriminasi sehingga
memunculkan Perang yang banyak sekali melanggar aturan-aturan yang ada
dalam Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Hak Asasi Manusia.
Hukum Humaniter Internasional memiliki sejarah yang singkat namun
penuh peristiwa. Untuk menghindari penderitaan akibat perang maka baru pada
pertengahan abad ke-19 negara-negara melakukan kesepakatan tentang peraturan-
1
Antonio Cassese, Hak Asasi Manusia di Dunia yang Berubah, Yayasan Obor indonesia, Jakarta,
2005, hlm 1.
2
Ibid., hlm 2.

i
2

peraturan internasional dalam suatu konvensi yang mereka setujui sendiri.3 Sejak
saat itu, perubahan sifat pertikaian bersenjata dan daya merusak persenjataan
modern menyadarkan perlunya banyak perbaiakan dan perluasan hukum
humaniter melalui negosiasinegosiasi panjang yang membutuhkan kesabaran.
Perkembangan Hukum Humaniter Internasional yang berhubungan dengan
perlindungan bagi korban perang dan hukum perang sangat dipengaruhi oleh
perkembangan hukum perlindungan Hak Asasi Manusia setelah Perang Dunia
Kedua. Penetapan instrumen internasional yang penting dalam bidang Hak Asasi
Manusia seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), Konvensi Eropa
tentang Hak Asasi Manusia (1950) dan Konvenan Internasional tentang Hak Sipil
dan Politik (1966) memberikan sumbangan untuk memperkuat pandfangan bahwa
semua orang berhak menikmati Hak Asasi Manusia, baik dalam pada masa perang
maupun damai.
Hukum perang atau yang sering disebut dengan hukum Humaniter
internasional, atau hukum sengketa bersenjata memiliki sejarah yang sama tuanya
dengan peradaban manusia, atau sama tuanya dengan perang itu sendiri. Mochtar
Kusumaatmadja mengatakan, bahwa adalah suatu kenyataan yang menyedihkan
bahwa selama 3400 tahun sejarah yang tertulis, umat manusia hanya mengenal
250 tahun perdamaian. Naluri untuk mempertahankan diri kemudian membawa
keinsyarafan bahwa cara berperang yang tidak mengenal batas itu sangat
merugikan umat manusia, sehingga kemudian mulailah orang mengadakan
pembatasan-pembatasan, menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengatur perang
antara bangsa bangsa. Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja juga mengatakan
bahwa tidaklah mengherankan apabila perkembangan hukum internasional
modern sebagai suatu sistem hukum yang berdiri sendiri dimulai dengan
tulisantulisan mengenai hukum perang.
Dalam sejarahnya hukum humaniter internasional dapat ditemukan dalam
aturan-aturan keagamaan dan kebudayaan di seluruh dunia. Perkembangan
modern dari hukum humaniter baru dimulai pada abad ke-19. Sejak itu, negara-

3
Lembar Fakta HAM, 1998: 172.

i
3

negara telah setuju untuk menyusun aturan-aturan praktis, yang berdasarkan


pengalamanpengalaman pahit atas peperangan modern. Hukum humaniter itu
mewakili suatu keseimbangan antara kebutuhan kemanusiaan dan kebutuhan
militer dari negara-negara. Seiring dengan berkembangnya komunitas
internasional, sejumlah negara di Seluruh dunia telah memberikan sumbangan
atas perkembangan hukum humaniter internasional. Dewasa ini, hukum humaniter
internasional diakui sebagai suatu sistem hukum yang benar-benar universal.
Pada umumnya aturan tentang perang itu termuat dalam aturan tingkah
laku, moral dan agama. Hukum untuk perlindungan bagi kelompok orang tertentu
selama sengketa bersenjata dapat ditelusuri kembali melalui sejarah di hampir
semua negara atau peradaban di dunia. Dalam peradaban bangsa Romawi dikenal
konsep perang yang adil (just war). Kelompok orang tertentu itu meliputi
penduduk sipil, anakanak, perempuan, kombatan yang meletakkan senjata dan
tawanan perang.
Dalam banyak kasus pertikaian senjata yang memicu munculnya perang
antar negara banyak sekali bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan.
Pelanggaran tersebut jelas sekali melanggar sumber-sumber hukum dalam Hukum
Internasional dan juga melanggar Hukum Hak Asasi Manusia. Maka dari itu
hukum Humaniter Internasional tidak bisa dipisahkan dengan Hukum Hak Asasi
Manusia, karena dalam perang itu melibatkan banyak sekali manusia yang terluka,
terancam, dsb yang memicu munculnya nilai-nilai kemanusian yang harus tetap
dipegang sebagai Prinsip dalam berbagai keadaan sekalipun dalam keadaan
peperangan. Maka dari itu dalam makalah ini akan di bahas sekilas masalah
keterkaitan antara hukum humaniter dengan hak asasi manusia yang tetap harus
dipatuhi oleh para pihak tanpa pengecualian.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana hubungan antara Hukum Humaniter dengan Hak Asasi Manusia?
2. Bagaimana bentuk pelanggaran hukum pada kasus peperangan antara Rusia
dengan Ukraina yang berkaitan dengan Hukum Humaniter dan Hak Asasi
Manusia?

i
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA


1. Pengertian Hukum Humaniter
Hukum Humaniter Internasional (HHI), sebagai salah satu bagian hukum
internasional, merupakan salah satu alat dan cara yang dapat digunakan oleh
setiap negara, termasuk oleh negara damai dan netral, untuk ikut serta mengurangi
penderitaan yang dialami oleh masyarakat akibat perang yang terjadi di berbagai
negara. Hukum Humaniter Internasional merupakan suatu instrumen kebijakan
dan sekaligus pedoman teknis yang dapat digunakan oleh semua aktor
internasional untuk mengatasi isu internasional berkaitan dengan kerugian dan
korban perang.
Sedangkan pengertian Hukum Humaniter adalah salah satu cabang ilmu
dari ilmu hukum Internasional. Istilah Hukum Humaniter atau
lengkapnya disebut Internastional Humanitarian Law applicable in Armed
Conflict yang diperkenalkan oleh International Committee of Red Cross
(ICRC). Secara rinci, ICRC menguraikan maksud dari istilah ini adalah sebagai
berikut: HHI berarti aturan-aturan internasional, yang dibentuk oleh perjanjian
internasional atau kebiasaan, yang secara spesifik, diharapkan untuk mengatasi
problem-problem kemanusiaan yang muncul secara langsung dari sengketa-
sengketa bersenjata internasional maupun non internasional, dan untuk alasan-
alasan kemanusiaan, membatasi hak dari pihak-pihak yang berkonflik untuk
menggunakan metode dan alat perang pilihan mereka dan atau untuk melindungi
orang-orang dan harta milik mereka yang mungkin terkena dampak konflik.4
Menurut Mochtar Kusumaatmadja dia membagi hukum humaniter
menjadi dua bagian, yaitu5:

4
Ahmad Baharuddin Naim, Hukum Humaniter Internasional. Universitas Lampung, Bandar
Lampung, 2010, hlm 7.
5
Ibid., hlm 13.

4
5

a. Ius Ad bellum yaitu hukum tentang perang, mengatur tentang dalam hal
bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata;
b. Ius in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang dibagi menjadi:
1) Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang. Bagian ini biasanya
disebut The Hague Laws.
2) Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban
perang ini. Ini lazimnya disebut The Geneva Laws.
Oleh karena itu, perkembangan hukum perang menjadi hukum sengketa
bersenjata dan kemudian menjadi hukum humaniter sebenarnya tidak terlepas dari
tujuan yang hendak dicapai oleh hukum humaniter tersebut, yaitu:
a. Memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari
penderitaan yang tidak perlu;
b. Menjamin hak asasi manusia yang sangat fundamental bagi mereka yang
jatuh ke tangan musuh. Kombatan yang jatuh ke tangan musuh harus
dilindungi dan dirawat serta berhak diperlakukan sebagai tawanan perang;
c. Mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas.6
2. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugrah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum
pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.7 Dengan kata lain, HAM adalah hak-hak manusia yang asasi,
yang tanpa hak-hak tersebut seseorang tidak bisa dikatakan sebagai manusia
sepenuhnya. Jika hak-hak tersebut dikurangi atau dilanggar, maka berkurang pula
kualitasnya sebagai manusia ciptaan Tuhan.8
Masalah HAM sesungguhnya telah menjadi perhatian dan perjuangan
umat manusia bersamaan dengan perkembangan peradaban mencapai kemuliaan
kehidupan manusia. HAM adalah anak sejarah yang dilahirkan dan diperjuangkan

6
Ibid., hlm 15.
7
Pasal 1 butir Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara
RI Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3886.
8
Al Araf, Perlindungan Terhadap Pembela Hak Asasi Manusia, Imparsial, Jakarta, 2005, hlm 1.

i
6

oleh umat manusia. Maka universalitas HAM tidak bisa diingkari lagi. Konsepsi
dasar HAM adalah pengakuan bahwa semua manusia dilahirkan bebas dan sama
dalam hal hak dan martabatnya. Semua manusia dikaruniai akal budi dan hati
nurani untuk saling berhubungan dalam semangat persaudaraan.9

B. HUBUNGAN HUKUM HUMANITER DENGAN HAK ASASI MANUSIA


Tidak selamanya saat perang atau konflik terjadi akan memikirkan tentang
HAM, namun antara Hukum Humaniter dengan HAM tentu memiliki kaitan dan
saling berhubungan. Dalam konvensi-konvensi tentang hak asasi manusia terdapat
pula berbagai ketentuan yang penerapannya pada situasi perang. Konvensi Eropa
tahun 1950, misalnya dalam Pasal 15, menentukan bahwa bila terjadi perang atau
bahaya umum lainnya yang mengancam stabilitas nasional, hak-hak yang dijamin
dalam konvensi ini tidak boleh dilanggar. Setidaknya terdapat 7 (tujuh) hak yang
harus tetap dihormati, karena merupakan intisari dari Konvensi ini, yaitu: hak atas
kehidupan, hak kebebasan, integritas fisik, status sebagai subyek hukum,
kepribadian, perlakuan tanpa diskriminasi dan hak atas keamanan. Ketentuan ini
terdapat juga dalam Pasal 4 Kovenan PBB mengenai hak-hak sipil dan politik dan
Pasal 27 Konvensi HAM Amerika.10
Selain itu, terdapat pula hak-hak yang tak boleh dikurangi (non derogable
rights), baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan sengketa bersenjata.
Hak-hak yang tak boleh dikurangi tersebut meliputi hak hidup, prinsip (perlakuan)
non diskriminasi, larangan penyiksaan (torture), larangan berlaku surutnya hukum
pidana seperti yang ditetapkan dalam konvensi sipil dan politik, hak untuk tidak
dipenjarakan karena ketidakmampuan melaksanakan ketentuan perjanjian
(kontrak), perbudakan (slavery), perhambaan (servitude), larangan penyimpangan
berkaitan dengan dengan penawanan, pengakuan seseorang sebagai subyek
hukum, kebebasan berpendapat, keyakinan dan agama, larangan penjatuhan

9
Pasal 1 Deklarasi Unversal Hak Asasi Manusia, ditetapkan oleh Majelis Umum PBB dalam
resolusi 217 A (III), tertanggal 10 Desember 1948.
10
Ius Yusep, Makalah Hukum Humaniter, 2013
http://iusyusephukum.blogspot.co.id/2013/05/makalah-hukum-humaniter.html [Diakses pada
tanggal 20 Desember 2016].

i
7

hukum tanpa putusan yang dimumkan lebih dahulu oleh pengadilan yang lazim,
larangan menjatuhkan hukuman mati dan melaksanakan eksekusi dalam keadaan
yang ditetapkan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf (d) yang bersamaan pada keempat
Konvensi Jenewa.
Konferensi internasional mengenai hak asasi manusia yang
diselenggarakan oleh PBB di Teheran pada tahun 1968 secara resmi menjalin
hubungan antara Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hukum Humaniter Internasional
(HHI). Dalam Resolusi XXIII tanggal 12 Mei 1968 mengenai penghormatan
HAM pada waktu pertikaian bersenjata, meminta agar konvensi-konvensi
tentang pertikaian bersenjata diterapkan secara lebih sempurna dan supaya
disepakati perjanjian baru mengenai hal ini. Resolusi ini mendorong PBB untuk
menangani pula Hukum Humaniter Internasional.11
Terdapat 3 aliran yang berkaitan dengan hubungan hukum humaniter
internasional;
1. Aliran integritas
Aliran integrationis berpendapat bahwa sistem hukum yang satu berasal
dari hukum yang lain. Dalam hal ini, maka ada 2 (dua) kemungkinan, yaitu:
a. Hak asasi manusia menjadi dasar bagi hukum humaniter internasional, 12
dalam arti bahwa hukum humaniter merupakan cabang dari hak asasi
manusia. Pendapat ini antara lain dianut oleh Robertson, yang menyatakan
bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar bagi setiap orang, setiap
waktu dan berlaku di segala tempat. Jadi hak asasi manusia merupakan
genus dan hukum humaniter merupakan species-nya, karena hanya berlaku
untuk golongan tertentu dan dalam keadaan tertentu pula.
b. Hukum Humaniter Internasional merupakan dasar dari Hak Asasi Manusia,
dalam arti bahwa hak asasi manusia merupakan bagian dari hukum

11
Riki Septiawan Makalah Hukum Humaniter, 2012,
http://rikiseptiawan180991.blogspot.co.id/2012/05/contoh-makalah-hukum-humaniter.html
[Diakses pada Tanggal 20 Desember 2016].
12
Menurut saya, mengapa HAM menjadi dasar dari hukum humaniter internasional karena pada
dasarnya hukum humaniter adalah cabang ilmu yang berguna untuk memperlakukan manusia
secara manusiawi dalam peperangan, agar perang tersebut tidak mengakibatkan pelanggaran
HAM sangat banyak, baik pada pihak yang berperang maupun para penduduk sipil.

i
8

humaniter. Pendapat ini didasarkan pada alasan bahwa hukum humaniter


lahir lebih dahulu daripada hak-hak asasi manusia. Jadi secara kronologis,
hak asasi manusia dikembangkan setelah hukum humaniter internasional.
Hukum humaniter internasional merupakan dasar dari hak asasi manusia,
dalam arti bahwa hak asasi manusia merupakan bagian dari hukum
humaniter. Pendapat ini didasarkan pada alasan bahwa hukum humaniter
lahir lebih dahulu daripada hak-hak asasi manusia.13
2. Aliran Separatis
Aliran separatis melihat Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter
Internasional sebagai sistem hukum yang sama sekali tidak berkaitan, karena
keduanya berbeda. Perbedaan kedua sistem tersebut terletak pada obyek, sifat,
dan saat berlakunya.
Aliran Separatis melihat hak asasi manusia dan hukum humaniter
internasional sebagai sistem hukum yang sama sekali tidak berkaitan, karena
keduanya berbeda. Perbedaan kedua sistem ini terletak pada:14
a. Obyeknya: hukum humaniter internasional mengatur sengketa bersenjata
antara negara dengan kesatuan lainnya; sebaliknya hak asasi manusia
mengatur hubungan antara pemerintah dengan warga negaranya di dalam
negara tersebut;
b. Sifatnya: hukum humaniter internasional bersifat mandatory a
political sertaperemptory;
c. Saat berlakunya: Hukum humaniter internasional berlaku pada saat perang
atau masa sengketa bersenjata, sedangkan HAM berlaku pada saat damai.15

13
Resolusi XXIII tanggal 12 Mei 1968 mengenai penghormatan HAM pada waktu pertikaian
bersenjata).
14
Ahmad Baharuddin Naim, Hukum Humaniter Internasional, Universitas Lampung, Bandar
Lampung, 2010, hlm. 27.
15
Resolusi XXIII tanggal 12 Mei 1968 mengenai penghormatan HAM pada waktu pertikaian
bersenjata).

i
9

3. Aliran komplementaris16
Aliran Komplementaris melihat Hukum Hak Asasi Manusia dan
Hukum Humaniter Internasional melalui proses yang bertahap, berkembang
sejajar dan saling melengkapi.
Dengan demikian, walaupun hukum humaniter berlaku pada waktu
sengketa bersenjata dan hak asasi manusia berlaku pada waktu damai. Namun
inti dari hak-hak asasi atau hard core rights tetap berlaku sekalipun pada
waktu sengketa bersenjata. Keduanya saling melengkapi. Selain itu, ada
keterpaduan dan keserasian kaidah-kaidah yang berasal dari
instrumeninstrumen hak asasi manusia dengan kaidah-kaidah yang berasal dari
instrumeninstrumen hukum humaniter internasional. Keduanya tidak hanya
mengatur hubungan diantara negara dengan negara dengan menetapkan hak-
hak dan kewajiban mereka secara timbal balik.
Berikut ini merupakan latar belakang Hubungan Hukum Humaniter
Internasional dan Hak Asasi Manusia:
1. Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Hak Asasi Manusia dua sistem
hukum yang serupa tapi tak sama;
2. Kelahiran Hukum Humaniter Internasional dilatar belakangi oleh situasi
sengketa bersenjata;
3. Kelahiran Hukum Hak Asasi Manusia dilatarbelakangi oleh adanya
tindakan kesewenang-wenangan terhadap harkat dan martabat manusia;
4. Perkembangan Hukum Humaniter Internasional diwarnai perkembangan
hukum perlindungan HAM;
5. Pelanggaran terhadap HAM dapat berakibat timbulnya pertikaian bersenjata
korban pertikaian bersenjata dijamin oleh Hukum Humaniter
Internasional.17

16
Ahmad Baharuddin Naim, Op., cit. hlm. 27.
17
Danial Amir, Diktat Hukum Humaniter Internasional, Serang, 2016, hlm 55.

i
10

C. BENTUK PELANGGARAN HUKUM PADA KASUS PEPERANGAN


ANTARA RUSIA DENGAN UKRAINA YANG BERKAITAN DENGAN
HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA.
Pengertian kejahatan perang dalam arti luas ialah :
1. Pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan perang;
2. Kejahatan terhadap perdamaian (crimes againt peace);
3. Kejahatan terhadap perikemanusiaan (crimes against humanity);
4. Genosida (genocide).18
Sementara itu, yang dimaksud dengan kejahatan perang dalam arti sempit,
adalah pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan perang.19
Pengertian kejahatan perang dalam arti luas mulai mendapatkan bentuknya
sesudah Perang Dunia Kedua. Dalam hal ini keputusan yang diambil oleh
Internasional Military Tribunal yang bersidang di Nuremberg, mempunyai arti
yang sangat penting. Hal-hal yang berhubungan dengan Nuremberg judgement
pada khusunya, dan peradilan kejahatan perang dalam arti luas pada umumnya,
tidak akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.20
Kejahatan yang menjadi yuridiksi Mahkamah Pidana Internasional yang
merupakan tergolong pelanggaran berat (grave breaches). Kejahatan-kejahatan
yang dimaksud diantaranya kejahatan genosida, kejahatan perang, kejahatan
terhadap kemanusiaan, dan kejahatan agresi. Dari empat kejahatan tersebut pada
dasarnya berkaitan dengan Hak Asasi Manusia baik bagi orang sipil ataupun
orang militer. Kejahatan kemanusiaan salah satunya menjadi perhatian bagi
masyarakat internasional agar mendapatkan upaya pencegahan dan perlindungan
bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup damai, aman, dan terhindar
dari rasa ketakutan. Kejahatan kemanusiaan merupakan tindakan yang dilakukan
dengan penyerangan dan terorganisasi secara langsung terhadap manusia
(masyarakat) sipil yang mengakibatkan banyak korban.21

18
Haryomataram, 2005, Pengantar Hukum Humaniter, Raja Grafindo, Jakarta, hlm 105.
19
Ibid,.
20
Ibid,.
21
Anis Widyawati, Hukum Pidana Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm 89.

i
11

Defenisi mengenai kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes againts


humanity) berawal dari ketentuan yang tercantum di dalam Piagam Nuremberg
yang juga membentuk Mahkamah militer Internasional Nuremberg, diatur di
dalam Pasal 6 (c) yang mendefinisikan kejahatan kemanusiaan adalah:22
Pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, deportasi, dan perbuatan-
perbuatan tidak manusiawi lainnya dilakukan terhadap populasi sipil,
sebelum atau selama perang, atau persekusi-persekusi atas dasar-dasar
politik, rasa atau agama sebagai pelaksanaan dari atau berhubungan dengan
setiap kejahatan yang berada di dalam yuridiksi pengadilan tersebut baik
yang melanggar ataupun tidak hukum negara setempat di mana ia
dilakukan.......

Letkol Sergey Stechenko merupakan komandan perang dari Rusia. Rusia


telah memblokade seluruh wilayah Crimea dari dunia luar termasuk blokade di
laut. Akibatnya, kapal-kapal perang milik Ukraina tidak bisa keluar ataupun
masuk ke Crimea. Pasukan angkatan laut Ukraina yang berbasis di Crimea tidak
bisa melakukan apapun, karena pihak Rusia juga memblokade pangkalan mareka.
Kehadiran militer Rusia di wilayah Crimea tanpa adanya perlawanan dari militer
Ukraina. Wilayah Crimea bisa dikatakan berada dibawah kontrol penuh pihak
Rusia. Tindakan Rusia memasuki dan menduduki wilayah Ukraina merupakan
tindakan yang melanggar kedaulatan Ukraina. Setiap Negara tidak diperkenankan
untuk ikut campur tangan dalam atau atas persoalan yang terjadi di wilayah
Negara lain. Tidak ada Negara yang boleh melakukan intervensi terhadap Negara
lain.
Bentuk-bentuk pelanggaran Hukum yang terjadi dalam kasus pertikaian
antara Rusia dengan Ukraina, yaitu sebagai berikut :

1. Intervensi militer Rusia terhadap Ukraina berdasarkan Resolusi Majelis Umum


dan Amandemen Statuta Roma di Kampala tentang agresi; seharusnya tindakan
Rusia dapat dikatakan sebagai tindakan agresi. Tentara Rusia telah melakukan
tindakan yang digolongkan kedalam tindakan agresi seperti blokade yang
melanggar ketentuan Pasal 8 bis (c); serta melanggar ketentuan dari pasal 8 bis

22
Ibid,.

i
12

(e) sebagaimana yang terdapat dalam perjanjian Black Sea Fleet SOFA tahun
1997 tentang penempatan militer Rusia di wilayah Ukraina.

2. Pasal 6 Covenant Hak Sipil dan Politik mengatur tentang Hak untuk hidup.
Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa kehidupan dilindungi oleh HHI dengan
adanya Konvensi Jenewa yang menetapkan kewajiban untuk mengumpulkan
dan merawat orang yang sakit dan cedera, dan yang mengatur tentang
perlakuan tawanan perang, interniran sipil dan masyarakat sipil di bawah
pendudukan musuh, serta tentang hukuman mati seperti; ketentuan yang
melarang pelaksanaan hukuman mati dalam 6 bulan berikut keputusan
pengadilan atau yang melarang hukuman mati dijatuhkan pada orang berumur
di bawah 18 tahun, pada wanita hamil, maupun ibu yang mempunyai anak
masih kecil (Konvensi Jenewa IV, Pasal 68 dan 75). Intisari atau hard-core
HAM yang dimaksud meliputi:
a. Hak untuk hidup (Pasal 6 Covenant, 2 Konvensi Roma, 4 Pakta San Jose).
b. Larangan penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi (Pasal 7
Covenat, 3 Konvensi Roma, 5 Pakta San Jose)
c. Larangan perbudakan (Pasal 8 Covenant, 4 Konvensi Roma, 6 Pakta San
Jose)
d. Jaminan pengadilan (Pasal 15 Covenant, 7 Konvensi Roma, 9 Pakta san
Jose).

3. Rusia dengan mengirimkan pasukannya ke Ukraina merupakan tindakan agresi


dan merupakan ancaman serius bagi integritas Ukraina dan perdamaian serta
stabilitas di seluruh wilayah Ukraina. Negara Ukraina melihat intervensi militer
Rusia sebagai indikasi bahwa pihak Rusia ingin memulai perang dengan
Ukraina. Jika melihat kepada Resolusi Majelis Umum PBB No. 3314 yang
dikeluarkan pada tanggal 14 Desember 1974 tentang agresi. Pasal 1
menyebutkan agresi merupakan suatu tindakan penggunaan pasukan bersenjata
oleh suatu negara terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan

i
13

politik dari negara lain, atau dengan cara-cara lain apapun yang bertentangan
dengan Piagam PBB seperti yang tersebut dalam definisi ini.

4. Aktivis Oposisi Dmytro Bulatov, hilang sejak 22 Januari, kemudian muncul


kembali dalam keadaan memar dan bagian dari telinga kanannya dipotong.
kelompok pro - Rusia berada di balik penculikan dan penyiksaan itu.
a. Konvensi Jenewa III tentang perlakuan Tawanan Perang
Konvensi Den Haag yang diselenggaran pada tahun 1899 dan 1907,
menyinggung pula soal tawanan perang. Namun demikian, pada waktu
Perang Dunia I, ketentuan-ketentuan yang mengatur persyaratan penahanan
dan perlakuan tawanan perang masih kurang oleh karena itu, pada tahun
1929, disusun Konvensi Jenewa tentang perlakuan tawanan perang yang
terdiri dari 97 pasal. Konvensi ini menegaskan bahwa:
1) Tawanan perang bukanlah seorang Kriminal, tetapi pihak musuh yang
tidak dapat lagi turut serta dalam pertempuran;
2) Oleh karena itu, tawanan perang harus diperlakukan secara manusiawi
selama ditahan;
3) Tawanan perang harus dibebaskan pada waktu permusuhan sudah
berakhir.
Konvensi Jenewa ini dikembangkan kembali pada tahun 1949, menjadi
Konvensi Jenewa III.
b. Pasal 8 ICC STATUTA ROMA
Kejahatan Perang
1) Mahkamah harus memiliki yurisdiksi (kewenangan) dalam hal kejahatan-
kejahatan perang khususnya jika kejahatan tersebut dilakukan sebagai
bagian dari rencana atau kebijakan atau bagian dari skala besar perintah
untuk melakukan kejahatan tersebut.
2) Dalam Statuta ini, kejahatan perang, berarti:
a) Merujuk kepada Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949, bahwa
perbuatan melawan hak seseorang atau kepemilikan seseorang berikut

i
14

ini dilindungi dibawah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam


konvensi Jenewa, yaitu:
Pembunuhan sengaja;
Penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi, termasuk percobaan-
percobaan biologi;
Perbuatan yang dikendaki untuk menimbulkan penderitaan yang
dalam, atau luka badan maupun kesehatan yang serius;
Perusakan secara luas dan perampasan terhadap milik seseorang,
tidak berdasarkan keperluan militer dan dilakukan secara melawan
hukum dan serampangan;
Pemaksaan terhadap tawanan perang atau orang yang dilindungi
lainnya untuk melayani dalam ancaman kekuasaan musuh;
Upaya untuk menghalang-halangi yang dilakukan dengan
sengaja terhadap tawanan perang atau orang yang dilindungi yang
mana mereka memiliki hak untuk mendapatkan Mahkamah secara
adil dan sewajarnya;
Deportasi secara melawan hukum atau pemindahan atau penahanan
secara melawan hukum;
Penyanderaan

5. Dikatakan, sedikitnya 2.593 orang termasuk sedikitnya 23 anak-anak telah


terbunuh di Ukraina antara pertengahan April ketika konflik pecah dan 27
Agustus dengan sebanyak 5.956 orang luka-luka.
a. Terjadi pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB, semua anggota
dalam hubungan internasionalnya menghindarkan diri mereka dari ancaman
atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan
politik setiap negara, atau dengan cara apapun yang bertentangan dengan
tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
b. Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai Perlindungan Korban Perang yang
disebut juga Konvensi Palang Merah, mencakup empat buah konvensi yang
masing-masing bernama:
1) Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Kondisi Tentara yang Cedera dan
Sakit di Medang Perang.

i
15

2) Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Kondisi Tentara yang Cedera, Sakit,


dan Korban Kapal Karam dalam Peperangan di Laut.
3) Konvensi Jenewa tentang Perlakuan Tawanan Perang.
4) Konvensi Jenewa tentang Perlindungan kepada para Penduduk Sipil
dalam Peperangan.
c. Pasal 38 Konvensi Hak Anak (Children Rights Convention) 1989 juga
mengatur bahwa anak-anak adalah subyek dari hukum humaniter
internasional (Konvensi Geneva III 1949) yang sekali-sekali tak dapat
dikorbankan ataupun dijadikan sebagai kelompok bersenjata (combatants).

6. Kelompok-kelompok dari Rusia yang bersenjata terus melakukan pembunuhan,


penculikan, penyiksaan fisik dan pskologis.
a. Terjadi pelanggaran terhadap Pasal 1 ayat (4) Protokol Tambahan I tahun
1977, di mana pendudukan asing Rusia di atas wilayah Ukraina dilakukan
secara paksa dengan kekerasan bersenjata.
b. Larangan penyiksaan Dalam HAM, pelanggaran ini ditetapkan dalam
Covenant mengenai Hak Sipil dan Politik Pasal 7. Dalam HHI sebagian
besar dari Konvensi-konvenai Jenewa dapat dilihat dalam Prakteknya
merupakan rincian mengenai cara meperlakukan korban pertikaian
bersenjata.
c. Pasal 7 ICC STATUTA ROMA, Kejahatan terhadap kemanusiaan Untuk
kepentingan Statuta ini, "kejahatan terhadap kemanusiaan"(crimes against
humanity), berarti beberapa perbuatan di bawah ini jika dilakukan sebagai
bagian dari sebuah penyebarluasan atau penyerangan langsung yang
ditujukan terhadap penduduk sipil secara sistematis.

i
16

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Jadi Hubungan antara Hukum Humaniter Internasional dengan Hak Asasi
Manusia yaitu Dalam konvensi-konvensi tentang hak asasi manusia terdapat pula
berbagai ketentuan yang penerapannya pada situasi perang, terdapat pula hak-hak
yang tak boleh dikurangi (non derogable rights), baik dalam keadaan damai
maupun dalam keadaan sengketa bersenjata. Serta keterkaitan antara Hukum
Internasional dengan HAM yaitu dimana mempunyai tujuan dari hukum
humaniter internasional adalah untuk memberikan perlindungan kepada korban
perang, menjamin Hak Asasi Manusia (HAM) dan mencegah dilakukannya
perang secara kejam. Hukum humaniter internasional lebih ditujukan untuk
kepentingan kemanusiaan, yaitu mengurangi penderitaan setiap individu dalam
situasi konflik bersenjata. Terdapat 3 aliran yang berkaitan dengan hubungan
hukum humaniter internasional yaitu Aliran integritas, Aliran Separatis dan Aliran
komplementaris.
Dalam Kasus perang antara Rusia dengan Ukraina banyak sekali bentuk
pelanggaran baik melanggar Hukum Humaniter maupun Hukum Hak Asasi
Manusia. Berikut ini merupakan aturan yang dilanggarnya:
1. Pasal 6 Covenant Hak Sipil dan Politik mengatur tentang Hak untuk hidup.
Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa kehidupan dilindungi oleh HHI dengan
adanya Konvensi Jenewa.
2. Rusia dengan mengirimkan pasukannya ke Ukraina merupakan tindakan agresi
dan merupakan ancaman serius bagi integritas Ukraina dan perdamaian serta
stabilitas di seluruh wilayah Ukraina.
3. Konvensi Jenewa III tentang perlakuan Tawanan Perang
Konvensi Den Haag yang diselenggaran pada tahun 1899 dan 1907, yaitu
dimana seorang Aktivis Oposisi Dmytro Bulatov, hilang sejak 22 Januari,

i
16
17

kemudian muncul kembali dalam keadaan memar dan bagian dari telinga
kanannya dipotong. kelompok pro Rusia berada di balik penculikan dan
penyiksaan itu.
4. Terjadi pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB. Dikatakan,
sedikitnya 2.593 orang termasuk sedikitnya 23 anak-anak telah terbunuh di
Ukraina antara pertengahan April ketika konflik pecah dan 27 Agustus dengan
sebanyak 5.956 orang luka-luka.

i
18

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Ahmad Baharuddin Naim, Hukum Humaniter Internasional. Universitas
Lampung, Bandar Lampung, 2010.

Al Araf, Perlindungan Terhadap Pembela Hak Asasi Manusia, Imparsial, Jakarta,


2005.

Anis Widyawati, Hukum Pidana Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2014.

Antonio Cassese, Hak Asasi Manusia di Dunia yang Berubah, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta, 2005.

Danial Amir, Diktat Hukum Humaniter Internasional, Serang, 2016.

Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, Raja Grafindo, Jakarta, 2005.

Dokumen
Lembar Fakta HAM, 1998: 172.

Pasal 1 butir Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 3886.

Pasal 1 Deklarasi Unversal Hak Asasi Manusia, ditetapkan oleh Majelis Umum
PBB dalam resolusi 217 A (III), tertanggal 10 Desember 1948.

Resolusi XXIII tanggal 12 Mei 1968 mengenai penghormatan HAM pada waktu
pertikaian bersenjata.

Internet
Ius Yusep, Makalah Hukum Humaniter, 2013
http://iusyusephukum.blogspot.co.id/2013/05/makalah-
hukumhumaniter.html [Diakses pada tanggal 20 Desember 2016].

Riki Septiawan Makalah Hukum Humaniter, 2012,


http://rikiseptiawan180991.blogspot.co.id/2012/05/contoh-makalah-hukum-
humaniter.html [Diakses pada Tanggal 20 Desember 2016].

18

Anda mungkin juga menyukai