Anda di halaman 1dari 6

Nama : Davien Febio P

Nim : 201610110311147

Hukum Dan Ham Kelas E

Penyelesaian sengketa HAM

Analisa Film Hotel Rwanda dan Sometimes in April

1. Analisa jenis kejahatan di dalam film tersebut jelaskan kualifikasi suatu kejahatan
dapat digolongkan sebagai kejahatan HAM berat

- Hotel rwanda : Kejahatan genosida yang terjadi pada tahun 1994 di Rwanda. Dalam film
tersebut, peristiwa Genosida terjadi lantaran adanya ketegangan antara kelompok
interahamwe dan impuzamugambib terhadap kelompok entis Tutsi dan Hutu moderat.
- Sometimes in april :sebenarnya hampir sama dengan film hotel rwanda dalam film ini
menvceritaka kilas balik Pertikaian antar suku, yang mengarah pada pembersihan etnis
(genocide). Dalam film tersebut, peristiwa Genosida terjadi lantaran adanya ketegangan
antara kelompok interhamwe terhadap suku Hutu moderat dan Tutsi
Film Hotel Rwanda termasuk kedalam Kejahatan Ham berat karena mempunyai
indikasi Genosida terhadap etnis Tutsi dan Hutu moderat Film ini berdasarkan sebuah
kejadian nyata mengenai kejahatan genosida yang terjadi di Rwanda pada tahun 1994
berdasarkan sudut pandang seorang manajer hotel, Paul Rusesabagina (diperankan oleh
Don Cheadle atau sekarang bisa disebut sebagai pemeran iron patriot di Avengers di
Film Marvel), yang berupaya menyelamatkan rekan-rekan sebangsanya awalmulanya
terjadi pembunuhan terhadap presiden rwanda yang di bom jatuh oleh kelompok
interahamwe dan dilanjutkan pembunuhgan etnis oleh kelompok interahamwe dilakukan
oleh kelompok interahamwe melakukan Genosida Rwanda. Film ini juga disebut sebagai
Schindler's List versi Afrika. Didalam film Sometimes in April ini, sebenarnya hampir
sama latar ceritanya dalam film ini di ceritakan dari sudut pandang oleh tentara afrika
yang bernama augustian yang di perankan oleh idris elba menceritakan tentang perang
saudara yang melibatkan kelompok interahamwe terhadap suku Hutu dan Tutsi. Dimana
yang menjadi korban dalam film ini adalah suku Tutsi dan hutu moderat, dan
yang menjadi aktor pembantaian adalah suku Hutu yang menolak perombakan sistem
pemerintahan yang awalnya dilakukan perdamaian oleh presiden rwanda yang
akhirnyapresiden rwanda di bom jatuh oleh kelompok interhamwe .Perang Genosida
yang terjadi merupakan lanjutan dari konflik yang terjadi diantara kedua suku tersebut.
Korban jiwa yang dihasilkan oleh Genosida ini hampir menebus 1.000.000 jiwa.
Genosida atau genosid (Bahasa Inggris: genocide) adalah sebuah pembantaian besar-
besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau sekelompok suku bangsa
dengan maksud memusnahkan atau (membuat punah) bangsa tersebut. Kata ini pertama
kali digunakan oleh seorang ahli hukum Polandia, Raphael Lemkin, pada
tahun 1944dalam bukunya Axis Rule in Occupied Europe yang diterbitkan di Amerika
Serikat. Kata ini diambil dari bahasa Yunani γένος genos ('ras', 'bangsa' atau 'rakyat')
dan bahasa Latincaedere ('pembunuhan').Genosida merupakan satu dari
empat pelanggaran HAM berat yang berada dalam yurisdiksi International Criminal
Court.
Pelanggaran HAM berat lainnya ialah kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan
perang, dan kejahatan Agresi. Untuk menentukan suatu kejahatan terhadap kemanusiaan
perlu untuk memperhatikan dua hal, yaitu Actus Reus (tindakan jahat) dan Mens
Rea (niat jahat). Dalam hal ini, serangan dengan menggunakan senjata kimia terhadap
penduduk sipil di Suriah secara kasat mata memenuhi unsur Actus Reussebagaimana
yang tercantum dalam Statuta Roma. Namun dalam menentukan Mens Rea dalam kasus
tersebut bukanlah hal yang mudah dan memerlukan kajian yang lebih dalam dan tidak
bisa hanya melalui berita yang beredar di media saja “Kejahatan genosida mencakup
tindakan yang luas, tidak hanya pembunuhan tapi juga mencegah adanya keturunan
(aborsi, sterilisasi) dan juga sarana yang dianggap membahayakan nyawa dan kesehatan
(pemisahan keluarga secara paksa dengan tujuan untuk mengurangi populasi, dan
sebagainya) …. Tindakan-tindakan tersebut ditujukan terhadap suatu kelompok dan
beberapa individu yang menjadi anggota dari kelompok terebut.”

Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Crimes against Humanity)

Genosida merupakan salah satu pelanggaran berat dalam Hukum Humaniter


Internasional, bersama – sama dengan pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan
perang, kejahatan terhadap perdamaian, dan kejahatan terhadap perikemanusiaan.Konsep
CAH pertama kali diperkenalkan di era setelah berakhirnya Perang Dunia II. Dalam 

Pasal 6 huruf c Charter of the International Military


Tribunal(“Nuremberg Charter”),

tindakan CAH dijelaskan sebagai berikut:Pembunuhan, pemusnahan, perbudakan,


pemindahan secara paksa dan tindakan tidak manusiawi lainnya yang ditujukan pada
masyarakat sipil, sebelum atau selama perang, atau penindasan berdasarkan politik, ras
atau agama dalam pelaksanaan atau dalam ruang lingkup pengadilan ini, apakah
perbuatan tersebut baik yang melanggar atau tidak hukum dimana perbuatan tersebut
dilakukan.

Seiring dengan terjadinya perkembangan di bidang hukum pidana internasional,


penjelasan terkait CAH tersebut kemudiaan diadaptasi dan digunakan di dalam beberapa
statuta pengadilan internasional, antara lain:
a) International Military Tribunal for the Far East;
b) International Criminal Tribunal for Former Yugoslavia (ICTY);
c) International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR); dan
d) International Criminal Court (ICC).
Saat ini dapat dikatakan bahwa pengaturan terkait CAH yang paling komprehensif
terdapat pada The Rome Statute of the International Criminal Court (“Statuta
Roma”) Tahun 1998, atau statuta pendirian dari ICC. DalamPasal 7 ayat (1) Statuta
Roma diatur mengenai jenis-jenis perbuatan yang termasuk dalam kualifikasi CAH,
yaitu:
“Kejahatan terhadap kemanusiaan” berarti salah satu dari perbuatan berikut ini apabila
dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan kepada
suatu kelompok penduduk sipil, dengan mengetahui adanya tindakan berikut ini:
a. Pembunuhan;
b. Pemusnahan;
c. Perbudakan;
d. Deportasi atau pemindahan paksa penduduk;
e. Pemenjaraan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-
aturan dasar hukum internasional;
f. Penyiksaan;
g.  Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, penghamilan paksa,
pemaksaan sterilisasi, atau suatu bentuk kekerasan seksual lain yang cukup berat;
h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok yang dapat diidentifikasi atau kolektivitas
atas dasar politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, gender sebagai didefinisikan
dalam ayat 3, atau atas dasar lain yang secara universal diakui sebagai tidak diizinkan
berdasarkan hukum internasional, yang berhubungan dengan setiap perbuatan yang
dimaksud dalam ayat ini atau setiap kejahatan yang berada dalam jurisdiksi
Mahkamah;
i.  Penghilangan paksa;
j. Kejahatan apartheid;
k. Perbuatan tak manusiawi lain dengan sifat sama yang secara sengaja menyebabkan
penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau mental atau kesehatan fisik.

Ketentuan tersebut kemudian dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 7 ayat


(2) Statuta Roma, yaitu:
a. Serangan yang terdiri dari tindakan sebagaimana disebutkan dalam ayat (1) terhadap
penduduk sipil yang berkaitan dengan atau merupakan tindak lanjut dari kebijakan
negara atau organisasi untuk melakukan penyerangan tersebut.
b. Pemusnahan diartikan sebagai tindakan yang termasuk di antaranya penerapan
kondisi tertentu yang mengancam kehidupan secara sengaja, antara lain menghambat
akses terhadap makanan dan obat-obatan, yang diperkirakan dapat menghancurkan
sebagian penduduk;
c. Perbudakan diartikan sebagai segala bentuk pelaksanaan hak milik terhadap objek
yang berupa orang, termasuk tindakan mengangkut objek tersebut, khususnya
perempuan dan anak-anak;
d. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa diartikan sebagai tindakan
merelokasi penduduk melalui pengusiran atau cara kekerasan lainnya dari tempat
dimana penduduk tersebut secara sah berada, tanpa dasar yang dibenarkan menurut
hukum internasional;
e. Penyiksaan diartikan tindakan secara sengaja untuk memberikan rasa sakit atau
penderitaan, baik fisik maupun mental, orang-orang yang ditahan di bawah kekuasaan
pelaku. Kecuali itu, bahwa penyiksaan tersebut tidak termasuk rasa sakit atau
penderitaan yang hanya muncul secara inheren atau insidental dari pengenaan sanksi
yang sah;
f. Penghamilan paksa berarti penyekapan secara tidak sah seorang perempuan yang
dibuat hamil secara paksa, dengan maksud memengaruhi komposisi etnis suatu
populasi atau merupakan pelanggaran berat lainnya terhadap hukum internasional.
Definisi ini tidak dapat ditafsirkan mempengaruhi hukum nasional terkait kehamilan;
g. Penindasan diartikan penyangkalan keras dan sengaja terhadap hak-hak dasar dengan
cara bertentangan dengan hukum internasional dengan alasan identitas sebuah
kelompok atau kolektif;
h. Kejahatan apartheid diartikan tindakan tidak manusiawi dengan karakter yang serupa
dengan tindakan-tindakan yang disebutkan dalam ayat (1), dilakukan dalam konteks
penindasan sistematis yang dilakukan oleh suatu rezim dan dominasi satu kelompok
ras tertentu dari kelompok ras lainnya dengan maksud untuk mempertahankan rezim
tesebut;
i. Penghilangan orang secara paksa diartikan sebagai penangkapan, penahanan atau
penculikan terhadap seseorang atas dasar wewenang, dukungan atau persetujuan suatu
negara ataupun organisasi politik, yang kemudian diikuti oleh penolakan pengakuan
kebebasan atau pemberian informasi tentang keberadaan orang-orang tersebut,
dengan maksud untuk menghilangkan perlindungan hukum dalam waktu yang lama.

2. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa yang dipilih dalam menyelesaikan


sengeketa tersebut jelaskan !

Menegakan hukum internasional yang berlaku tentang kemanusiaan terutama


tentang Hak Asasi Manusia dan hukum internasional tentang kejahatan genosida. Pada
tanggal 9 Desember 1948, PBB menyetujui Konvensi tentang Pencegahan dan
Penghukuman atas Kejahatan Genosida. Konvensi ini menetapkan genosida sebagai
kejahatan internasional, yang akan dicegah dan dihukum oleh negara-negara
penandatangannya. Meski banyak kasus kekerasan terhadap kelompok yang terjadi
sepanjang sejarah, perkembangan legal dan internasional istilah ini terkonsentrasi pada
dua periode sejarah utama: waktu mulai dimunculkannya istilah itu hingga diterimanya
sebagai hukum internasional (1944-1948), dan waktu diaktifkannya istilah itu yang
ditandai dengan digelarnya pengadilan penj
ahat internasional untuk menuntut kejahatan genosida (1991-1998). Mencegah
genosida, sebagai amanat utama lainnya dari konvensi ini, tetap menjadi tantangan yang
terus dihadapi banyak negara dan individu.

3. Buatlah Mind Mapping penyelesaian sengketa HAM baik melalui jalur litigasi
maupun non litigasi yang dilakukan secara nasional Indonesia maupun Internasio
Penyelesaian Sengketa HAM

Internasional
Nasional

Terdapat dalam pasal


Litigasi Non Litigasi
33 dalam piagam PBB

Sifat litigasi Sifat non Cara penyelesaian


litigasi sengketa Internasional
1.prosesnya
makan 1.penyelesaian
waktu lama sengketa bisa
lebih cepat
2. terbuka
2.konfidensial ( 1.negosiasi
untuk
tertutup ) (dalam UU
umum
No.39/1999
3. 3 putusan final disebut dengan
penerapan dan banding konsultasi )
hukum ( mengikat)
2.penyelidikan
acaranya
(enquiry )

3.mediasi

4.konsultasi
1.Arbitrase
Cara non litigasi
2.negosiasi 5. arbitrasi
menurut uu No
30 Tahun 19999 3.mediasi 6.penyelesaian
melalui
4.konsiliasi pengadilan
5.pendapat
ahli

Anda mungkin juga menyukai