Anda di halaman 1dari 21

Makalah Konsep Ketuhanan Dalam Islam

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : Bapak Drs. Miftah Ahmad Fathoni M.Ag.

Disusun oleh :
Zhulya Nur Chofifa (40040119650002)
Faizal Pambayun (40040119650014)
Jelita Mutiara Hati (40040119650018)
Muhammad Habib (40040119650030)
Fito Anandya Krisna (400401196500)
Iqbal Setya W. (40040119650074)

S.Tr. Teknologi Rekayasa Kimia Industri


Sekolah Vokasi
Universitas Diponegoro
Tahun 2019
Kata Pengantar

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena berkat
limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya.
Makalah ini memuat materi mata kuliah Pendidikan Agama Islam mengenai Konsep
Ketuhanan Dalam Islam.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari
semua pihak. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada dosen
pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam, Bapak Drs. Miftah Ahmad Fathoni M.Ag.
Dalam menyusun laporan ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat penyusun harapkan.

Semarang, 9 November 2019


Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sejarah peradaban Yunani, tercatat bahwa pengkajian dan kontemplasi tentang eksistensi
Tuhan menempati tempat yang khusus dalam bidang pemikiran filsafat. Contoh yang paling
nyata dari usaha kajian filosofis tentang eksistensi Tuhan dapat dilihat bagaimana filosof
Aristoteles menggunakan gerak-gerak yang nampak di alam dalam membuktikan adanya
penggerak yang tak terlihat (baca: wujud Tuhan).

Tradisi argumentasi filosofis tentang eksistensi Tuhan, sifat dan perbuatan-Nya ini kemudian
secara berangsur-angsur masuk dan berpengaruh ke dalam dunia keimanan Islam. Tapi tradisi
ini, mewujudkan semangat baru di bawah pengaruh doktrin-doktrin suci Islam dan kemudian
secara spektakuler melahirkan

filosof-filosof seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, dan secara riil, tradisi ini juga mempengaruhi
warna pemikiran teologi dan tasawuf (irfan) dalam penafsiran Islam.

Perkara tentang Tuhan secara mendasar merupakan subyek permasalahan filsafat. Ketika kita
membahas tentang hakikat alam maka sesungguhnya kita pun membahas tentang eksistensi
Tuhan. Secara hakiki, wujud Tuhan tak terpisahkan dari eksistensi alam, begitu pula sebaliknya,
wujud alam mustahil terpisah dari keberadaan Tuhan. Filsafat tidak mengkaji suatu realitas yang
dibatasi oleh ruang dan waktu atau salah satu faktor dari ribuan faktor yang berpengaruh atas
alam. Pencarian kita tentang Tuhan dalam koridor filsafat bukan seperti penelitian terhadap satu
fenomena khusus yang dipengaruhi oleh faktor tertentu.

Tuhan yang hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul yakni, Tuhan
hakiki itu bukan di langit dan di bumi, bukan di atas langit, bukan di alam, tetapi Dia meliputi
semua tempat dan segala realitas wujud.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu:


1. Apa itu Filsafat Ketuhanan Dalam Islam ?

2. Bagaimana Pembuktian Wujud Tuhan Dalam Islam ?

3. Bagaimana Proses Terbentuknya Iman?

4. Apa yang dimaksud Keimanan dan Ketakwaan ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui Filsafat Ketuhanan Dalam Islam.

2. Untuk mengetahui pembuktian Wujud Tuhan Dalam Islam.

3. Untuk mengetahui Proses Terbentuknya Iman.

4. Untuk mengetahui apa itu Keimanan dan Ketakwaan.


BAB II

PEMBAHASAN

1. FILSAFAT KETUHANAN ISLAM

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang
berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu
sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian
padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat
dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha
menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. (Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet.
IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990, Hlm. 45)

Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami
perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang
yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat
diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan atau semantik adalah cinta terhadap
pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas
yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.

Keimanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan
secara intensif. Keimanan kepada Allah SWT, kecintaan, pengharapan, ikhlas, kekhawatiran,
tidak dalam ridho-Nya, tawakkal nilai yang harus ditumbuhkan secara subur dalam pribadi
muslim yang tidak terpisah dengan aspek pokok ajaran yang lain dalam Islam.

Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan spiritual (QS. Ali
Imran: 190-191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya pada ranah emosi tetapi didukung
kecerdasan pikir atau ulul albab. Terpadunya dua hal tersebut insya Allah menuju dan berada
pada agama yang fitrah. (QS.Ar-Rum: 30).

Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan Islam untuk
menentukan Tuhan, dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat Muslim.
A. Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan
berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS : 45 (Al-
Jatsiiyah) : 23, yaitu:

‫ه ِم ْن بَ ْع ِد هَّللا ِ أَفَال‬Tِ ‫اوةً فَ َم ْن يَ ْه ِدي‬ َ َ‫ضلَّهُ هَّللا ُ َعلَى ِع ْل ٍم َو َختَ َم َعلَى َس ْم ِع ِه َوقَ ْلبِ ِه َو َج َع َل َعلَى ب‬
َ ‫ص ِر ِه ِغ َش‬ َ َ‫أَفَ َرأَيْتَ َم ِن اتَّ َخ َذ إِلَهَهُ هَ َواهُ َوأ‬
)٢٣( َ‫تَ َذ َّكرُون‬

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan
hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?

Dalam QS : 28 (Al-Qashash) : 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri:

‫صرْ حًا لَ َعلِّي أَطَّلِ ُع إِلَى إِلَ ِه ُمو َسى‬


َ ‫ت لَ ُك ْم ِم ْن إِلَ ٍه َغي ِْري فَأَوْ قِ ْد لِي يَا هَا َمانُ َعلَى الطِّي ِن فَاجْ َعلْ لِي‬
ُ ‫ال فِرْ عَوْ نُ يَا أَيُّهَا ْال َمأل َما َعلِ ْم‬
َ َ‫َوق‬
)٣٨( َ‫َوإِنِّي ألظُنُّهُ ِمنَ ْال َكا ِذبِين‬

dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku.
Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang
Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin
bahwa Dia Termasuk orang-orang pendusta".

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti
berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata (Fir’aun atau
penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk
tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Derifasi
makna dari kata ilah tersebut mengandung makna bahwa ‘bertuhan nol’ atau atheisme adalah
tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan
logika Al-Quran sebagai berikut:

Tuhan (Ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa,
sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan hendaklah
diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan
dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti
akan mendatangkan bahaya atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-Ilah sebagai berikut:

Al-Ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di
hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam
kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan
dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya
(M. Imaduddin, 1989 : 56)

Atas dasar definisi ini, tuhan bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang pasti,
manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran,
setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis
pada hakikatnya ber-tuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia)
mereka.

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “laa ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai
dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan
“melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala
macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu
Allah SWT.

Untuk lebih jelas memahami tentang siapakah Allah, DR. M. Yusuf Musa menjelaskan dalam
makalahnya yang berjudul “Al Ilahiyyat Baina Ibnu Sina wa Ibnu Rusyd” yang telah di edit oleh
DR. Ahmad Daudy, MA dalam buku Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam. Beliau
mengatakan : Dalam ajaran Islam, Allah SWT adalah pencipta segala sesuatu ; tidak ada sesuatu
yang terjadi tanpa kehendak-Nya, serta tidak ada sesuatu yang kekal tanpa pemeliharaan-Nya.
Allah SWT mengetahui segala sesuatu yang paling kecil dan paling halus sekali pun. Ia yang
menciptakan alam ini, dari tidak ada kepada ada, tanpa perantara dari siapa pun. Ia memiliki
berbagai sifat yang maha indah dan agung.

B. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan

1. Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan
atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat
penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori
evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat
sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan
oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan
Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah
sebagai berikut:

a. Dinamisme

Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang
berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada
benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada
pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang
berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India).

b. Animisme

Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah
mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang
apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek
negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai
dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.

c. Politeisme

Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu
banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut
dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang
bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi
angin dan lain sebagainya.

d. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan, terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu
dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang
sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu
bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui
tuhan (ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu tuhan untuk satu bangsa disebut dengan Henoteisme
(Tuhan Tingkat Nasional).

e. Monoteisme

Kepercayaan dalam bentuk Henoteisme melangkah menjadi Monoteisme. Dalam Monoteisme


hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk Monoteisme
ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.

Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller
dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya
monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya
rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan
pada wujud yang agung dan sifat-sifat yang khas terhadap tuhan mereka, yang tidak mereka
berikan kepada wujud yang lain.

Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme


menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang
evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka
menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau
wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam
kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan
bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan
monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993 : 26-27).

2. Pemikiran Umat Islam

Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di
kalangan umat Islam, timbul beberapa periode setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Yakni
pada saat terjadinya peristiwa tahkim antara kelompok Ali bin Abi Thalib dengan kelompok
Mu’awiyyah. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang
bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan
metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir
aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan
pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal
dengan tradisional. Aliran-aliran tersebut yaitu :

a. Mu’tazilah

Merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal pikiran
dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Dalam menganalisis ketuhanan,
mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk mempertahankan
kedudukan keimanan. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang
Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.

b. Qodariah

Berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia
sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan
manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

c. Jabariah

Berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua
tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan. Aliran ini merupakan pecahan dari
Murji’ah

d. Asy’ariyah dan Maturidiyah

Hampir semua pendapat dari kedua aliran ini berada di antara aliran Qadariah dan Jabariah.
Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat Islam periode
masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar
Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut
sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari Islam. Menghadapi
situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi
ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik
tertentu.
2. PEMBUKTIAN WUJUD TUHAN

Adanya alam organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik, tidak boleh
memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya, suatu akal yang
tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya pula bahwa
alam ini “ada”. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan
ilmiah dan kehidupan.

Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang adanya
Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan: percaya adanya makhluk, tetapi menolak adanya
Khaliq adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu yang
berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada
penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian
luasnya, ada dengan sendirinya tanpa pencipta ?

Dalam al-Quran, penggambaran tentang pengakuan akan eksistensi Tuhan dapat ditemukan
dalam Q.S al-Ankabut, 29: 61-63. Dalam ayat 61-63 dijelaskan bahwa: “bangsa arab yang
penyembah berhala tidak menolak eksistensi pencipta langit dan bumi.

Berdasarkan kandungan ayat ini, dapat dipahami bahwa bangsa arab sesungguhnya telah
memahami dan meyakini akan eksistensi Tuhan sebagai pencipta langit dan bumi serta
pengaturnya. Namun menurut al-Quran, ada segelintir anak manusia yang menolak eksistensi
tuhan, seperti penggambaran al-Quran dalam Q.S. al-Jasyiah (45): 24. Ayat ini menegaskan
bahwa: “mereka berkata: “ kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan didunia saja, kita mati
dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Penolakan akan eksistensi
tuhan oleh sebagian kecil manusia itu, hanya didasarkan pada dugaan semata dan tidak
didasarkan pada pengetahuan yang meyakinkan seperti ditegaskan dalam klausa penutup ayat 24
tersebut, yaitu:”mereka sekali kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain
hanyalah menduga-duga saja.

Banyak sekali ayat yang terkandung dalam Al-Quran yang menjelaskan tentang
keberadaan Allah sebagai tuhan semesta alam seperti yang terkandung dalam surah Ali-Imran
ayat 62 yang artinya “sesungguhnya ini adalah kisah yang benar. Tidak ada Tuhan selain Allah,
dan sungguh Allah Maha Perkasa , Maha Bijaksana.

Keesaan Allah SWT adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan
yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat Laa ilaaha illa Allah harus
menempatkan Allah SWT sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.

Banyak sekali bukti-bukti yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa Tuhan adalah
Wujud (ada). Bukti klasik yang sering digunakan adalah tentang adanya alam semesta. Setiap
sesuatu yang ada tentu diciptakan dan pencipta adalah Allah SWT Tuhan pencipta alam
semesta. Pembuktian dengan pendekatan seperti diatas sebenarnya bukanlah hal baru lagi. Jauh
sebelum umat Islam menggunakan pembuktian semacam itu, Plato telah mengemukakan teori
dalam bukunya Timaeus yang mengatakan bahwa tiap-tiap benda yang terjadi mesti ada yang
menjadikan.

3. PROSES TERBENTUKNYA IMAN

Benih iman yang dibawah sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang
berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif, besar
kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh
terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari
lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati
seperti cuaca, tanah , air, dan lingkungan flora serta fauna.

Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik yang disengaja
maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang. Tingkah laku orang tua
dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan bagi anak-anak. Dalam hal ini
Nabi SAW bersabda, “Setiap anak, lahir membawa fitrah. Orang tuanya yang berperan
menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau majusi”.

Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses perkenalan,
kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah SWT adalah langkah
awal dalam mencapai iman kepada Allah SWT. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah
SWT, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah SWT.

Disamping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa
pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang. Seorang anak harus
dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang
dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan
ajaran-ajaran Allah.

4. KEIMANAN DAN KETAKWAAN

Kata iman berasal dari Bahasa Arab, yaitu amina-yukminu-imanan yang secara etimologi berarti
yakin atau percaya. Dalam surat Al-Baqarah 165, yang artinya “Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah”.

Iman kepada Allah berarti percaya dan cinta kepada ajaran Allah, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul. Apa yang dikehendaki Allah, menjadi kehendak orang yang beriman, sehingga dapat
menimbulkan tekad untuk mengorbankan apa saja untuk mewujudkan harapan dan kemauan
yang menuntut Allah kepadanya.

Dalam hadits dinyatakan bahwa iman adalah hati membenarkan,lisan mengucapkan dan
dikerjakan dalam kehidupan sehari-hari (tashdiiqun bil qolbi waiqroru bil lisan wa’amalu bil
arkan) dan iman dalam Islam termaktub dalam rukun iman sedang aplikasinya didalam rukun
islam.

Iman itu mengikat orang islam, ia terikat dengan segala aturan hukum yang ada dalam islam
sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah. Oleh karenanya, orang Islam itu harus Iman,
sehingga ia meyakini ajaran Islam dan secara totalitas mengamalkannya dalam seluruh
kehidupannya.

Iman atau kepercayaan merupakan dasar utama dalam memeluk suatu agama karena dengan
keyakinan dapat membuat orang untuk melakukan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang
oleh keyakinannya tersebut atau dengan kata lain iman dapat membentuk orang jadi bertaqwa.
Dalam surah Al-Baqarah 165 dikatakan bahwa orang beriman adalah orang yang amat sangat
cinta kepada Allah. Oleh karena itu beriman kepada Allah berarti amat sangat cinta dan yakin
terhadap ajaran Allah yaitu Al-Quran. Jika kita ibaratkan dengan sebuah bangunan, keimanan
adalah pondasi yang menopang segala sesuatu yang berada diatasnya, yang kokoh tidaknya
bangunan itu sangat tergantung pada kuat tidaknya pondasi tersebut. Meskipun demikian
keimanan saja tidak cukup ia harus diwujudkan dengan amal perbuatan yang baik, yang sesuai
dengan ajaran agama yang kita anut. Keimanan tidaklah sempurna jika hanya diyakini dalam hati
tapi juga harus diwujudkan dengan diikrarkan oleh lisan dan dibuktikan dengan tindakan dalam
kehidupan sehari-hari.

Keimanan adalah perbuatan yang bila diibaratkan pohon, mempunyai pokok dan cabang. Iman
bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim berbuat
amal shaleh. Seseorang dikatakan beriman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan
mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai keyakinannya.

Berbicara masalah keimanan , kita bisa melihat takaran keimanan seseorang dari tanda-tandanya
seperti :

1. Jika menyebut atau mendengar nama Allah SWT hatinya bergetar, dan berusaha agar

Allah SWT tidak lepas dari ingatannya.

2. Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan keimanan

3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu melaksanakan perintahnya

4. Menafkahkan rizky yang diperolehnya di jalan Allah

5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan

6. Memelihara amanah dan menepati janji

Manfaat dan pengaruh Iman dalam kehidupan manusia :

1. Iman melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda

2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut

3. Iman memberikan ketentramann jiwa


4. Iman mewujudkan kehidupan yang baik

5. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen

Demikianlah manfaat iman dalam kehidupan manusia, bukan hanya sekedar kepercayaan yang
berada dalam hati manusia, tetapi dapat menjadi kekuatan yang mendorong dan membentuk
sikap dan perilaku hidup Islami. Apabila suatu masyarakat terdiri dan orang-orang yang beriman,
akan terbentuk masyarakat yang aman, tentram, damai, dan sejahtera.

Kata taqwa berasal dari waqa-yaqi-wiqayah, yang berati takut, menjaga, memelihara, dan
melindungi. Taqwa dapat diartikan memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan
ajaran agama islam secara utuh dan konsisten (istiqomah).

hakikat takwa sebagaimana yang disampaikan oleh Thalq bin Hubaib, “Takwa adalah engkau
melakukan ketaatan kepada Allah berdasarkan nur (petunjuk) dari Allah SWT karena
mengharapkan pahala dari-Nya. Dan engkau meninggalkan maksiat kepada Allah berdasarkan
cahaya dari Allah karena takut akan siksa-Nya."

Kata takwa juga sering digunakan untuk istilah menjaga diri atau menjauhi hal-hal yang
diharamkan, sebagaimana dikatakan oleh Abu Hurairah Radhiallaahu anhu ketika ditanya
tentang takwa, beliau mengatakan, “Apakah kamu pernah melewati jalanan yang berduri?” Si
penanya menjawab, ”Ya”. Beliau balik bertanya, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Orang itu
menjawab, “Jika aku melihat duri, maka aku menyingkir darinya, atau aku melompatinya atau
aku tahan langkah”. Maka berkata Abu Hurairah, ”Seperti itulah takwa.”

Karakteristik orang yang bertakwa secara umum dapat dikelompokkan ke dalam 5 kategori /
indikator ketaqwaan:

1. Iman kepada Allah, iman kepada Malaikat, Kitab-kitab dan para nabi, iman kepada hari
kiamat, serta qada dan qadar dengan kata lain instrumen ketaqwaan yang pertama ini dikatakan
dengan memelihara Fitrah Iman.

2. Mengeluarkan harta yang dikasihinya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin,
orang-orang yang putus di perjalanan, Atau dengan kata lain mencintai umat manusia.

3. Mendirikan shalat, puasa dan zakat


4. Menepati janji

5. Sabar disaat kepayahan, dan memiliki semangat perjuangan

6. Menahan amarah dan memaafkaan orang lain.

Hubungan Takwa dengan Allah SWT

Seseorang yang bertakwa (muttaqin) adalah orang yang menghambakan dirinya kepada Allah
dan selalu menjaga hubungan dengan-Nya setiap saat. Memelihara hubungan dengan Allah terus
menerus akan menjadi kendali dirinya sehingga dapat menghindari dari kejahatan dan
kemungkaran dan membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Karena itu inti
ketaqwaan adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya.

Memelihara hubungan dengan Allah SWT dimulai dengan melaksanakan tugas (ibadah) secara
sungguh-sungguh dan ikhlas, dan memelihara hubungan dengan Allah SWT dilakukan juga
dengan menjauhi perbuatan yang dilarang Allah SWT.

Hubungan Takwa dengan sesama manusia

Hubungan dengan Allah menjadi dasar bagi sesama manusia yang bertakwa akan dapat dilihat
dari peranannya ditengah-tengah masyarakat. Sikap takwa tercermin dalam bentuk kesediaan
untuk mendorong orang lain, melindungi yang lemah dan berpihak pada kebenaran dan keadilan

Hubungan Takwa dengan Diri sendiri :

1. Sabar, yaitu sikap diri menerima apa saja yang datang kepada dirinya, baik perintah,
larangan, maupun musibah yang menimpanya. Sabar terhadap perintah adalah menerima dan
melaksanakan perintah dengan ikhlas. Dalam melaksanakan perintah terhadap upaya untuk
mengendalikan diri agar perintah itu dapat dilaksanakan dengan baik.

2. Tawakkal, yaitu menyerahkan keputusan segala sesuatu, ikhtiar dan usaha kepada Allah.
Tawakkal bukanlah menyerah, tetapi sebaliknya usaha maksimal tetapi hasilnya diserahkan
seluruhnya kepada Allah SWT yang menentukan.
3. Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas apa saja yang diberikan Allah atau sesame manusia.
Bersyukur kepada Allah adalah sikap berterima kasih terhadap apa saja yang telah diberikan
Allah, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Bersyukur dengan perbuatan adalah mengucapkan
hamdalah sedangkan bersyukur dengan perbuatan adalah menggunakan nikmat yang diberikan
Allah sesuai dengan keharusannya.

4. Berani, yaitu sikap diri yang mampu menghadapi resiko sebagai konsekuensinya dari
komitmen dirinya terhadap kebenaran. Jadi berani berkaitan dengan nilai – nilai kebenaran.
Kebenaran lahir dari hubungan seseorang dengan dirinya terutama berkaitan dengan
pengendalian dari sifat – sifat buruk yang datang dari dorongan hawa nafsunya.

Keterkaitan Antara Keimanan Dan Ketakwaan

Keimanan dan ketaqwaan tidak dapat dipisahkan dan pada hakikatnya keduanya saling
memerlukan. Artinya keimanan diperlukan manusia agar dapat meraih ketakwaan. Karena setiap
perbuatan atau amalan yang baik, akan diterima oleh Allah tanpa didasari oleh Iman.

Semua bentuk ketakwaan seperti salat, puasa, zakat, dan haji merupakan bagian dan
kesempurnaan iman seseorang. Amal saleh tersebut merupakan konsekuensi dari keimanan
seseorang harus menterjemahkan keyakinannya menjadi kongkret dan menjadi satu sikap budaya
untuk mengembangkan amal saleh.

Dalam Al-Qur’an ada ratusan ayat yang menggandengkan antara “orang yang beriman” dengan
“orang yang beramal saleh”. Iman dan amal saleh atau iman dan takwa sangat dekat. Seolah
hampa dan kosong iman seseorang kalau tanpa amal saleh yang menyertainya. Yang secara
kongkrit membuktikan bahwa ada iman dalam hatinya. Iman adalah pondasi dasar seseorang
hamba yang menghendaki bangunan kesempurnaan taqwa dirinya.

Keterkaitan antara iman dan taqwa ini, juga disampaikan oleh Rasulullah dalam sabdanya: “Al
imanu’uryanun walibasuhu at-taqwa” (iman itu telanjang dan pakaiannya adalah taqwa). Maksud
hadits ini adalah iman harus diikuti dengan melakukan amal saleh (taqwa). Iman tanpa disertai
amal saleh maka imannya masih telanjang tanpa pakaian.
Oleh karenanya, seseorang baru dinyatakan beriman dan taqwa apabila telah punya keyakinan
yang mantap dalam hati, kemudian mengucapkan kalimat tauhid dan kemudian diikuti dengan
mengamalkan semua perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa konsep Ketuhanan dapat diartikan
sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu
hal (baik abstrak maupun konkret). Filsafat Ketuhanan dalam Islam merupakan aspek ajaran
yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif. Kata iman berasal dari bahasa
Arab, yaitu amina-yukminu-imanan, yang secara ethimologi berarti yakin atau percaya.
Sedangkan takwa berasal dari bahasa Arab, yaitu waqa-yuwaqi-wiqayah, secara ethimologi
artinya hati-hati, waspada, mawasdiri, memelihara, dan melindungi. Pengertian Takwa secara
terminologi dijelaskan dalam Al-hadits, yang artinya menjalankan semua perintah Allah dan
menjauhi segala larangan-Nya.

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa,
sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat
“la illaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan. Yaitu “tidak ada
Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal ini berarti bahwa
seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga
yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu Allah.

B. Saran

Sebagai pemula di bangku perkuliahan, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.
Karena saran dan kritik itu akan bermanfaat bagi kami untuk lebih memperbaiki atau
memperdalam kajian ini.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al Karim

Agung Sukses, Konsep Ketuhanan Dalam Islam,

http://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsep-ketuhanan-dalam-islam/ (diakses pada 24


September 2011)

Ahmadi, Abu, dkk.1991. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta:Bumi Aksara

Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam Perguruan Tinggi umum. Jakarta:
Departemen Agama RI

Dr. M. Yusuf Musa, 1984, Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam (editor : DR. Ahmad

Daudy, MA) Jakarta : Bulan Bintang.

Kamal, Konsep Ketuhanan Dalam Filsafat Shadrian,

http://eurekamal.wordpress.com/2007/06/25/konsep-ketuhanan-dalam-filsafat-shadrian/ (diakses
pada 24 September 2011)

Pringgabaya, Konsep Ketuhanan,

http://pringgabaya.blogspot.com/2011/01/konsep-ketuhanan.html (diakses pada 24 September


2011)

Prof. Dr. H. M Rasjidi, 1978, Filsafat Agama, Cetakan keempat, Jakarta : Bulan Bintang

Sayyid Mujtaba Musawwi Lari, 1989. God and His Attributes: Lessons on Islamic Doctrine.

Cet. 1. (Terj. Ilham Mashuri dan Mufid Ashfahani). Mengenal Tuhan dan Sifat-SifatNya.
Jakarta: PT. Lentera Basritama.

Yunus, Muhammad.1997.Pendidikan Agama Islam untuk SLTP.Jakarta,Erlangga

www.agungsukses.wordpress.com

www.qodirjae.wordpress.com/2008/05/20/keimanan-dan-ketaqwaan/
www.tafany.wordpress.com

www.wikipedia.com

www.sahabatilmu.blogspot.comMAKALAH KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

Anda mungkin juga menyukai