Anda di halaman 1dari 50

PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA

INDONESIA
Kelompok 2
Bobynca Alindo : 213002030005

Deflena : 213003020002

Erna Setiawati : 213002030004

Hadad Vici Ramadhan : 213002020001

Nur Hikmah : 213002030008

Sherly Winsyah Roni : 213003010013

Suryadi : 213002030003

Susi Susanti : 213004010004


•  
1. Latar Belakang
Bahasa Indonesia memiliki fungsi dan kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara
Indonesia. Dalam berbahasa Indonesia, tentu tidak lepas dari kaidah dan aturan penggunaan bahasa yang
baik dan benar. Kriteria yang diperlukan dalam kaidah kebahasaan tersebut antara lain tata bunyi, tata
bahasa, kosakata, ejaan, makna, dan kelogisan. Bahasa Indonesia yang baik dan benar mengacu pada
ragam bahasa yang memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran, dan bahasa yang baik dan benar adalah
bahasa yang sesuai kaidah baku, baik tertulis maupun lisan (Murtiani et al, 2016).
Sebelum tahun 1900, Indonesia yang sebagian besar penduduknya berbahasa Melayu, masih belum
memiliki sistem ejaan yang dapat digunakan. Lalu seorang ahli bahasa dari Belanda, Prof. Charles van
Ophuijsen bersama dua orang pakar bahasa, Engkoe Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib
Sutan Ibrahim membuat ejaan bahasa Melayu dengan menggabungkan dasar-dasar ejaan Latin dan ejaan
Belanda. Ejaan van Ophuijsen dianggap kurang berhasil dikarenakan kesulitan dalam memelayukan tulisan
beberapa kata dari bahasa Arab yang memiliki warna bunyi bahasa khas. Namun, oleh van Ophuijsen,
kesulitan tersebut terus diperbaiki dan disempurnakan, sehingga pada tahun 1926, sistem ejaan menjadi
bentuk yang tetap. Semenjak itu sistem ejaan terus berkembang dan disempurnakan, muncul Ejaan
Republik atau Ejaan Soewandi, kemudian Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, lalu Ejaan Baru, Ejaan
Rumi Bersama, dan Ejaan yang Disempurnakan (EYD).
Pada 26 November 2015, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
mengubah Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (PUEYD) menjadi Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) sebagai pedoman penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Bahasa tidak pernah lepas dari berbagai aspek kehidupan manusia
semenjak keberadaan manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat.
Kehidupan manusia akan terus berubah dan tidak tetap, karena eratnya keterkaitan dan
keterikatan manusia dengan bahasa, maka bahasa pun akan terus ikut berubah, tidak tetap,
dan tidak statis.
Perubahan bahasa dapat terjadi pada seluruh tingkatan, baik fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, ataupun leksikon. Perubahan pada tingkat semantik dan leksikon yang paling
terlihat, sebab hampir setiap saat muncul kata-kata baru sebagai akibat dari perubahan ilmu
dan budaya, atau juga kemunculan kata-kata lama dengan makna yang baru. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebudayaan terus terjadi, secara otomatis pula akan
bermunculan konsep-konsep baru yang disertai wadah penampungnya, yaitu kata-kata dan
istilah-istilah baru.
Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut :

1) Apakah pengertian dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)?

2) Bagaimana Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia?


3) Bagaimanakah aturan pemakaian huruf berdasarkan PUEBI?
4) Bagaimanakah aturan pemakaian kata berdasarkan PUEBI?
5) Bagaimana aturan pemakaian tanda baca bedasarkan PUEBI?

Tujuan Masalah
Tujuan dari penulisan makalah ini yakni :

6) Mendeskripsikan pengertian dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

7) Mendeskripsikan Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia.


8) Mendeskripsikan aturan pemakaian huruf berdasarkan PUEBI.
9) Mendeskripsikan aturan pemakaian
Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini yakni :


1) Kita dapat mengetahui pengertian dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(PUEBI).
2) Kita dapat mengetahui sejarah panjang tentang Ejaan Bahasa Indonesia.
3) Kita mengerti bagaimana aturan pemakaian huruf bedasarkan PUEBI yang baik &
benar.
4) Kita mengerti bagaimana aturan pemakaian kata bedasarkan PUEBI yang baik &
benar.
5) Kita mengerti bagaimana aturan pemakaian tanda baca bedasarkan PUEBI yang baik
& benar
Pengertian Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)

Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) adalah tata bahasa dalam Bahasa


Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan,
mulai dari pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan,
serta penggunaan tanda baca (Murtiani et al, 2016). Dalam menulis
berbagai karya ilmiah, diperlukan aturan tata bahasa yang
menyempurnakannya sebab karya tersebut memerlukan tingkat
kesempurnaan yang mendetail. Karya ilmiah tersebut dapat berupa
artikel, resensi, profil, karya sastra, jurnal, skripsi, tesis, disertasi, dan
sebagainya. Sehingga PUEBI dapat diartikan sebagai suatu ketentuan
dasar secara menyeluruh yang berisi acuan penggunaan bahasa
Indonesia secara baik dan benar.
Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia

Ejaan Van Ophuijsen (1901-1947)


Sejarah ejaan Bahasa Indonesia diawali dengan ditetapkannya Ejaan van Ophuijsen
pada 1901. Ejaan ini menggunakan huruf Latin dan sistem ejaan Bahasa Belanda yang
diciptakan oleh Charles A. van Ophuijsen. Ejaan van Ophuijsen berlaku sampai dengan
tahun 1947.
 
Ejaan Republik/Ejaan Soewandi (1947-1956)
Ejaan Republik berlaku sejak tanggal 17 Maret 1947. Pemerintah berkeinginan
untuk menyempurnakan Ejaan van Ophuijsen. Adapun hal tersebut dibicarakan dalam
Kongres Bahasa Indonesia I, pada tahun 1938 di Solo. Kongres Bahasa Indonesia I
menghasilkan ketentuan ejaan yang baru yang disebut Ejaan Republik/Ejaan
Soewandi.
Ejaan Pembaharuan (1956-1961)
Kongres Bahasa Indonesia II digelar pada tahun 1954 di Medan. Kongres ini digagas oleh
Menteri Mohammad Yamin. Dalam Kongres Bahasa Indonesia II ini, peserta kongres
membicarakan tentang perubahan sistem ejaan untuk menyempurnakan ejaan Soewandi.
 
Ejaan Melindo (1961-1967)
Ejaan ini dikenal pada akhir 1959 dalam Perjanjian Persahabatan Indonesia dan Malaysia.
Pembaruan ini dilakukan karena adanya beberapa kosakata yang menyulitkan penulisannya.
Akan tetapi, rencana peresmian ejaan bersama tersebut gagal karena adanya konfrontasi
Indonesia dengan Malaysia pada 1962.

Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) (1967-1972)


Pada 1967, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang sekarang bernama Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengeluarkan Ejaan Baru. Pembaharuan Ejaan ini
merupakan kelanjutan dari Ejaan Melindo yang gagal diresmikan pada saat itu.
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) (1972-2015)

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan berlaku sejak 23 Mei 1972


hingga 2015 pada masa menteri Mashuri Saleh. Ejaan ini menggantikan Ejaan
Soewandi yang berlaku sebelumnya. Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan ini mengalami dua kali perbaikan yaitu pada 1987 dan 2009.

Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) (2015-sekarang)

Pemerintah terus mengupayakan pembenahan terhadap Ejaan Bahasa


Indonesia melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia.
Pasalnya, pemerintah meyakini bahwa ejaan merupakan salah satu aspek penting
dalam pemakaian Bahasa Indonesia yang benar. Ejaan Bahasa Indonesia ini
diresmikan pada 2015 di masa pemerintahan Joko Widodo dan Anies Baswedan
sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Pemakaian Huruf
Huruf Abjad
Huruf adalah tanda aksara dalam tata tulis yang
melambangkan bunyi bahasa, sementara abjad merupakan
kumpulan atau sistem aksara itu sendiri berdasarkan urutan
yang umum dan baku dalam bahasa tertentu. Ejaan Bahasa
Indonesia terdiri dari 26 huruf abjad, yaitu sebagai berikut.
Huruf Vokal
Huruf vokal merupakan huruf yang pelafalan bunyinya
dihasilkan oleh arus udara yang tidak mengalami rintangan
dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor: tinggi-
rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan
bentuk bibir pada pembentukan vokal itu. Huruf-huruf
vokal pada bahasa Indonesia terdiri dari lima huruf, yaitu a,
e, i, o, dan u.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf Vokal
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
a asli kari busa
e* elak perak pare
i ipar sikat pari
o oli bola saldo
u uang suka baru
Keterangan :
Huruf e mewakili dua fonem, yaitu /e/ dan /ə/ beserta alofonnya. Fonem /e/
memiliki dua alofon, yaitu [e] dan [ɛ]. Fonem /e/ dilafalkan [e] jika terdapat pada suku
kata buka dan tidak diikuti suku kata yang mengandung alofon [ɛ]. Fonem /e/
dilafalkan [ɛ] jika terdapat pada suku kata tutup akhir. Fonem /ə/ hanya memiliki satu
alofon, yaitu [ə]. Pada PUEBI, digunakan tiga diakritik yang mewakili fonem beserta
alofon dari huruf e sebagai panduan pengucapan yang benar apabila suatu ejaan kata
menimbulkan keraguan.
 Diakritik (é) dilafalkan [e]. Misalnya:
• Masakan Ibu sangat enak (énak).

 Diakritik (è) dilafalkan [ɛ]. Misalnya:


• Ayah saya senang memelihara bebek (bèbèk).

 Diakritik (ê) dilafalkan [ə]. Misalnya:


• Akibat perkatannya, timbul pertanyaan di benak (bênak) Adi.
Huruf Konsonan
Huruf konsonan adalah huruf yang pelafalan bunyinya
dihasilkan dengan menghambat aliran udara pada salah satu
tempat di saluran suara di atas glotis. Pada pelafalan
konsonan, ada tiga faktor yang terlibat: keadaan pita suara,
penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap, dan cara
alat ucap itu bersentuhan atau berdekatan. Huruf-huruf
konsonan pada bahasa Indonesia dilambangkan oleh 21
huruf yaitu b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x y,
dan z.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf Konsonan
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
b benda rebut akrab
c cari kecap -
d diri adab akad
f foto lafal huruf
g gurita lega analog
h halal suhu kerah
j jimat sajak mikraj
k kita laksa tegak
l lepas malas bekal
m merah kemah suram
n nila pena tangan
p perang siapa setiap
q* quran iqra -
r rata beras bubur
s sampah kasar ringkas
t tarik mentah adat
v voli lava molotov
w warna awan takraw
x* xenon - -
y yakin sayur -
z zat rezim juz
Huruf Diftong

Huruf diftong merupakan huruf vokal yang berubah


kualitasnya pada saat pengucapannya dan dalam sistem
tulisannya dilambangkan oleh dua huruf vokal. Kedua huruf
vokal tersebut tidak dapat dipisahkan karena tergolong dalam
satu suku kata. Diftong berbeda dengan deretan vokal, karena
setiap huruf vokal pada deretan vokal mendapat hembusan
yang sama atau hampir sama, dan kedua huruf vokal tersebut
berada dalam dua suku kata yang berbeda. Contoh huruf
diftong dalam bahasa Indonesia adalah ai, au, ei, dan oi.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf Diftong
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
ai - balairung rantai
au aura saudara imbau
ei eigendom geiser survei
oi - boikot tomboi
Gabungan Huruf Konsonan
Gabungan huruf konsonan kh, ng, ny, dan sy dalam
bahasa Indonesia melambangkan satu bunyi konsonan.
Gabungan huruf (ny) dan (sy) melambangkan konsonan
palatal, sedangkan konsonan velar dilambangkan oleh
gabungan huruf (ng) dan (kh).Contoh Pemakaian dalam Kata
Gabungan
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
Huruf Konsonan
kh khasiat akhir syekh
ng ngilu angka belang
ny nyeri minyak -
sy syair isya arasy
Huruf Kapital
Huruf kapital merupakan huruf yang memiliki bentuk khusus dan berukuran
lebih besar dari huruf biasa. Berikut adalah ketentuan-ketentuan penggunaan
huruf kapital.
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama pada setiap awal kalimat.

Misalnya:
Mengapa kita harus rajin belajar?
Dia menyelesaikan tugas itu tepat waktu.
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur nama seseorang,
termasuk julukan.
Misalnya:
Gorys Keraf
Pangeran Diponegoro
 Huruf kapital digunakan pada awal kalimat di dalam petikan langsung.

Misalnya:

“Apa gunanya?” tanya Tom kepada Ella.

“Katakan kepadanya,” kata Shira kepadaku, “lebih baik jujur saja.”


 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama pada setiap kata nama
agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk sebutan dan kata ganti untuk
Tuhan.

Misalnya:

Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan Katolik adalah lima agama yang
diakui di Indonesia.
Ya Tuhan, tolong ampuni kami.
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, atau
akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang mengikuti nama orang.
Misalnya:

Nabi Muhammad SAW


Raden Mas Soewardi Soerjaningrat
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan,
profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai sebagai sapaan.

Misalnya:
Silakan duduk, Yang Mulia.

Terima kasih, Dokter.


 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang
atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:

Wakil Presiden Jusuf Kalla


Gubernur Riau
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
bahasa Indonesia
suku Dayak
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari raya
atau hari besar keagamaan.
Misalnya:
bulan Juni tahun Masehi
hari Selasa hari Nyepi
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur nama peristiwa sejarah.

Misalnya:
Agresi Militer Belanda II
Perjanjian Renville

 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama geografi.

Misalnya:
Kepulauan SeribuSungai Siak
Kecamatan Tampan Jalan Utama
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua
unsur bentuk ulang sempurna) dalam nama negara, lembaga, badan, organisasi,
atau dokumen, kecuali kata tugas.
Misalnya:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Komisi Pemberantasan Korupsi


 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur kata
ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, makalah, nama
majalah, dan surat kabar, kecuali kata tugas, yang tidak terletak pada posisi
awal.
Misalnya:

Majalah Bobo memberikan informasi yang bermanfaat bagi anak-anak.


Dia sedang membaca novel Dusta di Balik Penjelajahan Columbus.
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur singkatan nama
gelar, pangkat, atau sapaan.
Misalnya:
S.T. sarjana teknik

Nn.nona
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak, dan paman, serta kata atau
ungkapan lain yang dipakai dalam penyapaan atau pengacuan.
Misalnya:
“Wajah Kakak terlihat pucat, apa Kakak sakit?” tanya Raisa. Ibu
berkata kepadaku, “Tolong bersihkan sayuran itu, Nak.”
Huruf Miring
Huruf miring merupakan huruf yang letaknya miring, tetapi tidak sama dengan tulisan tangan
pada kursif. Berikut adalah ketentuan-ketentuan penggunaan huruf miring.

 Huruf miring digunakan untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat kabar yang
dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka.

Misalnya:
• Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata terdiri atas novel Laskar Pelangi, Sang
Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov.
• Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta:
Balai Pustaka.
 Huruf miring digunakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau
kelompok kata dalam kalimat.
Misalnya:

• Penulisan kata yang benar adalah dekret, bukan dekrit.

• Jelaskan maksud dari peribahasa esa hilang dua terbilang!


Huruf miring digunakan untuk menuliskan kata atau
ungkapan dalam bahasa daerah atau bahasa asing,
Misalnya:
• Go Gek Cap Lak (upacara bakar tongkang) adalah
ritual tahunan.
• Ora et labora memiliki makna ‘berdoa dan
bekerja’.
Huruf Tebal
Huruf tebal adalah huruf yang dicetak tebal atau vet. Berikut adalah ketentuan-ketentuan
penggunaan huruf tebal.
 Huruf tebal digunakan untuk menegaskan bagian tulisan yang telah ditulis dengan huruf
miring,
Misalnya:
Kata yang memiliki akhiran -is adalah kata sifat. Contohnya akhiran -is pada kata ekonomis
yang berarti ‘bersifat ekonomi (hemat)’.
Kata sativa pada nama ilmiah padi yaitu Oryza sativa menunjukkan species.
 Huruf tebal dapat digunakan untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku,
bab, atau subbab,

Misalnya:
BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
Pemakaian Kata

Kata Dasar
Kata adalah satuan unit terkecil dari bahasa yang dapat berdiri
sendiri dan tersusun dari morfem tunggal. Kata merupakan perwujudan
kesatuan perasaan dan pikiran yang digunakan dalam berbahasa, baik
diucapkan maupun dituliskan. Kata dasar dapat diartikan sebagai suatu
kata yang menjadi dasar bentukan kata yang lebih besar dan bahkan
menjadikan kata tersebut memiliki makna yang berbeda.

Misalnya:
Kakek itu sangat kurus.

Dia pergi ke pasar


Kata Berimbuhan
Kata berimbuhan atau kata turunan adalah kata-kata yang sudah
berubah bentuk dan makna disebabkan pemberian imbuhan berupa awalan
(afiks), akhiran (sufiks), sisipan (infiks), atau awalan-akhiran (konfiks).
Kata berimbuhan terbagi menjadi:

 Imbuhan yang ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.

Misalnya:

bersalah
Tarikan
kemilau
persembahan
 Bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Misalnya:

adikuasa
antarnegara

dwibahasa
prakarya
Catatan:
Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang berhuruf awal kapital atau singkatan yang
berupa huruf kapital dirangkaikan dengan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Asia
pan-Amerika
pro-Pemerintah
Bentuk maha yang diikuti kata turunan yang mengacu pada nama
atau sifat Tuhan ditulis terpisah dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha
Pengasih dan Penyayang.
Bentuk maha yang diikuti kata dasar yang mengacu kepada nama
atau sifat Tuhan, kecuali kata esa, ditulis serangkai.
Misalnya:
Tuhan Yang Mahatahu apa yang terbaik bagi kita.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa terus melindungi kalian
semua.
Bentuk Ulang

Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) di antara


unsur-unsurnya.
Misalnya:
anak-anak biri-biri lauk-pauk berjalan-jalan buku-buku cumi-
cumi
serba-serbi
Catatan:
Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama.
Misalnya:
surat kabar -> surat-surat kabar
kapal barang -> kapal-kapal barang
Gabungan Kata
Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk
istilah khusus, ditulis berpisah.
Misalnya:
duta besar model linear
kambing hitam persegi panjang
Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian ditulis
dengan membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya.
Misalnya:
anak-istri pejabat anak istri-pejabat
ibu-bapak kami ibu bapak-kami
Kata Depan

Kata depan seperti di, ke, dan dari, ditulis terpisah dari
kata yang mengikutinya.
Misalnya:

Di mana dia sekarang?


Mari kita berangkat ke kantor.
Cincin itu terbuat dari emas.
Pemakaian Tanda Baca

Penulisan tanda titik (.)


 Tanda titik dipakai pada akhir kalimat pernyataan.

Misalnya:

Mereka duduk di sana.

Dia akan datang pada pertemuan itu.


 Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.

Misalnya:

I. Kondisi Kebahasaan di Indonesia

A. Bahasa Indonesia

1. Kedudukan

2. Fungsi

B. Bahasa Daerah

1. Kedudukan

2. Fungsi
Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik
yang menunjukkan waktu atau jangka waktu.
Misalnya:
Pukul 01.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
Pukul 00.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, tahun,
judul tulisan (yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru),
dan tempat terbit.
Misalnya:
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2008.

Peta Bahasa di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta.


Penulisan Tanda Koma (,)

Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian


atau pembilangan.

Misalnya:

Telepon seluler, komputer, atau internet bukan barang asing


lagi.

Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti tetapi,


melainkan, dan sedangkan, dalam kalimat majemuk (setara).

Misalnya:

Saya ingin membeli kamera, tetapi uang saya belum cukup.


Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk
kalimatnya.
Misalnya:
Kalau diundang, saya akan datang.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam
daftar pustaka.
Misalnya:
Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.
Tanda koma dipakai di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
Bambang Irawan, M.Hum.

Siti Aminah, S.H., M.H.


Penulisan Titik Koma (;)
• Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan
kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang lain di dalam kalimat majemuk.

Misalnya:

Hari sudah malam; anak-anak masih membaca buku.


• Tanda titik koma dipakai pada akhir perincian yang berupa klausa.

Misalnya:

Syarat penerimaan pegawai di lembaga ini adalah

(1) berkewarganegaraan Indonesia;

(2) berijazah sarjana S-1;


• Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian dalam kalimat
yang sudah menggunakan tanda koma.

Misalnya:

bu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaus; pisang, apel, dan jeruk.
Penulisan Tanda Dua Titik (:)
• anda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap
yang diikuti pemerincian atau penjelasan.
Misalnya:
Mereka memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja,
dan lemari.
• Tanda titik dua tidak dipakai jika perincian atau penjelasan itu
merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
• Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang
memerlukan pemerian.
Misalnya:
Ketua : Ahmad Wijaya
• Tanda titik dua dipakai dalam naskah drama sesudah kata
yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : “Bawa koper ini, Nak!”
Amir : “Baik, Bu.”
Ibu : “Jangan lupa, letakkan baik-baik!”
Penulisan Tanda Hubung (-)
• Tanda pisah dapat dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau
kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.

Misalnya:

Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan


oleh bangsa itu sendiri.
• Tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya keterangan
aposisi atau keterangan yang lain.

Misalnya:

Soekarno-Hatta—Proklamator Kemerdekaan RI—diabadikan


menjadi nama bandar udara internasional.
dulu—sekarang
Penulisan Tanda Tanya (?)
• Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.

Misalnya:
Siapa pencipta lagu “Indonesia Raya”?
• Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk
menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang
kurangdapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Monumen Nasional mulai dibangun pada tahun 1961 (?).
Penulisan Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau
pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau
emosi yang kuat.

Misalnya:
Alangkah indahnya taman laut di Bunaken!
Mari kita dukung Gerakan Cinta Bahasa
Indonesia!
Penulisan Tanda Petik (“…”)
• Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal
dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.
Misalnya:
“Merdeka atau mati!” seru Bung Tomo dalam pidatonya.
“Kerjakan tugas ini sekarang!” perintah atasannya. “Besok akan
dibahas dalam rapat.”
• Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang
dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya:

Dilarang memberikan “amplop” kepada petugas!


Simpulan

1) Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) adalah tata bahasa dalam Bahasa Indonesia yang mengatur
penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian huruf, penulisan kata,
penulisan unsur serapan, serta penggunaan tanda baca.

2) Ruang lingkup PUEBI adalah pemakaian huruf, penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan
penulisan unsur serapan.

3) Huruf adalah tanda aksara dalam tata tulis yang melambangkan bunyi bahasa. Pemakaian huruf
yang diatur dalam PUEBI antara lain: huruf abjad, huruf vokal, huruf konsonan, huruf diftong,
gabungan huruf konsonan, huruf kapital, huruf miring, dan huruf tebal.

4) Kata adalah satuan unit terkecil dari bahasa yang dapat berdiri sendiri dan tersusun dari morfem
tunggal. Kata merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang digunakan dalam
berbahasa, baik diucapkan maupun dituliskan. Pedoman penulisan kata yang diatur oleh PUEBI
adalah kata dasar, kata berimbuhan, bentuk ulang, dan lain-lain.

5) Tanda baca adalah simbol yang tidak berhubungan dengan fonem atau kata dan frasa pada suatu
bahasa, melainkan berperan untuk menunjukkan struktur dan organisasi suatu tulisan, dan juga
intonasi serta jeda yang dapat diamati sewaktu pembacaan.
Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis menyarankan agar
pembaca:

1) Memahami PUEBI dan menerapkannya dalam berbahasa


Indonesia yang baik dan benar.
2) Menjadikan PUEBI sebagai patokan dalam menulis
berbagai karya ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Rifan. 2020. “Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia dan Perkembanganya”


Artikel Umum. (Online). (https://
www.suara.com/news/2020/12/02/202020/sejarahejaan-bahasa-indonesia-dan
perkembangannya?,diunduh pada tanggal 02 Desember 2020)

Murtiani, Anjar, dkk. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.


Yogyakarta:Araska.

Rahmadi, Duwi. 2017. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Solo:


Genta Smart Publisher.

Anda mungkin juga menyukai