Anda di halaman 1dari 29

PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah bahasa Indonesia


yang dibina oleh Husni Dwi Syafutri, M.Pd.

Kelompok 2

Bobynca Alindo : 213002030005


Deflena : 213003020002
Erna Setiawati : 213002030004
Hadad Vici Ramadhan : 213002020001
Nur Hikmah : 213002030008
Sherly Winsyah Roni : 213003010013
Suryadi : 213002030003
Susi Susanti : 213004010004

Kelas Senin Siang

UNIVERSITAS ADIWANGSA JAMBI


JAMBI
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan karunia, rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat beserta
salam tidak lupa penulis sanjungkan kepada junjungan umat, Rasulullah
SAW. Penulis merasa bersyukur karena telah menyelesaikan makalah
mengenai “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)” sebagai
tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Di dalam makalah ini, penulis
menjelaskan mengenai pengertian, pemakaian kata, pemakaian huruf dan
tanda baca sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Husni Dwi Syafutri,
M.Pd. Selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia atas bimbingan yang
diberikan dalam pengerjaan tugas makalah ini. Tidak lupa pula penulis
berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat terselesaikan. Penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca khususnya dalam pembelajaran berbahasa
Indonesia secara baik dan benar. Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran
sebanyak-banyaknya dari pembaca.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah
ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya
pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan.

Jambi, 01 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Masalah 5
D. Manfaat 6
BAB II PEMBAHASAN 7
A. Pengertian Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) 7
B. Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia 7
1. Ejaan Van Ophuijsen (1901-1947) 7
2. Ejaan Republik/Ejaan Soewandi (1947-1956) 7
3. Ejaan Pembaharuan (1956-1961) 7
4. Ejaan Melindo (1961-1967) 8
5. Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK)
(1967-1972) 8
6. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)
(1972-2015) 8
7. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) (2015-sekarang) 8
C. Aturan Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(PUEBI) 9
1. Pemakaian Huruf 9
a. Huruf Abjad 9
b. Huruf Vokal 10
c. Huruf Konsonan 11
d. Huruf Diftong 12
e. Gabungan Huruf Konsonan 12
f. Huruf Kapital 13
g. Huruf Miring 17
h. Huruf Tebal 18
2. Pemakaian Kata 19
a. Kata Dasar 19
b. Kata Berimbuhan 19
c. Bentuk Ulang 20
d. Gabungan Kata 21
e. Kata Depan 21
3. Pemakaian Tanda Baca 22
a. Penulisan Tanda Titik (.) 22

ii
b. Penulisan Tanda Koma (,) 23
c. Penulisan Titik Koma (;) 23
d. Penulisan Tanda Dua Titik (:) 24
e. Penulisan Tanda Hubung 25
f. Penulisan Tanda Tanya (?) 25
g. Penulisan Tanda Seru (!) 25
h. Penulisan Tanda Petik (“…”) 26
BAB III PENUTUP 27
A. Kesimpulan 27
B. Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Bahasa Indonesia memiliki fungsi dan kedudukan sebagai bahasa nasional
dan bahasa resmi negara Indonesia. Dalam berbahasa Indonesia, tentu tidak lepas
dari kaidah dan aturan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Kriteria yang
diperlukan dalam kaidah kebahasaan tersebut antara lain tata bunyi, tata bahasa,
kosakata, ejaan, makna, dan kelogisan. Bahasa Indonesia yang baik dan benar
mengacu pada ragam bahasa yang memenuhi persyaratan kebaikan dan
kebenaran, dan bahasa yang baik dan benar adalah bahasa yang sesuai kaidah
baku, baik tertulis maupun lisan (Murtiani, Anjar, dkk, 2016).
Sebelum tahun 1900, Indonesia yang sebagian besar penduduknya
berbahasa Melayu, masih belum memiliki sistem ejaan yang dapat digunakan.
Lalu seorang ahli bahasa dari Belanda, Prof. Charles van Ophuijsen bersama dua
orang pakar bahasa, Engkoe Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib
Sutan Ibrahim membuat ejaan bahasa Melayu dengan menggabungkan dasar-
dasar ejaan Latin dan ejaan Belanda. Ejaan van Ophuijsen dianggap kurang
berhasil dikarenakan kesulitan dalam memelayukan tulisan beberapa kata dari
bahasa Arab yang memiliki warna bunyi bahasa khas. Namun, oleh van
Ophuijsen, kesulitan tersebut terus diperbaiki dan disempurnakan, sehingga pada
tahun 1926, sistem ejaan menjadi bentuk yang tetap. Semenjak itu sistem ejaan
terus berkembang dan disempurnakan, muncul Ejaan Republik atau Ejaan
Soewandi, kemudian Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, lalu Ejaan Baru, Ejaan
Rumi Bersama, dan Ejaan yang Disempurnakan (EYD).
Pada 26 November 2015, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia mengubah Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (PUEYD)
menjadi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) sebagai pedoman
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa tidak pernah lepas dari
berbagai aspek kehidupan manusia semenjak keberadaan manusia sebagai
makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Kehidupan manusia akan terus

4
berubah dan tidak tetap, karena eratnya keterkaitan dan keterikatan manusia
dengan bahasa, maka bahasa pun akan terus ikut berubah, tidak tetap, dan tidak
statis.
Perubahan bahasa dapat terjadi pada seluruh tingkatan, baik fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik, ataupun leksikon. Perubahan pada tingkat
semantik dan leksikon yang paling terlihat, sebab hampir setiap saat muncul kata-
kata baru sebagai akibat dari perubahan ilmu dan budaya, atau juga kemunculan
kata-kata lama dengan makna yang baru. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kebudayaan terus terjadi, secara otomatis pula akan bermunculan
konsep-konsep baru yang disertai wadah penampungnya, yaitu kata-kata dan
istilah-istilah baru. Bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan, terutama
yang berkaitan dengan ejaan. Ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan
bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf)
serta penggunaan tanda baca (Rahmadi, 2017).

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut :
1) Apakah pengertian dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)?
2) Bagaimana Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia?
3) Bagaimanakah aturan pemakaian huruf berdasarkan PUEBI?
4) Bagaimanakah aturan pemakaian kata berdasarkan PUEBI?
5) Bagaimana aturan pemakaian tanda baca bedasarkan PUEBI?

3. Tujuan Masalah
Tujuan dari penulisan makalah ini yakni :
1) Mendeskripsikan pengertian dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(PUEBI).
2) Mendeskripsikan Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia.
3) Mendeskripsikan aturan pemakaian huruf berdasarkan PUEBI.
4) Mendeskripsikan aturan pemakaian kata berdasarkan PUEBI.

5
5) Mendeskripsikan aturan pemakaian tanda baca bedasarkan PUEBI.

4. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini yakni :
1) Kita dapat mengetahui pengertian dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI).
2) Kita dapat mengetahui sejarah panjang tentang Ejaan Bahasa Indonesia.
3) Kita mengerti bagaimana aturan pemakaian huruf bedasarkan PUEBI yang
baik & benar.
4) Kita mengerti bagaimana aturan pemakaian kata bedasarkan PUEBI yang
baik & benar.
5) Kita mengerti bagaimana aturan pemakaian tanda baca bedasarkan PUEBI
yang baik & benar

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)


Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) adalah tata bahasa dalam Bahasa Indonesia
yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian
huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, serta penggunaan tanda baca
(Murtiani et al, 2016). Dalam menulis berbagai karya ilmiah, diperlukan aturan
tata bahasa yang menyempurnakannya sebab karya tersebut memerlukan tingkat
kesempurnaan yang mendetail. Karya ilmiah tersebut dapat berupa artikel, resensi,
profil, karya sastra, jurnal, skripsi, tesis, disertasi, dan sebagainya. Sehingga
PUEBI dapat diartikan sebagai suatu ketentuan dasar secara menyeluruh yang
berisi acuan penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar.

B. Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia


1. Ejaan Van Ophuijsen (1901-1947)
Sejarah ejaan Bahasa Indonesia diawali dengan ditetapkannya
Ejaan van Ophuijsen pada 1901. Ejaan ini menggunakan huruf Latin
dan sistem ejaan Bahasa Belanda yang diciptakan oleh Charles A. van
Ophuijsen. Ejaan van Ophuijsen berlaku sampai dengan tahun 1947.

2. Ejaan Republik/Ejaan Soewandi (1947-1956)


Ejaan Republik berlaku sejak tanggal 17 Maret 1947. Pemerintah
berkeinginan untuk menyempurnakan Ejaan van Ophuijsen. Adapun hal
tersebut dibicarakan dalam Kongres Bahasa Indonesia I, pada tahun
1938 di Solo. Kongres Bahasa Indonesia I menghasilkan ketentuan
ejaan yang baru yang disebut Ejaan Republik/Ejaan Soewandi.

3. Ejaan Pembaharuan (1956-1961)


Kongres Bahasa Indonesia II digelar pada tahun 1954 di Medan.

7
Kongres ini digagas oleh Menteri Mohammad Yamin. Dalam Kongres
Bahasa Indonesia II ini, peserta kongres membicarakan tentang
perubahan sistem ejaan untuk menyempurnakan ejaan Soewandi.

4. Ejaan Melindo (1961-1967)


Ejaan ini dikenal pada akhir 1959 dalam Perjanjian Persahabatan
Indonesia dan Malaysia. Pembaruan ini dilakukan karena adanya
beberapa kosakata yang menyulitkan penulisannya. Akan tetapi,
rencana peresmian ejaan bersama tersebut gagal karena adanya
konfrontasi Indonesia dengan Malaysia pada 1962.

5. Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) (1967-1972)


Pada 1967, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang sekarang
bernama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengeluarkan
Ejaan Baru. Pembaharuan Ejaan ini merupakan kelanjutan dari Ejaan
Melindo yang gagal diresmikan pada saat itu.

6. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) (1972-2015)


Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan berlaku sejak 23 Mei
1972 hingga 2015 pada masa menteri Mashuri Saleh. Ejaan ini
menggantikan Ejaan Soewandi yang berlaku sebelumnya. Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan ini mengalami dua kali perbaikan yaitu
pada 1987 dan 2009.

7. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) (2015-sekarang)


Pemerintah terus mengupayakan pembenahan terhadap Ejaan Bahasa
Indonesia melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Indonesia. Pasalnya, pemerintah meyakini bahwa ejaan merupakan
salah satu aspek penting dalam pemakaian Bahasa Indonesia yang
benar. Ejaan Bahasa Indonesia ini diresmikan pada 2015 di masa
pemerintahan Joko Widodo dan Anies Baswedan sebagai Menteri

8
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (Aditya, Rifan. 2020)
C. Aturan Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)
1. Pemakaian Huruf
a. Huruf Abjad
Huruf adalah tanda aksara dalam tata tulis yang melambangkan
bunyi bahasa, sementara abjad merupakan kumpulan atau sistem aksara
itu sendiri berdasarkan urutan yang umum dan baku dalam bahasa
tertentu. Ejaan Bahasa Indonesia terdiri dari 26 huruf abjad, yaitu sebagai
berikut.
Tabel Huruf abjad berdasarkan PUEBI

9
b. Huruf Vokal
Huruf vokal merupakan huruf yang pelafalan bunyinya dihasilkan
oleh arus udara yang tidak mengalami rintangan dan kualitasnya
ditentukan oleh tiga faktor: tinggi-rendahnya posisi lidah, bagian lidah
yang dinaikkan, dan bentuk bibir pada pembentukan vokal itu. Huruf-
huruf vokal pada bahasa Indonesia terdiri dari lima huruf, yaitu a, e, i, o,
dan u.
Tabel Huruf vokal dan contoh pemakaiannya dalam kata.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf Vokal
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
a asli kari busa
e* elak perak pare
i ipar sikat pari
o oli bola saldo
u uang suka baru
Keterangan :
 Huruf e mewakili dua fonem, yaitu /e/ dan /ə/ beserta alofonnya.
Fonem /e/ memiliki dua alofon, yaitu [e] dan [ɛ]. Fonem /e/ dilafalkan
[e] jika terdapat pada suku kata buka dan tidak diikuti suku kata yang
mengandung alofon [ɛ]. Fonem /e/ dilafalkan [ɛ] jika terdapat pada
suku kata tutup akhir. Fonem /ə/ hanya memiliki satu alofon, yaitu [ə].
Pada PUEBI, digunakan tiga diakritik yang mewakili fonem beserta
alofon dari huruf e sebagai panduan pengucapan yang benar apabila
suatu ejaan kata menimbulkan keraguan.
 Diakritik (é) dilafalkan [e]. Misalnya:
Masakan Ibu sangat enak (énak).
 Diakritik (è) dilafalkan [ɛ]. Misalnya:
Ayah saya senang memelihara bebek (bèbèk).
 Diakritik (ê) dilafalkan [ə]. Misalnya:
Akibat perkatannya, timbul pertanyaan di benak (bênak) Adi.

10
c. Huruf Konsonan
Huruf konsonan adalah huruf yang pelafalan bunyinya dihasilkan
dengan menghambat aliran udara pada salah satu tempat di saluran suara
di atas glotis. Pada pelafalan konsonan, ada tiga faktor yang terlibat:
keadaan pita suara, penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap, dan
cara alat ucap itu bersentuhan atau berdekatan. Huruf-huruf konsonan
pada bahasa Indonesia dilambangkan oleh 21 huruf yaitu b, c, d, f, g, h, j,
k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x y, dan z.
Tabel 2.3 Huruf konsonan dan contoh pemakaiannya dalam kata
Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf Konsonan
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
b benda rebut akrab
c cari kecap -
d diri adab akad
f foto lafal huruf
g gurita lega analog
h halal suhu kerah
j jimat sajak mikraj
k kita laksa tegak
l lepas malas bekal
m merah kemah suram
n nila pena tangan
p perang siapa setiap
q* quran iqra -
r rata beras bubur
s sampah kasar ringkas
t tarik mentah adat
v voli lava molotov
w warna awan takraw
x* xenon - -

11
y yakin sayur -
z zat rezim juz
Keterangan :

 Huruf q dan x khusus digunakan untuk nama diri dan keperluan


ilmu pengetahuan. Huruf x pada posisi awal kata dilafalkan [s].

d. Huruf Diftong
Huruf diftong merupakan huruf vokal yang berubah kualitasnya
pada saat pengucapannya dan dalam sistem tulisannya dilambangkan
oleh dua huruf vokal. Kedua huruf vokal tersebut tidak dapat dipisahkan
karena tergolong dalam satu suku kata. Diftong berbeda dengan deretan
vokal, karena setiap huruf vokal pada deretan vokal mendapat hembusan
yang sama atau hampir sama, dan kedua huruf vokal tersebut berada
dalam dua suku kata yang berbeda. Contoh huruf diftong dalam bahasa
Indonesia adalah ai, au, ei, dan oi.
Tabel Huruf diftong dan contoh pemakaiannya dalam kata.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf Diftong
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
ai - balairung rantai
au aura saudara imbau
ei eigendom geiser survei
oi - boikot tomboi

e. Gabungan Huruf Konsonan


Gabungan huruf konsonan kh, ng, ny, dan sy dalam bahasa
Indonesia melambangkan satu bunyi konsonan. Gabungan huruf (ny) dan
(sy) melambangkan konsonan palatal, sedangkan konsonan velar
dilambangkan oleh gabungan huruf (ng) dan (kh).

12
Tabel Gabungan huruf konsonan dan contoh pemakaiannya dalam kata.
Gabungan Contoh Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
Huruf Konsonan
kh khasiat akhir syekh
ng ngilu angka belang
ny nyeri minyak -
sy syair isya arasy

f. Huruf Kapital
Huruf kapital merupakan huruf yang memiliki bentuk khusus dan
berukuran lebih besar dari huruf biasa. Berikut adalah ketentuan-
ketentuan penggunaan huruf kapital.
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama pada setiap awal
kalimat.
Misalnya:
Mengapa kita harus rajin belajar?
Dia menyelesaikan tugas itu tepat waktu.
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur nama
seseorang, termasuk julukan.
Misalnya:
Gorys Keraf
Pangeran Diponegoro
 Huruf kapital digunakan pada awal kalimat di dalam petikan
langsung.
Misalnya:
“Apa gunanya?” tanya Tom kepada Ella.
“Katakan kepadanya,” kata Shira kepadaku, “lebih baik
jujur saja.”
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama pada setiap kata
nama agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk sebutan dan kata

13
ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan Katolik adalah lima
agama yang diakui di Indonesia.
Ya Tuhan, tolong ampuni kami.
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur nama
gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, atau akademik yang
diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang mengikuti nama
orang.
Misalnya:
Nabi Muhammad SAW
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur nama
gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, profesi, serta nama
jabatan dan kepangkatan yang dipakai sebagai sapaan.
Misalnya:
Silakan duduk, Yang Mulia.
Terima kasih, Dokter.
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur nama
jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai
sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama
tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Jusuf Kalla
Gubernur Riau
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku
bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
bahasa Indonesia
suku Dayak

14
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan,
hari, dan hari raya atau hari besar keagamaan.
Misalnya:
bulan Juni tahun Masehi
hari Selasa hari Nyepi
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur nama
peristiwa sejarah.
Misalnya:
Agresi Militer Belanda II
Perjanjian Renville

 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama geografi.


Misalnya:
Kepulauan Seribu Sungai Siak
Kecamatan Tampan Jalan Utama
Catatan:
 Huruf pertama nama geografi yang bukan nama diri tidak
ditulis dengan huruf kapital. Misalnya:
menyeberangi jalan mendaki gunung
 Huruf pertama nama diri geografi yang digunakan sebagai
nama jenis tidak ditulis dengan huruf kapital. Misalnya:
terong belanda (Solanum betaceum) kacang arab (Cicer
arietinum) Nama yang disertai nama geografi dan merupakan
nama jenis dapat dikontraskan atau disejajarkan dengan nama
jenis lain dalam kelompoknya. Misalnya:
Ada beberapa jenis salak di Indonesia, antara lain salak
ambarawa, salak bali, salak banjarnegara, salak bongkok,
salak hutan, dan salak pondoh.
Contoh berikut bukan nama jenis.
Pada mata pelajaran Seni Budaya hari ini, para murid diajak
menyanyikan lagu daerah Riau, lagu daerah Sumatera

15
Barat, dan lagu daerah Aceh.
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama semua kata
(termasuk semua unsur bentuk ulang sempurna) dalam nama
negara, lembaga, badan, organisasi, atau dokumen, kecuali kata
tugas.
Misalnya:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
Komisi Pemberantasan Korupsi
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk
unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel,
makalah, nama majalah, dan surat kabar, kecuali kata tugas, yang
tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Majalah Bobo memberikan informasi yang bermanfaat bagi
anak-anak.
Dia sedang membaca novel Dusta di Balik Penjelajahan
Columbus.
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur singkatan
nama gelar, pangkat, atau sapaan.
Misalnya:
S.T. sarjana teknik
Nn. nona
 Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama kata penunjuk
hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak, dan paman, serta
kata atau ungkapan lain yang dipakai dalam penyapaan atau
pengacuan.
Misalnya:
“Wajah Kakak terlihat pucat, apa Kakak sakit?” tanya
Raisa. Ibu berkata kepadaku, “Tolong bersihkan sayuran
itu, Nak.”

16
Catatan:
 Istilah kekerabatan berikut bukan merupakan penyapaan
atau pengacuan.
Misalnya:
Ibu saya memiliki satu orang kakak dan tiga orang adik.
Sejak kecil, dia sudah tinggal bersama dengan neneknya.
 Kata ganti Anda ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
Bagaimana Anda bisa menyelesaikan pekerjaan itu dengan
baik?
Saya tidak tahu kalau Anda juga suka bermain basket.

g. Huruf Miring
Huruf miring merupakan huruf yang letaknya miring, tetapi tidak
sama dengan tulisan tangan pada kursif. Berikut adalah ketentuan-
ketentuan penggunaan huruf miring.
a. Huruf miring digunakan untuk menuliskan judul buku, nama majalah,
atau nama surat kabar yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam
daftar pustaka.
Misalnya:
Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata terdiri atas novel
Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Umum
Pembentukan Istilah. Jakarta: Balai Pustaka.
b. Huruf miring digunakan untuk menegaskan atau mengkhususkan
huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata dalam kalimat.
Misalnya:
Penulisan kata yang benar adalah dekret, bukan dekrit.
Jelaskan maksud dari peribahasa esa hilang dua terbilang!
c. Huruf miring digunakan untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam
bahasa daerah atau bahasa asing,

17
Misalnya:
Go Gek Cap Lak (upacara bakar tongkang) adalah ritual tahunan.
Ora et labora memiliki makna ‘berdoa dan bekerja’.
Catatan:
 Nama diri, seperti nama orang, lembaga, atau organisasi, dalam
bahasa asing atau bahasa daerah tidak ditulis dengan huruf miring
 Dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan komputer),
bagian yang akan dicetak miring ditandai dengan garis bawah.
 Kalimat atau teks berbahasa asing atau berbahasa daerah yang
dikutip secara langsung dalam teks berbahasa Indonesia ditulis
dengan huruf miring.

h. Huruf Tebal
Huruf tebal adalah huruf yang dicetak tebal atau vet. Berikut
adalah ketentuan-ketentuan penggunaan huruf tebal.
a. Huruf tebal digunakan untuk menegaskan bagian tulisan yang telah
ditulis dengan huruf miring,
Misalnya:
Kata yang memiliki akhiran -is adalah kata sifat. Contohnya
akhiran -is pada kata ekonomis yang berarti ‘bersifat ekonomi
(hemat)’.
Kata sativa pada nama ilmiah padi yaitu Oryza sativa
menunjukkan species.
b. Huruf tebal dapat digunakan untuk menegaskan bagian-bagian
karangan, seperti judul buku, bab, atau subbab, (Rahmadi, 2017).
Misalnya:
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP

18
2. Pemakaian Kata
a. Kata Dasar
Kata adalah satuan unit terkecil dari bahasa yang dapat berdiri
sendiri dan tersusun dari morfem tunggal. Kata merupakan perwujudan
kesatuan perasaan dan pikiran yang digunakan dalam berbahasa, baik
diucapkan maupun dituliskan. Kata dasar dapat diartikan sebagai suatu
kata yang menjadi dasar bentukan kata yang lebih besar dan bahkan
menjadikan kata tersebut memiliki makna yang berbeda.
Misalnya:
Kakek itu sangat kurus.
Dia pergi ke pasar

b. Kata Berimbuhan
Kata berimbuhan atau kata turunan adalah kata-kata yang sudah
berubah bentuk dan makna disebabkan pemberian imbuhan berupa
awalan (afiks), akhiran (sufiks), sisipan (infiks), atau awalan-akhiran
(konfiks). Kata berimbuhan terbagi menjadi:
 Imbuhan yang ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.
Misalnya:
bersalah
tarikan
kemilau
persembahan
Catatan:
Imbuhan yang diserap dari unsur asing seperti -isme, -man, -
wan, atau -wi, ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.
Misalnya:
patriotisme
budiman
sejarawan

19
manusiawi
 Bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Misalnya:
adikuasa
antarnegara
dwibahasa
prakarya
Catatan:
 Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang berhuruf awal kapital
atau singkatan yang berupa huruf kapital dirangkaikan dengan
tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Asia
pan-Amerika
pro-Pemerintah
 Bentuk maha yang diikuti kata turunan yang mengacu pada
nama atau sifat Tuhan ditulis terpisah dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha
Pengasih dan Penyayang.
 Bentuk maha yang diikuti kata dasar yang mengacu kepada
nama atau sifat Tuhan, kecuali kata esa, ditulis serangkai.

Misalnya:
Tuhan Yang Mahatahu apa yang terbaik bagi kita.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa terus melindungi kalian
semua.

c. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) di
antara unsur-unsurnya.

20
Misalnya:
anak-anak biri-biri lauk-pauk berjalan-jalan
buku-buku cumi-cumi serba-serbi sayur-mayur
Catatan:
Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama.
Misalnya:
surat kabar -> surat-surat kabar
kapal barang -> kapal-kapal barang

d. Gabungan Kata
i. Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk
istilah khusus, ditulis berpisah.
Misalnya:
duta besar model linear
kambing hitam persegi panjang
ii. Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian ditulis
dengan membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya.
Misalnya:
anak-istri pejabat anak istri-pejabat
ibu-bapak kami ibu bapak-kami

e. Kata Depan
Kata depan seperti di, ke, dan dari, ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya. (Rahmadi, 2017).
Misalnya:
Di mana dia sekarang?
Mari kita berangkat ke kantor.
Cincin itu terbuat dari emas.

21
3. Pemakaian Tanda Baca
a. Penulisan tanda titik (.)
i. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat pernyataan.
Misalnya:
Mereka duduk di sana.
Dia akan datang pada pertemuan itu.
ii. anda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan,
ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
I. Kondisi Kebahasaan di Indonesia
A. Bahasa Indonesia
1. Kedudukan
2. Fungsi
B. Bahasa Daerah
1. Kedudukan
2. Fungsi
iii. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik
yang menunjukkan waktu atau jangka waktu.
Misalnya:
Pukul 01.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
Pukul 00.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
iv. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis,
tahun, judul tulisan (yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau
tanda seru), dan tempat terbit.
Misalnya:
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2008.
Peta Bahasa di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jakarta.

22
b. Penulisan Tanda Koma (,)
i. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian
atau pembilangan.
Misalnya:
Telepon seluler, komputer, atau internet bukan barang
asing lagi.
ii. Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti tetapi,
melainkan, dan sedangkan, dalam kalimat majemuk (setara).
Misalnya:
Saya ingin membeli kamera, tetapi uang saya belum cukup.
iii. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang
mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau diundang, saya akan datang.
iv. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik
susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional.
Jakarta: Restu Agung.
v. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan singkatan gelar
akademis yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan
nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
Bambang Irawan, M.Hum.
Siti Aminah, S.H., M.H.

c. Penulisan Titik Koma (;)


i. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung
untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang

23
lain di dalam kalimat majemuk.

Misalnya:
Hari sudah malam; anak-anak masih membaca buku.
ii. Tanda titik koma dipakai pada akhir perincian yang berupa klausa.
Misalnya:
Syarat penerimaan pegawai di lembaga ini adalah
(1) berkewarganegaraan Indonesia;
(2) berijazah sarjana S-1;
iii. Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian
pemerincian dalam kalimat yang sudah menggunakan tanda koma.
Misalnya:
bu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaus;
pisang, apel, dan jeruk.

d. Penulisan Tanda Dua Titik (:)


i. anda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang
diikuti pemerincian atau penjelasan.
Misalnya:
Mereka memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja,
dan lemari.
ii. Tanda titik dua tidak dipakai jika perincian atau penjelasan itu
merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
iii. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang
memerlukan pemerian.
Misalnya:
Ketua : Ahmad Wijaya
iv. Tanda titik dua dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan.

24
Misalnya:
Ibu : “Bawa koper ini, Nak!”
Amir : “Baik, Bu.”
Ibu : “Jangan lupa, letakkan baik-baik!”

e. Penulisan Tanda Hubung (-)


i. Tanda pisah dapat dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau
kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—
diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
ii. Tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya
keterangan aposisi atau keterangan yang lain.
Misalnya:
Soekarno-Hatta—Proklamator Kemerdekaan RI—
diabadikan menjadi nama bandar udara internasional.

f. Penulisan Tanda Tanya (?)


i. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Siapa pencipta lagu “Indonesia Raya”?
ii. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan
bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurangdapat dibuktikan
kebenarannya.
Misalnya:
Monumen Nasional mulai dibangun pada tahun 1961 (?).

g. Penulisan Tanda Seru (!)


i. Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan
yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan

25
kesungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah indahnya taman laut di Bunaken!
Mari kita dukung Gerakan Cinta Bahasa Indonesia!

h. Penulisan Tanda Petik (“…”)


i. Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari
pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. (Rahmadi, 2017).
Misalnya:
“Merdeka atau mati!” seru Bung Tomo dalam pidatonya.
“Kerjakan tugas ini sekarang!” perintah atasannya. “Besok akan
dibahas dalam rapat.”
ii. Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal
atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya:
Dilarang memberikan “amplop” kepada petugas!

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) adalah tata bahasa dalam Bahasa
Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan,
mulai dari pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan,
serta penggunaan tanda baca. Ruang lingkup PUEBI adalah pemakaian
huruf, penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur
serapan.
Huruf adalah tanda aksara dalam tata tulis yang melambangkan
bunyi bahasa. Pemakaian huruf yang diatur dalam PUEBI antara lain:
huruf abjad, huruf vokal, huruf konsonan, huruf diftong, gabungan huruf
konsonan, huruf kapital, huruf miring, dan huruf tebal.
Kata adalah satuan unit terkecil dari bahasa yang dapat berdiri
sendiri dan tersusun dari morfem tunggal. Kata merupakan perwujudan
kesatuan perasaan dan pikiran yang digunakan dalam berbahasa, baik
diucapkan maupun dituliskan. Pedoman penulisan kata yang diatur oleh
PUEBI adalah kata dasar, kata berimbuhan, bentuk ulang, dan lain-lain.
Tanda baca adalah simbol yang tidak berhubungan dengan fonem
atau kata dan frasa pada suatu bahasa, melainkan berperan untuk
menunjukkan struktur dan organisasi suatu tulisan, dan juga intonasi
serta jeda yang dapat diamati sewaktu pembacaan.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis menyarankan agar pembaca:
1) Memahami PUEBI dan menerapkannya dalam berbahasa Indonesia
yang baik dan benar.
2) Menjadikan PUEBI sebagai patokan dalam menulis berbagai karya
ilmiah.

27
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Rifan. 2020. “Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia dan Perkembanganya”


Artikel Umum. (Online).
(https://www.suara.com/news/2020/12/02/202020/sejarah-ejaan-bahasa-
indonesia-dan-perkembangannya?,diunduh pada tanggal 02 Desember
2020)
Murtiani, Anjar, dkk. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Yogyakarta:Araska.

Rahmadi, Duwi. 2017. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Solo: Genta
Smart Publisher.

28

Anda mungkin juga menyukai