Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH BAHASA INDONESIA

EJAAN BAHASA INDONESIA DAN DIKSI

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2

 SALSABILLA TRISUCI (2209124340)


 MUHAMMAD HAIKAL (2209113934)
 M. ADIB AGUSRI (2209124337)

D0SEN PENGAMPU :

ERE MARDELLA ARBIANI, M.Pd

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU
2022 / 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga kami selaku kelompok penyusun dapat
menyelesaikan makalah “Ejaan Bahasa Indonesia dan Diksi” dengan baik dan
tepat pada waktunya.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas “Bahasa Indonesia”,


Dalam makalah ini kami banyak mendapat bantuan dari berbagai referensi buku
dan website. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat
kelemahan dan kekurangan, maka saran dan kritik yang membangun sangat kami
butuhkan dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, semoga makalah ini
bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai acuan pembuatan makalah yang sama
dikemudian hari.

Pekanbaru, 22 Agustus 2022

Kelompok Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii

DAFTAR ISI …....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1


1.1 Latar Belakang ......................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................2
1.3 Tujuan ...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1. Ejaan Bahasa Indonesia ...................................................................3
2.1.1. Pengertian Ejaan................................................................................3
2.1.2. Sejarah & Perkembangan Ejaan .......................................................3
2.1.3. Tujuan Ejaan .…...............................................................................4
2.1.4. Penerapan Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) ………………...5
2.2. Diksi ..................................................................................................17
2.2.1. Pengertian Diksi..............................................................................17
2.2.2. Fungsi Diksi ...................................................................................17
2.2.3. Syarat-syarat Diksi .........................................................................17
2.2.4. Prinsip Pemilihan Kata ...................................................................18
2.2.5. Jenis Diksi Berdasarkan Makna ...……..........................................19
2.2.6. Relasi Makna ...………………………......................................….19
2.2.7. Perubahan Makna Kata …………………………………………..20
2.2.8. Idiom Dan Ungkapan Idiomatis ….…………………………...….22
2.2.9. Kata Umum dan Kata Khusus …………………………………....22
2.2.10. Kata Konkret dan Kata Abstrak .……………………………..…23
2.2.11. Kesalahan Pembentukan Kata ….……………………………….23

BAB III PENUTUP .............................................................................................27


3.1. Kesimpulan .......................................................................................27
3.2. Saran ..................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang paling penting di negara


ini. Ini dapat dibuktikan dalam bunyi sumpah pemuda dan pasal 36 bab
XV dalam UUD 1945. Selain itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan
bahasa Indonesia adalah bahasa utama dari bahasa lain karena bahasa
Indonesia memiliki hal yang mendasari untuk menjadi bahasa yang
penting antara lain: Jumlah penutur, luas penyebaran, dan peranan bahasa
itu sendiri.

Peranan bahasa Indonesia adalah sebagai sarana utama (di luar


bahasa asing) misalnya di bidang IPTEK dan peradaban modern bagi
manusia modern. Di samping itu bahasa Indonesia juga berperan dalam
bidang kesusastraan. Jadi, peranannya cukup banyak.

Berdasarkan uraian di atas kita dapat menarik sebuah kesimpulan


bahwa betapa pentingnya bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia. Bahasa
Indonesia adalah bahasa yang utama dari bahasa daerah bukan karena
mutunya sebagai bahasa, bukan tata kalimatnya ataupun gaya
ungkapannya dalam gaya bahasa melainkan karena bahasa ini adalah
bahasa lingua franca yang didasari oleh dasar politik, ekonomi, dan
demografi. Kita sebagai generasi muda, marilah kita pelihara bahasa
Indonesia ini, mengingat akan arti pentingya bahasa untuk mengarungi
kehidupan masa globalisasi, yang menuntuk akan kecerdasan berbahasa,
berbicara, keterampilan menggunakan bahasa dan memegang teguh bahasa
Indonesia, demi memajukan bangsa ini, supaya bangasa kita tidak
dipandang sebelah mata oleh bangsa lain.Maka dari itu disini penulis akan
mencoba menguraikan tentang “Ejaan Bahasa Indonesia dan Diksi”.

iv
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Ejaan Dan Diksi?

2. Apa Tujuan/Fungsi Ejaan Dan Diksi?

3. Bagaimana Penulisan Kata Dalam Ejaan?

4. Bagaimana Penulisan Partikel Dan Kata Serapan Dalam Ejaan?

5. Apa Prinsip Pemilihan Kata Dalam Diksi?

6. Apa Saja Jenis-jenis Makna Kata Dalam Diksi?

7. Apa Saja Faktor Penyebab Perubahan Makna Kata Dalam Diksi?

8. Apa Saja Jenis-jenis Idiom Dalam Diksi?

1.2 Tujuan

1. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia.

2. Untuk Menambah Wawasan Penulis Serta Pembaca Tentang Diksi Dan


Ejaan.

3. Untuk Memahami Cara-Cara Pengunaan Kata Yang Baik.

4. Untuk Memahami Jenis-Jenis Diksi Dan Ejaan.

5. Mengetahui Fungsi Dan Tujuan Dalam Ejaan Dan Diksi

6. Mengetahui Apa Saja Pedoman Dan Klasifikasi Kata Dalam Diksi

v
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ejaan Bahasa Indonesia

2.1.1. Pengertian Ejaan

Ejaan adalah keseluruhan peraturan tentang perlambangan bunyi


ujaran dan hubungan antara lambang-lambang itu. Ejaan dan mengeja
adalah dua kata yang berbeda. Ejaan secara garis besar berkaitan dengan
pemakaian dan penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan,
dan pemakaian tanda baca. Sedangkan mengeja, melafalkan
(menyebutkan) huruf-huruf satu demi satu.

Ejaan merupakan kaidah-kaidah menggambarkan bunyi-bunyi


(kata, kalimat, dsb) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan
tanda baca yang harus dipatuhi. Ejaan ibarat peraturan lalu lintas kalau
dilanggar maka jalan lalu lintas akan kacau. Begitu juga ejaan haruslah
dipatuhi dan tunduk asas.

2.1.2. Sejarah & Perkembaan Ejaan

1. Ejaan Van Ophuijsen (1901-1947)

Sejarah ejaan Bahasa Indonesia diawali dengan ditetapkannya


Ejaan van Ophuijsen pada 1901. Ejaan ini menggunakan huruf Latin
dan sistem ejaan Bahasa Belanda yang diciptakan oleh Charles A.
van Ophuijsen. Ejaan van Ophuijsen berlaku sampai dengan tahun
1947.
2. Ejaan Republik/Ejaan Soewandi (1947-1956)

Ejaan Republik berlaku sejak tanggal 17 Maret 1947.


Pemerintah berkeinginan untuk menyempurnakan Ejaan van
Ophuijsen. Adapun hal tersebut dibicarakan dalam Kongres Bahasa
Indonesia I, pada tahun 1938 di Solo. Kongres Bahasa Indonesia I
menghasilkan ketentuan ejaan yang baru yang disebut Ejaan
Republik/Ejaan Soewandi.
3. Ejaan Pembaharuan (1956-1961)

Kongres Bahasa Indonesia II digelar pada tahun 1954 di


Medan. Kongres ini digagas oleh Menteri Mohammad Yamin. Dalam
Kongres Bahasa Indonesia II ini, peserta kongres membicarakan
tentang perubahan sistem ejaan untuk menyempurnakan ejaan
Soewandi, yang kemudian disebut Ejaan Pembaharuan.

vi
4. Ejaan Melindo (1961-1967)

Ejaan ini dikenal pada akhir 1959 dalam Perjanjian


Persahabatan Indonesia dan Malaysia. Pembaruan ini dilakukan
karena adanya beberapa kosakata yang menyulitkan penulisannya.
Akan tetapi, rencana peresmian ejaan bersama tersebut gagal karena
adanya konfrontasi Indonesia dengan Malaysia pada 1962.
5. Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) (1967-
1972)

Pada 1967, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang sekarang


bernama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengeluarkan
Ejaan Baru. Pembaharuan Ejaan ini merupakan kelanjutan dari Ejaan
Melindo yang gagal diresmikan pada saat itu.
6. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) (1972-
2015)

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan berlaku sejak 23


Mei 1972 hingga 2015 pada masa menteri Mashuri Saleh. Ejaan ini
menggantikan Ejaan Soewandi yang berlaku sebelumnya. Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini mengalami dua kali
perbaikan yaitu pada 1987 dan 2009.
7. Ejaan Bahasa Indonesia (2015-sekarang)

Pemerintah terus mengupayakan pembenahan terhadap Ejaan


Bahasa Indonesia melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa Indonesia. Pasalnya, pemerintah meyakini bahwa ejaan
merupakan salah satu aspek penting dalam pemakaian Bahasa
Indonesia yang benar.
Ejaan Bahasa Indonesia ini diresmikan pada 2015 di masa
pemerintahan Joko Widodo dan Anies Baswedan sebagai Menteri
Pendidikan n Kebudayaan Republik Indonesia.

2.1.3. Tujuan Ejaan

1). Landasan pembakuan tata bahasa


Penggunaan ejaan dalam penulisan bahasa akan membuat tata bahasa
yang digunakan semakin baku.
2). Landasan pembakuan kosa kata serta istilah
Tidak hanya membuat tata bahasa semakin baku, ejaan juga membuat
pemilihan kosa kata dan istilah mennadi lebih baku.
3). Penyaring masuknya unsur bahasa lain ke bahasa Indonesia

vii
Ejaan juga memiliki fungsi penting sebagai penyaring bahasa lain ke
bahasa Indonesia. Sehingga dalam penulisannya tidak akan
menghilangkan makna aslinya.
4). Membantu pemahaman pembaca dalam mencerna informasi
Penggunaan ejaan akan membuat penulisan bahasa lebih teratur. Hal ini
membuat pembaca semakin mudah dalam memahami informasi yang
disampaikan secara tertulis.

2.1.4. Penerapan Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)

1. Penulisan Huruf Kapital (A – Z)

a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat.

Contohnya : Pekerjaan itu akan selesai dalam satu jam

b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang


termasuk julukan.

Contohnya : Dewi Sartika, Halim Perdanakusuma

c. Huruf kapital dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung.

Contohnya : Orang itu menasihati anaknya, "Berhati-hatilah,


Nak!"

d. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata nama


agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk sebutan dan kata ganti
untuk Tuhan.

Contohnya : Islam, Al-qur’an, Tuhan

e. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar


kehormatan, keturunan, keagamaan, atau akademik yang diikuti
nama orang, termasuk gelar akademik yang mengikuti nama
orang.

Contohnya : Selamat datang, Yang Mulia.

f. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan


dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai
pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.

viii
Contohnya : Proklamator Republik Indonesia (Soekarno-Hatta) &
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan

2. Penulisan Huruf Miring

1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama


buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.

Misalnya: Kami berlangganan Media Indonesia sejak setahun yang lalu.


Setiap pagi dia sarapan berita-berita dari Kompas.

2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau


mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.

Misalnya: Huruf pertama yang dia tulis ialah c.


Dia bukan menipu, tetapi ditipu.

3) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata


nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.

Misalnya: Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.


Politik adu domba atau devide et impera pernah diterapkan
penjajah di negera kita ini.

3. Penulisan Huruf Tebal


Penggunaan huruf tebal dalam kalimat biasanya dimaksudkan untuk
menegaskan atau menunjukkan bahwa bagian tersebut penting.

1. Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang telah


ditulis miring.
Contohnya:
Huruf dh, seperti pada kata Ramadhan, tidak terdapat
dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).
Kata et dalam ora et labora, berarti ‘dan’
2. Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian karangan seperti judul
buku, bab, sub bab, daftar isi, daftar tabel, daftar pustaka, indeks
maupun lampiran.
Contohnya:
1.1 Latar Belakang
1.2 Masalah
1.3 Tujuan
3. Huruf tebal pada cetakan kamus untuk menuliskan lema dan
sublema. Huruf tebal digunakan juga untuk menuliskan bilangan

ix
yang menunjukkan polisemi (satu kata yang mempunyai makna
lebih dari satu).
Contohnya:
Muka (n) : 1 bagian depan kepala…; 2 wajah; air muka…;
3 bagian luar sebelah depan.
Menggulai (v) : 1 membubuh(i) gula…; 2 memasak gulai;
membuat gulai.

4. Penulisan Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.

Misalnya: Kantor pajak penuh sesak, Ibu percaya bahwa engkau


tahu, Buku itu sangat tebal

5. Penulisan Kata Berimbuhan

1. Imbuhan (awalan, sisispan, akhiran) ditulis serangkai dengan


kata dasarnya.

Misalnya: bergeletar, penetapan

2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran


ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya.

Misalnya: bertepuk tangan, garisbawahi sebarluaskan

3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan


dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.

Misalnya: penghancurleburan menggarisbawahi

6. Bentuk Kata Ulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda


hubung. Bentuk ulang termasuk di dalamnya kata ulang.

Misalnya: hati-hati,kuda-kuda, mata-mata, pura-pura, sia-sia,


undang-undang.

7. Penulisan Gabungan Kata

1) Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk


istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.

Misalnya: duta besar, kerja sama, papan tulis, orang tua, rumah
sakit, terima kasih, mata kuliah.

x
2) Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin
menimbulkan salah pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung
untuk menegaskan pertalian unsur yang berkaitan.

Misalnya: Anak-istri saya (keluarga), Ibu-bapak (orang tua).

3) Gabungan kata yang ditulis serangkai karena hubungannya


sudah sangat padu dan tidak lagi dipandang sebagai dua kata.

Misalnya: Halalbihalal, belasungkawa, daripada.

4) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam


kombinasi gabungan kata itu, maka ditulis serangkai.

Misalnya: antardaerah, mahasiswa, mancanegara, narapidana.

Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya


kapital, di antara kedua unsur kata itu dituliskan tanda hubung (-).

Misalnya: Non-Muslim Neo-Nazi

8. Penulisan Kata Depan

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah
dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.

Misalnya: di sini, di mana, di rumah, ke depan, dari keluarga.

9. Penulisan Partikel

Partikel adalah sejenis kata tugas yang memiliki bentuk


khusus, yaitu sangat ringkas atau kecil dengan fungsinya tertentu.

1) Partikel: kah, lah, dan tah, ditulis serangkai dengan kata yang
mendahului.

Contoh: Apakah Anda sudah baca buku saya?, Apalah


gunanya nasi sudah menjadi bubur?

2) Partikel pun (yang berarti juga), per ditulis terpisah dengan kata
yang mendahului.
Contoh: Saya pun tidak pernah mengeluh, Buku itu seharga
Rp30.000,00 per eksemplar.

xi
Catatan: Kelompok kata yang sudah padu sebagai satu kata,
pun ditulis serangkai, yakni: adapun, andaipun, bagaimanapun,
biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun,
sungguhpun, walaupun sekalipun, ataupun.

Contoh: Bagaimanapun kamu harus pergi kuliah, Sekalipun


sakit ia tetap belajar.

10. Singkatan & Akronim

1). Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu
huruf atau lebih.

a). Singkatan nama orang , nama gelar, sapaan, jabatan atau


pangkat diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
Pengarang novel Pada Sebuah Kapal adalah N.H.
Dini.
Kami mengundang Siti Sunarti, S.Kar. sebagai
pembicara pada seminar nanti.
b). Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen
resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf
kapital dan tidak diikuti tanda titik.
Misalnya:
KTP Kartu Tanda Penduduk
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
c). Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti
satu tanda titik.
Misalnya:
dst. dan seterusnya
hlm. halaman
tetapi:
a.n. atas nama
u.p. untuk perhatian
d). Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran ,
timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya:
kg kilogram
Rp(5.000,00) (lima ribu) rupiah

xii
2). Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal,
gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari
deret kata yang diperlakukan sebagai kata.

a) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari


deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya:
LAN Lembaga Administrasi Negara
SIM Surat Izin Mengemudi
b). Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan
huruf awal huruf kapital.
Misalnya:
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia
Dipenda Dinas Pendapatan Daerah
c). Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf,
suku kata ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret
kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu pemilihan umum
tilang bukti pelanggaran

11. Angka & Bilangan

Angka dan lambang bilangan dipakai untuk menyatakan:

1). Nomor: 0 s.d 9, I,II,III,dll.

2). Ukuran, satuan waktu, nilai uang: 5 kg, 17 Agustus 1945, 1 jam
20 menit

3). Nomor jalan atau rumah pada alamat: Jalan Moh. Ramdan No.
15

4). Nomor bab atau ayat kitab suci: Bab X , Pasal 5, Halaman 21

5). Lambang bilangan dengan huruf: dua ratus dua puluh dua (222)

6). Lambang bilangan tingkat: abad ke-20 atau abad XX

xiii
7). Lambang bilangan yang mendapat akhiran –an: tahun ‘90-an

8). Lambang bilangan yang dinyatakan dengan satu atau dua kata
ditulis dengan huruf kecuali dipakai berturut-turut:
Dia sudah tiga kali bertandang ke rumah saya.
Di antara 100 orang yang hadir, 60 orang setuju dan
40 orang tidak setuju.

9). Lambang bilangan pada awal kalimat:


Seratus dua puluh orang selamat pada kecelakaan
pesawat itu.

10). Lambang bilangan utuh yang besar: 250 juta rupia

12. Penggunaan Kata Ganti (-ku, -kau,- mu, dan -nya)

Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang


mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.

Misalnya:
Semua yang kumiliki adalah milikmu juga.
Kudatangi rumahnya kemarin sore.

13. Kata Sandang (si & sang)

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

Misalnya: Si kera, Sang pemberontak.

14. Tanda Titik ( . )

Tanda titik dipakai pada:

1). Akhir kalimat


Biarlah saya saja yang datang ke rumahnya.

2). Di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar atau
daftar
II. Media Pembelajaran Bahasa
A. Media Grafis
B. Media Audio

xiv
C. Media Audio Visual

3). Memisahkan angka jam, menit, dan detik atau menunjukkan


jangka waktu
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
1.35.20 ( 1 jam, 35 menit, 20 detik)

4). Daftar pustaka


Djajasudarma, Fatimah T. 2006. Wacana: Pemahaman dan
Hubungan Antarunsur. Bandung: Refika Aditama.

5). Memisahkan bilangan ribuan


Desa itu berpenduduk 30.200 orang.

6). Tidak dipakai pada bilangan yang tidak menyatakan jumlah, judul,
dan alama surat.

15. Tanda Titik Koma ( ; )

Tanda titik koma dipakai:

1) untuk memisahkan bagian kalimat yang setara

Malam semakin larut; pekerjaan masih banyak.

2) sebagai pengganti kata penghubung

Yara membaca buku; Naja menggambar; Akbar mencoret-


coret dinding.

16. Tanda Koma ( , )

Tanda koma dipakai:

1). Di antara unsur-unsur dalam rincian atau pembilangan


Saya memasak sayur lodeh, ayam goreng, dan tempe
bacem.
Satu, dua, … tiga!
2). Memisahkan klausa yang menggunakan tetapi atau melainkan
Azizah ingin datang, tetapi giginya sakit.

3). Memisahkan anak kalimat dari induk kalimat


Kalau hari hujan, Aulia tidak akan datang.

xv
4). Sesudah oleh karena itu, jadi, lagi pula, dan akan tetapi
Oleh karena itu, kita harus belajar dengan rajin.

5). Sesudah kata seru seperti o, ya, wah, aduh, kasihan


O, begitu?

6). Kalimat langsung


Kata Naja, “Aku gembira sekali hari ini.”

7). Bagian-bagian dari alamat atau tempat yang berurutan


Sdr. Fahrieza Akbar Muhammad, Jalan Setiabudi 196,
Bandung
8). Daftar pustaka
Djajasudarma, Fatimah T. 2006. Wacana: Pemahaman dan
Hubungan
Antarunsur. Bandung: Refika Aditama.

9). Di antara nama orang dan gelar akademik


Fahrieza Akbar Muhammad, Ph.D.

10). Untuk mengapit keterangan tambahan


Teman saya, Akbar, pintar dan baik sekali.

17. Tanda Titik Dua ( : )

Tanda titik dua dipakai:

1) untuk pemerian

Untuk memasak sup, kita memerlukan: sayuran, daging, dan


bumbu-
bumbu.

2) pada teks drama

Santi: (memandang ke arah jendela) “Harus ke mana aku sekarang


Setelah keluargaku mengusirku?”
Dion: Jangan khawatir, kamu bisa tinggal di rumahku.

3) di antara jilid atau nomor halaman, di antara bab dan ayat dalam
kitab suci, di antara judul dan anak judul, nama kota dan penerbit
buku acuan pada karangan

xvi
Surah Yasin: 9
Buku Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur
sudah saya baca.

18. Tanda Hubung ( - )

Tanda hubung dipakai:

1). Menyambung suku kata kata dasar yang terpisah oleh penggantian
baris
Di samping cara-cara baru, cara-cara yang lama ju-
ga masih manjur

2). Menyambung kata dengan imbuhan pada pergantian baris

Senjata ini merupakan alat pertahan-


an yang sangat canggih.

3). Menyambung unsur-unsur kata ulang: anak-anak, malam-malam,


berlari-lari

4). Menyambung huruf yang dieja satu-satu atau bagian-bagian


tanggal
m-a-r-d-i-a-h
5-7-2007

5). Memperjelas hubungan bagian-bagian kata


ber-evolusi
dua-puluh-lima-ribuan (1x25.000)

6). Merangkai se- dengan kata yang dimulai huruf kapital, ke- dengan
angka, angka dengan –an, singkatan berhuruf kapital, dan nama
jabatan rangkap
se-Indonesia di-PHK-kan
hari-H Menteri-Sekretaris Negara

7). Merangkai unsur bahasa Indonesia dan bahasa asing


di-smash men-judge

xvii
19. Tanda Pisah ( -- )

Tanda pisah dipakai:

1) membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan


Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—
diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.

2) keterangan aposisi
Teman saya—gadis yang berbaju merah itu—baru pertama
kali datang kesini.

3) berarti “sampai dengan” atau “sampai ke”


2000—2010
Bandung—Jakarta

20. Tanda Tanya ( ? )

Tanda tanya dipakai:

1) pada akhir kalimat tanya


Siapa yang tidak hadir hari ini?

2) di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang


disangsikan
Dia berasal dari Lhokseumawe (?).

21. Tanda Seru ( ! )

Tanda seru dipakai pada ungkapan atau pernyataan yang berupa


seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan,
ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
Alangkah seramnya peristiwa itu!

Bersihkan kamarmu segera!

Merdeka!

22. Tanda Elipsis ( … )

Tanda ellipsis dipakai:

1) dalam kalimat yang terputus-putus

xviii
Kalau begitu … ya, marilah kita berangkat sekarang.

2) menunjukkan ada bagian yang dihilangkan


Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
23. Tanda Petik ( “…” )

Tanda petik dipakai untuk:

1). Mengapit petikan langsung yang berasal dari tulisan lain


Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa
Indonesia.”
Kata Tita, “Saya akan datang terlambat nanti malam.”

2). Mengapit judul syair, karangan, atau bab buku dalam kalimat
Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu.
Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari
Suatu Tempat.

3). Mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau mempunyai arti
khusus
Celana panjang model “cutbray” kembali populer sekarang
ini.

4). Mengapit ungkapan dengan arti khusus


Akbar sering disebut “Si Jangkung” karena postur tubuhnya
itu.

24. Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )

Tanda petik tunggal dipakai:

1). Mengapit petikan dalam petikan


“Kamu dengar bunyi ‘kring-kring’ barusan?” tanya Beti.

2). Mengapit makna, terjemahan, penjelasan kata atau ungkapan asing


feed back ‘balikan’

25. Tanda Kurung ( (…) )

1. Mengapit Angka
Kamu bisa memakai tanda baca kurung untuk digunakan mengapit
angka atau huruf yang merinci suatu urutan.

xix
Contoh:
Harta kekayaannya meliputi (a) logam mulia, (b) properti,
dan
(c) saham.
2. Mengapit Huruf
Tanda kurung dipakai mengapit huruf atau kata yang
kemunculannya di kalimat dapat dihilangkan.
Contoh:
Pendaki amatiran tidak diperkenankan untuk mendaki
sampai (puncak) Mahameru
3. Mengapit Keterangan
Kamu juga bisa menggunakan tanda kurung untuk mengapit
keterangan/penjelasan yang bukan bagian pokok dari sebuah
kalimat.
Contoh :
Bukti tersebut (lihat halaman 109) mendukung
pernyataannya bahwa dalam melakukan teknik negosiasi
harus dilakukan secara serius.
4. Tambahan Keterangan
Untuk menjelaskan keterangan yang berupa abreviasi
(Pemendekan), digunakan pula tanda kurung.
Contoh :
Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI)
telah mengeluarkan kebijakan penggunaan meterai 10000
dalam dokumen berharga.

26. Tanda Kurung Siku ( […] )

Tanda kurung siku dipakai:

1). Mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi pada
tulisan orang lain
Sang Dewi men[d]engar bunyi gemericik.

2). Mengapit keterangan yang sudah bertanda kurung


Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di
dalam Bab II [lihat halaman 45] tidak dibicarakan) perlu
dibentangkan di sini.

27. Tanda Garis Miring ( / )

Tanda garis miring dipakai:

xx
1). Nomor surat, nomor alamat.dan penandaan masa satu tahun yang
terbagi dalam dua tahun takwin
No. 15/PP/2007
Jalan Setrabudi II/11
tahun akademik 2007/2008

2). Pengganti kata “atau” dan “tiap”


Paket ini akan dikirim lewat darat/laut?
Harga buku itu Rp25.000,00/eksemplar.

28. Tanda Penyingkat atau Afostrof ( ‘ )

Tanda penyingkat dipakai untuk menunjukkan penghilangan bagian


kata atau
bagian angka tahun.
Adinda ‘kan pulang bulan ini ke Indonesia. (‘kan = akan)
Malam ‘lah larut ketika dia datang. (‘lah = telah)
Tepat 1 Juli ‘07 anak kami berusia 1 tahun.

2.2. DIKSI
2.2.1. Pengertian Diksi
Diksi (Pilihan kata) merupakan penggunaan kata-kata tertentu yang
sengaja di pilih dan digunakan oleh penulis. Diksi dapat pula diartikan
sebagai pemilihan kata untuk mencapai suatu gagasan, membentuk, menge
lompokkan kata yang tepat, menggunakan ungkapan-ungkapan yang
sesuai, dan gaya bahasa yang paling baik dalam suatu situasi. Menu rut
Nurgiyantoro (1998: 290), diksi adalah pemilihan kata-kata melalui
pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk mendapatkan efek yang
dikehendaki.
Diksi digunakan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa
makna dari gagasan yang ingin disampaikan serta kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang di
miliki kelompok masyarakat pendengar. Untuk itu, pemillihan kata ha rus
disesuaikan dengan konteks permasalahan, topik, dan kondisi yang sedang
dihadapi.
2.2.2. Fungsi Diksi

xxi
Adapun fungsi diksi adalah: (a). untuk memperoleh keindahan
guna menambah daya ekspresivitas. Maka sebuah kata akan lebih jelas,
bila pilihan kata tersebut tepat dan sesuai; (b). ketepatan pilihan kata ber
tujuan agar tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan antara pe
nulis/pembicara dengan pembaca/pendengar, sedangkan kesesuaian kata
bertujuan agar tidak merusak suasana; (c). untuk menghaluskan kata dan
kalimat agar terasa lebih indah; (d). untuk mendukung jalan cerita agar
lebih runtut dalam mendeskripsikan tokoh, lebih jelas men deskripsikan
latar waktu, latar tempat, dan latar sosial dalam cerita ter sebut.

2.2.3. Syarat-syarat Diksi

1). Ketepatan dalam pemilihan kata

2). Kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa makna yang


sesuai dengan gagasan.

3). Menguasai bebagai kosa kata.

2.2.4. Prinsip Pemilihan Kata

Berikut adalah prinsip pemilihan kata pada diksi:

a. Bahasa Standar dan substandar

Bahasa standar adalah bahasa yang dapat dibatasi sebagai tutur dari
mereka yang menduduki status sosial yang cukup dalam sua tu masyarakat
dan dalam situasi formal. Kelas ini meliputi pejabat pemerintah, ahli
bahasa, ahli hukum, dokter, pedagang, guru, penu lis, penerbit, seniman,
insinyur dan sebagainya, Bahasa nonstandar pada dasarnya, bahasa ini
dipakai untuk pergaulan biasa, tidak di pakai dalam tulisan. Bahasa standar
lebih efektif daripada bahasa nonstandar dan biasanya cukup untuk
digunakan dalam kebutuh an-kebutuhan umum.

b. Kata ilmiah dan kata populer

Kata-kata ini dipakai dalam pertemuan-pertemuan resmi, dalam


diskusi-diskusi yang khusus, dan dalam diskusi-diskusi ilmiah.

Tabel Perbedaan Kata Populer dan Kata Ilmiah

Kata Populer Kata Ilmiah


Sesuai Harmonis
Pecahan Fraksi
Aneh Eksentrik
Bukti Argumen
Kesimpulan Konklusi

xxii
c. Kata percakapan
Kata percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam perca
kapan atau pergaulan orang-orang yang terdidik. Pengertian per cakapan
ini di sini sama sekali tidak boleh disejajarkan dengan bahasa yang tidak
benar, tidak terpelihara atau tidak disenangi. Ba hasa percakapan yang
dimaksud di sini lebih luas dari pengertian kata-kata populer, kata-kata
percakapan mencakup pula sebagian kata-kata ilmiah yang biasa dipakai
oleh golongan terpelajar.

d. Bahasa artifisial
Artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni. Fakta dan per
nyataan-pernyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana
dan langsung tak perlu disembunyikan.

2.2.5. Jenis Diksi Berdasarkan Makna


1). Makna Denotatif
Denotatif adalah makna sebenarnya yang sesuai dengan hasil
observasi, menurut penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman,
dan pengalaman lain.
Contohnya :
Panda suka makan bamboo.
Andin suka memasak seperti ibunya.

2). Makna Konotatif


Konotatif disebut juga makna kiasan atau bukan makna
sebenarnya. Kata konotasi memiliki makna tertentu yang sifatnya
emosional, sehingga menimbulkan imajinasi dan nilai rasa tertentu.
Contohnya :
Dinda menjadi anak emas keluarganya (anak emas berarti
anak paling disayangi).
Ayah bekerja membanting tulang demi memenuhi
kebutuhan keluarganya (membanting tulang berarti bekerja
keras).

2.2.6. Relasi Makna

xxiii
Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, sering kita temui
adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau
satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya. lagi.
Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal sinonim,
antonim, dan sebagainya. Berikut ini akan dibicarakan masalah tersebut
satu per satu.

a. Sinonim

Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani Kuno,


yaitu anoma yang berarti "nama", dan syn yang berarti "dengan". Maka
secara harfiah kata sinonim berarti "nama lain untuk benda atau hal yang
sama." Secara semantik Verhaar mendefinisikan sebagai ungkap an (bisa
berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama
dengan makna ungkapan lain. Umpamanya kata buruk dan jelek adalah
dua buah kata yang bersinonim; bunga, kembang, dan puspa adalah tiga
buah kata yang bersinonim; mati, wafat, dan meninggal adalah tiga buah
kata yang bersinonim.

b. Antonim

Kata antonim berasal dari kata Yunani Kuno, yaitu onoma yang
arti nya "nama" dan anti yang artinya "melawan". Maka secara harfiah
anto nim berarti "nama lain untuk benda lain pula." Secara semantik,
Verhaar mendefinisikan sebagai: Ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi
dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap
keba likan dari makan ungkapan lain. Misalnya kata bagus adalah
berantonim dengan kata buruk: kata besar berantonim dengan kata kecil.

2.2.7. Perubahan Makna Kata

Bahasa itu dinamis. Suatu bahasa bisa tumbuh berkembang, ber


ubah, mengglobal, atau sebaliknya, bahasa yang tenggelam dan mati
dibawa oleh para penuturnya. Dinamika bahasa tersebut terjadi pula dalam
ranah makna. Karena berbagai faktor makna kata dapat berubah atau
bergeser dari makna sebelumnya.

a. Faktor-faktor penyebab perubahan

1) Ilmu dan teknologi.


2) Sosial dan budaya.
3) Perbedaan bidang pemakaian.

xxiv
4) Adanya asosiasi.
5) Pertukaran tanggapan indra.
6) Perbedaan tanggapan.
7) Adanya penyingkatan.
8) Proses gramatikal.
9) Pengembangan istilah.

b. Macam-macam perubahan makna

1) Meluas (generalisasi)

Cakupan makna sekarang (kini) lebih luas daripada makna yang


lama. Contoh:

Pelayaran ke negara Perancis itu dipimpin oleh Kapten Sugianto.

Kata pelayaran dahulu atau asalnya bermakna mengarungi la utan


dengan perahu layar, tetapi kini kata pelayaran juga bisa bermakna
mengarungi lautan dengan kapal bermesin.

2) Menyempit (spesialisasi)

Cakupan makna kata yang sekarang lebih sempit atau terbatas


daripada makna yang dahulu atau makna asalnya.
Contoh:
Saya bercita-cita ingin menjadi sarjana pendidikan.

Kata sarjana dahulu dipakai untuk menyebut cendekiawan atau


orang pintar atau orang berilmu. Sekarang kata sarjana dipakai
untuk menyebut orang yang telah lulus dari jenjang strata satu di
perguruan tinggi.

3) Membaik (amelioratif)

Suatu proses perubahan makna yang membuat makna kata baru


dirasakan lebih tinggi atau lebih baik nilai rasa bahasanya daripada
makna kata lama. Contoh:

Anak-anak penyandang tunarungu pun berhak mengenyam


pendidikan.

xxv
4) Memburuk (peyoratif)

Suatu proses perubahan makna yang membuat makna kata baru


dirasakan lebih rendah nilai rasa bahasanya daripada nilai pada
makna kata lama. Contoh:

Direktur perusahaan ini ternyata berbini tiga.

Kata istri dulunya dianggap baik, tapi sekarang dianggap kasar.

5) Sinestesia

Perubahan makna kata akibat pertukaran tanggapan antara dua


indra yang berlainan. Misalnya: pengecap, pendengaran,
pendengaran, pengecap, penglihatan, pengecap. Contoh:

Suara penyanyi Rossa sampai saat ini masih empuk.

Kata empuk sebenarnya yang merasakan adalah indra peraba


(kulit) dengan makna lunak atau tidak keras. Akan tetapi, pada
kalimat tersebut kata empuk yang merasakan adalah indra
pendengar (telinga) dengan makna merdu.

6) Asosiatif

Perubahan makna kata yang terjadi karena persamaan sifat.


Contoh:

Orang itu mencatut nama pejabat untuk mencari sumbangan.

Kata catut berarti alat untuk menarik atau mencabut paku dan
sebagainya. Berdasarkan persamaan sifat ini, kata catut di pakai
untuk menyatakan makna mengambil sesuatu yang bu kan haknya.

2.2.8. Idiom dan Ungkapan Idiomatis


Idiom adalah ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frase) yang
maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna unsur
yang membentuknya. Contoh:
a. Selaras dengan, insaf akan, berbicara tentang, terima kasih atas,
berdasarkan pada/kepada.

b. Membanting tulang, bertekuk lutut, mengadu domba, menarik hati,


berkeras kepala.

xxvi
Pada contoh (a) terlihat bahwa kata tugas dengan, akan, tentang. atas, dan
pada/kepada dengan kata-kata yang digabunginya merupa kan ungkapan tetap
sehingga tidak dapat diubah atau digantikan dengan kata tugas yang lain.
Demikian pula pada contoh (b) Idiom-idiom tersebut tidak dapat diubah
dengan kata-kata yang lain.
a. Idiom dengan bagian tubuh, contoh:
hati kecil : maksud yang sebenarnya
b. Idiom dengan kata indra, contoh :
pendek permintaan: singkat umurnya
c. Idiom dengan warna, contoh :
merah muka: kemalu-maluan
d. Idiom dengan nama benda-benda alam, contoh :
tanah tumpah darah : tanah tempat lahir
e. Idiom dengan nama binatang, contoh :
kambing hitam: orang yang dipersalahkan
f. Idiom dengan bagian tumbuh-tumbuhan, contoh :
pohon kejahatan : asal mula
g. Idiom dengan kata bilangan, contoh
bersatu padu : bersatu benar-benar

Contoh kata yang belum idiomatik:

Berita selengkapnya dibacakan Nita Bonita.

Contoh kata yang sudah idiomatik:

Berita selengkapnya dibacakan oleh Nita Bonita

2.2.9. Kata Umum dan Kata Khusus

1). Kata Umum (hipernim)


Kata umum kata yang memiliki ruang lingkup dan cakupan makna
luas, sehingga bisa diartikan dalam banyak hal (universal).

2). Kata Khusus (hiponim)


Kata khusus merupakan jenis kata yang memiliki ruang lingkup
dan makna yang sempit (spesifik).
Contoh kata umum dan kata khusus :
Kata umum : Warna
Kata khusus : Kuning, merah, hijau, biru, dan lain sebagainya.

Kata umum : Buah


Kata khusus : apel, mangga, anggur, jeruk, manggis, dan lain
sebagainya.

xxvii
2.2.10. Kata Konkret dan Kata Abstrak

1). Kata Konkret


Kata konkret adalah kata yang memiliki makna acuan objek yang
bisa dilihat, dirasakan, didengar dan dicium oleh panca indera.
Contoh : Sepeda Motor Pesawat Terbang
Lemari Gitar
Kasur Baju
Makanan Lampu

2). Kata Abstrak


Kata abstrak adalah kata yang mempunyai acuan berupa pengertian
atau teori konsep. Di mana di dalamnya abstrak harus ada pemahaman
dan pengetahuan karena karakteristiknya yang tidak berbentuk. kata
abstrak mewakili hal yang bersifat konseptual, lebih intelektual serta tak
tersentuh.
Contoh : Indah Cinta
Bebas Cantik
Bagus Semangat
Sedih Bahagia

2.2.11. Kesalahan Pembentukan Kata

1). Kesalahan dalam penanggalan awalan (Me-).


Penanggalan awalan me- pada judul berita dalam surat kabar
diperbolehkan. Namun, dalam teks beritanya awalan me- harus
eksplisit.
Contoh : Jaksa Agung, Marzuki Darusman, periksa mantan Presiden
Soeharto. (Salah)
Jaksa Agung, Marzuki Darusman, memeriksa mantan Presiden
Soeharto. (benar)

2). Kesalahan dalam penanggalan awalan (Ber).


Kata-kata yang berawalan ber- sering ditanggalkan. Padahal,
awalan ber harus dieksplisitkan secara jelas.
Contoh : Sampai jumpa lagi.(salah) Sampai berjumpa lagi.(benar)

Pendapat saya beda dengan pendapatnya.(salah) Pendapat


saya berbeda dengan pendapatnya.(benar)

xxviii
3). Peluluhan bunyi / C /.
Kata dasar yang diawali bunyi /c/ sering menjadi luluh apabila
mendapat awalan me-. Padahal, sesungguhnya bunyi /c/ tidak luluh
apabila mendapat awalan me-.
Contohnya : Wakidi sedang menyuci mobil.(salah) Wakidi sedang
mencuci mobil.(benar)

4). Penyengauan kata dasar.


Penyengauan kata dasar ini sebenarnya adalah ragam lisan yang
dipakai dalam ragam tulis. Akhirnya, pencampuradukan antara ragam
lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu bentuk kata yang salah dalam
pemakaian.
Contohnya : Nyopet (salah) Mencopet (benar)
Ngail (salah) Mengail (benar)
Ngantuk (salah) Mengantuk (benar)
Nanam (salah) Menanam (benar)
Nyubit (salah) Mencubit (benar)

5). Bunyi /S/K/P/T yang tidak luluh.


Kata dasar yang bunyi awalnya /s/, /k/, /p/, atau /t/, sering tidak
luluh jika mendapat awalan me- atau pe-. Padahal, menurut kaidah baku
bunyi-bunyi itu harus lebur menjadi bunyi sengau.
Contoh : Eksistensi Indonesia sebagai negara pensuplai minyak
sebaiknya dipertahankan. (salah)
Eksistensi Indonesia sebagai negara penyuplai minyak
sebaiknya dipertahankan. (benar)

6). Awalan Ke- yang kelirugunaan.


Pada kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan
ter- sering diberi berawalan ke. Hal itu disebabkan oleh
kekurangcermatan dalam memilih awalan yang tepat.
Contoh : Pengendara motor itu meninggal karena ketabrak oleh metro
mini.(salah) Pengendara motor itu meninggal karena tertabrak
oleh metro mini.(benar).

7). Pemakaian akhiran –ir.


Pemakaian akhiran –ir sangat produktif dalam penggunaan bahasa
Indonesia sehari-hari. Padahal, dalam bahasa Indonesia baku, untuk
padanan akhiran –ir adalah –asi atau –isasi.
Contoh : Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu.(salah) Saya
sanggup mengkoordinasi kegiatan itu.(benar)

xxix
8). Padanan yang tidak sesuai / serasi.
Karena pemakai bahasa kurang cermat memilih padanan kata yang
serasi, yang muncul dalam pembicaraan sehari-hari adalah padanan
yang tidak sepadan atau tidak serasi. Hal itu baru terjadi karena dua
kaidah bahasa bersilang, atau bergabung dalam sebuah kalimat.
Contoh : Karena modal di bank terbatas sehingga tidak semua
pengusaha lemah memperoleh kredit. (salah)
Karena modal di bank terbatas, tidak semua pengusaha lemah
memperoleh kredit. (benar)

9). Pemakaian kata depan ( Di, Ke, Dari, Pada, Daripada, Terhadap).
Kata depan, ‘di’, ‘ke’, ‘dari’, ‘pada’, ‘daripada’ dan
‘terhadap’ merupakan kata yang menunjukkan tempat atau waktu,
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Kata depan merupakan
jenis kata yang terletak di depan kategori lainnya.
Terkadang dalam penulisannya, sering terbalik dengan
awalan, khususnya untuk kata ‘di’ dan ‘ke’. Berbeda dengan kata
awalan yang penulisan ‘di’ serta ‘ke’ ditulis serangkai atau digabung
dengan kata berikutnya, biasanya merupakan kata kerja.
Contoh : “Aku habis pergi dari rumah teman untuk mengerjakan tugas
kelompok”.
“Tolong bawa sendok dan garpu ini ke meja makan”.

10). Pemakaian akronim dan singkatan yang sering tertukar.


Pemakaian akronim dan singkatan dalam bahasa Indonesia
kadang-kadang tidak teratur. Kita membedakan istilah “singkatan”
dengan “bentuk singkat”. Yang dimaksud dengan singkatan ialah
PLO, UI, dan lain-lain. Yang dimaksud dengan akronim ialah Pemilu
(Pemilihan Umum), Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) dan
lain-lain.
Namun berbeda dengan singkatan IBF mempunyai dua
makna, yaitu Internasional Boxing Federation (dan Internasional
Badminton Federation). Oleh sebab itu, pemakaian akronim dan
singkatan sedapat mungkin dihindari karena menimbulkan berbagai
tafsiran terhadap akronim atau singkatan itu. Singkatan yang dapat
dipakai adalah singkatan yang sudah umum dan maknanya telah
mantap. Walaupun demikian, agar tidak terjadi kekeliruan kalau
hendak mempergunakan bentuk akronim atau singkatan dalam bentuk
artikel atau makalah serta sejenis dengan itu, akronim atau singkatan
itu lebih baik didahului oleh bentuk lengkapnya.

xxx
11). Penggunaan kesimpulan, keputusan & penalaran.
Kata-kata kesimpulan bersaing pemakaiannya dengan kata
simpulan; kata keputusan bersaing pemakaiannya dengan kata
putusan; kata pemukiman bersaing dengan kata permukiman; kata
penalaran bersaing dengan kata pernalaran.
Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya
mengikuti pola yang rapi dan konsisten. Kalau kita perhatikan dengan
saksama, bentukan kata itu memiliki hubungan antara yang satu
dengan yang lain.
Contoh: Tulis, menulis, penulis, penulisan, tulisan.
Pilih, memilih, pemilih, pemilihan, pilihan

12). Penggunaan kata yang hemat.


Salah satu ciri pemakaian bahasa yang efektif adalah
pemakaian bahasa yang hemat kata, tetapi padat isi. Namun, dalam
komunikasi sehari-hari sering dijumpai pemakaian kata yang tidak
hemat (boros).
Contoh : Apabila suatu reservator masih mempunyai cadangan
minyak, maka diperlukan tenaga dorong buatan untuk
memproduksi minyak lebih besar. (boros, Salah)
Apabila suatu reservoar masih mempunyai cadangan minyak,
diperlukan tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak
lebih besar. (hemat, benar)

13). Analogi (Keteraturan bahasa)


Dikatakan analogi apabila kata tersebut memiliki bunyi yang
sesuai antara ejaan dengan pelafalannya. Karena analogi adalah
keteraturan bahasa, tentu saja lebih banyak berkaitan dengan kaidah-
kaidah bahasa, bisa dalam bentuk sistem fonologi, sistem ejaan atau
struktur bahasa.

14). Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia.


Dalam pemakaian sehari-hari kadang-kadang orang salah
menggunakan bentuk jamak dalam bahasa Indonesia sehingga terjadi
bentuk yang rancu atau kacau. Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1). Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang
bersangkutan seperti: Kuda-kuda, Meja-meja, dan Buku-buku
2). Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan seperti: Beberapa
meja, Sekalian tamu, dan Dua tempat.
3). Bentuk jamak dengan menambah kata bantu jamak seperti para
tamu.

xxxi
4). Bentuk jamak dengan menggunakan kata ganti orang seperti :
Mereka, kita, dan Kami kalian.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada dasarnya kita telah memahami penggunaan kaidah tata bahasa


Indonesia yang baik dan benar, akan tetapi ketika kita berbicara seringkali kita
tidak mengikuti kaidah/aturan dari tata bahasa Indonesia yang baik dan benar
dalam berkomunikasi sehari-hari. kita sering menggunakan tata bahasa yang
salah, sehingga bermula dari kesalahan-kesalahan tersebut dapat menjadi sebuah
kebiasaan dan hal tersebut menjadi membudaya dan dibenarkan penggunaan
dalam keseharian. Untuk itu sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk saling
mengingatkan agar menggunakan kaidah tata bahasa yang baik dan benar.

3.2 Saran

Demikian makalah yang dapat kami susun, kami menyadari bahwa


makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami harapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca, supaya pada penyusunan makalah
selanjutnya bisa lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi berbagai
pihak.

xxxii
DAFTAR PUSTAKA

Aninditya Sri Nugraheni. 2019. Bahasa Indonesia Di Perguruan Tinggi Berbasis


Pembelajaran Aktif. Jakarta: Prenadamedia Group

Hermandra. 2013. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Pekanbaru: Cendekia


Insani

Rifan Aditya. 2020. “Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia dan Perkembangannya”.


diakses
pada 27 Agustus 2022 melalui
https://www.suara.com/news/2020/12/02/202020/sejarah-ejaan-bahasa-
indonesia-dan-perkembangannya,

xxxiii

Anda mungkin juga menyukai