SEJARAH EJAAN
Dosen Pengampu:
Dede Muhtar Safari S.Pd., M.Pd
Disusun oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah Ejaan” tepat pada
waktunya.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Dede Muhtar Safari S.Pd., M.Pd sebagai dosen pengampu pada mata kuliah Bahasa
Indonesia yang telah membimbing kami. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik
dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan
agar kami bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
3.3.4 Prinsip Kepraktisa ........................................................................................ 8
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
Ejaan bahasa Indonesia mengalami perubahan dalam kurun waktu 114 tahun,
yakni dari tahun 1901 sampai dengan tahun 2015. Pada tahun 1901 merupakan awal
pembaruan ejaan dalam bahasa Melayu (bahasa Indonesia). Pembaharuan ejaan
tersebut sebagai imbas gerakan pembaruan ejaan yang telah dilakukan lebih dari 31
bahasa modern sejak awal abad ke-19. Pembaruan ejaan (spelling reform) adalah
tindakan untuk memperbaiki sistem ejaan dengan membuatnya lebih
menggambarkan fonem yang ada dalam suatu bahasa. Pembaruan ejaan sangat
penting karena ejaan merupakan salah satu kaidah bahasa, terutama dalam bahasa
tulis, yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman
bentuk. Keteraturan tersebut akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan
makna.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
Manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi
informasi kepada pembaca mengenai sejarah ejaan bahasa Indonesia dari asal-usul
munculnya ejaan bahasa Indonesia hingga perkembangan ejaan bahasa Indonesia saat ini.
Dengan demikian masyarakat Indonesia dapat melestarikan dan mempertahankan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan dengan sesuai ejaan yang baik dan benar.
Bagi penulis sendiri, tulisan ini merupakan sarana yang baik untuk bertukar pikiran
antaranggota dalam membahas materi sejarah ejaan bahasa Indonesia.
2
3
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bagian kajian teori akan membahas mengenai teori-teori yang digunakan
sebagai acuan untuk menganalisis data. Kajian teori menjabarkan aspek yang tepat dan
aktual (Nugrahani, 2014: 208). Pada bagian ini pula, mendeskripsikan teori mengenai
bahasa, analisis kesalahan berbahasa pada penggunaan ejaan, media sosial, teks pamflet,
dan berita. Berikut merupakan pemaparannya.
2.1.1. Bahasa
A. Pemakaian huruf
Kesalahan yang terjadi dalam pemakaian huruf, yaitu pemakaian huruf abjad,
diftong, vokal, konsonan, gabungan huruf konsonan, Huruf kapital, miring (italic),
dan huruf tebal (bold). Berikut merupakan penjelasannya.
1) Pemakaian huruf abjad Pemakaian huruf abjad terdiri dari 26 huruf, yakni
huruf A-Z.
2) Pemakaian huruf diftong Alfabet diphthong Indonesia yaitu ai, au, dan oi.
Huruf diftong dapat digunakan di awal, tengah, dan akhir kata, misalnya
saudara, amboi, boikot.
3) Pemakaian huruf vokal Pemakaian huruf vokal terdiri dari 5 huruf, yaitu
a, i, u, e, o. Pemakaian huruf vokal bisa digunakan di awal, tengah, dan
akhir kata, misalnya pada kata api, padi, dan radio.
4
B. Penulisan kata
1) Kata Dasar
Kata dasar atau morfem bebas yaitu kata yang memiliki imbuhan sebagai
satu kesatuan. Misalnya, Ibu percaya bahwa Kamu tahu.
2) Kata Turunan
Kata turunan yaitu kata yang sudah memiliki imbuhan. Imbuhan tersebut
dibagi menjadi beberapa bentuk penulisan, yaitu.
a) Imbuhan ditulis dengan kata dasarnya, misal berjalan, lukisan, dan
makanan.
b) Kata turunan terikat dengan kata yang mengikutinya. Misal,
mancanegara, swadaya, dan antibiotik.
c) Jika gabungan kata mendapat tambahkan prefiks dan sufiks sekaligus,
lalu elemen gabungan tersebut ditulis serangkai.
d) Jika salah satu kata majemuk hanya dapat digunakan dalam
kombinasi, maka kata gabungan tersebut ditulis secara seri.
3) Bentuk ulang
Bentuk ulang yaitu bentuk pengulangan yang harus menggunakan tanda
hubung (-), misalnya anak-anak, hati-hati, dan layang-layang.
5
C. Pemakaian Tanda Baca
Kesalahan yang terjadi dalam pemakaian tanda baca, namun yang akan kami
jelaskan yaitu penggunaan tanda baca titik, tanda koma, dan tanda titik dua.
1) Tanda Titik digunakan sebagai penanda akhir kalimat, misalnya. Saya
tinggal di daerah Tangerang Selatan.
2) Tanda Koma di antara unsur dalam suatu pencarian atau pembilangan,
misalnya. Membaca, menulis, dan berenang merupakan kegemaran Saya.
3) Tanda Titik Dua pada akhir pernyataan lengkap yang diikuti penjelasan,
misalnya. Ibu berbelanja perlengkapan rumah tangga: kursi, meja, lemari,
dan kipas.
6
7
BAB III
PEMBAHASAN
Aksara atau abjad Jawi adalah salah satu dari abjad pertama yang digunakan
untuk menulis bahasa Melayu, dan digunakan sejak zaman Kerajaan Pasai, sampai zaman
Kesultanan Malaka, Kesultanan Johor, dan juga Kesultanan Aceh serta Kesultanan Patani
pada abad ke-17. Bukti dari penggunaan ini ditemukan di Batu Bersurat Terengganu,
bertarikh 1303 Masehi (702 H). Abjad Jawi merupakan tulisan resmi dari negeri-negeri
Melayu tidak bersekutu pada zaman kolonialisme Britania.
3.3 Prinsip Dasar Perubahan Ejaan Dalam Bahasa Indonesia
8
3.4 Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia Sampai Saat Ini
Dalam sejarahnya, ejaan bahasa Indonesia telah mengalami tujuh kali perubahan,
yaitu Ejaan van Ophuijsen (1901−1947), Ejaan Repoeblik/ Ejaan Soewandi (1947−1956),
Ejaan Pembaharuan (1956−1961), Ejaan Melindo (1961−1967), Ejaan Baru/LBK
(1967−1972), Ejaan Yang Disempurnakan (1972−2015), dan Ejaan Bahasa Indonesia
(2015−sekarang). Dari ketujuh perubahan tersebut, terdapat tiga sistem ejaan yang tidak
sempat diberlakukan, yaitu Ejaan pembaharuan, Ejaan Melindo, dan Ejaan LBK.
9
3.4.2 Ejaan Repoeblik atau Ejaan Soewandi (1947–1956)
Ejaan baru ini dikenal dengan nama Ejaan Soewandi yang diresmikan pada
19 Maret 1947. Beberapa perubahan penting dalam Ejaan Soewandi adalah
preposisi di pada diatas tidak dipisahkan. Huruf oe diganti menjadi u. Misalnya,
kata toetoep menjadi tutup. Bunyi sentak diganti dengan huruf k. Misalnya, ra’yat
menjadi rakyat.
10
3.4.4 Ejaan Melindo (1961–1967)
Pada tahun 1967 Lembaga Bahasa dan 193 Islam dalam Goresan Pena
Budaya Kesusastraan (sekarang bernama Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa) mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan ini merupakan kelanjutan
dari upaya yang sudah dirintis oleh panitia Ejaan Melindo. Perubahan yang
terdapat dalam Ejaan Baru (Ejaan LBK) adalah huruf tj diganti c, j diganti y, nj
diganti ny, sj menjadi sy, dan ch menjadi kh. Huruf asing seperti z, y, dan f
disahkan menjadi ejaan bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pemakaian yang
sangat produktif.
11
3.4.6 Ejaan Yang Disempurnakan (1972- 2015)
12
b) EYD Edisi II (1987−2009)
Pada tanggal 9 September 1987, Menteri Fuad Hasan sebagai Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 054a/U/1987 tentang
penyempurnaan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan”.
Pada EYD edisi II hanya terdapat dua kolom huruf abjad, yakni kolom
huruf dan nama huruf tersebut.
Kami akan memaparkan tiga perubahan pada EYD edisi III yaitu, terdapat
tiga kolom, yaitu kolom huruf kapital, huruf kecil, dan nama huruf.
Penambahan pada pemakaian huruf kapital “Huruf kapital tidak dipakai
sebagai huruf pertama seperti pada de, van, dan der (dalam nama Belanda),
von (dalam nama Jerman), atau da (dalam nama Portugal). Huruf kapital
dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi,
lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi.
13
3.4.7 Ejaan Bahasa Indonesia (2015-sekarang)
Setelah 43 tahun, yakni dari 1972 sampai dengan 2015, terjadi perubahan
ejaan lagi, yakni perubahan dari Ejaan yang Disempurnakan (EYD) menjadi Ejaan
Bahasa Indonesia (EBI). EBI diresmikan pada tanggal 26 November 2015 di
Jakarta. Beberapa perubahan dari EYD ke EBI sebagaimana tertuang pada
lampiran Permendiknas RI No. 46 Tahun 2009 (Pedoman Umum EYD) dan
lampiran Permendikbud RI No. 50 Tahun 2015 (PUEBI).
a) Penambahan Klausul
Salah satunya, penambahan keterangan bahwa huruf x pada posisi awal
kata diucapkan [s].
b) Penghilangan
Salah satunya, Penghilangan klausul penggunaan huruf tebal dalam
kamus.
c) Perubahan
Salah satunya, perubahan “bukan bahasa Indonesia” menjadi “dalam
bahasa daerah atau bahasa asing” ditulis dengan huruf miring.
d) Pemindahan
1) Pemindahan bagian B.2. yaitu klausul “Jika bentuk dasarnya berupa
gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang
langsung mengikuti atau mendahuluinya” ke bagian D.3. (Gabungan
Kata);
2) Pemindahan bagian B.3., yaitu klausul “ Jika bentuk dasar yang 204
Machasin, dkk. berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai” ke bagian D.4.
(Gabungan Kata).
14
15
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Ejaan adalah kaidah yang mengatur pelambangan bunyi ujar, tata cara penulisan
kata, penulisan kalimat, dan tanda bacanya. Sejarah ejaan bahasa Indonesia diawali dengan
ditetapkannya Ejaan Van Ophuijsen pada tahun 1901.
Dalam sejarahnya, ejaan bahasa Indonesia telah mengalami tujuh kali perubahan,
namun terdapat tiga sistem ejaan yang tidak sempat diberlakukan, yaitu Ejaan
pembaharuan, Ejaan Melindo, dan Ejaan LBK.
4.2 Saran
Dengan kerendahan hati, penulis merasakan makalah ini sangat sederhana dan jauh
dari sempurna. Saran, kritik yang konstuktif sangat diperlukan demi kesempurnaan
makalah ini. Demikian pula, perlu penyempurnaan agar makalah ini menjadi lebih lengkap
dan lebih bermanfaat bagi pembaca dan pecinta bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Machasin, dkk. 2019. Islam Dalam Goresan Pena Budaya. Yogyakarta: Diva Press
16