Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH DALAM KONSEP

Terampil Menggunakan Ejaan , Menyempurnakan kata Dan


Menyusun Kalimat Efektif Dalam Karya Ilmiah
(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia)
Dosen Pengampu : Roni Subhan, S.Pd.,M.Pd.

Disusun Oleh :
1. Amanda Puspita Sari 212105030024
2. Wilya Ainun Azizah 212105030004
3. Nur Hidayanti 212105030015
4. Nur Ismi Romadhoni 212105030034

KELAS AKUNTANSI SYARIAH 2


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SIDDIQ JEMBER
TAHUN ANGKATAN 2021 – 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................1
1.3. Tujuan...........................................................................................................2
1.4. Manfaat.........................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................3
2. 1. Analisis kesalahan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia...........................4
2.2. Memilih kata...............................................................................................26
2.3. Menyusun kalimat efektif...........................................................................29
BAB III..................................................................................................................32
3.1. Kesimpulan.................................................................................................32
3.2. Saran............................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................34
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Salawat serta salam semoga terlimpa curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW. yang kita nantikan syafa’atnya di akirat
nanti
Syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya baik berupa
sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Bahasa Indonesia.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Penulis

Jember, 4 November
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam bahasa Indonesia, ejaan memiliki pengertian yang lebih luas,
yaitu berhubungan dengan ragam bahasa tulis. Ada berbagai macam pengertian
yang mencoba menjelaskan pengertian ejaan. Pengertian ejaan yang terdapat di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah cara atau aturan menuliskan
kata kata dalam huruf.
Ejaan pada dasarnya adalah aturan melambangkan bunyi bahasa menjadi
huruf, kata, ataupun kalimat. Secara umum ejaan dapat diartikan sebagai
seperangkat aturan yang mengatur penulisan bunyi bahasa menjadi huruf, huruf
menjadi kata, dan kata menjadi kalimat. Pada KBBI kalimat memiliki arti sepatah
kata atau sekelompok kata yang merupakan satuan yang mengutarakan suatu
pikiran atau perasaan. Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi dalam
pemakaian bahasa agar tercipta keteraturan bentuk dalam bahasa tulis. Apabila
sudah teratur, maka makna yang ingin disampaikan akan jelas dan tidak akan
terjadi kesalahan dalam memahami makna tersebut. Ejaan yang benar harus selalu
dipelajari, dimengerti, dan diterapkan dalam pelajaran bahasa Indonesia agar
bahasa Indonesia dapat digunakan dengan benar. Penggunaan bahasa yang benar
menurut kaidah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia ( PUEBI ) merupakan
salah satu faktor yang sangat penting dalam hal tulis-menulis. Menurut Tarigan
(2008:4) Keterampilan menulis sangat dibutuhkan di era kehidupan modern
karena ketrampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau
bangsa yang terpelajar.

1.2. Rumusan Masalah


1. Analisis kesalahan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia
a. Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia mulai dr Sebelum Kemerdekaan sampai
dengan sekarang
b. Pedoman Tata Bahasa Indonesia
c. EYD
d. Pedoman ejaan Bahasa Indonesia Terbaru
e. Analisis Kesalahan penggunaan Ejaan
2. Memilih kata
a. Defiinisi Diksi
b. Cara memilih Diksi
c. Kriteria diksi untuk KTI
3. Menyusun kalimat efektif.
a. Definisi Kalimat Efektif
b. Tujuan Kalimat Efektif
c. Unsur kalimat Efektif
d. Contok Kalimat Efektif
e. Kalimat Tidak Efektif
f. Contoh Kalimat Tidak Efektif

1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis kesalahan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia
a. Mengetahui Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia mulai dr Sebelum
Kemerdekaan sampai dengan sekarang
b. Mengetahui Pedoman Tata Bahasa Indonesia
c. Mengetahui EYD
d. Mengetahui Pedoman ejaan Bahasa Indonesia Terbaru
e. Mengetahui Analisis Kesalahan penggunaan Ejaa
2. Memilih kata
a. Memahami Defiinisi Diksi
b. Memahami Cara memilih Diksi
c. Memahami Kriteria diksi untuk KTI
3. Menyusun kalimat efektif.
a. Memahami Definisi Kalimat Efektif
b. Memahami Tujuan Kalimat Efektif
c. Memahami Unsur kalimat Efektif
d. Memahami Contok Kalimat Efektif
e. Memahami Kalimat Tidak Efektif
f. Mengetahui Contoh Kalimat Tidak Efektif

1.4. Manfaat
Menambah ilmu dan pengetahuan tentang cara menggunakan ejaan ,
memilih kata dan menyusun kalimat efektif dengan benar.

BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 . Analisis kesalahan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia

a. Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia mulai dr Sebelum Kemerdekaat sd


sekarang
Kalau kita melihat perkembangan bahasa Indonesia sejak dulu sampai
sekarang, tidak terlepas dari perkembangan ejaannya. Kita ketahui bahwa
beberapa ratus tahun yang lalu bahasa Indonesia belum disebut bahasa
Indonesia, tetapi bahasa Melayu. Nama Indonesia itu baru datang kemudian.Â
Kita masih ingat pada masa kerajaan Sriwijaya, Ada beberapa prasasti
yang bertuliskan bahasa Melayu Kuno dengan memakai huruf Pallawa (India)
yang banyak dipengaruhi bahasa Sanskerta, seperti juga halnya bahasa Jawa
Kuno. Jadi bahasa pada waktu itu belum menggunakan huruf Latin. Bahasa
Melayu Kuno ini kemudian berkembang pada berbagai tempat di Indonesia,
terutama pada masa Hindu dan masa awal kedatangan Islam (abad ke-13).
Pedagang-pedagang Melayu yang berkekeliling di Indonesia memakai bahasa
Melayu sebagai lingua franca , yakni bahasa komunikasi dalam perdagangan,
pengajaran agama, serta hubungan antarnegara dalam bidang ekonomi dan politik.
Lingua franca ini secara merata berkembang di kota-kota pelabuhan yang
menjadi pusat lalu lintas perdagangan. Banyak pedagang asing yang berusaha
untuk mengetahui bahasa Melayu untuk kepentingan mereka. Bahasa Melayu ini
mengalami pula penulisannya dengan huruf Arab yang juga berkembang menjadi
huruf Arab-Melayu. Banyak karya sastra dan buku agama yang ditulis dengan
huruf Arab-Melayu. Huruf ini juga dijadikan sebagai ejaan resmi bahasa Melayu
sebelum mulai digunakannya huruf Latin atau huruf Romawi untuk penulisan
bahasa Melayu, walaupun masih secara sangat terbatas.Â
Ejaan latin untuk bahasa Melayu mulai ditulis oleh Pigafetta, selanjutnya
oleh de Houtman, Casper Wiltens, Sebastianus Dancaert, dan Joannes Roman.
Setelah tiga abad kemudian ejaan ini baru mendapat perhatian dengan
ditetapkannya Ejaan Van Ophuijsen pada tahun 1901.Â
Keinginan untuk menyempurnakan ejaan Van Ophuijsen terdengar
dalam Kongres Bahasa Indonesia I, tahun 1938 di Solo, yang sembilan tahun
kemudian terwujud dalam sebuah Putusan Menteri Pengadjaran Pendidikan dan
Kebudajaan, 15 April 1947, tentang perubahan ejaan baru.
Perubahan Ejaan bahasa Indonesia ini berlaku sejak ditetapkan pada tahun 1947.
Waktu perubahan ejaan itu ditetapkan rakyat Indonesia sedang berjuang
menentang kembalinya penjajahan Belanda. Penggunaan Ejaan 1947 ini yang
lebih dikenal sebagai Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik, sebenarnya
memancing reaksi yang muncul setelah pemulihan kedaulatan (1949). Reaksi ini
kemudian melahirkan ide untuk mengadakan perubahan ejaan lagi dengan
berbagai pertimbangan mengenai sejumlah kekurangan.Â
Gagasan mengenai perubahan ejaan itu muncul dengan nyata dalam
Kongres Bahasa Indonesia II di Medan (1954). Waktu itu Menteri Pendidikan dan
Kebudajaan adalah Mr. Muh. Yamin. Dalam kongres itu dihasilkan keputusan
mengenai ejaan sebagai berikut :
1.        Ejaan sedapat-dapatnya menggambarkan satu fonem dengan
satu huruf.
2.        Penetapan ejaan hendaknya dilakukan oleh satu badan yang
kompeten.
3.        Ejaan itu hendaknya praktis tetapi ilmiah.Â
Keputusan kongres ini kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah, yang
menghasilkan konsep sistem ejaan yang disebut Ejaan Pembaharuan. Namun
Ejaan ini tidak dapat dilaksanakan karena adanya beberapa huruf baru yang tidak
praktis,yang dapat memengaruhi perkembangan ejaan bahasa Indonesia.Â

Terilhami oleh Kongres Bahasa Indonesia II di Medan (1954),


diadakan pula kongres bahasa Indonesia di Singapura (1956) yang menghasilkan
suatu resolusi untuk menyatukan ejaan bahasa Melayu di Semenanjung Melayu
dengan ejaan bahasa Indonesia di Indonesia. Perkembangan selanjutnya
dihasilkan suatu konsep ejaan bersama yang diberi nama Ejaan Melindo (Ejaan
Melayu-Indonesia). Namun, rencana untuk meresmikan ejaan ini pada tahun 1962
mengalami kegagalan karena adanya konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia
beberapa tahun kemudian.

Pada tahun 1966 Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK)


membentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Anton M. Moeliono dan
mengusulkan konsep baru sebagai ganti konsep Melindo.

Pada tahun 1972, setelah melalui beberapa kali seminar, akhirnya


konsep LBKÂ menjadi konsep bersama Indonesia-Malaysia yang seterusnya
menjadi Sistem Ejaan Baru yang disebut Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Kalau kita beranalogi dengan Ejaan Van Ophuijsen dan Ejaan Soewandi, EYD
dapat disebut Ejaan Mashuri, karena pada waktu itu Mashuri sebagai Mnteri
Kebudayaan memperjuangkan EYD sampai diresmikan oleh presiden.

Ada empat ejaan yang sudah diresmikan pemakaiannya yaitu :


1.Ejaan Van Ophuijsen (1901)
2.Ejaan Soewandi (1947)
3.Ejaan Yang Disempurnakan (1972)
4.Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (1975)Â
Sistem ejaan yang belum atau tidak sempat diresmikan oleh pemerintah
adalah :
1.Ejaan Pembaharuan (1957)
2.Ejaan Melindo (1959)
3.Ejaan LBK (1966)

b. Pedoman Tata Bahasa Indonesia


Tata bahasa adalah ilmu tentang peraturan yang mengatur penggunaan
bahasa. Ilmu ini adalah bagian dari bidang studi linguistik bahasa. Buku tata
bahasa Indonesia telah dibentuk di Indonesia telah diatur dalam buku Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia (TBBBI).

Hal yang sama juga ditemukan dalam kata-kata seperti ‘adik’ dan ‘pacar’
sebagai contoh. Untuk menentukan jenis kelamin, kata sifat harus ditambahkan,
‘adik’ sebagai contohnya.
Untuk memodifikasi kata benda jamak menjadi yang digunakan reduplikasi
(pengulangan kata-kata), tapi hanya jika jumlahnya tidak terlibat dalam konteks.
Sebagai contoh ‘seribu orang' dipakai, bukan ‘seribu’. Kata kekambuhan juga
memiliki banyak kegunaan lain, tidak terbatas pada kata benda. Indonesia
menggunakan jamak pertama dua jenis, yaitu ‘kami’ dan ‘kita’. ‘Kami’ adalah arti
dari kata ganti eksklusif, termasuk pembicara, sedangkan ‘kita’ adalah kata ganti
inklusif yang berarti kelompok orang yang disebut, termasuk lawan bicaranya.
Susunan kata dasar yaitu Subyek ‘Predikat’ Obyek (SPO), walaupun susunan kata
lain yang mungkin. Verba dalam merefleksikan bahasa untuk orang atau jumlah
subjek dan objek. Indonesia juga tidak tahu kapan (tegang). Waktu dinyatakan
dengan menambahkan kata keterangan waktu (seperti, ‘kemarin’ atau ‘besok’),
atau petunjuk lain seperti ‘itu’ atau ‘belum’.

Dengan tata bahasa Indonesia yang cukup sederhana memiliki


kompleksitas tersendiri, yaitu penggunaan aditif yang mungkin cukup
membingungkan bagi mereka yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.

*Ciri Umum*
Gambaran umum dari tata bahasa, antara lain:
1 . pembentukan kata dilihat dari afikasi (pengimbuhan) dan reduplikasi
(pengulangan)
2. Sarana tingkat leksikal juga akan tingkat dapat digunakan untuk
mengekspresikan makna gramatikal
3. Unit sintaksis memiliki sifat senyawa
4. Tingkat gramatikal dan leksikal jalinan yang perlu dipertimbangkan

c. EYD
Ejaan yang Disempurnakan (disingkat EyD) adalah ejaan bahasa
Indonesia yang berlaku dari tahun 1972 hingga 2015. Ejaan ini menggantikan
Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Ejaan ini digantikan oleh Ejaan Bahasa
Indonesia sejak tahun 2015.

Sejarah EYD
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat
Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru
pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia
Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK,
juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu
konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas
dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, pada
tanggal 19 September 1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh
Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung
persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari
kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan yang Disempurnakan. Pada tanggal
16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972,
berlakulah
sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa
Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini
dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk
memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke
XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaian ejaan baru untuk
bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden
No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh
kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta
penyempurnaan daripada Ejaan Suwandi atau Ejaan Republik yang dipakai sejak
bulan Maret 1947.

Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan


Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan
penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal
27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan
Istilah".
Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:

"tj" menjadi "c": tjutji → cuci


"dj" menjadi "j": djarak → jarak
"j" menjadi "y": sajang → sayang
"nj" menjadi "ny": njamuk → nyamuk
"sj" menjadi "sy": sjarat → syarat
"ch" menjadi "kh": achir → akhir
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:

Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan
pemakaiannya.
Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap
digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
Awalan "di-" dan kata depan "di" dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada
contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-"
pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak
digunakan sebagai penanda perulangan
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:
a) Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
b) Penulisan kata.
c) Penulisan tanda baca.
d) Penulisan singkatan dan akronim.
e) Penulisan angka dan lambang bilangan.
f) Penulisan unsur serapan.
Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan
Ejaan Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.
Untuk penjelasan lanjutan tentang penulisan tanda baca, dapat dilihat pada
Penulisan tanda baca sesuai EYD
Dalam penggunaannya pada nama, sering kali masih menggunakan ejaan
lama, misalnya Soekarno, yang sudah lebih dulu terkenal, dan terkadang dalam
nama modern dicampur dengan ejaan baru, seperti nama belakang Megawati
Soekarnoputri (bukan Sukarnoputri maupun Soekarnopoetri).
Dalam penggunaannya di luar Indonesia, beberapa orang dapat memilih untuk
mengejanya dengan ejaan asing (bukan Belanda / Ejaan Lama). Misalnya, musisi
Stephanie Poetri mengeja nama keduanya (nama tengahnya) mirip kata bahasa
Inggris poetry (puisi), alih-alih putri.

d. Pedoman ejaan Bahasa Indonesia Terbaru


1. Pemakaian Huruf
a. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas
huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di sebelahnya.
Huruf Nama Huruf Nama Huruf Nama

Aa A Jj je Ss Es

Bb Be Kk ka Tt Te

Cc Ce Ll el Uu U

Dd De Mm em Vv Fe

Ee E Nn en Ww we

Ff ef Oo o Xx eks

Gg ge Pp pe Yy Ye

b. Huruf Vokal
Hh ha Qq ki Zz zet Huruf yang
melambangkan
vokal Ii I Rr er dalam bahasa
Indonesia terdiri
atas huruf a, e, i, o, dan u.

Contoh Pemakaian dalam Kata


Huruf Vokal
Di Awal Di Tengah Di Akhir
A Api padi lusa

e* Enak petak sore


Emas kena tipe
I Itu simpan murni
O Oleh kota radio
U Ulang bumi ibu

Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata
menimbulkan keraguan. Misalnya : Anak-anak bermain di teras (téras). Upacara
itu dihadiri pejabat teras pemerintah.Kami menonton film seri (séri). Pertandingan
itu berakhir seri.
C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas
huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

Contoh Pemakaian dalam Kata


Huruf Konsonan
Di Awal Di Tengah Di Akhir

B bahasa sebut adab

C cakap kaca –
D dua ada abad
F fakir kafir maaf
G guna tiga balig
H hari saham tuah
J jalan manja mikraj
K kami paksa sesak
– rakyat* bapak*
L lekas alas kesal
M maka kami diam
N nama anak daun
P pasang apa siap
q** Quran Furqan –
S raih bara putar
S sampai asli lemas
T tali mata rapat
V varia lava –
W wanita hawa –
x** xenon – –
Y yakin payung –
Z zeni lazim juz

* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.


** Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
D. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan
dengan ai, au, dan oi.

Contoh Pemakaian dalam Kata


Huruf Diftong
Di Awal Di Tengah Di Akhir

Ai ain Syaitan pandai

Au aula Saudara harimau


Oi – Boikot amboi
E. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang
melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.

Gabungan Contoh Pemakaian dalam Kata

F. Huruf Pemenggalan Kata


Konsonan Di Awal Di Tengah Di Akhir
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut:

Kh khusus akhir tarikh


a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan kata itu
dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Ng ngilu bangun senang
Ny nyata hanyut –
Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah
Sy syarat isyarat Arasy
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga
pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.
Misalnya:

au-la bukan a-u-la

sau-da-ra bukan sa-u-da-ra

am-boi bukan am-bo-i

b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf


konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan
sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir
c. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan,
pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu.
Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril, bang-sa, makh-
luk
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih,
pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan
huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-strumen, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trik, ikh-las
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang
mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis
serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian
baris.
Misalnya:
makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah
Catatan:

a. Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak


dipenggal.

Akhiran -i tidak dipenggal.
b.
(Lihat keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E,
Ayat 1.)
c. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata
dilakukan sebagai berikut.
Misalnya: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-li-gi
3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur
itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan kata dapat
dilakukan

(1) di antara unsur-unsur itu atau


(2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d
di atas.

Misalnya:
bio-grafi, bi-o-gra-fi
foto-grafi, fo-to-gra-fi
intro-speksi, in-tro-spek-si
kilo-gram, ki-lo-gram
kilo-meter, ki-lo-me-ter
pasca-panen, pas-ca-pa-nen
II. Pemakaian huruf kapital dan huruf miring

A. Huruf Kapital atau Huruf Besar Sunting


1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama
kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk.
Apa maksudnya?
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu belum selesai.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
Bapak menasihatkan, "Berhati-hatilah, Nak!"
"Kemarin engkau terlambat," katanya.
"Besok pagi," kata Ibu, "Dia akan berangkat".
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan
yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata
ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran,
Weda, Islam, Kristen
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar
kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Nabi Ibrahim
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar,
kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama
orang.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini ia pergi naik haji.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama
jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai
sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama
tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husen Sastranegara
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Irian Jaya
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan
pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.
Misalnya:
Siapa gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama
orang.
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf Supratman
Halim Perdanakusumah
Ampere
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang
digunakan sebagai nama sejenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
mesin diesel
10 volt
5 ampere
7. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan
bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Sunda
bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku
bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
mengindonesiakan kata asing
keinggris-inggrisan
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun,
bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
bulan Agustus hari Natal
bulan Maulid Perang Candu
hari Galungan tahun Hijriah
hari Jumat tarikh Masehi
hari Lebaran
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah
yang tidak dipakai sebagai nama.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara Kali Brantas
Banyuwangi Lembah Baliem
Bukit Barisan Ngarai Sianok
Cirebon Pegunungan Jayawijaya
Danau Toba Selat Lombok
Daratan Tinggi Dieng Tanjung Harapan
Gunung Semeru Teluk Benggala
Jalan Diponegoro Terusan Suez
Jazirah Arab
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi
yang tidak menjadi unsur nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk
mandi di kali
menyeberangi selat
pergi ke arah tenggara
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang
digunakan sebagai nama jenis.
Misalnya:
garam inggris
gula jawa
kacang bogor
pisang ambon
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur
nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama
dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
Misalnya:
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan
nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan,
serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
menjadi sebuah republik
beberapa badan hukum
kerja sama antara pemerintah dan rakyat
menurut undang-undang yang berlaku
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur
bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata
(termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku,
majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke,
dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan
nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Misalnya:
Dr. doktor
M.A. master of arts
S.H. sarjana hukum
S.S. sarjana sastra
Prof. profesor
Tn. tuan
Ny. nyonya
Sdr. saudara
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk
hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan
paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
"Kapan Bapak berangkat?" tanya Harto.
Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"
Surat Saudara sudah saya terima.
"Silakan duduk, Dik!" kata Ucok.
Besok Paman akan datang.
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk
hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau
penyapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.
B. Huruf Miring Sunting
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menulis nama
buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
majalah Bahasa dan Kesusastraan
buku Negarakertagama karangan Prapanca
surat kabar Suara Karya
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad ialah a.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata
nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan
ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.
Politik divide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi 'pandangan
dunia'.
Tetapi:
Negara itu telah mengalami empat kudeta.
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak
miring diberi satu garis di bawahnya.
e. Analisis Kesalahan penggunaan Ejaan

Menulis merupakan salah satu jenis pengaktualisasian bahasa dalam


bentuk tulisan. Menulis adalah hal yang sangat penting untuk menyampaikan ide
gagasan secara logis dalam proses pembelajaran di sekolah. Tetapi pada
kenyataannya masih terdapat banyak kesalahan penggunaan ejaan dalam sebuah
tulisan. Kesalahan penggunaan ejaan merupakan salah satu masalah yang sering
dilakukan siswa dalam menulis. Tanpa menguasai ejaan siswa tidak mampu
menulis dengan baik dan benar. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat diketahui
melalui proses analisis kesalahan yang merupakan suatu prosedur kerja yang
digunakan untuk mengetahui seperti apa kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh
siswa dalam menulis sebuah karangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Ellis
(dalam Tarigan, 2011: 60-61) menjelaskan bahwa analisis kesalahan adalah suatu
prosedur kerja yang digunakan oleh para peneliti atau guru besar yang meliputi
pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam sampel,
penjelasan dari kesalahan tersebut, pengklasifikasian kelasahan berdasarkan
penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu.
Selain itu, menurut Crystal (dalam Pateda, 1989: 32) analisis kesalahan adalah
suatu teknik untuk mengidentifikasi, mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan
secara terstruktur kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh siswa yang sedang belajar
bahasa kedua atau bahasa bahasa asing. Jadi, analisis kesalahan adalah suatu
prosedur kegiatan mengidentifikai kesalahan lalu kesalahan tersebut di
klasifikasikan berdasarkan penyebabnya serta mengevaluasi atau menilai taraf
keseriusan kesalahan itu berdasarkan teori-teori dan prosedur-prosedur
kebahasaan.
Tarigan (2011: 60) menyebutkan, Analisis kesalahan mempunyai langkah-
langkah yang meliputi:
1. Pengumpulan sampel,
2. Pengidentifikasian kesalahan,
3. Penjelasan kesalahan,
4. Pengklasifikasian kesalahan, dan
5. Pengevaluasian kesalahan
Selanjutnya, Tarigan (2011: 63-64) menyebutkan langkah-langkah kerja yang
baru dari analisis kesalahan melalui penyeleksian, pengurutan, dan penggabungan,
yaitu (1) mengumpulkan data, (2) mengidentifikasi dan mengklasifikasi
kesalahan, (3) memperingkat kesalahan, (4) menjelaskan kesalahan, (5)
memprakirakan atau memprediksi daerah atau hal kebahasaan yang rawan, dan (6)
mengoreksi kesalahan.
Analsisis kesalahan memiliki beberapa tujuan, yaitu: (1) untuk
menentukan urutan penyajian hal-hal yang diajarkan di dalam kelas dan buku
teks, (2) menentukan urutan jenjang relatif penekanan, penjelasan, dan latihan
berbagai hal dari bahan yang diajarkan, (3) merencanakan latihan dan pengajaran
remedial, dan (4) memilih hal yang cocok bagi pengujian kemahiran siswa.
Pada penelitian ini, yang menjadi titik fokus analisis adalah kesalahan
penggunaan ejaan. Ejaan merupakan salah satu bentuk yang harus diperhatikan
dalam menulis karena ejaan merupakan suatu kaidah atau ketentuan yang sudah
ditetapkan dalam Bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Depdiknas, 2007) Ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi
(kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta
penggunaan tanda baca.
Ejaan Bahasa Indonesia adalah keseluruhan kaidah cara menggambarkan
lambang-lambang bunyi bahasa dan bagaimana hubungan antara lambang-
lambang itu (pemisahan, penggabungan dalam bahasa indonesia)
dikatakan baik apabila menggunakan ejaan yang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.Ejaan yang digunakan dalam bahasa Indonesia saat ini dikenal dengan
sebutan "pedoman umum ejaan bahasa indonesia (PUEBI) 2016, ejaan ini
diterbitkan untuk menyempurnakan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
yang ditetapkan pada tahun 1972. Sebelum Ejaan yang Disempurnakan ditetapkan
ada beberapa ejaan yang sudah ada seperti ejaan Ch. A. Van Ophuijsen (1901),
ejaan Suwandi (1947), dan ejaan (1966). Tidak semua ejaan yang akan dibahasa
dalam penelitin ini. Indikator ejaan pada penelitian ini adalah, (1) penulisan huruf
kapital, (2) kata berimbuhan, (3) kata depan, (4) unsur serapan, (5) tanda baca
titik, dan (6) tanda baca koma. Selanjutnya, siswa sering melakukan kesalahan
penggunakan ejaan pada karangan yang mereka kerjakan, karangan yang
dimaksud adalah karangan narasi.

2.2 Memilih kata


a. Defiinisi Diksi
Diksi adalah pilihan kata di dalam tulisan yang digunakan untuk
memberi makna sesuai dengan keinginan penulis. Syarat diksi adalah tepat, benar,
dan lazim. Pemilihan diksi yang tidak tepat menyebabkan perbedaan makna dan
pesan penulis tidak tersampaikan.[1] Diksi termasuk dalam pembahasan aspek
kata dalam sajak. Aspek kata di dalam diksi meliputi denotasi, konotasi,
morfologi, semantik, dan etimologi. Penyair menggunakan diksi untuk
memperoleh makna puitis tertentu. Penggunaan diksi yaitu untuk mendapatkan
makna setepat-tepatnya untuk banyak pernyataan. Diksi yang sangat tepat akan
menimbulkan imajinasi yang memiliki estetika dan puitik.[2] Penerapan diksi
yang paling dasar adalah pada pengungkapan gagasan penulis. Selain itu, diksi
dapat diterapkan pada saat berbicara di depan publik maupun untuk menulis
beragam karangan.[3] Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh
kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui,
memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosakata secara aktif.

b. Cara memilih Diksi


1. Memilih Kata Baku
Penggunakan kata baku dalam karangan sangat perlu. Terlebih jika kita
menulis dengan latar cerita bukan di Indonesia. Atau, sebutlah kita menulis cerita
yang berlatar di Amerika, tokoh adalah orang Amerika asli, segala sesuatunya
diucapkan dengan bahasa Inggris (yang kita tulis dalam bahasa Indonesia).
Otomatis kita akan menulis dengan kata baku setiap patah kata yang menjadi
narasi maupun dialog cerita tersebut Selain itu, menulis cerita dengan latar
Indonesia asli juga perlu memperhatikan kebakuan kata. Akan sangat menyulitkan
bagi pembaca yang tidak mengenal bahasa nonbaku (misalnya bahasa yang terlalu
digaya-gayakan) untuk mengerti tulisan kita. Otomatis mereka akan melewatkan
begitu saja beberapa bagian kata tersebut, sehingga nilai dari tulisan kita akan
berkurang.
2. Kata yang Lazim
Kata lazim berarti kata yang diketahui oleh orang secara umum.
Penjelasan poin ini hampir sama dengan poin di atas. Pada umumnya, pembaca
lebih mengetahui kata baku dalam tulisan, dan menurut mereka itu adalah kata
yang lazim dan mudah untuk dipahami. Terang saja, beberapa kata yang sering
diubah dari baku menjadi tidak baku malah membuat pembaca memberikan
komentar: “Ini maksudnya apa?”, “Oh, mungkin maksudnya ini.”, dan lain
sebagainya. Kata-kata yang tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia juga tidak
akan lazim untuk digunakan. Terlebih jika yang membaca tulisan kita tidak
semuanya memahami bahasa asing. Hal ini akan semakin mengurangi nilai akan
tulisan kita.
3. Memilih Kata yang Cermat
Kita pasti pernah mendengar kata ‘nuansa’. Ya, misal pada dialog yang
mengatakan: “Ada nuansa Jawanya”. Namun, tahukah bahwa sebenarnya kata
nuansa tidak tepat digunakan dalam kalimat tersebut?
Nuansa berarti variasi atau perbedaan yang sangat halus. Misal: kata /seluruh/
dan /semua/ , /cemburu/ dan /iri/ , /hampir/ dan /nyaris/, tiga pasang kata tersebut
memiliki makna yang hampir sama namun akan fatal kesalahannya jika terjadi
salah penempatan dalam kalimat.
Seluruh berarti tunggal. Misal: “Persatuan Takraw Seluruh Indonesia”,
yang berarti persatuan dari semua pemain takraw yang berasal dari Indonesia.
Sedangkan semua berarti jamak. Misal: “Semua rumahku”, yang berarti rumahku
ada di banyak tempat. Cemburu berarti mempertahankan apa yang menjadi milik
kita. Misal: “Aku cemburu melihat pacarku dekat dengan laki-laki lain.”
Sedangkan iri berarti menginginkan sesuatu yang bukan milik kita. Misal: “Aku
iri melihat keharmonisan pernikahannya.”. Hampir berkenaan dengan segala
keadaan. Misal: “Dia hampir lulus dalam tes kemarin.” Sedangkan nyaris
berkenaan dengan segala bahaya. Misal: “Dia nyaris tertabrak oleh kereta api.”

c. Kriteria diksi untuk KTI


Tiga kriteria dalam diksi yaitu ketepatan, kecermatan, dan keserasian.
1.Ketepatan
Indikator ketepatan pilihan kata tersebut adalah mengomunikasikan
gagasan berdasarkan pilihan kata yang tepat dan sesuai berdasarkan kaidah bahasa
Indonesia yang baik dan benar; menghasilkan penafsiran atau pemaknaan yang
tepat, tidak ambigu, dan tidak menyebabkan salah paham; menghasilkan respons
pembaca atau pendengar sesuai harapan penulis atau pembicara; serta
menghasilkan target komunikasi yang diharapkan.
2. Kecermatan
Kecermatan dalam pemilihan kata berhubungan dengan penggunaan kata
yang diperlukan untuk mengungkapkan gagasan tertentu. Pemakai bahasa harus
mampu menggunakan bahasa yang singkat sehingga menghemat penggunaan
kata. Penggunaan diksi yang cermat akan mengurangi jumlah kata sehingga
tulisan menjadi ringkas dan tidak ada kata yang bersifat mubazir. Selain itu,
pemakai bahasa harus mampu memahami penyebab terjadinya kemubaziran kata.
Kemubaziran kata merupakan penggunaan kata-kata yang kehadirannya dalam
konteks pemakaian bahasa tidak diperlukan. Pemahaman terhadap kemubaziran
kata dapat menghindari penggunaan kata yang tidak perlu dalam konteks tertentu.
3. Keserasian
Keserasian dalam diksi berkaitan dengan kesesuaian penggunaan kata-kata
yang sesuai dengan konteks pemakaiannya. Konteks pemakaian dalam diksi
berkaitan dengan faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. Faktor kebahasaan
ini meliputi kesesuaian kata dengan konteks kalimat dan penggunaan bentuk
gramatikal. Selain itu, faktor kebahasaaan juga berkaitan dengan penggunaan
idiom dan penggunaan kata yang lazim.] Sedangkan faktor nonkebahasaan yang
berkaitan dengan diksi yaitu situasi pembicaraan, teman bicara atau lawan bicara,
sarana pembicaraan, kelayakan tempat berbicara, dan kelayakan penggunaan
waktu selama pembicaraan berlangsung.

2.3. Menyusun kalimat efektif.


a. Difinisi kalimat efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang disusun berdasarkan kaidah-kaidah
yang berlaku, seperti unsur-unsur penting yang harus dimiliki setiap kalimat
(subjek dan predikat); memperhatikan ejaan yang disempurnakan;serta cara
memilih kata (diksi) yang tepat dalam kalimat. Kalimat yang memenuhi kaidah-
kaidah tersebut jelas akan mudah dipahami oleh pembaca atau pendengar.
Menurut JS Badudu, kalimat efektif adalah kalimat yang baik karena apa
yang dipikirkan atau dirasakan oleh si pembaca (si penulis dalam bahasa tulis)
dapat diterima dan dipahami oleh pendengar (pembaca dalam bahasa tulis) sama
benar dengan apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si penutur atau si penulis.

b. Tujuan Kalimat Efektif


Tujuan penggunaan kalimat efektif adalah menyampaikan gagasan,
informasi, perasaan dari si penulis kepada si pembaca agar tidak terjadinya
kesalahan. Secara singkat, tujuan kalimat efektif adalah menyampaikan informasi
secara tepat dari penulis kepada pembaca.
Kalimat efektif banyak digunakan pada berbagai tulisan, seperti makalah, skripsi,
tesis, disertasi, laporan penelitian, dan sebagainya.

c. Unsur Kalimat Efektif


Kalimat efektif terdiri dari subjek, predikat, objek, dan keterangan.
Kalimat efektif memerlukan adanya objek dan predikat agar kalimat terlihat utuh.
Subjek adalah bagian dari kalimat yang menunjukkan pelaku, dapat berupa orang,
tempat, atau benda. Sementara itu, predikat adalah bagian kalimat yang
menunjukkan apa yang dilakukan oleh subjek, biasanya berupa kata kerja. Objek
merupakan bagian kalimat yang menunjukkan hal atau benda yang menjadi
sasaran, biasanya berupa nomina.Sementara itu, keterangan merupakan kalimat
yang menunjukkan tujuan cara, waktu, tempat, atau sebab-akibat. Biasanya
ditandai dengan penggunaan konjungsi atau kata hubung.

d. Contoh Kalimat Efektif


 Sekolah membagikan buku pelajaran kepada siswa kelas V.
 Ibu memasak ayam goreng di dapur.
 Diana memotong wortel dengan cepat.
 Putri siswa teladan di sekolah.
 Semut merupakan serangga yang menyukai gula.
 Fitri belajar giat untuk ujian.

e. Kalimat Tidak Efektif


Kalimat tidak efektif adalah susunan kalimat yang penggunannya terlalu
berlebihan. Kalimat tidak efektif selalu berbelit-belit dalam penyampaian
pesannya. Dalam susunan kalimat tidak efektif, sering ditemui penggunaan ejaan
dan struktur bahasa yang salah. Inti atau makna dari kalimat tidak efektif
sebenarnya bisa langsung disampaikan, hanya saja karena penyusunannya tidak
sesuai struktur kalimat, jadi susah menemukan maknanya. Kalimat tidak efektif
akan membuat pembaca bingung dan tidak mengerti isinya.

f. Contoh Kalimat Tidak Efektif


1. Surabaya adalah merupakan salah satu kota besar di Indonesia
2. Demi untuk anaknya, Bu Susi rela bekerja seharian
3.Ada banyak macam-macam makanan yang dijual di restoran itu.
4. Saran yang dikemukakakan olehnya akan dipertimbangkan oleh kami
5.Budi adalah anak paling terpintar di kelasnya
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ejaan pada dasarnya adalah aturan melambangkan bunyi bahasa menjadi
huruf, kata, ataupun kalimat. Secara umum ejaan dapat diartikan sebagai
seperangkat aturan yang mengatur penulisan bunyi bahasa menjadi huruf, huruf
menjadi kata, dan kata menjadi kalimat. Pada KBBI kalimat memiliki arti sepatah
kata atau sekelompok kata yang merupakan satuan yang mengutarakan suatu
pikiran atau perasaan. Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi dalam
pemakaian bahasa agar tercipta keteraturan bentuk dalam bahasa tulis. Apabila
sudah teratur, maka makna yang ingin disampaikan akan jelas dan tidak akan
terjadi kesalahan dalam memahami makna tersebut. Ejaan yang benar harus selalu
dipelajari, dimengerti, dan diterapkan dalam pelajaran bahasa Indonesia agar
bahas. Indonesia dapat digunakan dengan benar. Penggunaan bahasa yang benar
menurut kaidah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia ( PUEBI ) merupakan
salah satu faktor yang sangat penting dalam hal tulis-menulis.
Kalimat efektif adalah kalimat yang disusun berdasarkan kaidah-kaidah
yang berlaku, seperti unsur-unsur penting yang harus dimiliki setiap kalimat
(subjek dan predikat); memperhatikan ejaan yang disempurnakan;serta cara
memilih kata (diksi) yang tepat dalam kalimat. Kalimat yang memenuhi kaidah-
kaidah tersebut jelas akan mudah dipahami oleh pembaca atau pendengar.
Kalimat tidak efektif adalah susunan kalimat yang penggunannya terlalu
berlebihan. Kalimat tidak efektif selalu berbelit-belit dalam penyampaian
pesannya. Dalam susunan kalimat tidak efektif, sering ditemui penggunaan ejaan
dan struktur bahasa yang salah. Inti atau makna dari kalimat tidak efektif
sebenarnya bisa langsung disampaikan, hanya saja karena penyusunannya tidak
sesuai struktur kalimat, jadi susah menemukan maknanya. Kalimat tidak efektif
akan membuat pembaca bingung dan tidak mengerti isinya.

3.2 Saran
Ejaan pada dasarnya sesuatu yang melambangkan huruf dan alangkah
baiknya kita menggunakan huruf yang baik dan benar.
Dan ketika membuat kalimat efektif hindari menggunakan kata yang susah
untuk di mengerti. Terus belajar dan jangan putus asa, Jadikan kegagalan sebagai
loncatan kesuksesan.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_ejaan_dan_penulisan_kata
https://www.kemhan.go.id/badiklat/2012/07/31/sejarah-singkat-ejaan-bahasa-
indonesia.html
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Diksi
https://blog.sweek.com/id/dari-sweek-keeper-memilih-diksi-yang-tepat/
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Diksi
https://www.tribunnews.com/pendidikan/2021/09/28/pengertian-kalimat-efektif-
berikut-ciri-ciri-syarat-unsur-dan-contohnya
https://bahasa.foresteract.com/kalimat-efektif/
https://www.suara.com/news/2020/12/13/140058/contoh-kalimat-efektif-dan-ciri-
ciri-serta-syaratnya
https://www.bola.com/ragam/read/4665020/ciri-ciri-kalimat-efektif-unsur-dan-
contohnya-yang-perlu-dipahami
https://www.kompas.com/skola/read/2021/06/23/133000769/perbedaan-kalimat-
efektif-dan-tidak-efektif

Anda mungkin juga menyukai