DOSEN PEMBIMBING
JUNAIDI,S.Pd.I., M.S.I
DISUSUN OLEH
1. FERANIKA AINUN MUNYATI
2. FAJAR PRATAMA AJI
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………….(i)
DAFTAR ISI…………………………………………………………...(ii)
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan………………………………………....(x)
3.2 Saran………………………………………………..(xi)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sejarah peradaban Yunani, tercatat bahwa pengkajian dan kontemplasi
tentang eksistensi Tuhan menempati tempat yang khusus dalam bidang pemikiran
filsafat. Contoh yang paling nyata dari usaha kajian filosofis tentang eksistensi Tuhan
dapat dilihat bagaimana filosof Aristoteles menggunakan gerak-gerak yang nampak di
alam dalam membuktikan adanya penggerak yang tak terlihat (baca: wujud Tuhan).
Tradisi argumentasi filosofis tentang eksistensi Tuhan, sifat dan perbuatan-Nya ini
kemudian secara berangsur-angsur masuk dan berpengaruh ke dalam dunia keimanan
Islam. Tapi tradisi ini, mewujudkan semangat baru di bawah pengaruh doktrin-doktrin
suci Islam dan kemudian secara spektakuler melahirkan filosof-filosof seperti Al-Farabi
dan Ibnu Sina, dan secara riil, tradisi ini juga mempengaruhi warna pemikiran teologi dan
tasawuf (irfan) dalam penafsiran Islam.
Perkara tentang Tuhan secara mendasar merupakan subyek permasalahan
filsafat. Ketika kita membahas tentang hakikat alam maka sesungguhnya kita pun
membahas tentang eksistensi Tuhan. Secara hakiki, wujud Tuhan tak terpisahkan dari
eksistensi alam, begitu pula sebaliknya, wujud alam mustahil terpisah dari keberadaan
Tuhan. Filsafat tidak mengkaji suatu realitas yang dibatasi oleh ruang dan waktu atau
salah satu faktor dari ribuan faktor yang berpengaruh atas alam. Pencarian kita tentang
Tuhan dalam koridor filsafat bukan seperti penelitian terhadap satu fenomena khusus
yang dipengaruhi oleh faktor tertentu.
Tuhan yang hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul
yakni, Tuhan hakiki itu bukan di langit dan di bumi, bukan di atas langit, bukan di alam,
tetapi Dia meliputi semua tempat dan segala realitas wujud.
i
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Apa itu Filsafat Ketuhanan Dalam Islam ?
2. Bagaimana Pembuktian Wujud Tuhan Dalam Islam ?
3. Bagaimana Proses Terbentuknya Iman?
4. Apa yang dimaksud Keimanan dan Ketakwaan ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
i
Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan spiritual
(QS. Ali Imran: 190-191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya pada ranah
emosi tetapi didukung kecerdasan pikir atau ulul albab. Terpadunya dua hal tersebut
insya Allah menuju dan berada pada agama yang fitrah. (QS.Ar-Rum: 30).
Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan Islam
untuk menentukan Tuhan, dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat Muslim.
1
benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-
Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini),
dan banyak (jama’: aalihatun). Derifasi makna dari kata ilah tersebut mengandung
makna bahwa ‘bertuhan nol’ atau atheisme adalah tidak mungkin. Untuk dapat mengerti
dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai
berikut:
Tuhan (Ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan
dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja,
dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau
kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau
kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-Ilah sebagai berikut:
Al-Ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan
diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika
berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri,
meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat
mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M. Imaduddin, 1989 : 56)
Atas dasar definisi ini, tuhan bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia.
Yang pasti, manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-tuhan. Berdasarkan
logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan
begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-tuhan juga. Adapun tuhan mereka
ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “laa ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat
tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti
dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus
membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam
hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah SWT.
Untuk lebih jelas memahami tentang siapakah Allah, DR. M. Yusuf Musa
menjelaskan dalam makalahnya yang berjudul “Al Ilahiyyat Baina Ibnu Sina wa Ibnu
Daudy
Rusyd” yang telah di edit oleh DR. Ahmad , MA dalam buku Segi-segi Pemikiran
i
Falsafi dalam Islam. Beliau mengatakan : Dalam ajaran Islam, Allah SWT adalah
pencipta segala sesuatu ; tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa kehendak-Nya, serta
tidak ada sesuatu yang kekal tanpa pemeliharaan-Nya. Allah SWT mengetahui segala
sesuatu yang paling kecil dan paling halus sekali pun. Ia yang menciptakan alam ini, dari
tidak ada kepada ada, tanpa perantara dari siapa pun. Ia memiliki berbagai sifat yang
maha indah dan agung.
1
c. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan,
karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain
kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan
bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi
masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
d. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan, terutama terhadap kaum cendekiawan.
Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin
mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat
menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut
dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui tuhan (ilah) bangsa lain. Kepercayaan
satu tuhan untuk satu bangsa disebut dengan Henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).
e. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk Henoteisme melangkah menjadi Monoteisme. Dalam
Monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat
internasional. Bentuk Monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga
paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh
Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang
menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa
orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang
Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang agung dan sifat-sifat yang
khas terhadap tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan
evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa
Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami
sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara
evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan
pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan
masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul
i
kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal
dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993 : 26-27).
1
d. Asy’ariyah dan Maturidiyah
Hampir semua pendapat dari kedua aliran ini berada di antara aliran Qadariah dan
Jabariah. Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan
umat Islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak
bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran
mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak
menyebabkan ia keluar dari Islam. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu
pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-
Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu.
i
2.2 PEMBUKTIAN WUJUD TUHAN
Adanya alam organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik, tidak
boleh memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya,
suatu akal yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya “ada”
dan percaya pula bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan
inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan kehidupan.
Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang
adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan: percaya adanya makhluk, tetapi
menolak adanya Khaliq adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah
diketahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu
bagaimanapun ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan
percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya, ada dengan sendirinya tanpa
pencipta ?
Dalam al-Quran, penggambaran tentang pengakuan akan eksistensi Tuhan dapat
ditemukan dalam Q.S al-Ankabut, 29: 61-63. Dalam ayat 61-63 dijelaskan bahwa:
“bangsa arab yang penyembah berhala tidak menolak eksistensi pencipta langit dan
bumi.
Berdasarkan kandungan ayat ini, dapat dipahami bahwa bangsa arab
sesungguhnya telah memahami dan meyakini akan eksistensi Tuhan sebagai pencipta
langit dan bumi serta pengaturnya. Namun menurut al-Quran, ada segelintir anak
manusia yang menolak eksistensi tuhan, seperti penggambaran al-Quran dalam Q.S. al-
Jasyiah (45): 24. Ayat ini menegaskan bahwa: “mereka berkata: “ kehidupan ini tidak
lain hanyalah kehidupan didunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang
1
membinasakan kita selain masa.” Penolakan akan eksistensi tuhan oleh sebagian kecil
manusia itu, hanya didasarkan pada dugaan semata dan tidak didasarkan pada
pengetahuan yang meyakinkan seperti ditegaskan dalam klausa penutup ayat 24
tersebut, yaitu:”mereka sekali kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka
tidak lain hanyalah menduga-duga saja.
Banyak sekali ayat yang terkandung dalam Al-Quran yang menjelaskan tentang
keberadaan Allah sebagai tuhan semesta alam seperti yang terkandung dalam surah Ali-
Imran ayat 62 yang artinya “sesungguhnya ini adalah kisah yang benar. Tidak ada Tuhan
selain Allah, dan sungguh Allah Maha Perkasa , Maha Bijaksana.
Keesaan Allah SWT adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan
dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat Laa ilaaha
illa Allah harus menempatkan Allah SWT sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan
dan ucapannya.
Banyak sekali bukti-bukti yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa Tuhan
adalah Wujud (ada). Bukti klasik yang sering digunakan adalah tentang adanya alam
semesta. Setiap sesuatu yang ada tentu diciptakan dan pencipta adalah Allah SWT
Tuhan pencipta alam semesta. Pembuktian dengan pendekatan seperti diatas
sebenarnya bukanlah hal baru lagi. Jauh sebelum umat Islam menggunakan pembuktian
semacam itu, Plato telah mengemukakan teori dalam bukunya Timaeus yang
mengatakan bahwa tiap-tiap benda yang terjadi mesti ada yang menjadikan.
i
2.3 PROSES TERBENTUKNYA IMAN
Benih iman yang dibawah sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang
berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif,
besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai
pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik
yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan
termasuk benda-benda mati seperti cuaca, tanah , air, dan lingkungan flora serta fauna.
Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik
yang disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang.
Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan
bagi anak-anak. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, “Setiap anak, lahir membawa fitrah.
Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau
majusi”.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses
perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah
SWT adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah SWT. Jika seseorang
tidak mengenal ajaran Allah SWT, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada
Allah SWT.
Disamping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan,
karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang.
Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan
menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang dan
terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
1
2.4 KEIMANAN DAN KETAKWAAN
Kata iman berasal dari Bahasa Arab, yaitu amina-yukminu-imanan yang secara
etimologi berarti yakin atau percaya. Dalam surat Al-Baqarah 165, yang artinya “Adapun
orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah”.
Iman kepada Allah berarti percaya dan cinta kepada ajaran Allah, yaitu Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul. Apa yang dikehendaki Allah, menjadi kehendak orang yang beriman,
sehingga dapat menimbulkan tekad untuk mengorbankan apa saja untuk mewujudkan
harapan dan kemauan yang menuntut Allah kepadanya.
Dalam hadits dinyatakan bahwa iman adalah hati membenarkan,lisan
mengucapkan dan dikerjakan dalam kehidupan sehari-hari (tashdiiqun bil qolbi waiqroru
bil lisan wa’amalu bil arkan) dan iman dalam Islam termaktub dalam rukun iman sedang
aplikasinya didalam rukun islam.
Iman itu mengikat orang islam, ia terikat dengan segala aturan hukum yang ada
dalam islam sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah. Oleh karenanya, orang Islam
itu harus Iman, sehingga ia meyakini ajaran Islam dan secara totalitas mengamalkannya
dalam seluruh kehidupannya.
Iman atau kepercayaan merupakan dasar utama dalam memeluk suatu agama
karena dengan keyakinan dapat membuat orang untuk melakukan apa yang
diperintahkan dan apa yang dilarang oleh keyakinannya tersebut atau dengan kata lain
iman dapat membentuk orang jadi bertaqwa.
Dalam surah Al-Baqarah 165 dikatakan bahwa orang beriman adalah orang yang
amat sangat cinta kepada Allah. Oleh karena itu beriman kepada Allah berarti amat
sangat cinta dan yakin terhadap ajaran Allah yaitu Al-Quran. Jika kita ibaratkan dengan
sebuah bangunan, keimanan adalah pondasi yang menopang segala sesuatu yang
berada diatasnya, yang kokoh tidaknya bangunan itu sangat tergantung pada kuat
tidaknya pondasi tersebut. Meskipun demikian keimanan saja tidak cukup ia harus
diwujudkan dengan amal perbuatan yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama yang
i
kita anut. Keimanan tidaklah sempurna jika hanya diyakini dalam hati tapi juga harus
diwujudkan dengan diikrarkan oleh lisan dan dibuktikan dengan tindakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Keimanan adalah perbuatan yang bila diibaratkan pohon, mempunyai pokok dan
cabang. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong
seorang muslim berbuat amal shaleh. Seseorang dikatakan beriman bukan hanya
percaya terhadap sesuatu, melainkan mendorongnya untuk mengucapkan dan
melakukan sesuatu sesuai keyakinannya.
Berbicara masalah keimanan , kita bisa melihat takaran keimanan seseorang dari
tanda-tandanya seperti :
1. Jika menyebut atau mendengar nama Allah SWT hatinya bergetar, dan berusaha agar
Allah SWT tidak lepas dari ingatannya.
2. Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan keimanan
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu melaksanakan perintahnya
4. Menafkahkan rizky yang diperolehnya di jalan Allah
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan
6. Memelihara amanah dan menepati janji
Manfaat dan pengaruh Iman dalam kehidupan manusia :
1. Iman melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda
2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
3. Iman memberikan ketentramann jiwa
4. Iman mewujudkan kehidupan yang baik
5. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
Demikianlah manfaat iman dalam kehidupan manusia, bukan hanya sekedar
kepercayaan yang berada dalam hati manusia, tetapi dapat menjadi kekuatan yang
mendorong dan membentuk sikap dan perilaku hidup Islami. Apabila suatu masyarakat
terdiri dan orang-orang yang beriman, akan terbentuk masyarakat yang aman, tentram,
damai, dan sejahtera.
Kata taqwa berasal dari waqa-yaqi-wiqayah, yang berati takut, menjaga,
memelihara, dan melindungi. Taqwa dapat diartikan memelihara keimanan yang
1
diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama islam secara utuh dan konsisten
(istiqomah).
hakikat takwa sebagaimana yang disampaikan oleh Thalq bin Hubaib, “Takwa
adalah engkau melakukan ketaatan kepada Allah berdasarkan nur (petunjuk) dari Allah
SWT karena mengharapkan pahala dari-Nya. Dan engkau meninggalkan maksiat
kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah karena takut akan siksa-Nya."
Kata takwa juga sering digunakan untuk istilah menjaga diri atau menjauhi hal-hal
yang diharamkan, sebagaimana dikatakan oleh Abu Hurairah Radhiallaahu anhu ketika
ditanya tentang takwa, beliau mengatakan, “Apakah kamu pernah melewati jalanan yang
berduri?” Si penanya menjawab, ”Ya”. Beliau balik bertanya, “Lalu apa yang kamu
lakukan?” Orang itu menjawab, “Jika aku melihat duri, maka aku menyingkir darinya,
atau aku melompatinya atau aku tahan langkah”. Maka berkata Abu Hurairah, ”Seperti
itulah takwa.”
Karakteristik orang yang bertakwa secara umum dapat dikelompokkan ke dalam 5
kategori / indikator ketaqwaan:
1. Iman kepada Allah, iman kepada Malaikat, Kitab-kitab dan para nabi, iman kepada hari
kiamat, serta qada dan qadar dengan kata lain instrumen ketaqwaan yang pertama ini
dikatakan dengan memelihara Fitrah Iman.
2. Mengeluarkan harta yang dikasihinya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin,
orang-orang yang putus di perjalanan, Atau dengan kata lain mencintai umat manusia.
3. Mendirikan shalat, puasa dan zakat
4. Menepati janji
5. Sabar disaat kepayahan, dan memiliki semangat perjuangan
6. Menahan amarah dan memaafkaan orang lain.
i
aturan-aturan Allah. Karena itu inti ketaqwaan adalah melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi larangannya.
Memelihara hubungan dengan Allah SWT dimulai dengan melaksanakan tugas
(ibadah) secara sungguh-sungguh dan ikhlas, dan memelihara hubungan dengan Allah
SWT dilakukan juga dengan menjauhi perbuatan yang dilarang Allah SWT.
1
Keimanan dan ketaqwaan tidak dapat dipisahkan dan pada hakikatnya keduanya
saling memerlukan. Artinya keimanan diperlukan manusia agar dapat meraih ketakwaan.
Karena setiap perbuatan atau amalan yang baik, akan diterima oleh Allah tanpa didasari
oleh Iman.
Semua bentuk ketakwaan seperti salat, puasa, zakat, dan haji merupakan bagian
dan kesempurnaan iman seseorang. Amal saleh tersebut merupakan konsekuensi dari
keimanan seseorang harus menterjemahkan keyakinannya menjadi kongkret dan
menjadi satu sikap budaya untuk mengembangkan amal saleh.
Dalam Al-Qur’an ada ratusan ayat yang menggandengkan antara “orang yang
beriman” dengan “orang yang beramal saleh”. Iman dan amal saleh atau iman dan takwa
sangat dekat. Seolah hampa dan kosong iman seseorang kalau tanpa amal saleh yang
menyertainya. Yang secara kongkrit membuktikan bahwa ada iman dalam hatinya. Iman
adalah pondasi dasar seseorang hamba yang menghendaki bangunan kesempurnaan
taqwa dirinya.
Keterkaitan antara iman dan taqwa ini, juga disampaikan oleh Rasulullah dalam
sabdanya: “Al imanu’uryanun walibasuhu at-taqwa” (iman itu telanjang dan pakaiannya
adalah taqwa). Maksud hadits ini adalah iman harus diikuti dengan melakukan amal
saleh (taqwa). Iman tanpa disertai amal saleh maka imannya masih telanjang tanpa
pakaian.
Oleh karenanya, seseorang baru dinyatakan beriman dan taqwa apabila telah
punya keyakinan yang mantap dalam hati, kemudian mengucapkan kalimat tauhid dan
kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah dan meninggalkan segala
larangan-Nya.
i
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa konsep Ketuhanan
dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap penting oleh
manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret). Filsafat Ketuhanan dalam
Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara
intensif. Kata iman berasal dari bahasa Arab, yaitu amina-yukminu-imanan, yang secara
ethimologi berarti yakin atau percaya. Sedangkan takwa berasal dari bahasa Arab, yaitu
waqa-yuwaqi-wiqayah, secara ethimologi artinya hati-hati, waspada, mawasdiri,
memelihara, dan melindungi. Pengertian Takwa secara terminologi dijelaskan dalam Al-
hadits, yang artinya menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-
Nya.
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Dalam ajaran
Islam diajarkan kalimat “la illaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan
peniadaan. Yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan
“melainkan Allah”. Hal ini berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari
segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu
Tuhan yaitu Allah.
B. Saran
Sebagai pemula di bangku perkuliahan, kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun. Karena saran dan kritik itu akan bermanfaat bagi kami untuk lebih
memperbaiki atau memperdalam kajian ini.
1
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al Karim
Agung Sukses, Konsep Ketuhanan Dalam Islam,
http://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsep-ketuhanan-dalam-islam/ (diakses
pada 24 September 2011)
Ahmadi, Abu, dkk.1991. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta:Bumi Aksara
Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam Perguruan Tinggi umum. Jakarta:
Departemen Agama RI
Dr. M. Yusuf Musa, 1984, Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam (editor : DR. Ahmad
Daudy, MA) Jakarta : Bulan Bintang.
Kamal, Konsep Ketuhanan Dalam Filsafat Shadrian,
http://eurekamal.wordpress.com/2007/06/25/konsep-ketuhanan-dalam-filsafat-shadrian/
(diakses pada 24 September 2011)
Pringgabaya, Konsep Ketuhanan,
http://pringgabaya.blogspot.com/2011/01/konsep-ketuhanan.html (diakses pada 24
September 2011)
Prof. Dr. H. M Rasjidi, 1978, Filsafat Agama, Cetakan keempat, Jakarta : Bulan Bintang
Sayyid Mujtaba Musawwi Lari, 1989. God and His Attributes: Lessons on Islamic
Doctrine.
Cet. 1. (Terj. Ilham Mashuri dan Mufid Ashfahani). Mengenal Tuhan dan Sifat-SifatNya.
Jakarta: PT. Lentera Basritama.
Yunus, Muhammad.1997.Pendidikan Agama Islam untuk SLTP.Jakarta,Erlangga
www.agungsukses.wordpress.com
www.qodirjae.wordpress.com/2008/05/20/keimanan-dan-ketaqwaan/
www.tafany.wordpress.com
www.wikipedia.com
www.sahabatilmu.blogspot.com