Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat berpengaruh pada pemikiran


Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya. Penyelarasan pemikiran
Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas Aquinas di abad
ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides (1135 – 1204), dan dengan teologi
Islam oleh Ibnu Rusyid (1126 – 1198). Maimoides, pemikir paling terkemuka Yahudi
abad tengah berhasil mencapai sintesa dengan yudaisme. Di luar daftar ini masih
sangat bangyak kaum cerdik pandai abad tengah yang terpengaruh demikian
dalamnya oleh Aristoteles. Bahkan di jaman dulu dan jaman pertengahan, hasil
karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Latin, Arab, Itali, Perancis, Ibrani,
Jerman dan Inggris. Kekaguman orang kepada Aristoteles menjadi sangat tinggi di
akhir abad tengah tatkala keadaan sudah mengarah pada penyembahan berhala.
Dalam keadaan itu tulisan – tulisan Aristoteles lebih merupakan semacam lampu
penerang jalan yang terang untuk mencari jawaban problem yang lebih lanjut.
Aristoteles tidak sepakat dengan sanjungan membabi buta dari generasi-generasi
berikutnya terhadap tulisan-tulisannya. Beberapa pemikiran Aristoteles yang tidak
sesuai bila diterpakan pada masa sekarang adalah di mana dia mendukung
perbudakan karena dianggap sejalan dengan hukum alam. Dan dia percaya
kerendahan martabat wanita bila dibandingkan dengan laki-laki. Tapi banyak pula ide
Aristoteles yang sesuai untuk masa sekarang di mana dia berpendapat bahwa
kemiskinan adalah pokok dari revolusi dan kejahatan. Begitu pula pernyataannya
yang menyebutkan bahwa barang siapa yang sudah merenungi dalam-dalam seni
memerintah manusia pasti yakin bahwa nasib suatu emperium tergantung pada
pendidikan kaum mudanya.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Pemikiran Aristoteles di bidang logika, fisika, jiwa, metafisika, etika, politik

C. Tujuan

Mengetahui dan memperdalam Pemikiran Aristoteles di bidang logika, fisika,


jiwa, metafisika, etika, politik
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ajaran Aristoteles tentang logika

Logika tidak dipakai oleh aristoteles, ia memakai istilah analitika. Istilah


logika pertama kali muncul pada abad paertama Masehi oleh Cicero, artinya seni
berdebat. Kemudian, Alexander Aphrodisias (Abad III Masehi) orang pertama
yang memakai kata logika yang artinya ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya
pemikiran kita. Menurut Aristoteles, berpikir harus dilakukan dengan bertitik
tolak pada pengertian-pengertian sesuatu benda. Suatu pengertian memuat dua
golaongan, yaitu subtansi (sebagai sifat umum), dan aksidensia (sebagai sifat
yang secara tidak kebetulan). Dari dua golongan tersebut terurai menjadi sepuluh
macam kategori, yaitu: 1. Subtansi (hal-hal yang bersifat nyata dan yang sungguh-
sungguh bereksistensi), (manusia, binatang). 2. Kuantitas (satu, dua) 3. Kualitas
(baik) 4. Relasi (rangkap, separuh) 5. Tempat (di rumah, di pasar) 6. Waktu
(sekarang, besok) 7. Keadaan (duduk, berjalan) 8. Mempunyai (berpakaian,
bersuami) 9. Berbuat (membaca, menulis) 10. Menderita (terpotong, tergilas).
Sampai sekarang, Aristoteles diannggap sebagai bapak logika tradisional.

Penemuan Aristoteles yang terbesar dalam bidang logika adalah silogisme


(syllogimos). Silogisme maksudnya uraian berkunci, yaitu menarik kesimpulan
dari kenyataan yang umum atas hal yang khusus dan dapat digunakan dalam
menarik kesimpulan yang baru dan tepat dari dua kebenaran yang telah ada.
Sebagai contoh ada dua pernyataan: ≈ Setiap manusia pasti akan mati ≈ Dia
adalah manusia Maka dapat di tarik kesimpulan bahwa dia pasti akan mati
Menurut Aristoteles, pengetahuan baru dapat dihasilkan melalui dua cara yaitu
induksi dan deduksi. Induksi yaitu bertolak dari kasus-kasus yang khusus
menghasilkan pengetahuan tentang yang umum. Sedangkan deduksi bertolak dari
dua kasus yang tidak disangsikan dan atas dasar itu menyimpulkan kebenaran
yang ke tiga. Cara deduksi inilah yang di sebut silogisme. Induksi tergantung
pada pengetahuan indrawi sedangakan deduksi atau silogisme sama sekali lepas
dari pegetahuan indrawi. Itula sebabnya mengapa Aristoteles menganggap
deduksi sebagai cara sempurna menuju pengetahuan baru

B. Fisika
Fisika yaitu tentang dunia materiil (ilmu alam dan sebagainya). Kosmos
terdiri dari dua wilayah yang sifatnya berbeda. Wilayah sublunar di bawah bulan,
maksudnya bumi) dan wilayah yang meliputi bulan, planet dan bintang. Aritoteles
beranggapan bahwa jagat raya terbatas, berbentuk bola dan jagat raya tidak
mempunyai permulaan dlam waktu dan tidak mempunyai akhir (kekal).
Sedangkan bumi dan isinya terdiri dari empat unsur: api, udara, tanah dan air.
Sedangkan selain bumi hanya terdiri dari satu unsur yaitu aether. Penggerak
pertama adalah yang tidak di gerakkan. Beberapa pembagian penting untuk
memahami pemikiran Aristoteles:

1) Doktrin tentang substansi dan aksiden, benda dan bentuk Substansi adalah
hal pertama dan fundamental dari setiap benda dan kategori. Substansi merupakan
kategori pertama dan fundamental yang membedakannya dengan kategori-
kategori lainnya yang merupakan aksidennya saja. Misalkan kita ambil contoh
sebuah meja. Meja adalah substansinya sedangkan warna hijaunya, untuk makan,
dll adalah aksidentnya saja. Jadi bisa dikatakan substansi adalah apa yang
membuat benda itu adalah totalitas benda itu sedangkan aksidentnya adalah apa
yang membuat benda itu sebagai benda particular; meja adalah ketotalan dari
meja sedangkan warna hijau, untuk makan adalah kepartikularan benda itu.

2) Konsep gerak Konsep Gerak termasuk konsep yang penting dalam


pemikiran Aristoteles. Gerak ini juga menandakan perubahan dari potensial ke
actual. Di sini perubahan itu tidak menjadi hal yang penting; apakah preubahan
dari potensial ke actual itu adalah pertumbuhan, pembusukan, perubahan kualitas
jumlah dan kualitas, atau pun berubah tempat.

3) Konsep tetang elemen dan teori mixio Selain soal gerak, hal penting lain
dari Aristoteles yang menjadi pegangan dari pemikiran barat pada kurun waktu
yang lama setelahnya adalah dokrin tentang empat elemen yang berasal dari
system pemikiran Empedokes dan bagaimana cara menemukan keempat elemen
itu dalam prinsip–prinsip yang sangat mendalam. Keempat elemen ini mempunya
kualitas-kualitasnya tertentu pula yakni kualitas sentuhan, aktif, harus berpasang-
pasangan dalam oposisinya. Aristoteles menunjukan delapan pasangan yang
mempunya kualitas haptic yang kontras satu sama lain: panas-dingin, kerng-
lembab, berat-ringan, jarangpadat, lembut-keras, kasar-halus, rapuh-tabah. Dan
elemen dari material dunia ditandai oleh empat kemungkinan kombinasi dari dua
haptic aktif kualitas (prima quialitates): tanah (kering dan dingin), air (dingin dan
lembab), udara (lembab dan panas), api (panas dan kering). Segala material alam
di dunia ini mengandung paling sedikit dua dari keempat elemen ini.
4) Gerak natural dan gerak dipaksa Setiap gerakan digerakan oleh sesuatu
yang lainnya. Ini merupakan aksioma yang mendasari Fisika Aristotelian. Gerak
sendiri merupakan sesuatu yang sangat menjadi perhatian Aristoteles. Misalnya
dalam De Anima sendiri Aristoteles sudah membicarakan soal gerak. Setiap
benda yang bergerak selalu diakibatkan oleh penggerak yang lainnya yang bisa
juga sedang bergerak atau juga diam

C. Jiwa

Aristoteles berpendapat bahwa jiwa terikat dengan tubuh. Jiwa tidak


terpisahkan dari tubuhnya. Namun ia menambahkan "atau bagian-bagian dari jiwa
itu". Tubuh dan jiwa saling berkaitan sebagai materi dan forma. Jiwa adalah
substansi dalam pengertian sebagai forma dari suatu tubuh materil yang memiliki
potensialitas kehidupan didalamnya. Jiwa adalah substansi, dalam arti berkaitan
dengan formula defenitif yang terdapat pada esensi sesuatu. Ini berarti, jiwa
adalah "keapaan esensial". Jiwa adalah tahap pertama aktualitas tubuh alamiah
yang memiliki potensialitas kehidupan didalamnya. Tubuh dengan demikian
adalah sesuatu yang terorganisir. Jiwa adalah penyebab final atas tubuh.

Perbedaan Jiwa dengan Akal di dalam buku On The Soul, Aristoteles


membedakan antara "jiwa" dan "akal". Ia menempatkan akal lebih tinggi
kedudukannya dari pada jiwa. Akal menurut Aristoteles adalah sesuatu yang
mandiri yang ditanamkan  Tuhan ke dalam jiwa dan tak dapat hancur. Selain akal,
semua bagian jiwa lainnya tidak dapat eksis secara mandiri. Hanya bisa eksis
secara terorganisir. Akal adalah bagian diri yang dapat memahami matematika
dan filsafat; apa yang menjadi objeknya bersifat kekal, dan karenanya akal itu
sendiri dianggapnya kekal. Jiwa adalah sesuatu yang menggerakkan tubuh dan
mempersepsi objek-objek inderawi; ia dicirikan oleh kemampuan memelihara
diri, merasa, berpikir dan berkehendak. Tetapi akal memiliki fungsi memikirkan
yang lebih besar, dan bisa memainkan fungsinya tanpa ketergantungan dengan
tubuh atau indera.

Dengan demikian, ciri esensi dari jiwa dalam kaitannya sebagai forma dari
tubuh, adalah bahwa ia menjadikan tubuh sebagai kesatuan organis, dan memiliki
tujuan sebagai satukesatuan. Sedangkan akal adalah sesuatu yang berbeda, tidak
terlalu terikat oleh tubuh; mungkin merupakan bagian dari jiwa, namun akal
hanya dimiliki oleh sebagian kecil makhluk hidup. Akal sebagai pemikiran, tidak
menyebabkan gerak, sebab akal tidak memikirkan sesuatu yang praktis, dan tidak
pernah menyatakan apa yang harus di hindari atau di capai. Masalah ini kembali
memunculkan perdebatan di kalangan filsuf. Meski sesungguhnya, dapat di
pahami bahwa hal-hal yang bersifat praktis itu, telah dapat diatasi oleh jiwa yang
mengorganisir tubuh. Jadi tubuh memiliki respons yang bersifat praktis atas apa
yang dihadapinya. Dan seperti itulah penjelasan sains modern dewasa ini.
Sehingga sains selalu memiliki keterbatasan-keterbatasannya jika akal yang
menguji validitas kebenarannya.

Menurut Aristoteles; "Kehidupan jiwa rasional itu terlampau tinggi bagi


manusia; sebab kehidupan yang demikian itu tidak terjadi sejauh ia hanya
manusia, melainkan karena dalam dirinya telah hadir sesuatu yang ilahi sifatnya;
dan karena kehidupan jiwa rasional itu lebih mulia daripada semua sifat kita
lainnya maka aktifitasnya pun lebih mulia dari pada apa yang dipraktekkan oleh
perbuatan utama jenis lainnya. Jika akal bersifat ilahi dalam perbandingannya
dengan sifat manusia, maka kehidupan yang berkaitan dengannya pun bersifat
ilahi, jika dibandingkan dengan kehidupan manusia.
Dengan demikian, individualitas sesuatu membedakannya dengan sesuatu yang
lain, berkaitan dengan tubuh dan jiwa irasional, sedangkan jiwa rasional atau akal
bersifat ilahi dan impersonal.

D. Metafisik

Metafisika Aristoteles yakni kritiknya terhadap teori ide serta doktrin


alternatif tentanguniversal-universal, (bandingkan dengan pemikiran Plato tentang
dunia ide dan universal).Argumennya yang paling kokoh adalah tentangorang ke
tiga yakni jika seorang manusia adalah manusia karena ia menyerupai manusia
ideal, maka masih harus ada manusia ideal lainnya lagi yang terhadapnya manusia
biasa dan manusia ideal tadi mempersamakan diri. Dalam bahasa ada nama-nama
diri dan ada kata-kata sifat. Nama-nama diri mengacu pada “benda-benda”
atau“orang-orang” yang masing-masing adalah satu-satunya benda atau orang
yang diacu olehnama tersebut: Matahari, bulan, Prancis, Napoleon, bersifat unik;
tak ada sekumpulan bendayang diacu oleh nama-nama itu. Di lain pihak, kata-
kata seperti “kucing”, ‘anjing”, “manusia”mengacu pada banyak benda yang
berbeda-beda. Masalah tentang universal berkaitan denganmakna kata-kata itu,
serta berkait denga kata-kata sifat seperti “putih”, “hitam”, “keras”, danlain
sebagainya. Aristoteles mengatakan, “dengan demikian”universal” saya
maksudkan suatu ciri yang dapat dipredikatkan pada banyak subjek, sedangkan
“individu” adalah suatu yang tidak dipredikatkan.”Yang diacu oleh nama diri
adalah “substansi”, sedangkan yang diacu oleh kata sifat adalah nama kelompok,
seperti “manusiawi” atau “manusia”, yang disebut suatu “universal”. Substansi
adalah sesuatu yang “ini”, namun universal adalah sesuatu yang
“demikian”;universal menunjuk jenis benda, bukan benda partikular yang nyata.
Universal bukanlah substansi, sebab universal bukan suatu “ini”. Substansi suatu
hal adalah sesuatu yang khas pada dirinya sendiri, yang tak dapat menjadi bagian
dari sesuatu yang lain; sementara universal bersifat umum. Namun, Aristoteles
kurang detail dalam menjelaskan persoalan ini, sehingga menyebabkan
kontroversi pada abad pertengahan, yang membelah pengikutnya menjadi
golongan nominalis dan realis.

Metafisika yaitu berpusat pada persoalan barang dan bentuk. Bentuk


dikemukakan sebagai pengganti pengertian dari Dunia Idea Plato yang
ditolaknya. Berbeda dengan plato yang memisahkan idea dan kenyataan lahir,
Aristoteles beranggapan bahwa bentuk ikut serta memberikan kenyataan pada
benda. Benda dan bentuk tak dapat dipisahkan. Barang ialah materi yang tidak
mempunyai bangun, melainkan hanya substansi, maka bentuk adalah bangunnya.
Sebagai contoh pada pandangan plato, jiwa tidak dapat mati karena merupakan
sesuatu yang adikodrati berasal dari dunia ide. Plato berpendapat bahwa jiwa itu
bersifat kekal. Sedangkan menurut Aristoteles, jiwa dan tubuh ibarat bentuk dan
materi. Jiwa merupaka asas hidup yang menjadikan tubuh memiliki kehidupan.
Disadari Aristoteles, bahwa tubuh bisa mati oleh sebab itu, maka jiwanya juga
ikut mati.  

Aksiden yaitu suatu hal yang tidak berdiri sendiri, tetapi hanya dapat
dikenakan pada sesuatu yang lain yang berdiri sendiri. Aksiden-aksiden hanya
bisa berada atau melekat pada suatu substansi dan tidak pernah lepas dari
padanya. Aksiden-aksiden hanya bisa berada pada suatu substansi dan tidak
pernah lepas dari padanya. Aksiden termasuk juga pada "ada" meskipun
eksistensinya sebagai "ada" hanya dapat dikatakan "ada" ketika dihubungkan
dengan substansi. "ada" itu dapat dikatakan sebagai "ada". "Ada" yang dalam
bahasa Aristoteles disebut substansi yang dapat berdiri sendiri, dan pada substansi
itu dapat dikenakan keterangan-keterangan tetapi substansi tak bisa dikenakan
pada sesuatu yang lain, terbentuk menjadi "yang ada" dengan ditambahkannya
aksiden-aksiden. Contoh: substansi: Manusia; aksiden: muda, tua, duduk atau
berdiri.

E. Etika

Dalam etika, karya Aristoteles yang paling terkenal adalah Etika Niomachean
yang memperlakukan cara di mana manusia bisa berbudi luhur. Aristoteles
percaya bahwa seseorang tidak bisa hanya mempelajari apa yang baik, tetapi juga
harus baik dengan melakukan perbuatan saleh. Ia mengklasifikasikan apa yang
merupakan kebajikan, bagaimana setiap kebajikan dibandingkan dengan
kebajikan lain, dan langkah-langkah apa untuk menjadi orang yang berbudi luhur.
Ajarannya tentang etika Aristoteles mempunyai perhatian yang khusus terhadap
masalah etika. Karena etika bukan diperuntukkan sebagai cita-cita, akan tetapi
dipakai sebagi hukum kesusilaan. Menurut pendapatnya, tujuan tertinggi hidup
manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia). Kebahagiaan adalah suatu keadaan
dimana segala sesuatu yang teramsuk dalam keadaan bahagia telah berada dalam
diri manusia. jadi, bukan sebagai kebahagiaan subjektif. Kebahagiaan harus
sebagai suatu aktivitas yang nyata, dan dengan perbuatannya itu dirinya semakin
disempurnakan. Kebahagiaan manusia yang tertinggi adalah berpikir murni.

Menurut Aristoteles,setiap tindakan atau pernuatan mempunyai


tujuannya.Menurutnya ada dua macam tujuan: pertama, tujuan.yang didasari demi
suatu tujuan selanjutnya; kedua, tuiuan yang dicari demi dirinya sendiri. Tujuan
jenis pertama misalnya tujuan kepandaian dalam ilmu kedokteran itu hanya demi
tujuan selanjutnya-selanjutnya yaitu, agar orang sakit dapat disembuhkan.
Menurut Aristotetes, tidak mungkin semua tujuan kita cari demi tujuan lain lagi
dan pasti ada tujuan yang dicari demi dirinya sendiri.Tujuan itulahyang kita sebut
baik pada dirinya sendiri. Mengenai masslah kebaikan-kebaikan, Aristoteles
berbeda dengan Plato. Bagi Plato, ada suatu bentuk kebaikan dimana seluruh
barang-barang yang baik "berpartisipasi. Aristoteles secara mendasar menentang
pendekatan ini. Bentuk kebaikan menurutnya tidak ada gunanya dalam membuat
pilihan moral,Karena tindakan khusus yang konkrit. Pendekatan
Aristotelesditentukan oleh pendirian (dan.sudut) biologis-teologis. Setiap aktivitas
manusia mempunyai kebaikan sebagai tujuan atau obyeknya, tetapiaktivitas
manusia yang berbeda mempunyai tujuan-tujuan yang berbeda pula. Namun
demikian, Aristoteles,secara umum yang dipandang sebagai tujuan kehidupan
manusia adalah kebahagiaan. Memang diakui banyak pemahaman yang berbeda
tentang barang-barang yang dapat menyebabkan orang menjadi bahagia.
Misalnya, bagi orang yang sakit,kesehatan adalah yang dapat menyebabkan dia
merasa bahagia. Bagi orang yang miskin, kekayaan adalah sesuatu yang dapat
membahagiakan.

F. Politik

Aristoteles mengklasifikasikan sistem-sistem politik seperti di bawah ini:

• Monarki (kerajaan), diperintah oleh seorang raja untuk kepentingan semua,


tapi jika sebaliknya dapat berpotensi tirani
• Aristokrasi, diperintah beberapa orang untuk kepentingan bersama, jika
sebaliknya dapat berpotensi oligarki, memperkaya sekelompok orang saja.

• Polity, diperintah semua rakyat untuk kesejahteraan umum, jika sebaliknya,


mayoritas rakyat memerintah untuk kepentingan si miskin saja dapat menjadi
demokrasi.

Menurut Aristoteles, sistem politik terjelek adalah tirani dan demokrasi yang
terlalu berlebihan. Baginya tidak ada sistem politik terbaik, maka diperlukan
adanya konstitusi. Selain berpikiran pentingnya suatu keadilan dalam suatu
negara, Aristoteles juga berpikir bahwa hukum yang dapat dipaksakan diperlukan
untuk memupuk persahabatan. Negara terbaik bagi Aristoteles adalah negara di
mana tiap warganya sejauh mungkin turut serta dalam kehidupan politik atau
negara.

Pendekatan Aristoteles tentang politik terdapat dalam bukunya La Politica, dan


sedikit meluas dalam beberapa bagian yang relevan dalam karyanya Nicomachean
Ethics, Rhetoric dan Methaphysic. Menurut Aristoteles, politik adalah ilmu praktis,
tujuan politik “bukanlah pengetahuan melainkan tindakan ”. Teori politik menaruh
perhatian pada watak manusia atau dengan kata lain tindakan bebas atau sukarela
manusia (Pasaribu, 2016). Karena teori politik memerlukan tindakan bebas dan sukarela
manusia maka teori politik memerlukan lebih dari sekedar penyempurnaan akal
(pengetahuan): teori politik memerlukan kehendak jujur. Aristoteles menekankan
bahwa pelacakan yang sungguh-sungguh kepada watak manusia merupakan hal pokok
bagi teori politik. Teori politik haruslah didasari atas watak manusia. Karena fungsi
negara adalah untuk membantu individu mencapai tujuannya. Bertalian dengan ini
dalam buku Ethics, Aristoteles menekankan bahwa tujuan alamiah manusia adalah
kebahagian. Jadi negara haruslah membuat seluruh warganya memperoleh kebahagian

Aristoteles mengatakan bahwa “negara adalah kumpulan masyarakat yang dibentuk


dengan tujuan pada kebaikan, dimana manusia selalu memiliki tujuan pada kebaikan
tertinggi” . Tujuan negara adalah tujuan manusia sebagai aktor utama dalam kehidupan
negara. Manusialah yang menentukan baik tidaknya kehidupan dan perkembangan
negara. Jika tujuan manusia adalah kebaikan tertinggi, maka negara juga bertujuan pada
hal yang samaManusia inti dari tubuh politik, hanya manusia yang dapat menjalankan
tugas negara dan bertanggung jawab akan tugas negara. Watak manusia yang baik dan
terarah pada kebaikan bersama menentukan watak negara secara keseluruhan dan
sebaliknya. Watak manusia yang tak dapat hidup sendiri tanpa yang lain,menjadikan
negara sebagai kehidupanbersama kumpulan manusia yang berwatak dan bertujuan
pada kebaikan. Bagi Aristoteles, Negara sebagai syarat bagi perkembangan keutuhan
manusia. Negara bukan hanya syarat fisik namun sesuatu yang diperjuangkan oleh
karakter dan watak manusia, meski tidak sempurna, secara khusus dan melawan
dengan berbagai keadaan.

Daftar Pustaka
Magnis,1985,,ETlKA.Masalah-masalah filsafat Moral.
Ohoitimur, Johanis. Metafisika Sebagai Hermeneutika. Jakarta: Obor, 2006
Ohoitimur, J. Traktat Perkuliahan Metafsika. Aristoteles: Sistem Metafisika Pertama.
Pineleng, Agustus 2018
Fadil, M. (2012). Bentuk Pemerintahan dalam Pandangan Aristoteles (Sebuah pengantar
filsafat politik klasik). Jurnal Kybernan

Anda mungkin juga menyukai