Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

APLIKASI PRAKTIK MEMAHAMI HADIS

DI SUSUN OLEH
Kelompok 5
1. Indah Mustika Sari 220107191P
2. Dian Eska Winanti 220107192P
3. Septiani 220107193P
4. Selvia susantri 220107194P
5. Marya Amin HS 220107195P
6. Eni Marlina 220107196P
7. Melda lia 220107197P
8. Kusumawati 220107198P
9. Deva viviana 220107199P
10.Dhea Ananda Refli Eka putri 220107200P
11.Bherta depi giyana 220107201P
12.Tika Puspa novita 220107202P
13.Halimatus sadiyah 220107203P
14.E'ib lerizza 220107204P
15.Rani Novita sari 220107205P
16.Sugiyanti 220107206P
17.Risnawati 220107207P
18.Cut ajeng 220107208P
19.Vera sukmawati 220107209P
20.Yeni novalia 220107210P
21.Endah Utami kusumawardhani 220107211P
22.Rediana Wulansari 220107212P
23.Risa Safitri 220107213P
24.Devi Lismasari 220107214P
25.Araby Ega ryani 220107215P
26.Sulis setiawati 220107216P
27.Rekha putri cikmanuna nursa 220107217P
28.Adel Ranesti 220107218P
29.Anik Erma suryani 220107219P
30.Siti barokah 220107220P
31.Purwati 220107221P;
32.Khullaila 220107222P
33.Nila wati 220107223P
34.Jihan meydiana hilmi 220107224P
35.Haniza larinca 220107225P
36.Mega wati 220107226P
37.Mayasari 220107227P
38.ikhsan Andini 220107228P
39.Nashifatul aminah 220107229P
40.Mutiara Salsabila rumihat 220107230P
41.Melinda 220107231P
42.Anisa wahyu 220107232P
43.Rodian tina 220107233P
44.Anisa Raihan 220107234P
45.Solehah 220107235P
46.Rika Mega Safitri 220107236P
47.220107237P
48.Inge Aulia 220107238P
49.Ade indriyani 220107239P
50.Nabila syafa 220107240P

PRODI STUDY S1 KEBIDANAN KONVERSI


UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2022/2023

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah “Aplikasi praktik memahami hadist”

dapat terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini dapat

terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang terkait secara langsung

maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan

makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat kepada

semua pihak pada umumnya dan pada penulis khususnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Pringsewu, Mei 2023

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Prinsip-Prinsip Memahami (Matan) Hadis Nabi.....................................4
B. Memahami hadits sesuai dengan petunjuk Al-Quran.............................4
C. Menghimpun hadits-hadits yang bertema sama......................................5
D. Metode Tahliliy (Analitis).......................................................................5
E. Metode Ijmaliy (Global)..........................................................................8
F. Metode Muqarin (Komparatif)................................................................9
G. Memahami Hadits Sesuai Dengan Latar Belakang, Situasi, dan Kondisi
Serta Tujuannya.......................................................................................10
H. Mengaplikasikan prinsip-prinsip memahami (matan) hadis Nabi.........12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan..............................................................................................17
B. Saran........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu aspek penelitian hadits adalah memahami hadits itu

sendiri. Aspek memahami hadits merupakan produk ijtihad.1 Hadits

didatangkan sesuai dengan kondisi masyarakat yang dihadapi Rasulullah.

Adakalanya karena ada pertanyaan dari seorang sahabat atau adakalanya

terjadi di tengah masyarakat. Hadits dilihat dari sedi kondisi audiensi, tempat,

dan waktu terjadinya. Adakalanya bersifat universal, temporal, kasuistik, dan

lokal. Demikian juga bahasa yang digunakan Nabi, bisa saja mengandung

bahasa hakikat atau kiasan.

Para ulama dahulu telah banyak mencoba melakukan penafsiran

atau pemahaman terhadap hadits yang terdapat dalam al-kutub al-sittah, yakni

dengan menulis kitab-kitab syarah terhadap al-kutub al-sittah tersebut.

Meskipun kitab-kitab syarah tersebut banyak disusun, tetapi upaya untuk

menemukan metode yang digunakan oleh ulama dalam penyusunan kitab

syarah hadits tersebut hampir tidak pernah tersentuh.

Berdasarkan fakta di atas, mengetahui cara atau metode

pemahaman hadits yang digunakan oleh para ulama dalam menyusun kitab

syarah menjadi sebuah keniscayaan. Hal tersebut dilakukan untuk

memperoleh kerangka umum bangunan metodologi dalam pemahaman

hadits.
1
Zainuddin, MZ, Studi Hadits (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), 170.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya

adalah sebagai berikut

1. Apa pengertian metode pemahaman hadits?

2. Bagaimana metode memahami hadits sesuai dengan petunjuk Al-

Quran?

3. Bagaimana metode memahami hadits dengan cara menghimpun hadits-

hadits yang setema?

4. Bagaimana metode memahami hadits dengan metode tahliliy?

5. Bagaimana metode memahami hadits dengan metode ijmaliy?

6. Bagaimana metode memahami hadits dengan metode muqarin?

7. Bagaimana memahami hadits sesuai dengan latar belakang, situasi dan

kondisi, serta tujuannya?

8. Bagaimana cara memahami hadits sesuai tekstual dan kontekstual?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitiannya

adalah sebagai berikut

1. Untuk mengetahui pengertian metode pemahaman hadits.

2. Untuk mengetahui metode memahami hadits sesuai dengan petunjuk

Al-Quran.

3. Untuk mengetahui metode memahami hadits dengan menghimpun

hadits yang setema

4. Untuk mengetahui metode memahami hadits dengan metode tahliliy.

5. Untuk mengetahui metode memahami hadits dengan metode ijmaliy.

2
6. Untuk mengetahui metode memahami hadits dengan metode muqarin.

7. Untuk mengetahui pemahaman hadits sesuai dengan latar belakang,

situasi dan kondisi, serta tujuannya.

8. Untuk mengetahui cara memahami hadits sesuai tekstual dan

kontekstual.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Prinsip-Prinsip Memahami (Matan) Hadis Nabi


Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti

cara atau jalan. Dalam bahasa inggris, kata ini ditulis method, dan bahasa arab

menerjemahkannya dengan thariqat dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia,

kata tersebut mengandung arti cara teratur yang digunakan untuk

melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.

Istilah pemahaman dalam hadits meliputi hal menjelaskan maksud,

arti, kandungan, atau pesan hadits, dan disiplin ilmu. Jadi, metode

pemahaman hadits adalah cara-cara yang diterapkan dalam memahami hadits.

B. Memahami hadits sesuai dengan petunjuk Al-Quran


Untuk memahami hadits dengan baik, jauh dari penyimpangan,

pemalsuan, dan penakwilan yang keliru, kita harus memahaminya sesuai

dengan petunjuk al-quran, yaitu dalam bingkai tuntunan-tuntunan ilahi yang

kebenaran dan keadilannya bersifat pasti.2 Sesuai dengan surat Al-an’am ayat

115

}١١٥{ ‫ َو َع ْداًل اَّل ُمبَ ِّد َل لِ َكلِ ٰ َمتِِۦه َوه َُو ٱل َّس ِمي ُع ْٱل َعلِي ُم‬d‫ص ْدقًا‬ ْ ‫َوتَ َّم‬
ُ ‫ت َكلِ َم‬
ِ َ‫ت َربِّك‬

Artinya “Dan telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran)

sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah

2
Yusuf Al-Qardhawi, Pengantar Studi Hadis, terj. Agus Suyadi R (Bandung: CV.Pustaka Setia,
2007), 153.

4
kalimat-kalimatnya dan dialah yang maha mendengar lagi maha

mengetahui.”

Jelaslah bahwa al-quran adalah ruh dari eksistensi islam dan

merupakan asas bangunannya. Sedangkan hadits adalah penjelasan terinci

tentang isi konstitusi tersebut, baik secara teoritis maupun praktis. Tugas

Rasulullah SAW adalah menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan

kepada mereka.

Oleh karena itu, tidak mungkin sebuah penjelasan bertentangan

dengan apa yang hendak dijelaskan. Penjelasan nabi senantiasa berkisar pada

al-quran dan tidak pernah melampauinya.3

C. Menghimpun hadits-hadits yang bertema sama


Untuk memahami hadits nabi dengan baik, kita harus menghimpun

hadits-hadits yang bertema sama. Hadits-hadits yang mutasyabih,

dikembalikan kepada yang muhkam, yang mutlaq digabungkan dengan yang

muqayyad, yang ‘am ditafsirkan dengan yang khas. Dengan demikian, makna

yang dimaksud akan semakin jelas dan satu sama lain tidak dipertentangkan.4

D. Metode Tahliliy (Analitis)


a. Pengertian metode tahliliy

Metode tahlili adalah menjelaskan hadits-hadits Nabi dengan

memaparkan segala aspek yang terkandung dalam hadits tersebut, serta

3
Ibid., 153.
4
Ibid.,171.

5
menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai dengan

kecenderungan dan keahlian pensyarah.5

Dalam menyajikan penjelasan atau komentar seorang pensyarah

hadits mengikuti sistematika hadits sesuai dengan urutan hadits yang

terdapat dalam sebuah kitab hadits yang dikenal dari al-kutub al-sittah.

Pensyarah memulai penjelasannya dari kalimat demi kalimat, hadits demi

hadits secara berurutan. Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang

dikandung hadits seperti kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang

turunnya hadits (jika ditemukan), kaitannya dengan hadits lain dan

pendapat-pendapat yang beredar di sekitar pemahaman hadits tersebut,

baik yang berasal dari sahabat, para tabi’in, maupun para ulama hadits.

b. Ciri-ciri metode tahliliy

Secara umum kitab-kitab syarah yang menggunakan metode

tahliliy biasanya berbentuk ma’tsur (riwayat) atau ra’yu (pemikiran

rasional). Syarah yang berbentuk ma’sur ditandai dengan banyaknya

dominasi riwayat-riwayat yang datang dari sahabat, tabi’in, atau ulama

hadits. Sementara syarah yang berbentuk ra’yu banyak didominasi oleh

pemikiran rasional pensyarahnya.6

Kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahliliy,

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut

5
Nizar Ali, Memahami Hadits Nabi (Yogyakarta: CESaD YPI Al-Rahmah, 2001), 29.
6
Ibid., 30.

6
1. Pensyarahan yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna

yang terkandung didalam hadits secara komprehensif dan

menyeluruh.

2. Dalam pensyarahan, hadits dijelaskan kata-demi kata, kalimat-demi

kalimat secara berurutan serta tidak terlewatkan juga menerapkan

sabab al-wurub dari hadits-hadits yang dipahami jika hadis tersebut

memiliki sabab wurudnya.

3. Diuraikan pula pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan

oleh para sahabat, tabi’in, atau para ahli syarah hadits lainnya dari

berbagai disiplin ilmu.

4. Disamping itu dijelaskan pula hubungan antara satu hadits dengan

hadits yang lainnya.

5. Selain itu, kadangkala syarah dengan metode ini diwarnai

kecenderungan pensyarah pada salah satu mazhab tertentu.

Sehingga, timbul berbagai corak pensyarahan, seperti corak fiqh dan

corak lain yang dikenal dalam pemikiran islam.

c. Kelebihan dan kekurangan metode tahliliy

 Kelebihan yang dimiliki oleh metode tahliliy antara lain

1. Ruang lingkup pembahasan sangat luas, karena dapat mencakup

berbagai aspek. Seperti kata frasa, kalimat, asbab al-wurud,

munasabah, dan lain sebagainya yang dapat digunakan dalam

bentuk yang ma’tsur.

2. Memuat berbagai ide dan gagasan

 Kekurangan yang dimiliki oleh metode tahliliy adalah

7
1. Menjadikan petunjuk hadits parsial atau terpecah-pecah, sehingga

seolah-olah hadits memberikan pedoman secara tidak utuh dan

tidak konsisten, karena syarah yang diberikan pada sebuah hadits

berbeda dari syarah yang diberikan pada hadits lain yang sama

karena kurang memperhatikan hadits lain yang mirip atau sama

redaksinya dengannya.

2. Melahirkan syarah yang subyektif.7

E. Metode Ijmaliy (Global)


a. Pengertian metode ijmaliy

Metode ijmaliy adalah menjelaskan atau menerangkan hadits-

hadits sesuai dengan urutan dalam kitab hadits yang ada dalam kutub al-

sittah secara ringkas, tapi dapat merepresentasikan makna literal hadits

dengan bahasa yang mudah dimengerti dan enak dibaca.8

b. Ciri-ciri metode ijmaliy

1. Pensyarah langsung melakukan penjelasan hadits dari awal sampai

akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul.

2. Penjelasan umum dan sangat ringkas.

Namun, perlu diingat bahwa ciri metode ijmaliy ini tidak terletak pada

jumlah hadits-hadits yang disyarahkan, apakah keseluruhan kitab atau

sebagian saja. Yang menjadi tolak ukur adalah pola atau sistematika

pembahasan. Selama pensyarah hanya mensyarah hadits secara singkat,

maka dapat dikategorikan dalam syarah global.


7
Ibid., 38-41.
8
Afdillanisa, “Metode Pemahaman Hadits”, Biru Langit, http://afdillanisa.wordpress.com//, 10
Mei 2014, diakses tanggal 13 November 2015.

8
c. Kelebihan dan kekurangan metode ijmaliy

 Kelebihan

1. Ringkas dan padat

2. Bahasa mudah dipahami

 Kekurangan

1. Menjadikan petunjuk hadits-hadits bersifat parsial

2. Tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai

F. Metode Muqarin (Komparatif)


a. Pengertian

Metode muqarin adalah metode memahami hadits dengan cara

memahami hadits yang memiliki redaksi yang sama atau mirip dalam

kasus yang sama, atau memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang

sama, membandingkan berbagai pendapat ulama syarah dalam mensyarah

hadits.9

b. Ciri-ciri

a. Membahas perbandingan berbagai hal yang dibicarakan oleh hadits

tersebut

b. Perbandingan pendapat para pensyarah mencakup ruang lingkup yang

sangat luas, karena uraiannya membicarakan berbagai aspek, baik

mencakup makna hadits maupun korelasi (munasabah) antara hadits

dengan hadits.

c. Kelebihan dan kekurangan

9
Nizar Ali, Memahami Hadits, 46.

9
 Kelebihan

1. Memberikan wawasan pemahaman yang relative lebih luas kepada

para pembaca bila dibandingkan dengan metode lain.

2. Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat

orang lain yang kadang-kadang jauh berbeda.

3. Pemahaman dengan metode muqarin sangat berguna bagi mereka

yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang sebuah hadits.

4. Pensyarah didorong untuk mengkaji berbagai hadits serta

pendapat-pendapat para pensyarah yang lainnya.

 Kekurangan

1. Metode ini tidak relevan bagi pembaca tingkat pemula.

2. Metode ini tidak dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan

sosial yang berkembang ditengah masyarakat.

3. Metode ini terkesan lebih banyak menulusuri pemahaman yang

pernah diberikan oleh ulama daripada mengemukakan pendapat

baru.10

G. Memahami Hadits Sesuai Dengan Latar Belakang, Situasi, dan Kondisi


Serta Tujuannya
Salah satu metode yang tepat dalam memahami sunnah Nabi SAW

adalah melihat sebab-sebab khusus atau alasan tertentu yang menjadi latar

10
Ibid., 51-52.

10
belakang suatu hadits, baik yang tersurat maupun tersirat, atau yang dipahami

dari kejadian yang menyertainya.11

Untuk memahami hadits dengan baik dan mendalam, kita perlu

mengetahui konteks yang menjelaskan situasi dan kondisi munculnya suatu

hadits, sehingga diketahui maksud hadits tersebut dengan saksama, bukan

atas dasar perkiraan semata atau dipahami sesuai dengan makna lahiriah yang

jauh dari tujuan sebenarnya.12

Seperti diketahui, para ulama telah menetapkan bahwa untuk

memahami al-quran dengan baik diperlukan pemahaman atas asbabun an-

nuzul, sehingga tidak mengalami kesalahan. Jika asbabun an-nuzul

diperlukan dalam memahami dan menafsirkan al-quran, maka asbab al-

wurud lebih diperlukan lagi dalam memahami hadits.

H. Mengaplikasikan prinsip-prinsip memahami (matan) hadis Nabi


a. Tekstual

Kata tekstual berasal dari kata teks yang berarti nash, kata-kata

asli dari pengarang,kutipan dari kitab suci untukpangkal ajaran (alasan),

atau sesuatu yang tertulis untuk dasar untuk memberikan pelajaran dan

berpidato. Selanjutnya, dari kata tekstual muncul istilah kaum tekstualis

yang artinya sekelompok orang yang memahami teks hadis berdasarkan

yang tertulis pada teks, tidak mau menggunakan qiyas, dan tidak mau

menggunakan ra’ yu. Dengan kata lain, maksud pemahaman tekstual

adalah pemahaman makna lahiriyah nash (zhahir al-nashsh).13


11
Yusuf al-qardhawi, Pengantar Studi Hadits, 202.
12
Ibid., 202.
13
Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis (Jakarta: Amzah, 2014), 146.

11
b. Kontekstual
Kata kontekstual berasal dari kata konteks yang berarti sesuatu
yang ada di depan atau di belakang (kata,kalimat, atau ungkapan) yang
membantu menentukan makna. Selanjutnya, dari kata kontekstual muncul
istilah kaum kontekstualis yang artinya sekelompok orang yang
memahami teks dengan memperhatikan sesuatu yang ada di sekitarnya
karena ada indikasi makna-makna lain selain makna tekstual. Dengan kata
lain, pemahaman makna kontekstual adalah pemahaman makna yang
terkandung di dalam nash (bathin al-nashsh). Sementara itu, kontekstual
di bedakan menjadi dua macam, yaitu
a. Konteks internal, seperti mengandung bahasa kiasan, metafora serta
simbol.
b. Konteks eksternal, seperti kondisi audiensi dari segi kultur,sosial
serta asbab al wurud.

Sebagian ulama menyebut makna tekstual dan kontekstual dengan


sebutan mafhum al-nashsh dan ma’qul al-nashsh dan sebagian lagi ada yang
menyebutnya manthuq al-nashsh dan mafhum al-nashsh. Ada beberapa
ketentuan umum dalam memahami hadis secara benar, sesuai dengan
perkembangan zaman, dan utuh, baik secara tekstual maupun kontekstual.14

c. Contoh

Berikut contoh hadis yang dipahami secara tekstual dan

kontekstual, baik dalam konteks internal maupun konteks eksternal.

1. Hadis Bersifat Universal

‫ الحرب خدعة‬d‫ قل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬d‫عن جابريقول‬

Dari Jabir berkata bahwa Rasulullah bersabda, “perang itu penipuan.”


(HR.Muttafaq ‘Alaih)

14
Ibid., 147.

12
Setiap peperangan selalu memerlukan strategi (menipu lawan).
Ketentuan itu berlaku secara universal serta tidak pandang waktu dan
tempat. Kalimat yang digunakan singkat dan padat, tetapi memiliki
makna yang luas karena strategi akan selalu berkembang sesuai dengan
dengan perkembangan zaman.

2. Hadis Bersifat Temporal


‫ هللا عليه و سلم قال األئمة من قر يش إذا ماحكموا‬d‫عن أنس بن مالك أن رسول‬
‫ وإذا عا هدوا وفوا وإذا استر حموا رحموا‬d‫فعدلوا‬

Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda, “pimpinan itu


harus dari bangsa Quraisy. Ketika menghukumi perkara mereka adil,
ketika berjanji mereka memenuhinya, dan ketika diperlukan kasih sayang
mereka pun berkasih sayang.” (HR.Al- Nasa’i, Ahmad, Al-hakim)

Pada masa sahabat disepakati bahwa diantara persyaratan seorang


khalifah harus berketurunan Quraisy. Akan tetapi, karena kemampuan
bangsa Quraisy semakin lemah, Abu Bakar Al-Baqilani menggugurkan
persyaratan tersebut dan Ibnu Khaldun memberikan interpretasi makna
Quraisy menjadi suku yang kuat, cerdik, pandai, religius sehingga
mampu menguasai suku-suku lain, mempersatukan umat, dan menjaga
stabilitas pemerintahan.

3. Hadis Kasuistik
‫حد ثنا عثمان بن الهيثم حدثنا عوف عن الحسن عن أبي بكرة قال لقد نفعني هللا بكلمة‬
‫ أيام الجمل بعدما كدت أن ألحق بأصحب‬d‫سمعتها من رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫الجمل فأقاتل معهم قال لم بلغ رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أن أهل فارس قد ملكوا‬
‫عليهم بنت كسرى قال لن يفلح قوم ولوا أمر هم امرأة‬

Dari Abu Bakrah, ia berkata, “sungguh Allah memberi manfaat


kepadaku dengan kalimat yang aku dengar dari Rasulullah pada hari
perang jamal setelah aku mengikuti pasukan jamal dan aku berperang
bersama mereka.” “ia melanjutkan, “setelah berita sampai kepada

13
Rasulullah bahwa penduduk persia mengangkat putri Kisra sebagai
penguasa, beliau bersabda, “tidak akan menang sebuah kaum yang
menyerahkan urusannya kepada seorang perempuan.” (HR.Al-Bukhari)

Hadis diatas menyangkut kasus khusus, yaitu penduduk persia


yang mengangkat putri Kisra sebagai penguasa. Jika redaksinya dilihat
secara utuh, hadis ini tidak bersifat umum. Hadis ini bukan tentang
larangan seorang wanita untuk menjadi seorang pemimpin, melainkan
usaha apa pun yang dilakukan oleh musuh-musuh islam senantiasa sia-
sia. Meskipun demikian, ulama berbeda dalam menanggapinya.
Mayoritas ulama melarang wanita menjadi hakim dan memutuskan suatu
perkara. Ibnu Al-Thaba’i menerima kesaksian wanita dan sebagian Al-
Malikiyah memperbolehkannya secara mutlak.

4. Hadis Bersifat Lokal


‫عن جعفر بن محمد عن أبيه أن النبي صلى هللا عليه و سلم صلى الظهر و العصر بأ‬
‫ذان واحد بعر فة ولم يسبح بينهما وإ قا متين وصلى المغرب والعشاء بجمع بأذان‬
‫واحد وإقا متين ولم يسبح بينهما‬
Dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya bahwa Nabi SAW
melaksanakan shalat zuhur dan asar dengan satu azan dan dua iqomah di
Arafa serta tidak membaca tasbih di antara keduanya. Beliau juga
melaksanakan shalat magrib dijamak dengan shalat isya’ dengan satu
azan dan dua iqamah serta tidak bertasbih di antara keduanya. (HR. Abu
Dawud)
Al-Bukhari juga meriwayatkan hadis dari Abdullah bin Umar
bahwa jamak shalat tersebut di Arafah adalah sunnah Rasulullah. Jumhur
mempersyaratkan jamak shalat bagi musafir yang memenuhi syarat.
Sementara itu, Malik Al-Auza’i dan Al-syafi’iyah berpendapat bahwa
shalat jamak di Arafah adalah kerena ibadah haji, bukan kerena musafir
hadis tersebut dilaksakan secara kontesks lokal, yaitu hanya berlaku di
Arafah saja dan bagi yang melaksanakan ibadah haji. Bagi musafir selain
di Arafah dan bagi yang tidak beribadah haji – sekalipun di Arafah – tidak

14
diperkenalkan melaksanakan shalat jamak, kecuali memenuhi syarat
tertentu.
5. Hadis Dengan Bahasa Kiasan
‫ قا ل من كا ن يؤمن با هللا واليوم اال‬d‫عن أبي هريرة عن النبي صلى هللا عليه وسلم‬
‫ جاره واستوصوا بالنساء خيرا فإنهن خلقن من ضلع وإن أعوج شيء‬d‫خر فال يؤذي‬
‫ با‬d‫في الضلع أعال ه فإن ذهبت تقيمه كسرته وإن تركته لم يزل أعوج فا ستوصوا‬
‫لنساء خيرا‬
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda,
“barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak menyakiti
tetangga. Berpesanlah dengan cara yang baik kepada kaum wanita.
Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk (Adam) dan
sesungguhnya sesuatu yang paling bengkok adalah tulang rusuk yang
atas. Jika engkau biarkan, ia akan selalu bengkok. Oleh sebab itu,
berwasiatlah kepeda mereka dengan baik. (HR. Al-Bukhari)
Hadis ini dipahami oleh ulama’ salaf secara harfiah. Namun,
dipahami secara metafora oleh ulama kontemporer, bahkan ada yang
menolak kebenarannya. Mereka yang memahami makna metafora
beralasan bahwa hadis tersebut memperingatkankaum laki-laki agar
menghadapi kaum perempuan secara bijaksaana kerena ada karakter
bawaan yang cenderung bengkok seperti tulanngrusuk. Mereka tidak akan
mampu mengubah atau meluruskannya. Kalau mereka tetap berusaha
keras meluruskannya, tulang rusuk tersebut dapat patah.
M. Quraish Shahib mengutip pendapat ulama kontemporer seperti
Al-Thaba’i bahwa QS. Al-Nisa’ (4) 1 menegaskan bahwa istri Adam
diciptakan dari tulang rusuk Adam. Demikian juga Rasyid Ridha dalam
tafsir Al-Manar menyatakan, seandainya tidak ada kisah kejadian Adam
dan Hawa dalam kitab Perjanjian Lama, tidak akan pernah terlintas dalam
benak seorang muslim bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam.
Pemahaman hadis tersebut memang membuka perbedaan antara
ulama terdahulu dan ulama kontemporer karena petunjukanya tidak pasti
(zhanni) dan memang tidak ada dalil yang pasti (qath’i), baik dari Al-

15
Qur’an maupun hadis, yang menyatakan bahwa Hawa diciptakan dari
tulang rusuk Adam. Dengan demikian, hadis adakalanya dipahami dengan
makna tekstual (harfiah) dan adakalanya dipahami dengan makna
kontekstual (metafora).15

15
Ibid., 149-153.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam metode pemahaman hadits, ada berbagai metode yang dapat

dilakukan untuk memahami hadits, yaitu memahami hadits sesuai petunjuk

Al-Quran, menghimpun hadits-hadits yang setema, memahami hadits dengan

metode tahliliy, ijmaliy, muqarin, memahami hadits berdasarkan latar

belakang, situasi dan kondisi serta tujannya, dan memahami hadits

berdasarkan teks dan kontekstualnya.

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka tak diragukan lagi

akan muncul metode maupun pendekatan baru untuk memahami hadits,

karena hadits merupakan salah satu sumber pokok hukum Islam kedua setelah

Al-Quran yang tak kan lepas dari kajian maupun penelitian.

B. Saran
Penulis menyarankan bagi pembaca untuk mempelajari lebih lanjut

mengenai metode-metode memahami hadits, agar dapat memahami hadits

melalui metode-metode tersebut.

17
DAFTAR PUSTAKA

Afdillanisa. “Metode Pemahaman Hadits”. Biru Langit (online), 2014, (http

//afdillanisa.wordpress.com//, diakses tanggal 20 November 2015).

Al-Qardhawi, Yusuf. Pengantar Studi Hadis. Terj. Agus Suyadi R. Bandung CV

Pustaka Setia, 1990.

Ali, Nizar. Memahami Hadis Nabi. Yogyakarta CESaD YPI Al-Rahmah, 2001.

Khon, Abdul Majid. Takhrij dan Metode Memahami Hadis. Jakarta Amzah,

2014.

MZ, Zainuddin. Studi Hadits. Surabaya UIN Sunan Ampel Press,2013.

18

Anda mungkin juga menyukai