Anda di halaman 1dari 14

TAFSIR QUR’AN KARIM KARYA MAHMUD YUNUS

Disusun untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Literatur Tafsir Indonesia

Dosen Pengampu:
Saadatul Jannah, S. Th.I. MA.

Disusun Oleh:
Irfansyah Rafsanjani 11190340000138
Gilang Lestari 11190340000155

PROGRAM STUDI ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin puji serta syukur kami panjuatkan kepada Allah SWT karena
berkat rahmat dan ridha-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu sebagaimana
mestinya. Shalawat dan salam kami panjatkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah
mengeluarkan umat manusia dari jaman kebodohan kepada zaman ilmu pengetahuan yang terang
benderang ini.
Tak lupa kami berterimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Literatur Tafsir
Indonesia, Ibu Saadatul Jannah yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
membahas materi “Tafsir Al-Qur’an Al-Karim karya Mahmud Yunus”.
Kami sadari dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, maka
dari itu saran dan kritik yang membangun sangat kami butuhkan untuk kami belajar lebih baik
lagi. Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua, aamiin.

Ciputat, 28 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2
A. Biografi Mahmud Yunus.................................................................................................................2
B. Kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Karya Mahmud Yunus...............................................................3
BAB III.......................................................................................................................................................9
PENUTUP..................................................................................................................................................9
Kesimpulan..............................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada awal abad ke -20 M., banyak bermunculan beragam literatur tafsir yang ditulis
oleh kalangan cendikiawan Muslim Indonesia. Karya-karya tafsir tersebut disajikan dalam
model dan tema yang beragam serta bahasa yang beragam pula. Karya-karya tafsir yang
muncul di awal abad ke -20 antara lain adalah Tafsir al- Furqan karya Ahmad Hasan, Tafsir
al-Qur’an karya Hamidi, dan Tafsir al-Qur’an al-Karim karya Mahmud Yunus.
Tafsir karya Mahmud Yunus ini merupakan sebuah tafsir yang berusaha menjelaskan
makna Al-Qur’an dengan menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah bagi masyarakat Indonesia yang ingin mempelajari dan memahami Al-
Qur’an. Tafsir Mahmud Yunus dianggap sebagai pelopor pola baru dalam dunia penafsiran
yang ada di Indonesia, beliau mengenalkan tafsir dengan bahasa Indonesia dengan
penggunaan huruf latin, memperkenalkan metode dan corak baru serta pemikirannya yang
menjunjung tinggi pembaruan dalam Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Riwayat hidup Mahmmud Yunus?
2. Bagaimana latar belakang, metode, corak serta contoh penafsiran Al-Qur’an Al-
Karim karya Mahmud Yunus?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan meneladani Riwayat hidup Mahmud Yunus.
2. Untuk mengenal latar belakang, metode, corak serta contoh penafsiran Al-Qur’an Al-
Karim karya Mahmud Yunus.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Biografi Mahmud Yunus
Mahmud Yunus lahir pada hari Sabtu di Sungayang, Batusangkar, Sumatera Barat, 10
Februari 1899 M bertepatan dengan 30 Ramadan 1316 H. Ia berasal dari keluarga yang
agamis. Ayahnya bernama Yunus bin Incek, pengajar di surau. Ibunya bernama Hafsah binti
Imam Samiun. Kakek ibunya, yaitu Engku Gadang M. Tahir bin Ali, merupakan seorang
pendiri dan pengasuh surau di wilayah tersebut.1
Sejak kecil Mahmud Yunus sudah dididik dalam lingkungan yang agamis. Ia belajar al-
Qur’an dan praktik ibadah serta ilmu- ilmu keislaman lainnya dengan kakeknya sejak tahun
1906 M. Pernah masuk Sekolah Rakyat, tetapi hanya sampai tahun keempat. Selanjutnya ia
masuk sekolah yang didirikan oleh H. M. Thaib Umar, seorang tokoh pembaru Islam di
Minangkabau. Prestasi Mahmud di madrasah sangat cemerlang sehingga ia dipercaya untuk
mengajar beberapa kitab, antara lain al-Mahally, Alfiyyah Ibn Aqil, dan Jam’ al- Jawami.
Saat itu usianya baru 16 tahun.
Sebagai pengajar, Mahmud Yunus mulai mengenal gerakan pembaruan Islam saat hadir
mewakili gurunya dalam rapat besar ulama Minangkabau tahun 1919 di Padang Panjang. Ia
begitu tertarik pada gagasan pembaruan Islam yang dikemukakan para tokoh saat itu, seperti
Abdullah Ahmad dan Abdul Karim Amrullah. Keterkaitan awal kepada gerakan pembaruan
Islam ini kemudian diwujudkan melalui aktifitas pertama Mahmud Yunus yang ditunjuk
sebagai pemimpin redaksi majalah Al-Basyir, yang diterbitkan oleh organsasi perkumpulan
Pelajar Islam Sumatera Thawalib di Sungaiyang. Aktifitas pergerakan ini menguatkan
perkenalannya dengan gagasan-gagasan pembaruan Muhammad Abduh dan Muhammad
Rasyid Ridha lewat majalah Al-Manar. Ia pun menaruh keinginan besar untuk bias
melanjutkan studinya ke Mesir.2
Selanjutnya Mahmud Yunus belajar di Universitas al-Azhar Kairo, Mesir, pada tahun
1924 M. Ia mendalami disiplin ilmu Ushul Fiqih, Tafsir, serta Fiqih madzhab Hanafi. Ia pun

1
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), hlm. 197
2
M. anwar Syarifuddin dan Jauhar Azizy, “Mahmud Yunus: Pelopor Pola Baru Penulisan Tafsir al-Qur’an
Indonesia” dalam Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 2, No. 3, 2015, hlm. 326

2
melanjutkan studi ke Dar al-‘Ulum ‘Ulya untuk kuliah takhassus di bidang kependidikan dan
ilmu keguruan (tadris). Pada tahun 1929 ia lulus dan kembali ke kampung halamannya.
Karier Mahmud Yunus di antaranya mendirikan dan memimpin lembaga pendidikan
Islam bernama al-Jami’ah al-Islamiyyah di Sungayang dan Normal Islam di Padang pada
tahun 1931 M. Ia juga memimpin Sekolah Islam Tinggi (SIT) di Padang, mendirikan
Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) dan sekaligus menjadi dekannya tahun 1957-1960.
Mahmud Yunus juga berhasil mendirikan dan memimpin Sekolah Menengah Islam (SMI) di
Bukit Tinggi. Tahun 1960, ia diangkat menjadi Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan menjadi Rektor IAIN Imam Bonjol Padang. Adapun karya-karya
yang dihasilkan Mahmud Yunus di bidang pendidikan, bahasa Arab, fikih, tafsir, akhlak,
sejarah, dan ada juga karya di bidang lainnya. Karyanya yang paling monumental dan paling
banyak berpengaruh adalah Tafsir Qur’an Karim, terbit pada tahun 1938 M dan sudah
mengalami cetak berulang kali.3
Awal tahun 1970 kesehatan Mahmud Yunus menurun dan bolak balik masuk rumah
sakit. Tahun 1982, dia memperoleh gelar doctor honoris causa di bidang ilmu tarbiyah dari
IAIN Jakarta atas karya-karyanya dan jasanya dalam pengembangan pendidikan Islam di
Indonesia. Sepanjang hidupnya, Mahmud menulis tak kurang dari 43 buku. Pada tahun 1982,
Mahmud Yunus meninggal dunia.4

B. Kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Karya Mahmud Yunus


1. Sejarah Penulisan
Menurut keterangan Mahmud Yunus, karya tafsirnya ini merupakan hasil
“penyelidikan” yang dilakukan secara mendalam oleh dirinya sendiri selama kurang lebih
53 tahun, sejak ia berusia 20 hingga 73 tahun. Selama ia menyelesaikan karyanya,
muncul berbagai protes dan reaksi dari berbagai kalangan yang menentang kegiatannya
dalam menerjemahkan dan menafsirkan al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia. Banyak
yang menganggap bahwa hal tersebut langka dan haram dilakukan.
Penulisan kitab tafsir ini dimulai pada tahun 1922 M dan berhasil diterbitkan untuk
juz pertama, kedua, dan ketiga. Selang dua tahun, pada 1924 M Mahmud Yunus

3
Sulaiman Ibrahim, Pendidikan dan Tafsir; Kiprah Mahmud Yunus dalam Pembaruan Islam, (Jakarta: LEKAS,
2011), hlm. 42
4
M. Amursid dan Amaruddin Asra, “Studi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Karya Mahmud Yunus” dalam Jurnal
Syahadah, Vol. III, No. 2, 2015, hlm. 6

3
menghentikan penulisan karena ia ingin melanjutkan studi ke al-Azhar Kairo, Mesir. Saat
belajar di Mesir inilah, Mahmud Yunus mengetahui tentang kebolehan menerjemahkan
dan menafsirkan al-Qur’an ke dalam bahasa asing selain bahasa Arab. Hal ini boleh
dilakukan dengan tujuan agar bangsa non-Arab yang tidak paham dengan bahasa Arab
juga dapat memahami dan mempelajarinya. Karenanya, setelah Mahmud Yunus pulang
dari Mesir, ia pun melanjutkan penulisannya pada tahun 1935 M. Pada saat itu, Mahmud
Yunus pun berhasil menamai kitab ini dengan “Tafsir Qur’an Karim”. Selanjutnya,
penafsiran ini diterbitkan satu juz tiap dua bulan. Adapun dalam penerjemahan juz tujuh
sampai juz 18 dibantu oleh H. M. K. Bakry, dan akhirnya pada bulan April 1938 M, 30
juz Al-Qur’an pun khatam.5
2. Metode Penafsiran
Dari segi teknik penafsirannya, al-Qur’an al-Karim karya Mahmud Yunus ini,
lebih banyak mengambil teknik-teknik tahlili, yang mana penulisnya menguraikan makna
yang dikandung oleh al- Qur’an, ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai urutannya di
dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandung ayat yang
ditafsirkan seperti pengertian kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turun ayat,
dan tak ketinggalan pendapat-pendapat yang berkenaan dengan tafsir ayat-ayat tersebut,
baik yang disampaikan oleh nabi, sahabat, para tabi’in maupun ahli tafsir lainnya.
Sebagai contoh bagaimana Mahmud Yunus menjelaskan arti kosa kata pada ayat
tertentu adalah misalnya kata waliy (jamak: auliya) pada ayat 175 dalam surah Ali
Imran/3, ia menguraikan:
Arti waliy = maulaa, yakni yang menolong, yang memelihara, yang memimpin,
seperti: Allahu waliyu’lmukminin artinya, Allah wali = Yang menoling orang-orang
Mukmin.
Arti waliy = yang ditolong, yang dipelihara yang dipimpin, seperti: al-Mukminu
waliyu’llaah, artinya: orang Mukmin wali = yang ditolong Allah, dan seperti Asy-
syaithanu yukhauwifu auliya-ah, artinya: Syaitan itu mempertakuti wali-walinya yang
dipimpinnya, yang ditolongnya.
Arti waliy = anak, seperti: Hablii min ladunka waliyaa, artinya berilah aku dari
sisi-Mu seorang wali = anak.
5
Sulaiman Ibrahim, Pendidikan dan Tafsir: Kiprah Mahmud Yunus dalam Pembaruan Islam, (Jakarta: LEKAS,
2011), hlm. 84

4
Arti waliy = wali nikah, wali anak yatim dsb. Pendeknya arti wali itu = dua orang
yang sangat berdekatan, menolong atau ditolong.6
Karya tafsir Mahmud Yunus ini secara umum dapat dikatakan banyak
mengambil teknik tahlili, namun di beberapa tempat, ayat al-Qur’an ditafsirkan secara
global (ijmali). Cara ini ditempuh terutama ketika menafsirkan surah-surah pendek dalam
al-Qur’an. Dapat dilihat misalnya ketika ia menafsirkan surah al-Tin. Disitu ia hanya
menjelaskan surah ini dengan teknik ijmali yaitu menafsirkan surah tersebut dengan
ringkas tetapi padat.
Dari segi bentuk penafsirannya, tafsir al-Qur’an al-Karim termasuk perpaduan
antara tafsir bi al-ma’sur dan bi al-ra’y. Dalam bentuk bi al-Ma’sur, di banyak tempat
Mahmud Yunus seringkali menafsirkan satu ayat dengan ayat lain pada surah yang
berbeda. Ketika menafsirkan ayat 41 dari surah al-rum/30 tentang kerusakan yang terjadi
di darat dan di lautan karena ulah manusia, ia menjelaskan ayat ini dengan
menghubungkannya dengan ayat 208 dari surah al-Baqarah/2. Ia menulis:
Dalam ayat 208 surah al-Baqarah juz ke II hal 44. Allah menyuruh, supaya
manusia hidup dalam perdamaian dan berkasih-kasihan antara satu sama lain, supaya
dunia ini aman sentosa. Tetapi kebanyakan manusia tidak mau menurut perintah Allah
itu, malahan mereka suka berbantah-bantah, bermusuh-musuhan dan berperang-perangan,
sehingga bertebarlah bencana (kerusakan) di muka bumi, baik di daratan maupun di
lautan......
Ringkasnya kerusakan yang terjadi karena peperangan itu, tidak dapat kita
lukiskan dengan tulisan. Cukuplah tuan-tuan membacanya dalam surat-surat kabar.
Semuanya itu sebabnya ialah karena usaha manusia itu sendiri, supaya mereka menerima
sebagian dari balasan (siksa) Allah karena tidak mau menurut perintahnya. Mudah-
mudahan mereka insaf dan taubat kepada Allah.7
Dalam bentuk tafsir bi al-ra’y, juga ditemukan di beberapa tempat dalam
tafsirnya, tujuannya ialah menjelaskan al-Qur’an dengan cara membawa ayat-ayatnya itu
mudah dicerna, dipahami, untuk kemudian dapat diterjemahkan dalam kehidupan.
Mahmud Yunus berpandangan bahwa al-Qur’an sebagai kitab hidayah (petunjuk) yang
universal, semestinya dapat diamalkan oleh kaum Muslimin secara khusus dan seluruh
6
Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta: PT Hidakarya Abang, 1981), hlm. 98
7
Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta: PT Hidakarya Abang, 1981), hlm 599-600

5
manusia secara umum. Dalam tafsir Mahmud Yunus ini, akan terlihat dan terbaca dengan
sangat jelas bahwa ia menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan bahasa yang mudah untuk
dipahami oleh semua kalangan.8
3. Corak Tafsir
Ada beberapa corak tafsir yang digunakan Mahmud Yunus dalam kitab tafsirnya,
diantaranya yaitu corak tafsir adabi al-ijtima’I dan corak tafsir ilmi. Corak tafsir adabi
al-ijtima’I yang dikenalkan Mahmud Yunus adalah dengan menyesuaikannya dalam
konteks keindonesiaan. Dengan kata lain, Mahmud Yunus berupaya
mengkontekstualisasikan al-Qur’an. Kontekstualisasi adalah upaya untuk menerapkan
makna teks yang dipahami dari suatu wacana dalam konteks tertentu di masa yang telah
lalu dengan konteks yang berbeda di masa kini.
Contoh penafsiran dengan corak ini bisa dilihat misalnya ketika Mahmud Yunus
mengaitkan Q.S al-Alaq/96: 1-5 dengan kondisi yang terjadi di Indonesia pada saat itu.
Ketika Mahmud Yunus menulis karyanya ini, Indonesia dalam hal budaya membaca dan
menulis sangat tertinggal jauh dibanding negara-negara yang sudah agak maju, misalnya
Jepang. Mahmud Yunus menafsirkan perintah di dalam Q.S al-Alaq, agar umat Islam di
Indonesia mengejar ketertinggalannya terhadap negara seperti Jepang dalam hal budaya
membaca dan menulis. Ia menulis:
“Ayat ini menganjurkan kepada kita, supaya tiap-tiap orang, baik putera atau pun
puteri, mesti pandai membaca dan menulis dengan pena (kalam). Oleh sebab itu di
negeri-negeri yang berkemajuan, telah diadakan suatu peraturan, yaitu memaksa ibu
bapak buat memasukkan anak-anaknya ke sekolah, sekurang-kurangnya ke sekolah
rendah, supaya umum orang pandai membaca dan menulis. Di Japang yang
berdekatan dengan Indonesia, telah di sana 99% yang pandai tulis baca, sedang orang
yang buta huruf hanya 1% saja, yakni tiap-tiap dalam 100 orang cuma seorang buta
huruf. Di Indonesia yang kebanyakan penduduknya kaum Muslimin, cuma kira-kira
7% orang yang pandai baca tulis. ... tidakkah ini suatu ke’aiban bagi kaum Muslimin,
padahal qur’annya menganjurkan, supaya tiap-tiap orang pandai tulis baca ? ....9

8
Muhammad Dalip, “Melacak Metodologi Penafsiran Mahmud Yunus dalam Kitab Tafsir “Qur’an Karim”, dalam
Jurnal Tafsere Vol. 8, No.1, 2020, hlm. 20-25
9
Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta: PT Hidakarya Abang, 1981), hlm. 911

6
Selain corak al-Adab a-Ijtima’i ini, dalam kitab tafsirnya Mahmud Yunus juga di
banyak tempat memakai corak tafsir Ilmi yang mencoba menyesuaikan ayat-ayat al-
Qur’an terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern. Contohnya dalam
memberikan tafsiran bagi ayat al-Qur’ān berdasarkan perspektif saintifik, Mahmud
Yunus misalnya membeberkan beberapa konsep kosmologis dalam menafsirkan Q.s. al-
A„rāf/7: 54 tentang penciptaan semesta dalam enam masa. Ia menjelaskan,
“Allah menjadikan langit dan bumi dalam enam hari, tetapi itu bukan hari penduduk
bumi yang durasinya hanya 24 jam, karena hari di sisi Allah durasinya seribu tahun
lamanya, sebagaimana disebutkan dalam Q.S al-Ḥajj/22: 47; sedangkan sehari di hari
Kiamat sama dengan 50 ribu tahun lamanya (Q.S al-Ma„ārij/70: 4.)
Makna dari enam masa itu adalah enam masa yang sangat panjang, yang masing-
masing berlainan sifat. Enam (6) masa itu adalah:
(1) Masa ketika bumi dan langit menyatu, seperti asap (gas) dalam Q.S al-
Sajdah/32: 10.
(2) Masa ketika bumi berpisah dengan langit (matahari) Q.S al-Anbiyā’/21: 21.
(3) Masa ketika bumi dipenuhi oleh air, sehingga suhunya mendingin.
(4) Masa ketika di atas bumi terbentuk daratan, lautan, gunung dan lembah.
Lapisan atas bumi mulai membeku.
(5) Masa ketika di atas bumi muncul tumbuhan dan binatang dalam air.
(6) Masa ketika di atas bumi dihuni oleh binatang darat dan manusia, sebagai
bangsa yang paling akhir dan paling pandai di antara lainnya.10
Kesimpulan akhir Mahmud Yunus menyebutkan bahwa al-Qur’an tidak
berlawanan dengan ilmu pengetahuan. Hal ini menegaskan bukti komitmennya
terhadap keserasian hubungan al-Qur’an dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Pernyataan ini sendiri mengindikasikan kuatnya kecenderungan corak
ilmiah tafsir Mahmud Yunus, yang di kemudian hari menginspirasi para mufassir
selanjutnya untuk melakukan pola penafsiran serupa dengan banyak rujukan terhadap
tafsir ini oleh penulis karya-karya tafsir belakangan.11

10
Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta: PT Hidakarya Abang, 1981), hlm. 218
11
M. anwar Syarifuddin dan Jauhar Azizy, “Mahmud Yunus: Pelopor Pola Baru Penulisan Tafsir al-Qur’an
Indonesia” dalam Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 2, No. 3, 2015, hlm. 333

7
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

8
1. Mahmud Yunus ialah seorang cendikiawan muslim yang lahir pada hari Sabtu di
Sungayang, Batusangkar, Sumatera Barat, 10 Februari 1899 M bertepatan dengan 30
Ramadan 1316 H. Ia berasal dari keluarga yang agamis. Ayahnya bernama Yunus bin
Incek, pengajar di surau. Ibunya bernama Hafsah binti Imam Samiun. Kakek ibunya,
yaitu Engku Gadang M. Tahir bin Ali, merupakan seorang pendiri dan pengasuh surau di
wilayah tersebut. Ia mengenal gerakan pembaruan pada tahun 1919 di Padang Panjang
dan tertarik pada gagasan pembaruan Islam yang dikemukakan Abdullah Ahmad dan
Abdul Karim Amrullah. Ketertarikannya pada pembaruan semakin dalam, hingga ia
tertarik pada gagasan pembaruan Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha
lewat majalah Al-Manar. Ia belajar di Universitas al-Azhar Kairo, Mesir, pada tahun
1924 M. Ia mendalami disiplin ilmu Ushul Fiqih, Tafsir, serta Fiqih madzhab Hanafi. Ia
pun melanjutkan studi ke Dar al-‘Ulum ‘Ulya untuk kuliah takhassus di bidang
kependidikan dan ilmu keguruan (tadris). Pada tahun 1929 ia lulus dan kembali ke
kampung halamannya.
2. Kitab tafsir ini disusun kurang lebih 53 tahun, sejak ia berusia 20 hingga 73 tahun dan
banyak mengalami penolakan bahkan ada yang mengaharmkannya. Penulisan kitab tafsir
ini dimulai pada tahun 1922 M dan berhasil diterbitkan untuk juz pertama, kedua, dan
ketiga. Penulisan tafsir ini sempat terputus karena Mahmud Yunus menetap di Mesir
beberapa tahun untuk belajar. Setelah pulang dari Mesir, ia pun melanjutkan
penulisannya pada tahun 1935 M. Pada saat itu, Mahmud Yunus pun berhasil menamai
kitab ini dengan “Tafsir Qur’an Karim”.
3. Dari segi teknik penafsirannya, al-Qur’an al-Karim karya Mahmud Yunus ini, lebih
banyak mengambil teknik-teknik tahlili, yang mana penulisnya menguraikan makna yang
dikandung oleh al- Qur’an, ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai urutannya di
dalam mushaf. Namun di beberapa tempat, ayat al-Qur’an ditafsirkan secara global
(ijmali). Cara ini ditempuh terutama ketika menafsirkan surah-surah pendek dalam al-
Qur’an.
4. Dari bentuk penafsirannya, Tafsir al-Qur’an al-Karim termasuk perpaduan antara tafsir
bi al-ma’sur dan bi al-ra’y. Dalam bentuk bi al-Ma’sur, di banyak tempat Mahmud
Yunus seringkali menafsirkan satu ayat dengan ayat lain pada surah yang berbeda. Dalam
bentuk tafsir bi al-ra’y, juga ditemukan di beberapa tempat dalam tafsirnya, tujuannya

9
ialah menjelaskan al-Qur’an dengan cara membawa ayat-ayatnya itu mudah dicerna,
dipahami, untuk kemudian dapat diterjemahkan dalam kehidupan.
5. Ada beberapa corak tafsir yang digunakan Mahmud Yunus dalam kitab tafsirnya,
diantaranya yaitu corak tafsir adabi al-ijtima’I dan corak tafsir ilmi. Corak tafsir adabi
al-ijtima’I yang dikenalkan Mahmud Yunus adalah dengan menyesuaikannya dalam
konteks keindonesiaan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Amursid, M. dan Asra Amaruddin. (2015). “Studi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Karya Mahmud
Yunus” dalam Jurnal Syahadah, Vol. III, No. 2.
Dalip. Muhammad. (2020). “Melacak Metodologi Penafsiran Mahmud Yunus dalam Kitab
Tafsir “Qur’an Karim”, dalam Jurnal Tafsee Vol. 8, No.1.
Ghofur, Saiful Amin. (2008). Profil Para Mufasir Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani.
Syarifuddin, M. Anwar dan Azizy Jauhar. (2015). “Mahmud Yunus: Pelopor Pola Baru
Penulisan Tafsir al-Qur’an Indonesia” dalam Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 2, No. 3.
Ibrahim, Sulaiman. (2011). Pendidikan dan Tafsir: Kiprah Mahmud Yunus dalam Pembaruan
Islam. Jakarta: LEKAS.
Yunus, Mahmud. (1981). Tafsir Qur’an Karim. Jakarta: PT Hidakarya Abang.

Anda mungkin juga menyukai