Anda di halaman 1dari 9

Hukum Pidana Internasional

Sejarah & Perkembangan

Refki Saputra, S.H., M.H.

2019
SEJARAH: Kejahatan Perang sebagai Embrio HPI
 Tuntutan pengadilan perang I terhadap Peter von Hagenbach di
Breisach, Jerman (1474). Hagenbach dan pasukan menduduki
Kota Brisach, Jerman dan melakukan serangkaian tindakan
pemerkosaan , pembunuh dan perampasan harta warga sipil. Ia
dituntut atas perbuatan melawan hukum Tuhan dan Manusia
 Hugo Grotius (1625) menulis Buku De Jure belli ac pacis ” (The
Law of War and Peace). Isinya:
1) Mereka yang melaksanakan perang untuk menang tetapi
dengan niat tidak benar layak untuk ditunut;
2) Mereka yang melaksanakan perang secara melawan hukum
bertanggungjawab atas akibat-akibat yang terjadi yang
sepatutnya diketahui; dan
3) Sekalipun jenderal atau prajurit yang sesungguhnya dapat
mencegah kejadian/ kerugian sepenuhnya dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakannya
 Tidak berjalannya Pasal 227 Perjanjian Versailles 1919
(the Treaty of Peace between the Allied and Associated
Powers and Germany). Dimana Kaisar Jerman William II
dari Hobenzollern, sebagai penjahat perang melarikan
diri ke Belanda. Berdasarkan Pasal 228, digelar
Peradilan Leipzig, Jerman selaku pihak yang kalah
perang harus menyerahkan 896 pelaku kejahatan perang
kepada sekutu, namun diadili sendiri di Jerman (hanya 6
dinyatakaan bersalah dan dijatuhi hukuman ringan).
 Liga Bangsa-Bangsa berupaya mewujudkan peradilan
pidana internasional pada 1927. menetapkan bahwa
perang agresi merupakan internasional crime. Bahkan
pernyataan LBB tersebut merupakan awal dari
penysusunan kodifikasi dalam bidang hukum pidana
internasional.
PERKEMBANGAN HPI: Faktor Pendorong
a. Faktor Hukum : Perjanjian (treatise)
 Perjanjian tentang Piracy
 Konvensi menentang terorisme
 Hukum internasional di dalam kerangka kerja PBB
b. Faktor Non-Hukum
 Kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat
 Timbulnya kesadaran akan penghormatan dan perlindungan
atas nilai-nilai kemanusiaan universal
 Kesadaran masyarakat internasional atas kebutuhan untuk
bekerja sama dalam menghadapi masalah-masalah
bersama
a. Faktor Hukum: Perjanjian (Treatise)
Perjanjian mengenai pembajakan (Piracy)
1)Perjanjian antara Kerajaan Inggris dan Amerika
Serikat (Jay Tretay, November 1794) : kewenangan
kepada Inggris untuk memperlakukan warga negara
Amerika Serikat sebagai pembajak yang lakukan
kejahatan di atas kapal Prancis;
2)Deklarasi Wina (1815) : perdagangan budak sebagai
kejahatan terhadap prinsip kemanusiaan dan
moralitas universal.
3)Perjanjian Nyon (1937) : Kapal selam yang
menyerang sebuah kapal dagang dipandang sebagai
piracy.
Konvensi menentang Terorisme
(International Convention for the Prevention
and Suppresion of Terrorism) 1937.
Mengatakan bahwa terorisme sebagai crime
against state. Diwajibkan bagi negara
peserta untuk menetapkan tindakan
terorisme sebagai suatu tindakan yang
memiliki karakter internasional. Dengan
demikian, tindak terorisme yang dilakukan di
negara lain dapat dihukum berdasarkan
hukum pidana negara yang berkepentingan.
Hukum Internasional dalam kerangka kerja PBB
1) Pengadilan Nuremberg, 1946 (The International Military Tribunal
at Nuremberg). Pelatak dasar perkembangan Hukum Pidana
Internasional pada saat peradilan terhadap tentara NAZI pasca
Perang Dunia II.
2) Pengadilan Tokyo 1948 (International Military Tribunal for the Far
East). Pengadilan Internasional di Tokyo menghukum mati 7
orang pimpinan negara ini. Tuduhan yang didakwakan adalah
membunuh, menyiksa tawanan yang sakit dan tawanan sipil,
menjalankan kerja paksa, merampok barang-barang milik
umum, pemerkosaan dan kejahatan barabarisme lain

Dibentuk oleh sekutu (Negara pemenang Perang)


Dimana diakuinya prinsip “ex post facto” atau retroaktif yang
melanggar prinisp legalitas.
Lahirnya Nuremberg Prinsiples (6 Prinsip). Salah satunya
diakuinya individu sebagai subjek HPI
3) Pengadilan ad hoc Yugoslavia, tahun 1993 (The International
Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia). Dilatarbelakangi oleh
kekerasan etnis dalam konflik Balkan.
4) Pengadilan Rwanda, tahun 1995 (The International Criminal Tribunal
for Rwanda) atas pembantaian besar-besaran oleh suku “Hutu”
terhadap suku “Tutsi”
 Dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB
 Membuka mata dunia akan pentingnya suatu peradilan permanen
untuk mengadili kejahatan internasional (pendorong pembentuk
usulan pembentukan ICC)

5) Pembentukan International Criminal Court (ICC) melalui Konperensi


Diplomatik di Roma pada tanggal 15 – 17 Juni 1998. Peserta
Konperensi berjumlah 160 negara, 33 dari organisasi antar negara
dan koalisi dari 236 Non Governmental Organization (NGO/LSM).
Konferensi ini menghasilkan Statuta Roma (Rome Statute of the
International Criminal Court) dan ICC diresmikan pada 17 Juli
2002 berkedudukan di Den Haag.
b. Faktor Non-Hukum
 Kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat memunculkan
kejahatan baru yang berdimensi internasional seperti genosidan,
terorisme, kejahatan penerbangan, pemalsuan mata uang,
komputer dsb;
 Timbulnya kesadaran akan penghormatan dan perlindungan
atas nilai-nilai kemanusiaan universal. Kejahatan yang
menyentuh nilai-nilai kemanusiaan yang paling tinggi seperti
genosida mengundang reaksi dari masyarakat internasional.
 Kesadaran masyarakat internasional atas kebutuhan untuk
bekerja sama dalam menghadapi masalah-masalah bersama.
Kejahataan internasional yang bersifat lintas batas
membutuhkan kerjasama yang kuat dari berbagai negara untuk
mengatasinya. Telah banyak kerangka kerjasama antar-penegak
hukum antara negara seperti Interpol (persatuan polisi dunia).

Anda mungkin juga menyukai