Anda di halaman 1dari 11

Menu 

LAW COMM UNITY


meskipun dunia ini akan runtuh hukum harus ditegakan

Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Ditinjau Dari


Penerapan Yuridiksi Universal
B
BAAB
B II

P
PEEN
NDDA
AHHU
ULLU
UAAN
N

A
A.. LLaattaarrbbeellaakkaanngg M
Maassaallaahh

Pendapat bahwa dimanapun tempat tinggalnya, individu memiliki sejumlah kekuatan


dasar yang tidak dapat dicabut kekuatan politik dimanapun, berdampak secara
monumental pada dua titik dalam sejarah. Pertama dampak revolusioner pada
perempat abad terakhir, yaitu pada abad ke-18 yang mengilhami dan membenarkan
perjuangan kemerdekaan Amerika dari Inggris dan penggulingan kerajaan Perancis.

Ide kebebasan individu diatas memunculkan dua pemberontakan dengan


pemahaman politis yang lebih dari sekedar pembentukan Republik, yang menjadi
awal dari tujuannya. Dasarnya adalah dengan meletakan kemerdekaaan individu
sebagai prasyarat dari pembatasan kekuasaan Negara. Ini tidak hanya berlaku di
Amerika dan Perancis. Dalam masyarakat manapun, terjadi pembatasan melalui
tradisi atau kovenan kebudayaan dan hukum. Namun yang monumental adalah
mencantumkan hak-hak warga Negara dalam konstitusi, yaitu hak-hak yang dapat
dituntut oleh rakyat kepada pemerintahannya melalui pengadilan.

Pasca perang Dunia I, tidak pernah terpikirkan oleh para pemimpin politik bahwa
lembaga internasional dapat mendikte suatu Negara bagaimana memberlakukan
rakyatnya. Liga Bangsa-bangsa dan mahkamah Internasional tidak mempersoalkan
isu Hak Azasi Manusia sampai saat Hitler mengangapnya tidak penting. Pada titik
inilah, individu tidak memiliki hak dalam hukum Internasional. Akses terhadap
masalah yang tidak berkaitan dengan kovenan dan perjanjian antar Negara sama
sekali tertutup bagi rakyat tersebut.

Halocaust atau pembantaian bangsa Yahudi di Eropa pada saat Hitler berkuasa
adalah kenyataan yang mengubah semuanya. Dengan Halocaust, tujuan perang
sekutu menjadi terfokus dan diikuti dengan tuntutan dan digelarnya pengadilan
internasional yaitu pengadilan Nuremberg untuk menghukum tokoh-tokoh Nazi atas
kebiadaban mereka terhadap bangsa Yahudi. Untuk pertama kalinya, hukuman
tersebut disebutkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against
humanity) yang didefinisikan dalam pasal 6 (c) piagam Nuremberg (Nuremberg
Charter) adalah alat Negara yang mengesahkan siksaan atau pembunuhan massal
(Genocide) atas rakyat mereka sendiri, yang harus dipertanggung jawabkan secara
kriminal dalam hukum internasional dan dapat dikenakan hukuman oleh pengadilan
maupun yang dapat menangkap mereka.

Untuk pertama kalinya juga individu memiliki hak untuk setidaknya diperlakukan
dengan hormat oleh pemerintahannya. Dengan hak tersebut, maka menjadi
tanggung jawab pemerintahan lain pula untuk mengadili para pelanggar hak asasi
manusia yang jatuh ketangan mereka, atau dengan menyelenggarakan pengadilan
internasional untuk menghukum mereka. Hal ini merupakan warisan legal dari
pengadilan Nuremberg, yang didukung oleh sistem PBB yang menjanjikan dukungan
institusional bagi deklarasi umum hak asasi manusia yang telah disetujui oleh
majelis umum PBB.

Titik terbesar ke dua dalam sejarah HAM adalah proses pembentukannya yang
dapat berasal dari hukum domestik dan konstotusi beberapa Negara untuk menjadi
sistem universal yang menyediakan perlindungan minimum bagi siapa saja dan
dimana saja, akan tetapi hal ini tidak bertahan lama yaitu karena adanya perang
dingin antara blok-blok Negara yang berseteru. Amnesti Internasional sering kali
tidak berfungsi sebagaimana mestinya terhadap korban kejahatan terhadap
kemanusiaan, sedangan pelanggaran tidak pernah kunjung berhenti melawan
hak-hak kemerdekaan sipil dibanyak Negara di dunia.

Akhirnya pada tanggal 30 Juli 1998 di Roma, 120 Negara menyatakan mendukung
statute yang menciptakan pengadilan Internasional untuk menghukum mereka yang
bersalah karena pelanggaran terburuk atas kemerdekaan fundamental dimanapun
kekerasan itu terjadi.

B
B.. IIddeennttiiffiikkaassii M
Maassaallaahh

Berdasarkan apa yang telah terpaparkan diatas timbul permasalahan yaitu


mengenai bagaimana kejahatan terhadap manusia ditinjau dari penerapan yurisdiksi
universal ?

B
BAAB
B IIII

T
TIIN
NJJA
AUUA
ANNT
TEEO
ORRIIT
TIIS
S

Menurut Bassiouni, hukum pidana Internasional adalah suatu hasil pertemuan


pemikiran dua disiplin hukum yang telah muncul dan berkembang secara berbeda
serta saling melengkapi dan mengisi. Kedua disiplin hukum ini adalah aspek-aspek
hukum pidana dari hukum pidana Internasional dan aspek-aspek internasional dari
hukum pidana.

Sedangkan Schwarzenberger tidak memberikan definisi melainkan 6 pengertian


tentang hukum pidana Internasional sebagai berikut :

1) Hukum pidana internasional dalam arti lingkup teritorial hukum pidana nasioanal
yang memiliki lingkp kejahatan-kejahatan yang melanggar kepentingan masyarakat
Internasional, akan tetapi kewenangan melaksanakan penangkapan, penahanan
dan peradilan atas pelaku-pelakunya diserahkan kepada Yurisdiksi criminal Negara
yang berkepentingan dalam batas-batas teritorial Negara tersebut.

2) Hukum pidana internasional dalam arti aspek Internasional yang ditetapkan


sebagai ketentuan dalam hukum pidana Nasional menyangkut kejadian-kejadian
dimana suatu Negara yang terikat pada hukum Intrernasional berkewajiban
memperhatikan sanksi-sanksi atas tindakan perorangan sebagaimana ditetapkan
didalam hukum pidana Nasionalnya.

3) Hukum Pidana Internasional dalam arti kewenangan Internasional yang terdapat


didalam hukum Pidana Nasional yaitu : Ketentuan-ketebntuan didalam hukum
Internasional yang memberikan kewenangan atas Negara Nasional untuk
mengambil tindakan atas tindak pidana tertentu dalam batas Yurisdiksi kriminilnya
dan memberikan kewenangan pula kepada Negara nasional untuk menerepkan
yurisdiksi mkriminil diluar batas teritorialnya terhadap tindak pidana tertentu, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan didalam hukum Internasional.

4) Hukum pidana Internasional dalam arti ketentuan hukum pidana Nasional yang
diakui sebagai hukum yang patut dalam kehidupan masyarakat bangsa yang
bweradab adalah ketentuan-ketentuan didalam hukum pidana Nasional yang
dianggap sesuai atau sejalan dengan tuntutan kepentingan masyarakat
Internasional.

5) Hukum pidana Internasional dalam arti hukum kerjasama Internasional dalam


mekanisme administrasi peradilan pidana Nasional adalah semua aktifitas atau
kegiatan penegakan hukum pidana Nasional yang memerlukan kerja sama antar
Negara, baik yang bersifat bilateral maupun multilateral.

6) Hukum pidana Internasional dalam arti kata mareriil merupakan objek


pembahasan dari hukum pidana Internasional yang telah ditetapkan oleh PBB
sebagai kejahatan Internasional dan merupakan pelanggaran atas de iure gentium,
seperti piracy, agresi, kejahatan perang, genocide, dan lalu lintas illegal
perdagangan narkotika.

Mengenai bentuk daripada prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur


hukum pidana internasional dapat dikemukakan sebagai berikut :

1) Berbentuk prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum Internasional umum atau


universal, baik yang sudah dirumuskan dalam bentruk tertulis seperti dalam
konvensi-konvensi Internasional umum, baik yang sudah berlaku secara sah,
maupun yang masih belum berlaku yang berbentuk hukum yang tidak tertulis atau
kebiasaan Internasional

2) Berbentuk konvensi-konvensi Internasional umum yang memang dengan


sengaja di buat dan dirancang untuk nmenetapkan prilaku kiminal tertentu sebagai
suatu yang harus dicegah, di berantas dan dihapuskan.

3) Berbentuk peraturan perundang-undangan Nasional dari Negara-negara yang


memang sudah mengatur di dalam hukum pidanannya masing-masing atas suatu
perilaku tertentu.

4) Berberntuk keputusan-keputusan badan-badan peradilan internasional.

Jenis-jenis tindak pidana Internasional menurut Bassiouni adalah sebagai berijkut :

- Agression.

- War crimes.

- Unlawfull use of weapons.

- Crime against humanity.

- Genocide.

- Racial Discrimination and apartheid.

- Slyvery and related crimes.

- Torture.

- Unlawfull human Experimentation.

- Piracy.

- Aircraft highjacking

- Threat and use of force against internationally protected person

- Taking of civilan hostages

- Drug offences

- International traffic in obscene publication

- Destruction and\or theft of national treasures

- Environmental protection

- Theft of nuclear materials

- Unlawfull use of the mails

- Interference of the submarine cables

- Falsification and counterfeiting

- Bribery of foreign public officials

Sedangkan Dautricourt di dalam karya tulisnya : ”the concept of international criminal


jurisdiction-definition and limitation of the subject”menyebutkan beberapa
international crime sebagai berikut :

1). Terrorism.

2). Slavery.
3). The slave trade (perdagangan budak).

4). Traffic in women and children (perdangangan wanita dan anak).

5). Traffic in narcotic drugs (perdagangan illegal narkotika).

6). Traffic in pornographic (peredaran publikasi pornografi)

7). Piracy ( pembajakan di laut).

8). Areal highjacking (Pembajakan di udara)

9). Counterfeiting ( Pemalsuan mata uang.

10). The destruction of submarine cables (pengrusakan kabel-kabel di bawah laut).

Jumlah dan jenis tindak pidana Internasional yang berasal dari konvensi
Internasional sejak tahun 1812 – 1978 ada 20 tindak pidana Internasional :

1). Agression : adalah penggunaan kekerasan dan senjata oelh satu Negara
terhadap kedaulatan integritas wilayah dan kemerdekaan politik dari Negara lain
atau dengan cara yang tidak konsisten dengan piagam PBB.

2). War Crimes : Kejahatan perang.

3). Unlawfull Use of Weapons : Penggunaan senjata secara tidak sah. Misalnya :
dilarang menempatkan senjata Nuklir di dasar laut bebas, di zona antartika,
diangkasa luar ( termasuk planet-planet lainnya).

4). Genociden : Kejahatan terhadap kemanusiaan didalam keadaan perang. Sejak


Nuremberg trial hanya ada satu kasus penuntutan atas kejahatan terhadap
kemanusiaan dan Genocide, yaitu terhadap Adolf Eyckman (tahun 1961) orang
Israel yangb melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan untuk memusnahkan
bangsa Yahudi. Kemudian Ia melarikan diri keluar negri dan ditangkap oleh agen
Israel di perbatasan Amerika Latin.

5). Crimes against humanity : kejahatan terhadap kemanusiaan. Istilah ini diambil
dari Nuremberg trial pada tahun 1945 dan meliputi pula kejahatan pembunuhan,
penghabisan (Eksterminasi) pembudakan, deportasi dan tindakan-tindakan lain yang
tidak manusiawi yang dilakukan terhadap penduduk sipil.

6). Apartheid : diskriminasi ras (perbedaan warna kulit secara mencolok).

7). Slavery and related crimes : perbudakan dan kejahatan yang berhubungan
dengan pembudakan. Sebetulnya pembudakan telah dilarang oleh hukum
Internasional sejak Koncvensi Wina tahun 1815.

8). Torture (As A War Crimes) : penganiayaan selama peperangan. Konvensi


penganiayaan pada tahun 1978 (Draft conduct convention) mengartikan kejahatan
penganiayaan sebagai perbuatan yang menimbulkan derita parah. Apakah itu
bersifat mental atau atas anjuran seseorang pejabat public atau untuk mana pejabat
public itu bertanggung jawab.

9). Unlawfull Human Experimentation: Ekperimen secara medis secara melawan


hukum atau tidak sah yang dilakukan semasa perang (kejahatan perang).

10). Piracy : pembajakan dilaut.

11). Crimes relation to international air communication : Kejahatan yang berkaitan


dengan komunikasi udara Internasional.

12). Treat and use of force against internationally protected person : ancaman dan
penggunaan kekerasan terhadap orang-orang yang dilindungi secara Internasional.
Merupakan prinsip yang paling kuat dalam hukum kebiasaan internasional, yaitu
prinsip bahwa tertentu (biasanya diplomat) diberikan pelindung dan kekebalan dalam
pemenuhan tugasnya.

13). Taking of civilian hostages : Tindakan penyanderaan terhadap orang-orang


sipil.

14). Unlawfull use of the mails : penggunaan surat secara tidak sah atau melawan
hujkum.

15). Drugs offences : penyalahgunaan narkotika.

16). Falsification an counterfeiting : pemalsuan dan memperbanyak mata uang.


Kejahatan ini dilarang dalam konvensi Internasional mengenai pemalsuan tahun
1929. Menurut konvensi ini : “ mengharuskan mengekstradisi pelaku “. ( asas
Universalitas) .

17). Theft of nation and archeologocal treasurest (in time of war) : Pencurian
kekayaan nasional dan peninggalan sejarah (sewaktu perang).

18). Bribery of foreign public officials : Penyuapan terhadap pejabat publik Negara
asing. Kejahatan ini melibatkan pemberian uang atau hadiah lain kepada pejabat
public dari Negara lain dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan dari orang
itu secara melanggar kewajiban yang sah.

19). Interference with submarine cables : pengangguan kabel bawah laut. Karena
hubungan antar Negara melalui teknologi canggih, biasa dilakukan hanya dengan
menghubungkan melalui kabel atau pipa atau tabung yang diletakan dibawah laut.

20). International traffic in obscene pubications : Lalu lintas internasional dalam


publikasi yang tidak semestinya, meliputi : Tindakan Penyiapan, pengobatan,
pemilikan, pengangkutan dan peredaran bahan-bahan yang tidak semesinya
(usang) diantara dua Negara untuk penggunaan personal. Namun seharusnya harus
dicatat bahwa kejahatan ini sering dilakukan karena terjadinya perubahan dalam
sikap di masyarakat dan kesukaran dalam pelaksanaan yang timbul dari masalah
kebebasan dalam mengemukanan atau mengeluarkan pendapat.

Perbedaan jenis tindak pidana Internasional yang dikemukankan dalam Konvensi


Internasional dan yang dikemukakan oleh Bassiouni ( 22 jenis tindak pidana
Internasional) adalah dalam hal : Environmental Protetion dan theft of Nuclear
Mterials.

B
BAAB
B IIIIII
P
PEEN
NDDA
APPA
ATTH
HUUK
KUUM
M

Kejahatan terhadap kemanusiaan hanya dapat dicegah jika calon pelakunya yaitu
pemimpin politik, komandan lapangan atau prajurit dan polisi diberi kesempatan
untuk merenungkan bahwa tidak ada tempat satupun yang dapat digunakan untuk
bersembunyi. Sebab suatu hari disuatu tempat nanti, keadilan hukum akan
membawanya untuk diadili.

Prospek tersebut realistis bila ada pengadilan kejahatan Internasional yang


mengetahui tindakan kejahatannya, atau ada peraturan yang mengijinkan hukuman
atas pelakunya oleh pengadilan Negara-negara lainnya yang juga memiliki yurisdiksi
untuk membawa pelaku ke hadapan pengadilan

Pertimbangan praktis inilah yang membuat yurisdiksi universal sebagai atribut paling
penting dalam kejahatan kemanusiaan. Dasar pemikirannya, akibat kejahatan itu
begitu serius, maka pengadilan manapun, dimanapun, diberi kekuasaan oleh hukum
Internasional untuk mengadili dan menguhukum tindakan itu, tanpa mempedulikan
tempat atau kebangsaan pelaku atau para korban. Dengan kata lain, dimanapun
sipelaku kejahatan ditemukan, yurisdiksi akan selalu mengikutinya, mengingat ia
telah dituduh telah melakukan kejahatan yang sangat besar.

Yurisdiksi universal sudah pasti dikenal dalam hukum kebiasaan Internasional yang
merupakan dasar bagi proses peradilan domestic untuk bajak laut dan pedangan
budak. Juga termasuk yurisdiksi universal untuk para pembajak pesawat terbang,
penyanderaan dan terorisme Internasional lainnya. Hal itu secara parsial diambil dari
perjanjian Internasional yang mewajibkan pelaku kejahatan yang ditemukan dalam
wilayah mereka atau Negara lainnya atau mengekstradisikan pelaku ke Negara yang
akan mengadili. Namun, ini semua tindakan kejahatan yang terjadi diluar batas
Negara atau dilaut bebas atau di udara lepas, tanpa ada yang menjadi pemilik
kedaulatan atasnya. Dengan demikian, yurisdiksi universal tidak hanya muncul
karena hanya ada kejahatan kemanusiaan, tetapi semata-mata karena berdasarkan
hukum domestic dimanapun hal itu merupakan tindakan kejahatan, hanya tindakan
itu bisa lepas dari hukuman.

Kasus yang menjadi dasar hukum universal atas kejahatan kemanusiaan


merupakan preseden yang dalam beberapa hal menyedihkan. Kekuasaan untuk
membawa para pelaku ke pengadilan digambarkan dalam frase yurisdiksi universal,
dimana Negara-negara mempunyai kekuasaan secara sendiri-sendiri maupun
kolektif berdasarkan yurisdiksi tersebut, meskipun mereka tidak memiliki hubungan
dengan tempat kejahatan itu dilakukan atau dengan pelaku atau dengan korban.
Yurisdiksi atas kejahatan biasa tergantung pada hubungan, yang umumnya terjadi
dalam suatu wilayah Negara, antara Negara yang menyelenggarakan pengadilan
dengan kejahatan itu sendiri. Tetapi dalam kasus kejahatan kemanusiaan, hubungan
tersebut dapat ditemukan dalam fakta sederhana yang menyatakan bahwa kita
semua adalah umat manusia.

Yurisdiksi universal di Negara maupun akan berlangsung dibawah pengadilan local


yang memberi kuasa sebuah pengadilan untuk menyelenggarakannya. Pengadilan
Internasional memerlukan sebuah piagam atau statute yang akan diikuti oleh
Negara-negara yang membuatnya, baik secara kolektif maupun melalui PBB
sebagai organ tambahan dari Dewan Keamanan PBB. Dapat pula dilakukan secara
khusus melalui perjanjian Internasional seperti piagam Nuremberg atau statute
Roma mengenai pengadilan pidana Internasional.

Konsep yurisdiksi Internasional untuk kejahatan kemanusiaan adalah solusi yang


ditawarkan oleh hukum Internasional atas tontonan pembebasan hukuman
(impunity) dari para tirani dan penyiksa yang melindungi diri dan imunitas domestic,
amnesty dan pemberian maaf. Mereka dapat bersembunyi tetapi di dalam dunia
yang memiliki yurisdiksi universal terhadap kejahatan yang bersangkutan, mereka
tidak dapat lari. Meskipun demikian, prinsip yurisdiksi universal merupakan
satu-satunya jalan untuk meminjam para tersangka tidak memperoleh tempat
persembunyian. Pilihannya adalah mengekstradisi atau menghukum pelaku.

Alasan kejahatan terhadap kemanusiaan tidak seperti kejahatan biasa, menarik


yurisdiksi universal sekalipun tidak ada perjanjian-perjanjian Internasional tidak
terletak pada beratnya kejahatan tersebut, karena pembunuhan berantai psikopatik
dapat lebih kejam daripada penyiksaan yang biasa dilakukan oleh polisi. Yang
membedakan kejahatan kemanusiaan, baik dalam skala kekejian maupun
kebutuhan akan langkah-langkah pencegahan semata-mata karena kejahatan itu
tidak dapat dimaafkan yang dilakukan oleh sebuah pemerintahan atau setidaknya
sebuah oerganisasi yang melaksanakan kekuasaan politik yang menjadi masalah
bukan otak penyiksa, akan tetapi fakta bahwa individu yang bersangkutan
merupakan bagian dari aparat Negara yang membuat kejahatan tersebut menjadi
begitu mengerikan dan meletakanya pada dimensi yang lain dari kriminalitas umum.
Faktor ini pula menjelaskan mengapa tanggung jawab individu dan yurisdiksi
universal merupkan elemen-elemen yang diperlukan jika penyangkalan atas
kejahatan tersebut hendak dicapai.

B
BAAB
B IIV
V

K
KEES
SIIM
MPPU
ULLA
ANN

Berdasarkan hal-hal sebagaimana yang telah diuraikan dalam pembahasan diatas,


dapat disimpulkan bahwa tidak mudah untuk mengadili mauun menghukum pelaku
kejahatan terhadap kemanusiaan ataupun yang berkaitan dengan nilai-nilai
kemunusiaan, baik oleh badan peradilan (Pidana) Nasional maupun badan peradilan
pidana Internasional, meskipun masyarakat Internasional sepakat bahwa kejahatan
terhadap kemanusiaan semacam itu diberlakukan yurisdiksi universal.

Kendala-kendala yang timbul dalam proses peradilannya terletak pada faktor


kedaulatan Negara yang termenipestasikan pada ada atau kemauan politik (political
will), baik untuk mengadili sendiri pelakunya, mengekstradisikannya kepada Negara
lain yang memintanya, ataupun menyerahkan proses peradilannya kepada badan
peradilan pidana Internasional (Internasional Criminal Court).

Disamping itu, dimensi politik dari kejahatan kemanusiaan juga sangat besar
pengruhnya terhadap kelancaran dalam proses penerapan hukumnya, meskipun
terhadap kejahatan kemanusiaan diberlakukan yurisdiksi universal. Negara-negara
yang didalam wilayahnya dituduh telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan
sangat berat untuk menerima proses penyelidikan oleh suatu badan atau komisi
internasional untuk menyelidiknya apalagi jika terbukti dan kemudian diteruskan
dengan menbentuk badan peradilan pidana Internasional ad hoc untuk mengadili
pelakunya yang tidak lain dari warga negaranya sendiri, apalagi apabila pelakunya
adalah merupakan bagian dari kelompok atau pemerintah yang sedang berkuasa.

Konsep yurisdiksi universal untuk kejahatan kemanusiaan adalah solusi yang


ditawarkan oleh hukum internasional atas tontonan permbebasan hukuman
(impunity) dari para tirani dan penyiksa yang melindungi diri dengan imunitas
domestik, amnesty dan pemberian maaf. Mereka dapat bersembunyi tetapi didalam
dunia yang memiliki yurisdiksi universal terhadap kejahatan yang bersangkutan,
mereka tidak dapat lari. Meskipun demikian, prinsip yurisdiksi universal merupaka
satu-satunya jalan untuk menjamin para tersangka tidak memperoleh tempat
persembunyian. Pilihannya adalah mengekstradisikan atau menghukum pelaku.

 Like
Be the first to like this.

Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *

Name

*
Email

*
Website

Comment

Post Comment
Notify me of follow-up comments via email.

To p R a t e d

Blog Stats

1,000,720 hits

A RT IK E L

ABOUT
KULIAH HUKUM
Delik-delik Khusus
Filsafat Hukum
Hukum Agraria
Hukum Humaniter
Hukum Internasional
Hukum Penitensier
Hukum Perdata
Hukum Perijinan
Hukum Perikatan
Hukum Perpajakan
Hukum Perusahaan
Hukum Pidana
Hukum Pidana Internasional
Metode Penulisan Hukum
Penemuan Hukum
Perbandingan Hukum Pidana
Sosiologi Hukum
Yurisprudensi Hukum Pidana
MAKALAH HUKUM
Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Indonesia
Analisis Hukum Terhadap Kasus Sengketa Tanah Proyek Pemukiman TNI-AL Di Pasuruan
Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria
Arbitrase dan Arbiter
Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan
Eksistensi Pengadilan Niaga dan Perkembangannya Dalam Era Globalisasi
Etika dan Tanggungjawab Profesi Hukum
Hak Asasi Tersangka Untuk Mendapat Bantuan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Hubungan Kausalitas Antara Politik dan Hukum Di Indonesia
Hukum Pengangkutan
Kedudukan dan Fungsi Hakim Ad Hock Dalam Pengadilan Niaga
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Ditinjau Dari Penerapan Yuridiksi Universal
Komentar dan Dasar Hukum Mengenai Pengadilan Hak Azasi Manusia, Pengadilan Ad Hock
serta Konseliasi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Korelasi Hukum Nasional dan Internasional
Lisensi Sebagai Salah Satu Mekanisme Alih Teknologi
Malpraktek dan Pertanggungjawaban Hukumnya
Merek (Suatu Pengantar)
Pandangan Hukum Islam Terhadap Harta dan Ekonomi
Paten (Suatu Pengantar)
Pengadilan Niaga Sebagai Penyelesai Sengketa Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
Pengantar Hukum Pidana Internasional
Penjabaran Hak Azasi Manusia Dalam UUD 1945
Penyelewengan Prinsip-Prinsip Hukum
Peranan Asuransi Dalam Tanggungjawab Pengangkutan Udara Domestik Atas Terjadinya
Kecelakaan
Perbuatan Melawan Hukum
Perlindungan Hukum Terhadap Pemanfaatan Merek Terkenal
Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi
Rahasia Dagang dan Kaitannya Dengan Undang-Undnag Nomor 4 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Sejarah Peradilan Militer Di Indonesia
Tindak Pidana Perbankan dan Pertanggungjawabannya
Tinjauan Hukum Mengenai Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Jual-Beli Melalui
Internet (E-Commerce) Dihubungkan Dengan Buku III KUHPerdata
Tinjauan Mengenai Gugatan Class Actions dan Legal Standing Di Peradilan Tata Usaha
Negara
Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia
Upaya Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Jual-Beli Barang
Yustisiabel dan Yurisdiksi Peradilan Militer Serta Perubahan Paradigma Dalam Sistem
Peradilan Militer Menuju Keterbukaan
OPINI dan DISKUSI
Antara Cinta dan Kekuasaan
Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat
Wajah Hukum Indonesia

View Full Site

N
Noow
wAAvvaaiillaabbllee!! Download WordPress for Android

Blog at WordPress.com.

Anda mungkin juga menyukai