P
PEEN
NDDA
AHHU
ULLU
UAAN
N
A
A.. LLaattaarrbbeellaakkaanngg M
Maassaallaahh
Pasca perang Dunia I, tidak pernah terpikirkan oleh para pemimpin politik bahwa
lembaga internasional dapat mendikte suatu Negara bagaimana memberlakukan
rakyatnya. Liga Bangsa-bangsa dan mahkamah Internasional tidak mempersoalkan
isu Hak Azasi Manusia sampai saat Hitler mengangapnya tidak penting. Pada titik
inilah, individu tidak memiliki hak dalam hukum Internasional. Akses terhadap
masalah yang tidak berkaitan dengan kovenan dan perjanjian antar Negara sama
sekali tertutup bagi rakyat tersebut.
Halocaust atau pembantaian bangsa Yahudi di Eropa pada saat Hitler berkuasa
adalah kenyataan yang mengubah semuanya. Dengan Halocaust, tujuan perang
sekutu menjadi terfokus dan diikuti dengan tuntutan dan digelarnya pengadilan
internasional yaitu pengadilan Nuremberg untuk menghukum tokoh-tokoh Nazi atas
kebiadaban mereka terhadap bangsa Yahudi. Untuk pertama kalinya, hukuman
tersebut disebutkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against
humanity) yang didefinisikan dalam pasal 6 (c) piagam Nuremberg (Nuremberg
Charter) adalah alat Negara yang mengesahkan siksaan atau pembunuhan massal
(Genocide) atas rakyat mereka sendiri, yang harus dipertanggung jawabkan secara
kriminal dalam hukum internasional dan dapat dikenakan hukuman oleh pengadilan
maupun yang dapat menangkap mereka.
Untuk pertama kalinya juga individu memiliki hak untuk setidaknya diperlakukan
dengan hormat oleh pemerintahannya. Dengan hak tersebut, maka menjadi
tanggung jawab pemerintahan lain pula untuk mengadili para pelanggar hak asasi
manusia yang jatuh ketangan mereka, atau dengan menyelenggarakan pengadilan
internasional untuk menghukum mereka. Hal ini merupakan warisan legal dari
pengadilan Nuremberg, yang didukung oleh sistem PBB yang menjanjikan dukungan
institusional bagi deklarasi umum hak asasi manusia yang telah disetujui oleh
majelis umum PBB.
Titik terbesar ke dua dalam sejarah HAM adalah proses pembentukannya yang
dapat berasal dari hukum domestik dan konstotusi beberapa Negara untuk menjadi
sistem universal yang menyediakan perlindungan minimum bagi siapa saja dan
dimana saja, akan tetapi hal ini tidak bertahan lama yaitu karena adanya perang
dingin antara blok-blok Negara yang berseteru. Amnesti Internasional sering kali
tidak berfungsi sebagaimana mestinya terhadap korban kejahatan terhadap
kemanusiaan, sedangan pelanggaran tidak pernah kunjung berhenti melawan
hak-hak kemerdekaan sipil dibanyak Negara di dunia.
Akhirnya pada tanggal 30 Juli 1998 di Roma, 120 Negara menyatakan mendukung
statute yang menciptakan pengadilan Internasional untuk menghukum mereka yang
bersalah karena pelanggaran terburuk atas kemerdekaan fundamental dimanapun
kekerasan itu terjadi.
B
B.. IIddeennttiiffiikkaassii M
Maassaallaahh
B
BAAB
B IIII
T
TIIN
NJJA
AUUA
ANNT
TEEO
ORRIIT
TIIS
S
1) Hukum pidana internasional dalam arti lingkup teritorial hukum pidana nasioanal
yang memiliki lingkp kejahatan-kejahatan yang melanggar kepentingan masyarakat
Internasional, akan tetapi kewenangan melaksanakan penangkapan, penahanan
dan peradilan atas pelaku-pelakunya diserahkan kepada Yurisdiksi criminal Negara
yang berkepentingan dalam batas-batas teritorial Negara tersebut.
4) Hukum pidana Internasional dalam arti ketentuan hukum pidana Nasional yang
diakui sebagai hukum yang patut dalam kehidupan masyarakat bangsa yang
bweradab adalah ketentuan-ketentuan didalam hukum pidana Nasional yang
dianggap sesuai atau sejalan dengan tuntutan kepentingan masyarakat
Internasional.
- Agression.
- War crimes.
- Genocide.
- Torture.
- Piracy.
- Aircraft highjacking
- Drug offences
- Environmental protection
1). Terrorism.
2). Slavery.
3). The slave trade (perdagangan budak).
Jumlah dan jenis tindak pidana Internasional yang berasal dari konvensi
Internasional sejak tahun 1812 – 1978 ada 20 tindak pidana Internasional :
1). Agression : adalah penggunaan kekerasan dan senjata oelh satu Negara
terhadap kedaulatan integritas wilayah dan kemerdekaan politik dari Negara lain
atau dengan cara yang tidak konsisten dengan piagam PBB.
3). Unlawfull Use of Weapons : Penggunaan senjata secara tidak sah. Misalnya :
dilarang menempatkan senjata Nuklir di dasar laut bebas, di zona antartika,
diangkasa luar ( termasuk planet-planet lainnya).
5). Crimes against humanity : kejahatan terhadap kemanusiaan. Istilah ini diambil
dari Nuremberg trial pada tahun 1945 dan meliputi pula kejahatan pembunuhan,
penghabisan (Eksterminasi) pembudakan, deportasi dan tindakan-tindakan lain yang
tidak manusiawi yang dilakukan terhadap penduduk sipil.
7). Slavery and related crimes : perbudakan dan kejahatan yang berhubungan
dengan pembudakan. Sebetulnya pembudakan telah dilarang oleh hukum
Internasional sejak Koncvensi Wina tahun 1815.
12). Treat and use of force against internationally protected person : ancaman dan
penggunaan kekerasan terhadap orang-orang yang dilindungi secara Internasional.
Merupakan prinsip yang paling kuat dalam hukum kebiasaan internasional, yaitu
prinsip bahwa tertentu (biasanya diplomat) diberikan pelindung dan kekebalan dalam
pemenuhan tugasnya.
14). Unlawfull use of the mails : penggunaan surat secara tidak sah atau melawan
hujkum.
17). Theft of nation and archeologocal treasurest (in time of war) : Pencurian
kekayaan nasional dan peninggalan sejarah (sewaktu perang).
18). Bribery of foreign public officials : Penyuapan terhadap pejabat publik Negara
asing. Kejahatan ini melibatkan pemberian uang atau hadiah lain kepada pejabat
public dari Negara lain dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan dari orang
itu secara melanggar kewajiban yang sah.
19). Interference with submarine cables : pengangguan kabel bawah laut. Karena
hubungan antar Negara melalui teknologi canggih, biasa dilakukan hanya dengan
menghubungkan melalui kabel atau pipa atau tabung yang diletakan dibawah laut.
B
BAAB
B IIIIII
P
PEEN
NDDA
APPA
ATTH
HUUK
KUUM
M
Kejahatan terhadap kemanusiaan hanya dapat dicegah jika calon pelakunya yaitu
pemimpin politik, komandan lapangan atau prajurit dan polisi diberi kesempatan
untuk merenungkan bahwa tidak ada tempat satupun yang dapat digunakan untuk
bersembunyi. Sebab suatu hari disuatu tempat nanti, keadilan hukum akan
membawanya untuk diadili.
Pertimbangan praktis inilah yang membuat yurisdiksi universal sebagai atribut paling
penting dalam kejahatan kemanusiaan. Dasar pemikirannya, akibat kejahatan itu
begitu serius, maka pengadilan manapun, dimanapun, diberi kekuasaan oleh hukum
Internasional untuk mengadili dan menguhukum tindakan itu, tanpa mempedulikan
tempat atau kebangsaan pelaku atau para korban. Dengan kata lain, dimanapun
sipelaku kejahatan ditemukan, yurisdiksi akan selalu mengikutinya, mengingat ia
telah dituduh telah melakukan kejahatan yang sangat besar.
Yurisdiksi universal sudah pasti dikenal dalam hukum kebiasaan Internasional yang
merupakan dasar bagi proses peradilan domestic untuk bajak laut dan pedangan
budak. Juga termasuk yurisdiksi universal untuk para pembajak pesawat terbang,
penyanderaan dan terorisme Internasional lainnya. Hal itu secara parsial diambil dari
perjanjian Internasional yang mewajibkan pelaku kejahatan yang ditemukan dalam
wilayah mereka atau Negara lainnya atau mengekstradisikan pelaku ke Negara yang
akan mengadili. Namun, ini semua tindakan kejahatan yang terjadi diluar batas
Negara atau dilaut bebas atau di udara lepas, tanpa ada yang menjadi pemilik
kedaulatan atasnya. Dengan demikian, yurisdiksi universal tidak hanya muncul
karena hanya ada kejahatan kemanusiaan, tetapi semata-mata karena berdasarkan
hukum domestic dimanapun hal itu merupakan tindakan kejahatan, hanya tindakan
itu bisa lepas dari hukuman.
B
BAAB
B IIV
V
K
KEES
SIIM
MPPU
ULLA
ANN
Disamping itu, dimensi politik dari kejahatan kemanusiaan juga sangat besar
pengruhnya terhadap kelancaran dalam proses penerapan hukumnya, meskipun
terhadap kejahatan kemanusiaan diberlakukan yurisdiksi universal. Negara-negara
yang didalam wilayahnya dituduh telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan
sangat berat untuk menerima proses penyelidikan oleh suatu badan atau komisi
internasional untuk menyelidiknya apalagi jika terbukti dan kemudian diteruskan
dengan menbentuk badan peradilan pidana Internasional ad hoc untuk mengadili
pelakunya yang tidak lain dari warga negaranya sendiri, apalagi apabila pelakunya
adalah merupakan bagian dari kelompok atau pemerintah yang sedang berkuasa.
Like
Be the first to like this.
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Name
*
Email
*
Website
Comment
Post Comment
Notify me of follow-up comments via email.
To p R a t e d
Blog Stats
1,000,720 hits
A RT IK E L
ABOUT
KULIAH HUKUM
Delik-delik Khusus
Filsafat Hukum
Hukum Agraria
Hukum Humaniter
Hukum Internasional
Hukum Penitensier
Hukum Perdata
Hukum Perijinan
Hukum Perikatan
Hukum Perpajakan
Hukum Perusahaan
Hukum Pidana
Hukum Pidana Internasional
Metode Penulisan Hukum
Penemuan Hukum
Perbandingan Hukum Pidana
Sosiologi Hukum
Yurisprudensi Hukum Pidana
MAKALAH HUKUM
Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Indonesia
Analisis Hukum Terhadap Kasus Sengketa Tanah Proyek Pemukiman TNI-AL Di Pasuruan
Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria
Arbitrase dan Arbiter
Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan
Eksistensi Pengadilan Niaga dan Perkembangannya Dalam Era Globalisasi
Etika dan Tanggungjawab Profesi Hukum
Hak Asasi Tersangka Untuk Mendapat Bantuan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana
Hubungan Kausalitas Antara Politik dan Hukum Di Indonesia
Hukum Pengangkutan
Kedudukan dan Fungsi Hakim Ad Hock Dalam Pengadilan Niaga
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Ditinjau Dari Penerapan Yuridiksi Universal
Komentar dan Dasar Hukum Mengenai Pengadilan Hak Azasi Manusia, Pengadilan Ad Hock
serta Konseliasi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Korelasi Hukum Nasional dan Internasional
Lisensi Sebagai Salah Satu Mekanisme Alih Teknologi
Malpraktek dan Pertanggungjawaban Hukumnya
Merek (Suatu Pengantar)
Pandangan Hukum Islam Terhadap Harta dan Ekonomi
Paten (Suatu Pengantar)
Pengadilan Niaga Sebagai Penyelesai Sengketa Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
Pengantar Hukum Pidana Internasional
Penjabaran Hak Azasi Manusia Dalam UUD 1945
Penyelewengan Prinsip-Prinsip Hukum
Peranan Asuransi Dalam Tanggungjawab Pengangkutan Udara Domestik Atas Terjadinya
Kecelakaan
Perbuatan Melawan Hukum
Perlindungan Hukum Terhadap Pemanfaatan Merek Terkenal
Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi
Rahasia Dagang dan Kaitannya Dengan Undang-Undnag Nomor 4 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Sejarah Peradilan Militer Di Indonesia
Tindak Pidana Perbankan dan Pertanggungjawabannya
Tinjauan Hukum Mengenai Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Jual-Beli Melalui
Internet (E-Commerce) Dihubungkan Dengan Buku III KUHPerdata
Tinjauan Mengenai Gugatan Class Actions dan Legal Standing Di Peradilan Tata Usaha
Negara
Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia
Upaya Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Jual-Beli Barang
Yustisiabel dan Yurisdiksi Peradilan Militer Serta Perubahan Paradigma Dalam Sistem
Peradilan Militer Menuju Keterbukaan
OPINI dan DISKUSI
Antara Cinta dan Kekuasaan
Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat
Wajah Hukum Indonesia
N
Noow
wAAvvaaiillaabbllee!! Download WordPress for Android
Blog at WordPress.com.