Anda di halaman 1dari 8

A.

    Kejahatan Korporasi


1.      Pengertian Kejahatan Korporasi
Kejahatan diartikan sebagai suatu perbuataan yang oleh masyarakat
dipandang sebagai kegiatan yang tercela, dan terhadap pelakunya dikenakan
hukuman (pidana). Sedangkan korporasi adalah suatu badan hukum yang
diciptakan oleh hukum itu sendiri dan mempunyai hak dan kewajiban. Jadi,
kejahatan korporasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh badan hukum yang
dapat dikenakan sanksi. Dalam literature sering dikatakan bahwa kejahatan
korporasi ini merupakan salah satu bentuk White Collar Crime.Dalam arti luas
kejahatn korporasi ini sering rancu dengan tindak pidana okupasi, sebab
kombinasi antara keduanya sering terjadi.
Menurut Marshaal B. Clinard dan Peter C Yeager sebagaimana dikutip
oleh Setiyono dikatakan bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh korporasi
yang bias diberi hukuman oleh Negara, entah di bawah hukum administrasi
Negara, hokum perdata maupun hukum pidana.
Menurut Marshaal B. Clinard kejahatan korporasi adalah merupakan
kejahatan kerah putih namun ia tampil dalam bentuk yang lebih spesifik. Ia
lebih mendekati kedalam bentuk kejahatan terorganisir dalam konteks
hubungan yang lebih kompleks dan mendalam antara seorang pimpinan
eksekutif, manager dalam suatu tangan. Ia juga dapat berbentuk korporasi
yang merupakan perusahaan keluarga, namun semuanya masih dalam
rangkain bentuk kejahatan kerah putih.
Menurut Sutherland kejahatan kerah putih adalah sebuah perilaku
keriminal atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dari
kelompok yang memiliki keadaan sosio- ekonomi yang tinggi dan dilakukan
berkaitan dengan aktifitas pekerjaannya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kejahatan korporasi
pada umumnya dilakukan oleh orang dengan status social yang tinggi dengan
memanfaatkan kesempatan dan jabatan tertentu yang dimilikinya. Dengan
kadar keahlian yang tinggi dibidang bisnis untuk mendapatkan keuntungan
dibidang ekonomi.
2.      Karakteristik Kejahatan Korporasi
Salah satu hal yang membedakan antara kejahatan korporasi dengan
kejahatan konvensional atau tradisional pada umumnya terletak pada
karakteristik yang melekat pada kejahatan korporasi itu sendiri, antara lain :
1.      Kejahatan tersebut sulit terlihat ( Low visibility ), karena biasanya tertutup
oleh kegiatan pekerjaan yang rutin dan normal, melibatkan keahlian
professional dan system organisasi yang kompleks.
2.      Kejahatan tersebut sangat kompleks ( complexity ) karena selalu berkaitan
dengan kebohongan, penipuan, dan pencurian serta sering kali berkaitan
dengan sebuah ilmiah, tekhnologi, financial, legal, terorganisasikan, dan
melibatkan banyak orang serta berjalan bertahun – tahun.
3.      Terjadinya penyebaran tanggung jawab ( diffusion of responsibility ) yang
semakin luas akibat kompleksitas organisasi.
4.      Penyebaran korban yang sangat luas (diffusion of victimization ) seperti
polusi dan penipuan.
5.      Hambatan dalam pendeteksian dan penuntutan ( detection and prosecution )
sebagai akibat profesionalisme yang tidak seimbang antara aparat penegak
hukum dengan pelaku kejahatan.
6.      Peraturan yang tidak jelas (ambiguitas law ) yang sering menimbulkan
kerugian dalam penegakan hukum.
7.      Sikap mendua status pelaku tindak pidana. Harus diakui bahwa pelaku tindak
pidana pada umumnya tidak melanggar peraturan perundang – undangan
tetapi memang perbuatan tersebut illegal.

B.     Sebab-sebab Adanya Kejahatan Korporasi


Keinginan korporasi untuk terus meningkatkan keuntungan yang
diperolehnya mengakibatkan terjadinya tindakan pelanggaran hukum.
Korporasi, sebagai suatu badan hukum, memiliki kekuasaan yang besar dalam
menjalankan aktivitasnya sehingga sering melakukan aktivitas yang
bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, bahkan selalu
merugikan berbagai pihak. Walaupun demikian, banyak korporasi yang lolos
dari kejaran hokum sehingga tindakan kejahatan korporasi semakin meluas
dan tidak dapat dikendalikan. Dengan mudahnya korporasi menghilangkan
bukti-bukti atas segala kejahatannya terhadap masyarakat. Sementara itu,
tuntutan hukum terhadap perilaku buruk korporasi tersebut selalu terabaikan
karena tidak ada ketegasan dalam menghadapi masalah ini.
Pemerintah dan aparat hukum harus mengambil tindakan yang
tegas mengenai kejahatan korporasi karena baik disengaja maupun tidak,
kejahatan korporasi selalu memberikan dampak yang luas bagi masyarakat
dan lingkungan, bahkan dapat mengacaukan perekonomian negara. Jika
hukuman dan sanksi yang dijatuhkan kepada korporasi tidak memiliki
keberartian, perilaku buruk korporasi dengan melakukan aktivitas yang illegal
tidak akan berubah. Korporasi diharapkan tidak lagi melarikan diri dari
tanggung jawabnya, dalam hal ini tanggung jawab pidana. Terutama, korporasi
akan dibebani oleh lebih banyak tanggung jawab moral dan sosial untuk
memperhatikan keadaan dan keamanan lingkungan kerjanya, termasuk
penduduk, budaya, dan lingkungan hidup.
Menurut Gobert dan Punch, hal paling utama untuk mencegah terjadinya
kejahatan korporasi adalah dengan adanya pengendalian diri dan tanggung
jawab sosial dan moral terhadap lingkungan dan masyarakat di mana
tanggung jawab tersebut berasal dari korporasi itu sendiri maupun individu-
individu di dalamnya.

Kejahatan korporasi yang lazimnya berbentuk dalam kejahatan kerah


putih (white-collar crime), biasanya dilakukan oleh suatu perusahaan atau
badan hukum yang bergerak dalam bidang bisnis dengan berbagai tindakan
yang melanggar hukum pidana. Berdasarkan pengalaman dari beberapa
negara maju dapat dikemukakan bahwa identifikasi kejahatan-kejahatan
korporasi dapat mencakup tindak pidana seperti pelanggaran undang-undang
anti monopoli, penipuan melalui komputer, pembayaran pajak dan cukai,
pelanggaran ketentuan harga, produksi barang yang membahayakan
kesehatan, korupsi, penyuapan, pelanggaran administrasi, perburuhan, dan
pencemaran lingkungan hidup. Kejahatan korporasi tidak hanya dilakukan
oleh satu korporasi saja, tetapi dapat dilakukan oelh dua atau lebih korporasi
secara bersama-sama. Apabila perbuatan yang dilakukan korporasi, dikaitkan
dengan peraturan perundang-undangan di bidang hukum pidana yang
merumuskan korporasi sebagai subjek tindak pidana, maka korporasi tersebut
jelas dapat dipidana. Bercermin dari bentuk-bentuk tindak pidana di bidang
ekonomi yang dilakukan oleh korporasi dalam menjalankan aktivitas bisnis,
jika dikaitkan dengan proses pembangunan, maka kita dihadapkan kepada
suatu konsekuensi meningkatnya
tindak pidana korporasi yang mengancam dan membahayakan berbagai segi
kehidupan di masyarakat. Korporasi, sebagai subjek tindak pidana, dapat
dimintai pertanggung jawaban atas tindakan pidana, jika tindakan pidana
tersebut dilakukan oleh atau untuk korporasi maka hukuman dan sanksi dapat
dijatuhkan kepada korporasi dan atau individu di dalamnya. Namun demikian
perlu diadakan indentifikasi pada individu korporasi misalnya pada direktur,
manajer dan karyawan agar tidak terjadi kesalahan dalam penjatuhan
hukuman secara individual. Tidak bekerjanya hukum dengan efektif untuk
menjerat kejahatan korporasi, selain karena keberadaan suatu korporasi
dianggap penting dalam menunjang pertumbuhan atau stabilitas
perekonomian nasional, sering kali juga disebabkan oleh perbedaan
pandangan dalam melihat kejahatan yang dilakukan oleh korporasi. Kejahatan
yang dilakukan oleh korporasi lebih dianggap merupakan kesalahan yang
hanya bersifat administratif daripada suatu kejahatan yang serius. Sebagian
besar masyarakat belum dapat memandang kejahatan korporasi sebagai
kejahatan yang nyata walaupun akibat dari kejahatan korporasi lebih
merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat dibandingkan dengan
kejahatan jalanan.
Akibat dari suatu kejahatan yang dilakukan oleh korporasi lebih
membahayakan dibandingkan dengan kejaharan yang diperbuat seseorang.
Dasar kesalahan perusahaan yang dapat diindikasikan sebagai kejahatan
korporasi, terlihat dalam kelalaian, keserampangan, kelicikan, dan
kesengajaan atas segala tindakan korporasi. Setiap suatu korporasi dimintai
pertangungjawabannya oleh aparat penegak hukum, selalu ada berbagai
tekanan baik dari korporasi maupun pemerintah yang akhirnya menghilangkan
tuntutan hukum korporasi. Aparat penegak hukum seringkali gagal dalam
mengambil tindakan tegas terhadap berbagai kejahatan yang dilakukan oleh
korporasi. Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena dampak kejahatan yang
ditimbulkan oleh korporasi sangat besar. Korbannya bisa berjumlah puluhan,
ratusan, bahkan ribuan orang.
Contohnya, terbaliknya kapal the Herald of Free Enterprise yang memakan
korban ratusan orang. Selain itu korporasi, dengan kekuatan finansial serta
para ahli yang dimiliki, dapat menghilangkan bukti-bukti kejahatan yang
dilakukan. Bahkan, dengan dana yang dimiliki, korporasi dapat pula
mempengaruhi opini serta wacana di masyarakat, sehingga seolah-olah
mereka tidak melakukan suatu kejahatan.
Salah satu penyebab utama gagalnya penuntutan dalam suatu perkara yang
terdakwanya korporasi adalah karena korporasi tersebut tidak memiliki
direktur yang bertanggung jawab atas keselamatan dan tidak memiliki
kebijakan yang jelas yang mengatur mengenai keselamatan. Kurangnya
koordinasi structural dalam sebuah organisasi dianggap sebagai penyebab
terjadinya kejahatan korporasi.
Misalnya pada kasus terbaliknya kapal the Herald of Free Enterprise.
Penyebab nyata terbaliknya kapal yang menyebabkan kematian sekitar 200
nyawa ini adalah lemahnya koordinasi di antara para pekerja sebagai akibat
tidak adanya kebijakan-kebijakan tentang keselamatan. Laporan mengenai
investigasi terbaliknya kapal tersebut menyatakan bahwa tidak ada keraguan
kesalahan sebenarnya terletak pada korporasi itu sendiri karena tidak memiliki
kebijakankebijakan mengenai keselamatan dan gagal untuk memberikan
petunjuk keselamatan yang jelas. Kasus ini terutama disebabkan oleh
kecerobohan.
Hukuman atas segala kejahatan korporasi adalah sebuah
persoalan politis. Yang terjadi dalam peristiwa politis adalah tawar-menawar
yang mencari keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negara. Dalam
hitungan hak dan kewajiban, korporasi dibolehkan menikmati hak-hak yang
sangat luas dan menciutkan kewajiban-kewajiban mereka. Kerugian akibat
kejahatan korporasi sering sulit dihitung karena akibat yang ditimbulkannya
berlipat-lipat, sementara hukuman atau denda pengadilan acap kali tidak
mencerminkan tingkat kejahatan mereka Perusahaan memiliki kekuatan untuk
menentukan kebijakan melalui direktur dan para eksekutif dan perusahaan
seharusnya bertanggung jawab atas akibat dari kebijakan mereka. Namun
perusahaan – tidak seperti manusia – tidak dibebani oleh berbagai emosi dan
perasaan sehingga dengan mudahnya dapat menutupi perilaku buruknya.
Terdapat dua model kejahatan korporasi; pertama, kejahatan yang
dilakukan oleh orang yang bekerja atau yang berhubungan dengan suatu
perusahaan yang dipersalahkan; dan kedua, perusahaan sendiri yang
melakukan tindakan kejahatan melalui karyawan-karyawannya. Kejahatan yang
terjadi dalam konteks bisnis dilatar belakangi oleh berbagai sebab. Human
error yang dipadukan dengan kebijakan yang sesat dan kekeliruan dalam
pengambilan keputusan merangsang terjadinya tindakan pelanggaran hukum.
Pada pendekatan di Amerika mengenai vicarious liability menyatakan bahwa
bila seorang pegawai korporasi atau agen yang berhubungan dengan
korporasi, bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud untuk
menguntungkan korporasi dengan melakukan suatu kejahatan, tanggung
jawab pidananya dapat dibebankan kepada perusahaan. Tidak peduli apakah
perusahaan secara nyata memperoleh keuntungan atau tidak atau apakah
perusahaan telah melarang aktivitas tersebut atau tidak. Sedangkan di Inggris,
various liability terbatas pada tanggung jawab perusahaan terhadap kejahatan
korporasi yang dilakukan oleh seorang yang memiliki kekuasaan yang tinggi
(identification). Teori ini menyatakan bahwa korporasi tidak dapat melakukan
sesuatu kecuali melalui seorang yang dapat
mewakilinya. Bila seorang yang cukup berkuasa dalam struktur korporasi,
atau dapat mewakili korporasi melakukan suatu kejahatan, maka perbuatan
dan niat orang itu dapat dihubungkan dengan korporasi. Korporasi dapat
dimintai pertanggungjawaban secara langsung. Namun, suatu korporasi tidak
dapat disalahkan atas suatu kejahatan yang dilakukan oleh seorang yang
berada di level yang rendah dalam hirarki korporasi tersebut. Komisi Hukum
Inggris telah mengusulkan bahwa terdapat satu kejahatan baru, yaitu
pembunuhan oleh korporasi “corporate killing”. Kejahatan ini
merupakan suatu species terpisah dari manslaugter yang hanya dapat
dilakukan oleh korporasi. Dalam hal ini, masalah-masalah yang berkaitan
dengan penegasan tentang kesalahan korporasi, seperti pembuktian dari niat
atau kesembronoan, dapat diatasi dengan membuat definisi khusus yang
hanya dapat diterapkan kepada korporasi.
Pada era globalisasi ini, perkembangan perusahaan multinasional
sangat pesat, bahkan perusahaan tersebut mampu menempatkan diri pada
posisi yang sangat strategis untuk memperoleh perlindungan hukum sehingga
peradilan dalam negeri sulit untuk mengajukan tuntutan terhadap tindakan
mereka yang merugikan. Agar kelemahan perangkat hukum tidak terulang lagi,
perlu dibuat aturan pertanggung jawaban korporasi yang komprehensif dan
mencakup semua kejahatan. Namun, pada pengadilan atas tindakan
kriminalirtas korporasi, keputusan mengenai hukuman dan sanksi, selalu
menjadi hal terakhir untuk diputuskan. Setiap tuntuan yang terjadi atas
kejahatan korporasi selalu dipersulit sehingga sering tidak dapat
direalisasikan. Dengan demikian dapat terlihat bahwa hukum pun masih tidak
dapat diandalkan untuk menindak lanjuti masalah kejahatan korporasi. Suatu
tindakan kejahatan, terjadi karena korporasi tersebut mendapatkan
keuntungan dari tindakan kejahatan yang dilakukannya. Oleh karena itu, agar
dapat menghapuskan tindakan kejahatan korporasi, dapat dilakukan dengan
mengambil keuntungan yang diperolehnya atas tindakan kriminalitas tersebut.
Misalnya dengan membebankan korporasi suatu denda yang lebih besar
dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh. Jika tindakan kriminalitas
tidak lagi mengutungkan korporasi, maka ia tidak akan terlibat kembali dalam
suatu tindakan kriminal. Namun dalam prakteknya, denda hukum yang
dijatuhkan kepada korporasi sekedar dihitung sebagai biaya produksi tanpa
sepeserpun mengurangi keuntungan korporasi. Walaupun mengurangi
keuntungan, praktek illegal korporasi masih dapat terus berlanjut. Dengan kata
lain, denda yang
dikenakan kepada korporasi hanya mengubah tindakan kejahatan korporasi
dari kesalahan terhadap masyarakat menjadi biaya dalam kegiatan bisnis
Publisitas atas keburukan korporasi juga dapat dilakukan sebagai sanksi atas
kejahatan korporasi. Namun sayangnya, hal tersebut membawa dampak yang
tidak diinginkan. Jika terjadi pemboikotan dari seluruh konsumen terhadap
semua produk korporasi, maka secara pidana, pengadilan berhasil mengadili
korporasi tersebut. Tetapi jika korporasi mengalami kerugiam yang besar,
maka korporasi akan mengurangi jumlah karyawannya sehingga akan banyak
pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Beraneka ragam sanksi yang
dikenakan kepada korporasi seperti melalui denda, kompensasi dan ganti rugi,
kerja sosial, pengenaan perbaikan, publisitas keburukan, dan orientasi
pengendalian, tidak dapat menghentikan tindakan kejahatan yang dilakukan
korporasi. Korporasi dapat lolos dari sanksi-sanksi tersebut dengan
mengorbankan pegawai mereka. Sebagaimana vicarious liability dan
identification, kejahatan yang dilakukan korporasi juga merupakan tanggung
jawab individu-individu di dalammnya. Demikian juga, korporasi bertanggung
jawab atas kejahatan yang dilakukan oleh individu-individunya. Jika suatu
korporasi dikenai suatu hukuman atas kejahatan, kepada siapa hukuman
tersebut akan dikenakan? Jawaban yang masuk akal adalah direktur
perusahaan. Menurut ‘identification’, tanggung jawab perusahaan sering
didasarkan atas kejahatan yang dilakukan direktur atau para
eksekutifnya. Sayangnya, hal itu akan terlihat sangat tidak adil bagi direktur
yang selalu menjalankan bisnisnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Oleh
karena itu diperlukan adanya keseimbangan tanggung jawab terhadap
kejahatan korporasi dari direktur, eksekutif, manajer, dan karyawan. Setiap
individu harus bertanggung jawab baik secara moral maupun hukum atas
keputusan dan tindakan mereka. Jika seseorang melakukan tindakan
kejahatna melalui perusahaan, maka tuntutan hukum seharusnya dikenakan
terhadap orang tersebut, bukan terhadap perusahaan, terutama jika tindakan
kejahatan tersebut tidak memberikan keuntungan terhadap perusahaan.
Perusahaan bertindak melalui individu tetapi individu juga bertindak melalui
perusahaan. Oleh karena itu, tanggung jawab atas suatu tindakan kejahatan
yang dilakuakan individu seharusnya tidak dilimpahkan kepada perusahaan.
Begitu juga sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai