Anda di halaman 1dari 16

Hukum Pidana Internasional

TUGAS KELOMPOK
Dosen pengampu : H.M. Kabul Supriyadhie, S.H., M.Hum.

Kelompok 3

Marselinus Chubby Bagas H (11000117120068)

Atikah Salfa Dewanti (11000117120076)

Annisa Nur ‘Alam (11000117120079)

Adilvi Budi Pradoto (11000117120091)

Selviana Rizky Devi Ramadhani (11000117120126)

Hukum Pidana Internasional kelas A

Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro
Semarang

1
PEMBAHASAN SOAL

1. Sebutkan beberapa istilah dalam Hukum Pidana Internasional dan mengapa penggunaan
istilah Hukum Pidana Internasional tersebut lebih tepat ?
Berikut adalah beberapa istilah yang digunakan :
 International Criminal Law
 International Penal Law
 Hukum Pidana Transnasional
 Hukum Pidana Nasional Dimensi Internasional
 Hukum Pidana Internasional
Alasan lebih tepat menggunakan istilah ‘Hukum Pidana Internasional’ :
 Perbuatan secara internasional dilarang dan beraspek lintas batas negara
 KUHP, Polisi, JPU, Hakim, lawyer international : sesuai kesepakatan negara-negara
 Individu subjek HI dapat diadili di Peradilan Internasional (IMTN 1946, IMTT
1948, ICTY 1993, ICTR 1994, ICC 1998)
 Pertanggungjawaban komando (paradigma baru Hukum Pidana)

2. Jelaskan sejarah perkembangannya secara singkat Individu dapat menjadi Subjek Hukum
dalam Hukum Pidana Internasional dengan disertai lembaga peradilan internasional yang
mengadili individu yang dimaksud

Perkembangan yuridis tentang kedudukan individu dalam arti terbatas sudah agak
lama dianggap sebagai subyek hukum internasional.

a. Menurut Krabbe dalam bukunya “Die Moderne Staatsidee” yang ditulis pada pada tahun
1906 mengatakan bahwa “…individual only may be subject of law… including
international law…”35 P
b. eristiwa lain yang menandai kedudukan individu sebagai subyek hukum internasional
yaitu dengan dicantumkannya individu dalam perjanjian Versailles (Treaty of
Versailles)36 tahun 1919
c. Ketentuan selanjutnya dapat ditemukan didalam Keputusan Mahkamah Internasional
Permanen (Permanent court of International Justice) dalam perkara Kereta Api Danzig
(Danzig Rail way official’s case) pada tahun 1928,38 yang menyatakan bahwa apabila
suatu perjanjian internasional, memberikan hak-hak tertentu kepada orang perorangan,

2
maka hak-hak itu harus diakui dan mempunyai daya laku (dapat diterima) di dalam
hukum internasional, artinya diakui oleh suatu badan Peradilan Internasional.
d. Keputusan Mahkamah Penjahal Perang yang dilaksanakan di Nuremberg dan Tokyo,
terhadap bekas pemimpin-pemimpin Perang Jerman dan Jepang setelah Perang Dunia II
sebagai individu atau orang perorangan yang melakukan perbuatan- perbuatan yang
dikualifikasikan sebagai kejahalan.
e. Asas-asas hukum yang berhubungan dengan Nurenberg dan Tokyo ini, kemudian
dituangkan ke dalam The United Nations Draft Code of Offences Against The Peace and
Security of Mankind, yang dirumuskan oleh International Law Commision (ILC).
f. Dikukuhkan dalam Konvensi Genosida atau Genocide Convention yang telah diterima
oleh Sidang Umum PBB pada tanggal 9 Desember 1948.41 Genosida adalah Tindakan
pembunuhan manusia secara masaal yang bertujuan untuk memusnahkan suatu kelompok
bangsa atau suku bangsa, karena alasan ras, agama, dan sebagainya. Percobaan (attempt)
atau “turut serta” dalam tindakan Genosida ini dapat dituntut pula.
g. Pada kasus Jenderal Augusto Pinochet di Chili Tahun 1973 dan kasus Presiden Filipina
Ferdinand Marcos. Augusto Pinochet dikenakan tuduhan telah melanggar Hak Asasi
Manusia (HAM) yang berkaitan dengan peristiwa penculikan dan hilangnya tujuh (7)
orang yang terjadi sekitar awal pemerintahan Pinochet dari tahun 1973-1990. Kemudian
dibentuk aturan pelaksanaannya berupa Komisi Eropa tentang Hak Asasi Manusia
(European Commission on Human Rights) dan Mahkamah Eropa tentang Hak Asasi
Manusia (European Court on Human Rights) yang telah mulai bekerja menangani
perkara pada tahun 1959.
h. Jaminan hak asasi manusia yang diberikan oleh Komisi Eropa memberikan implikasi
berupa jangkauan individu yang dapat mengadukan negaranya sendiri, sebagaimana
diatur dalam Pasal 25 Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa (European Convention on
Human Rights) yang menyebutkan bahwa “individuals can initiate claims alleging
breaches of the Convention by their national state… “43 Akan tetapi, Komisi Eropa
memberikan batasan atas kedudukan individu yaitu individu tidak dapat langsung
mengajukan gugatannya, melainkan harus melakukannya melalui negaranya atau melalui
Komisi Eropa.44
i. Peristiwa pembantai dan perbuatan keji di Yugoslavia dan Rwanda (Genosida dan
kejahalan terhadap kemanusiaan) yang kemudian Melahirkan International Criminal
Tribunal for Former Yugoslavia (ICTY) dan International Criminal Tribunal for Rwanda
(ICTR),45 dimana individu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena
disamping dipandang pantas untuk mempertanggungjawabkan perbuatan secara pribadi,
juga dalam kedudukannya sebagai subyek hukum internasional.
j. Individu (orang perorangan) dapat diminta pertanggungjawabannya selama satu (1) dari
ketiga (3) hal dibawah ini terpenuhi, yaitu: Dimana pribadi tersebut secara sengaja
melakukan, merencanakan, membantu atau mendukung perencanaan, persiapan tindak
pidana kejahalan yang dinilai sebagai pelaku tindak pidana kejahalan tersebut.
Pribadi atau individu tersebut bertanggung jawab atas keikutsertaan dalam rencana
bersama atau konspirasi untuk memudahkan terjadinya tindak pidana kejahalan tersebut.
Pribadi atau individu biasa dianggap bertanggung jawab sesuai dengan prinsip tanggung
jawab individu.
k. Konsep tanggung jawab individu (orang perorangan) ini juga tercantum di dalam Pasal 6
Ayat (3) Statuta ICTR Tahun 1994 yang berjudul “tanggung jawab pidana individu
(individual criminal responsibility)”, dan di dalam Pasal 7 ayat (3) serta Pasal 25 Statuta
Roma mengenai Mahkamah Pidana Internasional (Rome Statute of The International
Criminal Court) tahun 1998. Pasal 25 Statuta Roma 1998 ini menyatakan bahwa:

3
jurisdiksi International Criminal Court (Mahkamah Pidana Internasional) adalah orang-
perorangan (natural-persons). Seorang tersangka dalam yurisdiksi Pengadilan,
bertanggung jawab secara individual dan dapat dikenai hukuman sesuai ketentuan pidana
dalam Statuta Roma.
Seseorang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana dan dapat dijatuhi hukuman
atas suatu kejahatan dalam yuridiksi International Criminal Court (ICC) apabila orang
tersebut: Melakukan suatu kejahalan, baik sebagai seorang pribadi, bersama orang lain
atau lewat seorang lain tanpa memandang apakah orang itu bertanggung jawab secara
pidana atau tidak. Memerintahkan, mengusahakan, atau menyebabkan dilakukannya
kejahalan semacam itu dalam kenyataan memang terjadi atau percobaan. Untuk
mempermudah dilakukannya kejahalan tersebut, membantu, bersekongkol atau kalau
tidak membantu dilakukannya atau percobaan untuk melakukannya termasuk
menyediakan sarana untuk melakukannya.\
Lembaga yang dapat mengadili adalah International Criminal Court (ICC).

3. Apakah HPI sama dengan Hukum Perdata Internasional, jelaskan jawaban Saudara
disertai contohnya

Perbedaan HPI dengan Hukum Perdata Internasional

 HPI merupakan bagian HI sebagai tertib hukum koordinasi dan menghormati batas
yurisdiksi negara lain, sedangkan Hukum Perdata Internasional berlaku sesuai
perjanjian para negara. Contoh hukum pidana internasional yaitu saat Indonesia
membentuk pengadilan HAM atas kasus Timor Timur, hukum perdata internasional
yaitu Indonesia meratifikasi ICCPR.

 Peradilan HPI dapat secara nasional; internasional; hybrid tribunal, sedangkan


peradilan Hukum Perdata Internasional penyelesaiannya selalu di pengadilan
nasional. Contoh kasus Timor-Timur diselesaikan di Indonesia(nasional) yang juga
digunakannya Statuta Roma atas paksaan PBB. Contoh hukum perdata internasional
yaitu sengketa Internasional antara Indonesia dan Timor Leste yang diselesaikan
sesuai kesepakatan antar negara.

4. Jelaskan apakah yang dimaksud Rolling dengan Hukum Pidana Nasional, Hukum Pidana
Internasional, Hukum Pidana Supra Nasional dalam memberikan pengertian tentang
Hukum Pidana Internasional

Menurut Rolling, “national criminal law is the criminal law which has developed
within the national legal order and which is founded on a national source of law” (hukum
pidana nasional adalah hukum pidana yang berkembang didalam kerangka orde peraturan
perundang-undangan nasional dan dilandaskan pada sumber hukum nasional).
”International law is the law which determines what national criminal law will apply to

4
offences actually commited if they contain an international element” (hukum pidana
internasional adalah hukum yang menentukan hukum pidana nasional yang akan
diterapkan terhadap kejahatan-kejahatan yang nyata-nyata telah dilakukan apabila
terdapat unsur-unsur internasional di dalamnya). “Supranational criminal law is the
criminal law of the greater community which comprises States and people-means the
criminal law standards that have been developed in that greater community” (hukum
pidana dan masyarakat yang lebih besar yang terdiri dari negara dan rakyat berarti standar
hukum pidana yang telah berkembang di dalam kumpulan masyarakat tersebut). Rolling
kembali menegaskan meskipun ketiga tipe hukum pidana tersebut harus dibedakan namun
ketiga-tiganya tidak dapat dipisahkan. Ketiganya sangat berkaitan erat dan tergantung
satu sama lain, menyatu, dan saling beradaptasi. Sehingga menurut Rolling hokum pidana
internasional adalah sebagai hukum pidana nasional yang akan diterapkan terhadap
kejahatan-kejahatan yang nyata dilakukan jika terdapat unsur-unsur internasional
didalamnya.

5. Jelaskan perbedaan pokok antara Hukum Pidana Internasional dan Hukum Pidana Supra
Nasional, yang meliputi objek perbuatan, sanksi dan lembaga peradilannya

Hukum Pidana Hukum Pidana


Internasional Supranasional
Obyek perbuatan Kejahatan internasional Kejahatan internasional
yang bersumberkan pada yang
Hukum Internasional bersumberkan pada
Hukum
Internasional, terkhusus
pada
kejahatan perang, agresi,
genocida dan kejahatan
terhadap kemanusiaan
Sanksi Sanksi pidana yang Saksi pidana berlaku
tercantum dalam Hukum secara
Nasional dan berlaku internasional,
dalam batas nasional sebagaimana
telah diatur dalam Pasal

5
77
Statuta Roma 1998
Lembaga peradilan Peradilan nasional Peradilan internasional

6. Jelaskan perbedaan pokok antara Hukum Pidana Supra Nasional dengan Hukum Pidana
Dunia, yang meliputi sumber hukum, yurisdiksi dan ruang lingkup berlakunya

Perbedaan Pokok Hukum Pidana Hukum Pidana Dunia


Supranasional
Sumber Hukum Konvensi atau Perjanjian KUHP Dunia
Internasional
Yurisdiksi Terbatas pada crime Semua kejahatan yang
against tercantum dalam KUHP
humanity, war crime dan Dunia
genocide
Ruang lingkup berlakunya Terbatas pada negara yang Mengikat seluruh negara
telah meratifikasi

Sesuai tabel tersebut di atas, dalam kenyataannya di dunia ini tidak ditemukan
adanya Hukum Pidana Dunia, mengingat masing-masing negara mempunyai
kedudukan yang sejajar satu dengan lainnya sehingga Patut dicatat dalam hal ini
bahwa Hukum Pidana Supranasional atau International Crimanal Court ini tidak
dapat disamakan dengan Pengadilan Pidana Dunia karena Statuta Roma 1998, tidak
dapat disamakan dengan KUHP dunia. Mengingat yurisdiksi dari ICC secara terbatas
hanya berlaku bagi 4 jenis most serius crime serta berlaku hanya pada negara yang
telah meratifikasi Statuta Roma 1998 tersebut. Berbeda halnya dengan KUHP (dunia)
sebagai kodifikasi Hukum Pidana yang di dalamnya memuat berbagai delik atau
tindak pidana dunia, dan mengikat seluruh negara di dunia.

7. Sebutkan enam (6) ciri-ciri dari Hukum Pidana Internasional sebagaimana dikemukakan
George Schwazenberger dan jelaskan satu diantaranya dengan disertai contohnya

6
a. Hukum pidana internasional dalam arti lingkup teritorial hukum pidana nasional,
meliputi lingkup tindak pidana yang melanggar kepentingan masyarakat internasional
tetapi kewenangan untuk melakukan tindakan itu harus diserahkan sepenuhnya ke
yuridiksi criminal negara yang berkepentingan.
b. Hukum pidana internasional dalam arti aspek internasional yang ditetapkan atas
ketentuan dalam hukum pidana nasional, suatu negara yang terikat pada hukum
internasional berkewajiban melihat sanksi-sanksi yang ditetapkan dalam hukum
pidana nasionalnya.
c. Hukum pidana internasional dalam hukum pidana nasional, Ketentuan di dalam
hukum internasional yang memberikan kewenangan atas negara nasional untuk
mengambil tindakan atas tindak pidana tertentu.
d. Hukum pidana internasional dalam arti ketentuan hukum pidana nasional yang diakui
sebagai hukum yang patut dalam kehidupan masyarakat bangsa yang beradap.
e. Hukum pidana internasional dalam arti kerja sama internasional dalam mekanisme
administrasi peradilan pidana nasional. Semua aktifitas atau kegiatan penegakan
hukum pidana nasional yang memerlukan kerjasama antara negara bilateral atau
multilateral.
f. Hukum pidana internasional dalam arti kata materiil. Objek pembahasan dan hukum
pidana internasional yang telah ditetapkan oleh PBB sebagai tindak pidana
internasional dan merupakan pelanggran atas dejttre gentium, contohnya: agresi,
kejahatan perang, genocide and lalu lintas illegal narkotika ataupun money laundry.

8. Jelaskan disertai contoh perwujudan HI secara Nasional, perwujudan HI secara Quasi


Internasional, dan perwujudan HI secara internasional
Perwujudan Hukum Internasional secara nasional, dimaksudkan bahwa ketentuan-
ketentuan Hukum Internasional yang digunakan oleh Pengadilan Nasional untuk
mengadili kejahatan internasional. Dalam hal ini dapat dicontohkan dengan adanya
Peradilan HAM ad hoc Jakarta Pusat untuk mengadili : para pelaku pelanggaran HAM
berat kasus Timor-Timur Pasca Jajak Pendapat tahun 1999; mengadili para pelaku
pelanggaran HAM berat kasus Tanjung Priok 1984; Peradilan HAM Makasar untuk
mengadili pelaku kasus pelanggaran HAM Abipura Papua Nugini pada tahun 2000.
Dalam pengadilan HAM ad hoc maupun pengadilan HAM tersebut dasar hukum yang
digunakan adalah Undang-Undang No. 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM, yang
mengkriminalisasikan pelanggaran HAM berat berupa kejahatan Genosida dan Kejahatan

7
Terhadap Kemanusiaan. Di samping itu, juga ada Peradilan Negeri Den Pasar yang telah
mengadili Amrozi dan Iman Samudra dalam kasus Terorisme berdasarkan ketentuan
Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 ini merupakan implementasi dari 12 Konvensi
Internasional yang mengatur kejahatan terorisme Internasional.
a. Perwujudan HI secara Quasi Internasional
Perwujudan Hukum Internasional secara Quasi Internasional ataupun Regional,
dimaksudkan bahwa pemakian ketentuan Hukum Internasional dalam scope wilayah
regional tertentu, karena adanya lembaga lembaga Hukum Internasional Regional
yang disebabkan keadaan-keadaan khusus sesuai kondisi wilayah regional tersebut.
Dalam hal ini dapat dikemukakan beberapa contoh yang terkait, yaitu pengaturan
HAM Regional Eropa; pengaturan HAM Regional Inter Amerika; pengaturan HAM
Regional Afrika. Berkaitan dengan pengaturan HAM regional tersebut maka terdapat
lembaga Pengadilan HAM Eropa yang digunakan untuk mengadili pelanggaran HAM
berat di wilayah Eropa, demikian pula di wilayah regional inter Amerika dan Afrika.
Dalam perkembangan Hukum Pidana Internasional, keberadaan lembaga maupun
ketentuan yang berkaitan dengan pengaturan Hukum Pidana Regional tersebut dapat
memberikan sumbangan bagi perkembangan Hukum Pidana Internasional.
b. Perwujudan HI secara Internasional
Perwujudan Hukum Internasional secara internasional ini, dimaksudkan bahwa
ketentuan Hukum Internasional tersebut dapat dipergunakan secara internasional
untuk mengadili kejahatan-kejahatan yang bersifat internasional. Contoh adalah
International Criminal Court (ICC) sebagai lembaga peradilan internasional permanen
yang dapat dipergunakan sebagai sarana untuk menghukum dan mengadil para pelaku
pelanggaran HAM berat, yang terdiri dari kejahatan perang, kejahatan terhadap
kemanusiaan, kejahatan genocide, dan kejahatan agressi, khususnya bagi negara-
negara yang telah meratifikasi Statuta Roma l998. Selanjutnya, jika kita berbicara
mengenai obyek dari Hukum Pidana Internasional, maka obyek Hukum Pidana
Internasional tersebut antara lain meliputi : kejahatan internasional dan transnasional;
yurisdiksi kriminal negara; ekstradisi; dan interpol. Sesuai dengan obyek Hukum
Pidana Internasional tersebut di atas maka pemahaman terhadap Hukum Pidana
Internasional tidak hanya cukup kita membaca kejahatan internasional saja
sebagaimana tercantum dalam konvensi internasional, namun juga masih banyak hal

8
yang terkait di dalamnya, antara lain terkait dengan penegakan hukumnya (law
enforcement), dan lain sebagainya.

9. Apakah yang menjadi hakekat dasar berlakunya HPI sehingga dipatuhi negara di dunia

Keanggotaan dapat diartikan sebagai satu bentuk formal keterlibatan pihak dalam
sebuah perjanjian, begitu juga dengan hukum pidana internasional yang mencakup semua
negara. Norma yang mengatur perjanjian internasional adalah Law of Treaty dan
ditandatangani di Vienna, Austria (1969) dalam konvensi Wina. Perumusan sebuah
perjanjian internasional antarnegara. Mengatur segala aspek dari perjanjian internasional
termasuk keanggotaan dan keberlakuan. Keanggotaan dalam perjanjian ini artinya segala
negara yang ikut pada perjanjian berlaku ada dalam “force”. Anggota wajib tunduk pada
isi perjanjian tersebut. Namun sebelum itu harus ada prosedur pengesahan dari tiap
negara yang ditetapkan secara khusus. Dengan cara penandatanganan, pertukaran
dokumen, dan ratifikasi.
Tiap negara yang berstatus anggota harus atau wajib tunduk pada apapun yang sudah
disepakati. Namun, perjanjian ini membuka peluang bagi suatu negara untuk tidak
melaksanakan bagian tertentu dari sebuah perjanjian internasional meskipun status
anggota. UU No. 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional, pernyataan sepihak
suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian
internasional dalam rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyutujui
atau mengesahkan suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral.
Hal lain, “reservation” diajukan untuk suatu negara jika ada bagian dari perjanjian itu
dinilai memberatkan. Maka dari itu reservation adalah ketidakberlakuan satu atau lebih
pasal dalam perjanjian internasional yang dinyatakan dalam reservation bagi negara
anggota yang mengajukan. Beberapa hal tersebut yang menjadi alasan mengapa hukum
pidana internasional harus dilanjutkan dan dipatuhi.

10. Sebutkan asas-asas dalam Hukum Pidana Nasional yang merupakan bentuk kesamaan
asas-asas dari sistem hukum yang berbeda, dan jelaskan satu asas diantaranya yang
saudara ketahui

a. asas legalitas
b. asas non retroaktif
c. asas ne bis in idem
d. asas kadaluwarsa

9
e. asas territorial
f. asas nasional aktif (personal aktif)
g. asas nasional pasif
h. asas universal.

Penjelasan salah satu asas, Asas teritorial

Asas ini diatur dalam KUHP yaitu dalam Pasal 2 KUHP yang menyatakan Ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang
melakukan suatu tindak pidana di Indonesia. Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur
dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan : Ketentuan pidana perundang-undangan
Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak
pidana didalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.

11. Jelaskan secara singkat beberapa hal mendasar yang mempengaruhi berlakunya Hukum
Pidana Internasional
a. Keinginan negara untuk tunduk terhadap HI
Kesukarelaan neg atas kehendaknya mentaati HI (HPI). Berlakunya ketentuan
dlm HP (KUHP) dibatasi oleh ketentuan HI (Pasal 9 KUHP) dimaksudkan untuk
memberikan hak immunitet bg kep neg asing, diplomatik, kapal pemerintah asing
mapun kapal/pesawat militer asing, yg melakukan TP di wil territorial neg Indonesia,
u/ tdk dpt diadili berdsrkan KUHP. Penundukan HP nas thd ketent HPI adl penerapan
retroaktifitas dlm Psl 43 UU No 26 tahun 2000 ttg Pengad HAM (Pelanggaran HAM
berat yg terjd sblm UU ini berlaku oleh Pengad HAM Ad Hoc). Penerapan
retroaktifitas ketentuan tsb bersumber praktik perad HAM Ad Hoc Int’l. Dgn dmk
Indonesia scr sukarela mentaati ketentuan HI/penundukan ketent dlm HP nas thd
praktik perad pid int’l
b. Pertanggungjawaban negara atas tindakan/kegagalan mematuhi ketentuan HI
Neg berkwjban mentaati HI bkaitan dgn plindungan WNA yg ada dlm wil
nya, dgn menerapan sanski pid bg pelaku kjht. Psl 479 a-r KUHP ttg TP Penerbangan,
mrp implementasi Konv Tokyo l963, Konv Den Haag l970 & Konv Montreal l971,
unt memidana pelaku kjht penerbangan di dalam pswt udara Indonesia, yg korbannya
tdk hanya WNI tpi jg WNA. Dmk pula dgn UU 15/2003 ttg terorisme.
c. Kekhawatiran akan pembalasan neg lain

10
Kasus pembajakan pswt udara Lockerbie oleh WN Libya yg nyebabkan
terbunuhnya WN Inggris dan AS. Pembajak (WN Libya) dilindungi oleh pem nya dan
tdk diadili berdsrkan asas nasional aktif. Akibat tekanan AS dan Inggris serta
khawatir akan adanya tindakan pembalasan thd neg nya mk oleh Libya pelaku
pembajakan tsb diserahkan kpd neg netral utk mengadilinya
d. Kekuatan/tekanan opini masy internasional
Sarana menekan suatu neg utk mematuhi HI atau HPI. Opini dpt berupa
pernyataan neg-neg/OI yg ngecam su tindakan plnggaran HI oleh su neg.
Pembentukan Pengad HAM Ad Hoc dlm UU 26/2000 ttg Pengad HAM unt Timtim,
muncul krn adanya opini dr masy int’l yg mengutuk bhw Indonesia mrp neg
pelanggar HAM berat.

12. Sebutkan empat (4) asas dasar bagi berlakunya Hukum Pidana Internasional maupun
Hukum Pidana Nasional suatu negara, dan jelaskan satu diantaranya yang saudara
ketahui!
a. asas territorial
b. asas nasional aktif
c. asas nasional pasif
d. asas universal
Tiap neg berwng nerapkan yur kriminalnya thd TP yg dilkan WN/WNA dlm/
luar wil ter Lindungi kepent int’l. Penerapan thd pembajakan di laut lepas,
pembajakan psw udara di atas laut lepas, pbudakan, kjht perang, kjht thd
kemanusiaan, kjht genosida (plgaran HAM berat).

13. Sebutkan beberapa karakteristik kejahatan internasional sebagaimana dikemukakan oleh


M. Cherif Bassiouoni
a. Explicit recognition of proscribed conduct as constituting an international crime or a
crime under international law. (pengakuan secara eksplisit atas tindakan-tindakan
yang dipandang sebagai kejahatan berdasarkan hukum internasional).
b. Implicit recognition of the penal nature of the act by establishing a duty to prohibit,
prevent, prosecute, punish or the like (pengakuan secara implisit atas sifat-sifat pidana
dari tindakan-tindakan tertentu dengan menetapkan suatu kewajiban untuk
menghukum, mencegah, menuntut, menjatuhi hukuman atau pidananya).

11
c. Criminalization of the proscribed conduct (kriminalisasi atas tindakan-tindakan
tertentu).
d. Duty or right to prosecute (kewajiban atau hak untuk menuntut).
e. Duty or right to punish the proscribed conduct. (kewajiban atau hak untuk memidana
tindakan tertentu).
f. Duty or right to extradite (kewajiban atau hak untuk mengekstradisi).
g. Duty or right to cooperate in prosecution, punishment, including judicial assistance
in penal proceeding. (kewajiban atau hak untuk bekerjasama di dalam proses
pemidanaan).
h. Establishment of a criminal jurisdiction basis (penetapan suatu dasar-dasar yurisdiksi
kriminil).
i. Reference to the establishment of an international court (referensi pembentukan suatu
pengadilan internasional).
j. Elimination of the defense of superiors orders (penghapusan alasan-alasan perintah
atasan).

Sumber http://www.negarahukum.com/hukum/klasifkasi-kejahatan-internasional.html

14. Jelaskan secara singkat pengertian berikut ini :


a. Asas Pacta Sunt Servanda adalah asas dasar dalam hukum perdata dan hukum
internasional. Pada dasarnya asas ini menyatakan bahwa perjanjian mengikat pihak-
pihak yang melakukan perjanjian, sehingga kewajiban-kewajiban yang ditetapkan
oleh perjanjian ini harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Asas ini tercantum dalam
Pasal 26 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian 1969.[1] Terdapat beberapa
pengecualian untuk asas ini, misalnya jika isi perjanjian bertentangan dengan jus
cogens (norma yang tidak boleh dilanggar dalam keadaan apapun).
b. Asas Aut Punere Aut Dedere. Dalam bidang hukum, prinsip aut dedere aut judicare
(Latin untuk "diekstradisi atau dihukum") merujuk kepada kewajiban hukum negara-
negara yang berada di bawah hukum internasional untuk menindak orang-orang yang
melakukan kejahatan internasional serius ketika tak ada negara lain yang meminta
ekstradisi. Kejahatan yang dianggap masuk ke dalam cakupan prinsip aut dedere aut
judicare meliputi:

 Pembajakan pesawat sipil


 Penyanderaan warga sipil
12
 Tindak terorisme
 Penyiksaan
 Kejahatan terhadap para diplomat dan "orang yang dilindungi secara
internasional" lainnya, dan;
 Pendanaan terorisme dan kejahatan internasional lainnya

c. Par In Parem Non Habet Imperium. Par in parem non habet imperium adalah sebuah
asas hukum yang menyatakan bahwa "pihak yang sama kedudukannya tidak
mempunyai yuridiksi terhadap pihak lainya". Asas ini kadang juga disebut par in
parem non habet iudicium atau par in parem non habet iurisdictionem.
d. Persona Non Grata. Persona non grata adalah sebuah istilah dalam bahasa Latin yang
dipakai dalam perkancahan politik dan diplomasi internasional. Makna harafiahnya
adalah orang yang tidak diinginkan. Orang-orang yang di-persona non grata-kan
biasanya tidak boleh hadir di suatu tempat atau negara. Apabila ia sudah berada di
negara tersebut, maka ia harus diusir dan dideportasi. Menurut Pasal 9 Konvensi Wina
tentang Hubungan Diplomatik, negara penerima dapat menyatakan status persona non
grata kapan saja tanpa harus menjelaskan alasan keputusannya.[1]
e. Deportasi.
Deportasi adalah ketetapan sipil yang dikenakan pada orang yang bukan warga negara asli
atau naturalisasi (orang asing).[1] Orang asing tersebut biasanya tidak kembali ke negara ia
berasal.[1] Mereka biasanya memasuki negara secara ilegal atau tanpa paspor dan visa yang
sesuai.[1] Oleh karena itu, mereka dipulangkan ke negara asalnya oleh Direktorat Jenderal
Imigrasi.[2]
f. Ekstradisi.
Ekstradisi adalah proses di mana seorang tersangka yang ditahan negara lain yang
kemudian diserahkan kepada negara asal tersangka untuk di sidang sesuai perjanjian
yang bersangkutan.
g. Interpol
Adalah organisasi yang dibentuk untuk mengkordinasikan kerja sama antar
kepolisian di seluruh dunia. Interpol dibentuk pada tahun 1923.
h. Hostis Humanis Generis
Artinya sesuatu hal yang menjadi musuh umat manusia yaitu Kejahatan genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan gross violation of human rights.

13
i. Kejahatan Genosida, genosida Ialah Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok etnis, kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok;
mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok;
menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan kemusnahan secara fisik
sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan mencegah kelahiran dalam kelompok;
memindahkan secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain
j. Kejahatan Terhadap Kemanusian adalah istilah di dalam hukum internasional yang
mengacu pada tindakan pembunuhan massal dengan penyiksaan terhadap tubuh dari
orang-orang, sebagai suatu kejahatan penyerangan terhadap yang lain.
k. Individual Criminal Responsibility yaitu individu bertanggung jawab pidana secara
indi/induvidual atas perbuatan-perbuatannya melakukan kejahatan terhadap
kemanusiaan kejahatan terhadap perdamaian dan kejahatan perang apapun ja#atan
yang dimilikinya (baik sipil maupun militer)
l. Delict by Ommission adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah , tidak
berbuat atau melakukan sesuatu yang diharuskan/ diperintahkan.
m. Common Heritage of Mankind adalah warisan bersama umat manusia adalah sebuah
prinsip dari hukum internasional yang menyatakan bahwa luar angkasa dan seluruh
benda angkasa adalah warisan bersama umat manusia sehingga harus dipergunakan
dan dimanfaatkan untuk kebaikan manusia.
n. Pemberlakuan Hukum Retroaktif, Berlaku surut atau sering disebut dengan asas
retroaktif adalah pemberlakuan peraturan perundang-undangan lebih awal daripada
saat pengundangannya.
o. Asas Legalitas (Non-Retroactive Principle), artinya tidak ada pelanggaran, tidak ada
delik, tidak ada kejahatan yang dapat dipidana berdasarkan aturan hukum yang ada,
sebelum aturan hukum itu dibuat terlebih dahulu.
p. Pengadilan Pidana Int’l Ad Hoc, Pengadilan Internasional yang dibentuk oleh Dewan
Keamanan PBB, Pengadilan ad hoc hanya diberikan mandat untuk menangani
kejahatan di wilayah-wilayah tersebut dalam kurun waktu tertentu.
q. Hybrid Tribunal (Pengadilan Campuran) Pengadilan ini pada dasarnya merupakan
pengadilan nasional yang telah di internasionalisasi. Pengadilan campuranmerupakan
perkembangan baru dalam mengupayakan pertanggung jawaban atas sejumlah
kejahatan yang dilakukan pada masa lalu.

14
r. Piracy (Perompakan,) Pembajakan laut, atau perompakan, adalah perampokan yang
dilakukan di lautan, atau kadang-kadang di pantai.
s. Hijacking (Pembajakan Pesawat Udara) adalah pengambilan alih sebuah pesawat
terbang, oleh satu orang atau berkelompok, umumnya bersenjata. Dalam beberapa
kasus, pilot dipaksa terbang berdasarkan aturan si pembajak.

15
Sumber materi :

1. Materi power point Hukum Pidana Internasional oleh H.M. Kabul Supriyadhie, S.H.,
M.Hum. yakni antara lain :
- 1. Pengertian HPI
- 2. Hakekat Berlakunya HPI
- 3. International Crimes-1
2. Wikipedia
- https://id.wikipedia.org/wiki/Pacta_sunt_servanda
- https://id.wikipedia.org/wiki/Par_in_parem_non_habet_imperium
- https://id.wikipedia.org/wiki/Persona_non_grata
- https://id.wikipedia.org/wiki/Deportasi
- https://id.wikipedia.org/wiki/Ekstradisi

.Individu: Subjek Hukum Internasional oleh Prof. Dr. S.M. Noor, S.H., M.H. (diambil dari
http://www.negarahukum.com/hukum/individu-subjek-hukum-internasional.html)

Modul Ruang Lingkup Hukum Pidana Internasional. Dr. Joko Setiyono, S.H., M.Hum.
(diambil dari http://repository.ut.ac.id/4093/1/HKUM4305-M1.pdf)

Romli Atmasasmita, 2003, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Refika Aditama,


Bandung. (Diambil dari http://handarsubhandi.blogspot.com/2015/02/definisi-hukum-pidana-
internasional.html)

16

Anda mungkin juga menyukai