BAB I
PENDAHULUAN
1 Tolib Effendi, Hukum Pidana Internasional (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2014) hlm. 152.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka timbul
identifikasi masalah adalah:
1. Apa sajakah yang menjadi yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional
menurut Statuta Roma 1998 ?
3 Iman Santoso, Hukum Pidana Internasional ( Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2013) hlm. 92-94
7
BAB II
MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL MENURUT STATUTA ROMA
1998
A. Landasam Teori
4
Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Internasional ( Bandung: Refika Aditama, 2006)
hlm. 27
8
5
Ibid.
9
6
Statuta Roma,Pasal 4 ayat (1)
10
1998.
7
Statuta Roma, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 25 ayat (1)
8
Statuta Roma, Pasal 12 ayat (1)
9
I Wayan Parthiana, Hukum Pidana internasional (Yrama Widya, 2006) hlm. 207-211
11
10
Statuta Roma, Pasal 25 ayat (1)
11
Statuta Roma, Ibid
12
Statuta Roma, Pasal 26
12
15
Statuta Roma, Pasal 11 ayat (1) dan (2), Pasal 24 ayat (1), dan Pasal 126 ayat (1)
14
16
Statuta Roma, Pasal 12 ayat (1)
15
17
Statuta Roma, Pasal 12 ayat (3)
16
18
Oentoeng Wahjoe, Hukum Pidana Internasional: Perkembangan Tindak Pidana
Internasional dan Proses Penegakannya (Jakarta: Erlangga,2010), hlm. 146
18
19
Iman Santoso, Hukum Pidana Internasional (Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2013) hlm.
106-107
20
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal
Court merupakan salah satu badan yang berfungsi di bidang
peradilan sebagai pengadilan permanen kasus kejahatan berat
yang dilakukan individu, baik sebagai pemimpin negara maupun
individu dengan kepentingan pribadi. Yurisdiksi atau
kewenangan yang dimiliki oleh MPI untuk menegakkan aturan
hukum internasional adalah memutus perkara terbatas terhadap
pelaku kejahatan berat oleh warga negara dari negara yang telah
meratifikasi statuta mahkamah. ICC merupakan pelengkap dari
International Court of Justice (ICJ). Parameter di antara
keduanya adalah ICJ adalah suatu pengadilan yang mengadili
perselisihan antarnegara sebagai negara. Di lain pihak, ICC
adalah pengadilan yang menuntut dan memidana individual.
2. Pengaruh Mahkamah Pidana Internasional terhadap pengadilan
nasional akan selalu mempunyai yuridiksi atas sejumlah
kejahatan. Berdasarkan prinsip saling melengkapi, Mahkamah
Pidana Internasional hanya akan bertindak ketika pengadilan
nasional tidak mampu atau tidak mau mangambil tindakan.
Pengadilan dapat menjatuhkan hukuman kepada para tersangka
kejahatan menurut hukum internasional. Adanya kelemahan dari
yurisdiksi dari Mahkamah pidana Internasional ini dikarenakan
tidak memiliki yuridiksi atas suatu kasus kecuali bila negara di
mana kejahatan tersebut terjadi atau negara yang warganya
adalah tertuduh merupakan negara pihak atau telah menyatakan
persetujuannya atas yuridiksi pengadilan tersebut. Pengadilan
21
B. Saran
1. Yurisdiksi atau kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah
Pidana Internasional dalam menegakkan aturan hukum
internasional untuk memutus perkara terbatas terhadap pelaku
kejahatan berat oleh warga negara dari negara yang telah
meratifikasi statuta mahkamah harus sesuai dengan ketentuan
dan Mahkamah Pidana Internasional juga harus secara tegas
dalam melaksanakan yurisdiksinya agar dapat menerapkan asas
legalitasnya agar tidak terjadinya penerapan peraturan yang
berlaku surut/retro aktif.
2. Dengan adanya kelemahan yang dimiliki Mahkamah Pidana
Internasional maka penegakan hukum pidana internasional
haruslah sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu Statuta
Roma 1998. Kemudian penegakan hukum pidana internasional
harus terlepas dariintervensi dari siapapun. Kedepannya perlu
dibentuk lembaga atau komisi tersendiri yang khusus menangani
kasus kejahatan internasional yang lebih bersifat independent.