Anda di halaman 1dari 35

KELOMPOK 9

Mahkamah internasional
PERADILAN INTERNASIONAL

Peradilan
Internasional
Komponen-komponen
Lembaga Peradilan
Internasional
Komposisi terdiri dari 15 orang
Hakim dan masa jabatan 9
tahun. Dipilih oleh MU & DK (5
Mahkamah
Orang dari negara anggota tetap
DK PBB)
Internasion
Berfungsi, menyelesaikan kasus
al (The
kasus persengketaan
Internation
internasional yang subjeknya
al Court of
negara.
Justice)
Yurisdiksi adalah kewenangan MI
untuk memu-tuskan perkaraperkara pertikaian dan memberi
opini yang bersifat nasihat.

Mahkamah Internasional dalam mengadili


suatu perkara, berpedoman pada perjanjianperjanjian internasional (traktat-traktat dan
kebiasaan-kebiasaan internasional) sebagai
sumber hukum.
Keputusan Mahkamah Internasional,
merupakan keputusan terakhir walaupun
dapat diminta banding.
Di samping pengadilan Mahkamah
Internasional, terdapat juga pengadilan
arbitrasi internasional.
Arbitrasi internasional hanya untuk
perselisihan hukum, dan keputusan para

Mahkamah Pidana
Internasional
(The International Criminal
Court)
Yurisdiksi adalah
Komposisi adalah 18
kewenangan untuk
orang hakim yang masa
menegakkan aturan
jabatannya 9 tahun.
hukum internasional
Dipilih berdasarkan 2/3
terhadap pelaku
suara Majelis Negara
kejahatan berat.
Pihak.

4 Jenis
Kejahatan
(Pasal 5-8
Statuta
Mahkamah
)

Kejahatan Genosida
Kejahatan terhadap
kemanusiaan
Kejahatan perang
Kejahatan agresi

Panel Khusus dan Spesial Pidana


Internasional ( The International Criminal
Tribunals/ICT)

Berwenang mengadili
para tersangka
kejahatan berat
internasional yang
bersifat tidak
permanen, artinya
setelah selesai
mengadili, peradilan
dibubarkan

Contoh :
International
Criminal Tribunal
for Former
Yugoslavia
Special Court for
cambodia

Penyebab Timbulnya Sengketa


Internasional Menurut Mahkamah
Internasional
a.Sengketa Internasional dan Faktor
Penyebabnya
Sengketa
internasional adalah sengketa atau
perselisihan yang terjadi antar negara baik
yang
Faktor politis atau
berupa masalah :
perbatasan wilayah,
Wilayah,
mrp faktor potensial
Warganegara,
timbulnya ketegangan
Hak Asasi Manusia, dan sengketa
internasional yg dapat
Terorisme, dll.
memicu terjadi perang
terbuka.

1.Segi Politis (Adanya Pakta


Pertahanan atau Pakta
Perdamaian)
Beberapa
Faktor
Penyebab :

2.Hak Atas Suatu Wilayah


Teritorial
3.Pengembangan Senjata Nuklir
atau Senjata Biologi
4.Permasalahan Terorisme
5.Ketidakpuasan Terhadap Rezim
Yang Berkuasa.
6.Adanya Hegemoni (pengaruh
kekuatan) Amerika.

Peran mahkamah Internasional Dalam


Menyelesaikan Sengketa Internasional
Dalam prosedur penyelesaian sengketa internasional
melalui Mahkamah Internasional, dikenal dengan
istilah Adjudication, yaitu suatu teknik hukum untuk
menyelesaikan persengkataan internasional dengan
menyerahkan putusan kepada lembaga peradilan.
Adjudikasi berbeda dari arbitrase, karena adjudikasi
mencakup proses kelembagaan yang dilakukan oleh
lembaga peradilan tetap, sementara arbitrase
dilakukan melalui prosedur ad hoc.

Lanjutan .

Mahkamah
Internasio
nal

Wewenang ratione personae, yaitu


siapa-siapa saja yang dapat mengajukan perkara ke mahkamah, dan
Wewenang ratione materiae, yaitu
mengenai jenis sengketa-sengketa
yang dapat diajukan.

Wewenang wajib (compulsory jurisdiction), yaitu


hanya dapat terjadi jika negara-negara sebelumnya
dalam suatu persetujuan menerima wewenang tsb.
Berdasarkan Ketentuan Konvensional
Klausula Opsional

Lanjutan .

Mahkamah
Internasio
nal

Fungsi konsultatif, yaitu


memberikan pendapat-pendapat
yang tidak mengikat atau apa yang
disebut advisory opinion :
1.Natur Yuridik Pendapat
Hukum (Advisory
Opinion)
2.Permintaan Pendapat
Mahkamah Internasional :
Badan yang dapat
meminta pendapat
mahkamah
Pemberian pendapat

Beberapa istilah penting yang berhubungan dengan


upaya-upaya penyelesaian Internasional.
1. Advisory Opinion, suatu opini hukum yang dibuat oleh
pengadilan dalam melarasi permasalahan yang diajukan oleh
lembaga berwenang.
2. Compromis, suatu kesepakatan awal di anatara pihak yang
bersengketa yang menetapkan ketentuan ihwal persengketaan
yang akan diselesaikan, melalui :
Penetapan ihwal persengketaan,
Menetapkan prinsip untuk memandu peradilan, dan
Membuat aturan prosedur yang harus diikuti dalam
menentukan kasus.
Suatu putusan dapat bersifat nihil bila peradilan melampaui
otoritasnya seperti yang ditentukan oleh pihak yang
bersangkutan dalam compromis.
3. Ex Aequo Et Bono, asas untuk menetapkan keputusan oleh
pengadilan internasional atas dasar keadilan dan keterbukaan.

Prosedur Penyelesaian Sengketa


Internasional Melalui Mahkamah Internasional
D
Pemeriksaan
Dan
Penyeledikan
C

E
Proses
Peradilan s.d.
Pemberian
Sanksi

Komisi Tinggi
HAM PBB/
Lembaga
HAM
Internasional
B
Ada
Pengaduan
Dari Negara
Yang
Dirugikan

A
Telah
Terjadi
Pelanggara
n HAM

MAHKAMAH
INTERNASIONAL

NegaraNegara
Anggota/Buk
an
PBB
Terjadi
Sengket
a/
Konflik

Lanjutan .

Beberapa hal terkait dengan prosedur


penyelesaian
sengketa Internasional melalui Mahkamah
Internasional.
Wewenang Mahkamah, yaitu dapat mengambil
tindakan sementara dalam bentuk ordonasi
(melindungi hak-hak dan kepentingan pihak-pihak
yang bersengketa sambil menunggu keputusan dasar
atau penyelesaian lainnya secara defenitif.
Penolakan Hadir di Mahkamah, bahwa sikap salah
satu pihak tidak muncul di mahkamah atau tidak
mempertahankan perkaranya, pihak lain dapat
meminta mahkamah mengambil keputusan untuk
mendukung tuntutannya. Jika negara bersengketa
tidak hadir di mahkamah, tidak menghalangi organ

Lanjutan .

Keputusan Mahkamah Internasional


dalam Menyelesaikan Sengketa
Internasional

Keputusan Mahkamah Internasional diambil dengan


suara mayo
ritas dari hakim-hakim yang hadir. Jika suara seimbang,
suara
ketua atau wakilnya yg menentukan. Terdiri dari 3
bagian :
Pertama berisikan komposisi mahkamah, informasi
mengenai pihak-pihak yang bersengketa, serta wakilwakilnya, analisis mengenai fakta-fakta, dan
argumentasi hukum pihak-pihak yang bersengketa.
Kedua berisikan penjelasan mengenai motivasi
mahkamah yang merupakan suatu keharusan karena
penyelesaian yuridiksional sering merupakan salah
satu unsur dari penyelesaian yang lebih luas dari
sengketa dan karena itu, perlu dijaga sensibilitas

Peranan Hukum Internasional Dalam


Menjaga Perdamaian Dunia
Berikut ini ada beberapa contoh mengenai
peranan
hukum internasional (berdasarkan sumbersumbernya)
dalam menjaga perdamaian dunia :
1. Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara
damai (Antartika Treaty) pada tahun 1959.
2. Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk
kepentingan perdamaian (Non-Proliferation
Treaty) tahun 1968.
3. Perjanjian damai Dayton (Ohio- AS) tahun 1995
yang mengharuskan pihak Serbia, Muslim
Bosnia, dan Kroasia untuk mematuhinya. Untuk
itu, NATO menempatkan pasukannya guna

Prinsip Hidup Berdampingan Secara


Damai Berdasarkan Persamaan
Derajat

Prinsip penyelesaian sengketa internasional secara


damai didasarkan pada prinsip-prinsip hukum internasional yang
berlaku
secara universal :
1. Bahwa negara tidak akan menggunakan kekerasan
yang bersifat mengancam integritas teritorial atau
kebebasan politik suatu negara, atau menggunakan
cara-cara lainnya yang tidak sesuai dengan tujuantujuan PBB.
2. Non-intervensi dalam urusan dalam negeri dan luar
negeri suatu negara.
3. Persamaan hak menentukan nasib sendiri bg setiap
bangsa.
4. Persamaan kedaulatan negara.
5. Prinsip hukum internasional mengenai kemerdekaan,

ICC
( INTERNATIONAL CRIMINAL COURT )

Sekilas tentang Mahkamah Pidana


Internasional (ICC)
Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court - ICC)
didirikan berdasarkan Statuta Roma tanggal 17 Juli 1998, ketika 120
negara yang berpartisipasi dalam United Nations Diplomatic
Conference on Plenipotentiaries on the Establishment of an
International Criminal Court mengadopsi Statuta Roma tersebut.
Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana Internasional mengatur
kewenangan untuk mengadili kejahatan paling serius yang
mendapatkan perhatian internasional. Kejahatan yang dimaksud
terdiri dari empat jenis, yaitu the crime of genocide (kejahatan
genosida), crimes against humanity (kejahatan terhadap
kemanusiaan), war crimes (kejahatan perang), dan the crime of
aggression (kejahatan agresi).
Berbeda dengan mahkamah internasional sebelumnya yang sifatnya
ad hoc, seperti International Criminal Tribunal for fomer Yugoslavia
(ICTY) dan International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR),
Mahkamah Pidana Internasional merupakan pengadilan yang
permanen (Pasal 3(1) Statuta Roma). Mahkamah ini hanya berlaku
bagi kejahatan yang terjadi setelah Statuta Roma berlaku (Pasal 24
Statuta Roma).
5/18/16

Proses Pembentukan Mahkamah Pidana


Tahun
1950 PBB melalui Majelis Umum membentuk sebuah panitia
Internasional

yang diberi nama Committee on International Criminal Jurisdiction,


dimana panitia ini bertugas untuk menyiapkan sebuah Statuta
Mahkamah Pidana Internasional.
Panitia ini menyelesaikan tugasnya setahun kemudian tetapi kurang
mendapatkan perhatian dari anggota PBB. Permasalahan ini
tenggelam seiring dengan konfrontasi politik dan ideologi selama
perang dingin. Tetapi dipertengahan tahun 1980-an, Pemi Mahkamah
Pidana Internasional n Uni Sovyet, Gorbachev memunculkan kembali
ide pendirian Mahkamah Pidana Internasional terutama ditujukan
kepada gerakan melawan terorisme.
Tahun 1989 ide untuk mendirikan Mahkamah Pidana Internasional
kembali digulirkan dengan usulan delegasi Trinidad dan Tobago
mengatasnamakan enam negara lainnya di wilayah Karibia pada
Sidang Komite IV Majelis Umum PBB yang membidangi masalah
hukum. Usulan Trinidad dan Tobago adalah untuk mengaktifkan
kembali kerja International Law Commission (ILC) untuk menyusun
kembali rancangan Statuta Mahkamah Pidana Internasional
berkaitan dengan usaha untuk memberantas perdagangan narkotika
internasional dan usulan ini ditanggapi dengan baik oleh Majelis
Umum PBB
5/18/16

Proses Pembentukan Mahkamah Pidana


Internasional
(cont.)
Pada tahun 1992, Majelis Umum PBB sekali lagi mengeluarkan
resolusi untuk meminta ILC menyusun rancangan Statuta Mahkamah
Pidana Internasional . Baru pada tahun 1994, ILC menyelesaikan
tugasnya menyusun rancangan Statuta Mahkamah Pidana
Internasional dan kemudian untuk membahasnya dibentuklah
sebuah komite yang dibentuk oleh Majelis Umum PBB dengan nama
Ad Hoc Committe on the Establishment of International Criminal
Court. Saat itu juga ILC merekomendasikan sebuah konferensi
diplomatik untuk mempertimbangkan dan mengadopsi rancangan
statuta tersebut namun tertunda dikarenakan masih terjadi
pertentangan dalam rancangan tersebut.
Selanjutnya pada tahun 1995, Komite Ad Hoc diganti dengan
Preparatory Committe on the Establihment of International Criminal
Court yang mempersiapkan segala sesuatu bagi pembentukan ICC.
Termasuk didalamnya persiapan menyelenggarakan konferensi
diplomatik PBB atau United Nations Conference of Plenipotentiaries
on The Establishment of an International Criminal Court, di Roma,
Italia tanggal 15-17 Juli 1998 yang dihadiri 120 negara yang
kemudian mengadopsi Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana
Internasional.
5/18/16

Yurisdiksi Mahkamah
Mahkamah Pidana Internasional mempunyai yuridiksi untuk
menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan ketika:
Kejahatan dilakukan di wilayah yang telah meratifikasi
Statuta Roma.

Kejahatan dilakukan oleh warga negara yang telah


meratifikasi Statuta Roma.

Negara yang belum meratifikasi statuta Roma telah


memutuskan untuk menerima yuridiksi pengadilan atas
kejahatan tersebut;

Kejahatan dilakukan dalam situasi yang mengancam


perdamaian dan keamanan internasional dan Dewan
Keamanan PBB sudah mengajukan situasi tersebut ke muka
Pengadilan berdasarkan bab 7 Piagam PBB.

5/18/16

Masa Berlaku Yurisdiksi ICC

Pengadilan hanya memiliki yuridikasi untuk kejahatan yang


dilakukan setelah 1 Juli 2002, ketika Statuta Roma
diberlakukan.
Negara Pihak yang meratifikasi/aksesi Statuta Roma setelah 1
Juli 2002 boleh memilih masa berlakunya yurisdiksi
Mahkamah: apakah sejak 1 Juli 2002 atau sejak tanggal
ratifikasi/aksesi

5/18/16

Triggering Mechanism
Statuta Roma menjabarkan kasus-kasus apa saja yang dapat dibawa ke
Penadilan:
Propio Motu:
Jaksa Penuntut Pengadilan dapat memulai investigasi dalam keadaan
dimana satu atau lebih kejahatan telah dilakukan, berdasarkan informasi
dari berbagai sumber, termasuk para korban dan keluarga. Namun, hanya
Pengadilan yang memberlakukan yuridiksi atas kejahatan dan individu
tersebut
State Referrals:
Negara yang telah meratifikasi Statuta Roma dapat meminta Jaksa
Penuntut untuk menginvestigasi situasi dimana satu atau lebih kejahatan
telah dilakukan, tetapi hanya Pengadilan yang memberlakukan yuridiksi.
UNSC Resolution:
Dewan Keamanan PBB dapat meminta Pengadilan untuk menginvestigasi
situasi dimana satu atau lebih kejahatan telah dilakukan. Tidak seperti
metode 1 dan 2, ICC akan memberlakukan yuridiksi ketika Dewan
Keamanan PBB mengajukan situasi tersebut ke Jaksa Penuntut, meskipun
kejahatan tersebut terjadi di wilayah negara yang belum meratifikasi
Statuta Roma atau telah dilakukan suatu bangsa di negara tersebut.
5/18/16

Proses Pengadilan
Di dalam masing-masing situasi tersebut di atas, semua tergantung
Jaksa Penuntut, bukan Negara Pihak atau Dewan Keamanan, untuk
memutuskan apakah investigasi akan dilakukan
Jaksa Penuntut harus meminta kewenangan dari Majelis PraPeradilan (Pre-Trial Chamber) baik untuk melakukan penyelidikan
maupun penuntutan dan permintaan tersebut dapat digugat oleh
negara.
Jaksa Penuntut harus mengajukan kasusnya kepada Pre-Trial
Chamber yang akan memutuskan apakah benar kasus tersebut
memenuhi syarat untuk masuk dalam yurisdiksi mahkamah dan
apakah ada reasonable ground untuk melanjutkan ke tahap
berikutnya.
Setelah admissibility of merit diputuskan oleh Pre-Trial Chambers,
barulah kasus dilimpahkan ke persidangan melalui Registrar
(panitera) dan Jaksa Penuntut Umum dapat melanjutkan ke tahap
investigasi.
5/18/16

Statuta Roma

Statuta Roma ditandatangani pada tanggal 17


Juli 1998, oleh negara-negara peserta yang
menggagas sebuah mahkamah pidana
internasional yang permanen. Dari 120 negara
yang hadir, 20 negara abstain, dan 7 negara
menentang termasuk Amerika Serikat, Cina,
Israel dan India.1 Mahkamah Pidana
Internasional (International Criminal Court dikenal dengan singkatan ICC) berdiri pada
tanggal 1 Juli 2002 ketika 60 negara telah
meratifikasinya.

Yurisdiksi ICC

Yurisdiksi Material: (Pasal 5-8) ICC dapat mengadili kejahatan


genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan
kejahatan agresi. [Tetapi, kejahatan agresi baru akan didefinisikan
pada tahun 2008].3
Yurisdiksi Temporal: (Pasal 11) ICC hanya memiliki yurisdiksi
terhadap kejahatan yang terjadi setelah Statuta Roma berlaku,
sesudah 1 Juli 2002.
Yurisdiksi Teritorial: (Pasal 12) ICC memiliki yurisdiksi terhadap
kejahatan yang dilakukan di dalam wilayah negara peserta, tanpa
melihat kewarga-negaraan dari pelaku. Termasuk, negara-negara
yang mengakui yurisdiksi ICC atas dasar deklarasi ad hoc (misalnya
ada negara di mana terjadi kejahatan internasional dan
pemerintahan negara itu mendeklarasikan bahwa negaranya
mengakui yurisdiksi ICC, walaupun belum menandatangani Statuta
Roma) dan dalam wilayah yang ditentukan, secara sepihak, oleh
Dewan Keamanan.
Yurisdiksi Personal: (Pasal 25-26) ICC memiliki yurisdiksi terhadap
orang, dan bukan terhadap entitas yang abstrak.5 Akan tetapi ICC
tidak memiliki yurisdiksi terhadap pelaku yang berusia di bawah 18

Asas-Asas ICC
Complementary Principle
Unwilling tidak mau (Pasal 17 (2))

Suatu negara dinyatakan tidak mempunyai kesungguhan dalam


menjalankan pengadilan apabila:
Pengadilan nasional dijalankan dalam rangka melindungi pelaku
dari tanggung jawab pidana atas kejahatan berat tersebut
Terjadi penundaan yang tidak konsisten dengan niat untuk
mendapat keadilan
Pengadilan dilakukan secara tidak independen dan memihak,
serta tidak konsisten dengan niat untuk mendapatkan keadilan
Unable - tidak mampu (Pasal 17 (3))

Pengadilan suatu negara dinyatakan tidak mampu apabila


terjadi kegagalan sistem pengadilan nasional, secara
menyeluruh ataupun sebagian. Sehingga negara tersebut tidak
mampu menghadirkan tertuduh atau bukti dan kesaksian yang
dianggap perlu untuk menjalankan proses hukum. rinsip
Komplementer
www.themegallery.com

Lanjutan

Ne bis in idem (Pasal 20): Tidak ada seseorang pun


dapat dipidana untuk kedua kali dalam perkara yang
sama. Akan tetapi ada pengecualian terhadap prinsip ini
apabila dapat dibuktikan pengadilan yang digelar
dilakukan untuk melindungi pelaku atau tidak dilakukan
sesuai standar hukum internasional.
Nullum crimen sine lege, nulla poena sine lege (Pasal 22
& 23): Seseorang hanya dapat dituntut berdasarkan
kejahatan yang diakui dalam Statuta Roma. Dan
seseorang yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan
hanya boleh dihukum sesuai dengan ketentuan
berdasarkan Statuta ini.
Nonretroaktif (Pasal 24): Tidak seorangpun dapat
dituntut melakukan kejahatan berdasarkan Statuta Roma
apabila dia melakukan perbuatan tersebut sebelum
Statuta ini berlaku.

www.themegallery.com

Lanjutan

Pertanggungjawaban pidana individu (Pasal 25): ICC


mempunyai yurisdiksi terhadap orang (bukan institusi,
perusahaan atau negara) yang melakukan kejahatan yang
tertera dalam Statuta, ataupun yang memerintahkan,
atau memfasilitasi terjadinya kejahatan tersebut,
termasuk mereka yang menghasut, secara terbuka, untuk
dilakukannya genosida.
Mengecualikan yurisdiksi terhadap pelaku berumur di
bawah 18 tahun (Pasal 26): ICC menggunakan standar
Konvensi Anak, dan tidak akan mengadili pelaku anakanak.
Tidak mengenal imunitas (Pasal 27): Tidak ada
kekebalan hukum dengan alasan menjalankan tugas
resmi, khususnya tidak ada kekebalan sebagai kepala
ataupun aparat negara.

www.themegallery.com

Lanjutan

Pertanggungjawaban komandan dan atasan (Pasal 28): Seorang


komandan militer atau atasan (sipil) mempunyai tanggung jawab
pidana terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang di bawah
komandonya, apabila ia mengetahui, atau seharusnya mengetahui,
bahwa orang di bawah komandonya melakukan kejahatan, dan ia gagal
mencegah atau menghukum.
Tidak mengenal adanya kedaluwarsa atau batas waktu (Pasal 29):
Artinya, sampai kapan pun ICC mempunyai kewajiban mengadili pelaku
kejahatan berat sesuai Statuta Roma.
Dengan niat dan mengetahui (Pasal 30): Untuk membuktikan
tanggung jawab pidana, maka niat pelaku untuk melakukan kejahatan
tersebut harus bisa dibuktikan. Pelaku juga mengetahui bahwa ada
situasi tertentu atau konsekuensi tertentu akan terjadi akibat dari
sebuah tindakan.
Asas pembelaan (Pasal 31): Tanggung jawab pidana dihapuskan pada
orang yang, ketika melakukan kejahatan, mengalami gangguan jiwa,
mabuk, melakukan bela diri, dilakukan di bawah ancaman terhadap jiwa
seseorang.

2. Menghargai Keputusan Internasional


No
1.

Pihak-Pihak
Yang
Terlibat
Amerika
Serikat di
Filipina,
Indo China
& Jepang

Uraian Kasus atau Kejadian

Tahun 1906, tentara Amerika


telah melakukan kejahatan
perang dengan membunuh
warga
Filipina
(moro
massacre).

Tahun 1968, peristiwa yang


lebih dikenal dengan My Lai
Massacre,
sebuah
kompi
Amerika menyapu warga desa
dengan
senjata
otomatis
hingga menewaskan sekitar
500 korban.

Pada tahun 1945, lebih dari


40.000 rakyat Jepang yang
tidak
berdosa
telah
terpanggang
dengan
dijatuhkannya bom atom di

Keterangan
Para pelaku
ke-jahatan
perang telah
diajukan
ke
pengadilan
mili-ter,
namun tidak
lama
kemudian
banyak yang
di-bebaskan.
(Mah-kamah
internasional belum
dapat
berbuat
banyak).

2.

Jerman &
Jepang
dalam
aksinya di
Eropa dan
Asia.

Periode antara tahun 1933 s.d.


1939 Jerman di bawah pimpinan
Adolf Hitler telah melakukan
pembasmian terhadap lawan
politik
maupun
orang-orang
Yahudi
serta
penyerbuan
terhadap
negara
Austria,
Polandia dan
Cekoslowakia
dengan cara-cara yang sangat
biadab (holocaust).
Pasukan
Jepang
baik
di
Indonesia, Korea maupun di
China
yang
sangat
kejam
selama
pendudukan.
Di
Indonesia, selama pendudukan
Jepang
Tidak
kurang
dari
10.000 rakyat hilang dan tidak
pernah
kembali
selama
berlangsungnya
romusha
tersebut.

Sebelum
Perang Dunia
II,
kolonialisme
Barat
de-ngan
jutaan
korban
tidak
tersen-tuh.
Baru setelah
sekutu
membuka
Pengadilan
Nu-remberg
(1945-1946)
untuk
Nazi
dan
Jepang,
di-mulailah
proses
pelembagaan
untuk
kejahatan
perang

Serbia di
Kroasia dan
Bosnia
Herzegovina
(Yugoslavia)

Kurun
waktu
antara
tahun
1992-1995,
pasukan
Serbia
telah melakukan pemmbersihan
etnik (etnic cleansing) terutama
terhadap warga sipil muslim
Bosnia
(di
Sarajevo)
dan
daerah-daerah lain serta di
Kroasia yang ingin melepaskan
diri
dari
Serbia
setelah
bubarnya
negara
federasi
Yugoslavia.
Tidak
kurang
700.000
warga
sipil
telah
disiksa dan dibunuh dengan
kejam. Beberapa nama yang
harus bertanggungjawab atas
perbuatan kejahatan perang
tersebut antara lain : Stanislav
Galic, Gojko Jankovic, Janco
Janjic,
Dragon
Zelenovic,
Karadzic, Mladic, dan lain-lain.

Tahun
1994
pe-ngadilan
terhadap para
penjahat perag
telah
terbukti
di
Den
Haag
(Belanda).
Proses
pengadilan
terus
berlangsung,
namun
hasilnya
belum sesuai
harapan.
Banyak yang
masih
gagal
ditangkap.

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai