Anda di halaman 1dari 8

Nama : Muhammad Naufal Yasykur

NIM : 02011382126510
Mata Kuliah : Hukum Organisasi Internasional

INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE (ICJ)

International Court Of Justice / Mahkamah Internasional adalah lembaga kehakiman


Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berkedudukan di Den Haag Belanda. Lembaga peradilan
ini didirikan pada tahun 1945 berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Didirikannya International Court Of Justice adalah untuk menyelesaikan kasus-kasus
persengketaan dengan cara damai dan dilarang menggunakan cara kekerasan, sehingga
Negara-negara yang sedang bersengketa tidak perlu menyelesaikan sengketa dengan cara
kekerasan.

Tugas utama dari International Court Of Justice adalah untuk menyelesaikan


sengketa-sengketa internasional mencakup bukan saja sengketa-sengketa antar Negara saja,
melainkan juga kasus-kasus lain yang berada dalam lingkup pengaturan internasional dalam
menyelesaikan sengketa antar Negara, Internasional Court of Justice mempunyai
kewenangan/yuridiksi yang meliputi kewenangan untuk memutuskan perkara-perkara para
pihak yang bersengketa.

Pembentukan Mahkamah Internasional merupakan puncak dari proses panjang


pengembangan metode penyelesaian sengketa internasional secara damai, yang asal usulnya
dapat ditelusuri kembali ke zaman klasik.

Pasal 33 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa mencantumkan metode-metode berikut


untuk penyelesaian perselisihan antar Negara secara damai: negosiasi, penyelidikan, mediasi,
konsiliasi, arbitrase, penyelesaian hukum, dan menggunakan badan-badan atau pengaturan-
pengaturan regional, yang juga harus ditambah dengan jasa-jasa baik. Beberapa cara tersebut
melibatkan jasa pihak ketiga. Misalnya, mediasi menempatkan para pihak yang bersengketa
pada posisi di mana mereka dapat menyelesaikan sendiri perselisihannya berkat campur
tangan pihak ketiga. Arbitrase lebih jauh lagi, dalam artian sengketa diserahkan kepada
keputusan atau putusan pihak ketiga yang tidak memihak, sehingga dapat dicapai
penyelesaian yang mengikat. Hal yang sama juga berlaku dalam penyelesaian secara yudisial
(metode yang diterapkan oleh Mahkamah Internasional), hanya saja pengadilan tunduk pada
peraturan yang lebih ketat dibandingkan dengan pengadilan arbitrase, khususnya dalam hal
prosedural.

Secara historis, mediasi dan arbitrase mendahului penyelesaian peradilan. Yang


pertama dikenal di India kuno dan dunia Islam, sementara banyak contoh yang terakhir dapat
ditemukan di Yunani kuno, di Tiongkok, di antara suku-suku Arab, dalam hukum adat
maritim di Eropa abad pertengahan.

Pembahasan

1. Sejarah International Court of Justice (ICJ)

Didirikannya International Court Of Justice adalah untuk menggantikan peradilan


yang sebelumnya yaitu Permanent International Court Of Justice. Permanent International
Court Of Justice diakui sebagai suatu peradilan yang memainkan peranan penting dalam
sejarah penyelesaian sengketa internasional.

Namun setelah pecah perang dunia ke II secara politis telah menghentikan kegiatan-
kegiatan Permanent International Court Of Justice, dan terjadinya peperangan yang terus
menerus, akhirnya menyebabkan Permanent International Court Of Justice menjadi bubar.
Setelah hampir 3 tahun vakum, akhirnya pada tahun 1942 Menteri Amerika dan Inggris
menyatakan sepakat untuk mengaktifkan dan membentuk kembali inisiatif dengan
mengundang para ahli untuk membentuk Komisi dan mengkaji masalah tersebut.

Selanjutnya Komisi mengeluarkan beberapa rekomendasi sebagai berikut:


1. bahwa perlu dibentuk suatu Mahkamah baru dengan statute yang berlandaskan Statuta
Permanent International Court Of Justice
2. bahwa Mahkamah baru tersebut harus memiliki yurisdiksi untuk memberikan nasihat
3. bahwa Mahkamah baru tersebut tidak boleh memiliki yurisdiksi memaksa Setelah
berbagai pertemuan dan membahas pembentukan suatu Mahkamah baru,

dan pada akhirnya dicapai kesepakatan pada Konferensi San Fransisco pada tahun 1945 yang
memutuskan akan dibentuk suatu badan Mahkamah Internasional baru yang kemudian badan
ini merupakan badan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Mahkamah akan terdiri dari hakim-hakim yang ditunjuk untuk mengadili semua kasus
yang menjadi wewenangnya. Mahkamah yang demikian akan terjaga kontinuitasnya dalam
administrasi pengadilan internasional, karena setiap keputusan akan didokumentasikan.
Hakim International Court of Justice terdiri dari 15 hakim dan masing-masing mempunyai
kewarganegaraan yang berbeda. Hakim dipilih secara independen oleh Dewan Keamanan dan
Majelis Umum PBB. Dalam pemilihan hakim tidak ada perbedaan antara suar anggota tetap
dan tidak tetap Dewan Keamanan. Masa jabatan hakim untuk Sembilan tahun dan dapat
dipilih kembali.
2. Tujuan dan Peran International Court of Justice (ICJ)

Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagaimana diketaui mempunyai tujuan yaitu


mempertahankan perdaIndienWinarwati: Eksistensi Mahkamah Internasional 59 maian
internasional. Hal yang penting dalam sistem PBB adalah meletakkan International Court Of
Justice sebagai organ utama dalam sistem PBB, sebagaimana dalam pasal 7 Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyebutkan organorgan utama dari Perserikatan Bangsa-
Bangsa terdiri dari:

1. Majelis Umum
2. Dewan Keamanan
3. Dewan Ekonomi dan Sosial
4. Dewan Perwalian
5. Mahkamah Peradilan Internasional dan
6. Sekretariat

Selanjutnya pada pasal 92 Piagam PBB menyebutkan ;

“ The International Court of Justice shall be the principal judicial organ of The
United Nations. It shall function in accordance with the annexed Statute, which is base upon
the Statute of The Permanent Court of Justice and form an integral part of the present
Charter.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka ada tiga hal yang di atur yaitu terdiri dari:

- Pertama Mahkamah Internasional adalah merupakan bagian yang integral dalam


sistem PBB. Hal ini tidak ada pada Permanent Court Of Justice dalam rangka Liga Bangsa-
Bangsa. International Court of Justice sebagai organ utama PBB sangat dekat dengan tujuan
dari PBB, ini berarti bahwa International Court of Justice sebagai organ utama PBB
menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa melalui pengadilan sebagai suatu komponen
penting dalam mekanisme perdamaian internasional.

Hal yang penting adalah adanya integrasi dan koordinasi antara dua subjek yang
berbeda diletakkan di bawah suatu instrument internasional tunggal yaitu Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konsekuensi logis dari hubungan khusus ini adalah bahwa
International Court of Justice terikat untuk mengadakan kerja sama dengan organ-organ PBB
dan Statuta Mahkamah Internasional. Sebagai organ utama PBB maka pelaksanaan tugasnya
sejalan dengan tujuan PBB yang ditentukan dalam Piagam. Status International Court of
Justice sebagai organ utama PBB menentukan tanggung jawabnya dan kesamaan derajad
dengan organ utama lainnya sesuai dengan kewenangannya. 60 Rechtidee Jurnal Hukum,
Vol. 9. No. 1, Juni 2014

- Kedua, semua anggota PBB ipso facto menjadi pihak International Court Of Justice
(ICJ).
- Ketiga, dalam hal pelaksanaan keputusan berdasarkan pasal 94 (1) Piagam PBB
bahwa setiap anggota PBB mematuhi keputusan International Court of Justice dalam perkara
apapun dimana anggota tersebut menjadi salah satu pihak. Sedangkan pada pasal 94 (2)
disebutkan Piagam PBB menentukan suatu pihak dalam perkara tidak memenuhi kewajiban
yang dibebankan kepadanya oleh suatu keputusan International Court of Justice, pihak yang
lain dapat meminta perhatian Dewan Keamanan, jika perlu dapat memberikan rekomendasi
atau menentukan tindakan yang akan diambil untuk terlaksananya keputusan itu.

3. Susunan Keanggotaan

ICJ terdiri dari lima belas hakim yang dipilih untuk masa jabatan sembilan tahun oleh
Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB dari daftar orang-orang yang dicalonkan
oleh kelompok nasional di Pengadilan Tetap Arbitrase . Proses pemilu diatur dalam Pasal 4–
19 Statuta ICJ. Pemilihan umum dilakukan secara terhuyung-huyung, dengan lima hakim
dipilih setiap tiga tahun untuk menjamin keberlangsungan peradilan. Jika seorang hakim
meninggal saat menjabat, praktik yang lazim dilakukan adalah memilih seorang hakim dalam
pemilihan khusus untuk menyelesaikan masa jabatannya. Secara historis, hakim-hakim yang
meninggal dunia digantikan oleh hakim-hakim yang berasal dari wilayah yang sama,
meskipun tidak —seperti yang sering disalahartikan—berasal dari kewarganegaraan yang
sama.

Pasal 3 menyatakan bahwa tidak boleh ada dua orang hakim yang
berkewarganegaraan dari satu negara. Menurut Pasal 9, keanggotaan pengadilan seharusnya
mewakili "bentuk utama peradaban dan sistem hukum utama dunia". Hal ini telah ditafsirkan
untuk mencakup hukum umum , hukum perdata , hukum sosialis , dan hukum Islam ,
sementara arti sebenarnya dari "bentuk utama peradaban" masih diperdebatkan.

Pasal 6 Statuta menetapkan bahwa semua hakim harus “dipilih tanpa memandang
kewarganegaraan mereka di antara orang-orang yang memiliki karakter moral tinggi” yang
memenuhi syarat untuk menduduki jabatan peradilan tertinggi di negara asal mereka atau
dikenal sebagai pengacara dengan kompetensi yang memadai dalam hukum internasional.
Independensi peradilan diatur secara khusus dalam Pasal 16–18.

Hakim tidak dapat memegang jabatan lain atau bertindak sebagai penasihat hukum.
Dalam praktiknya, anggota pengadilan mempunyai penafsiran sendiri terhadap peraturan ini
dan banyak yang memilih untuk tetap terlibat dalam arbitrase luar dan memegang jabatan
profesional selama tidak ada konflik kepentingan. Mantan hakim Bruno Simma dan hakim
saat ini Georg Nolte telah mengakui bahwa pekerjaan sampingan harus dibatasi.

Hakim dapat memberikan penilaian bersama atau memberikan pendapat tersendiri.


Keputusan dan pendapat penasihat diambil berdasarkan mayoritas, dan jika terjadi pembagian
yang setara, suara presiden menjadi penentu, yang terjadi pada Legalitas Penggunaan Senjata
Nuklir oleh Negara dalam Konflik Bersenjata (Pendapat diminta oleh WHO), Hakim juga
dapat menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) secara terpisah.
A. Hakim ad hoc

Pasal 31 undang-undang tersebut mengatur prosedur dimana hakim ad hoc menangani


kasus-kasus kontroversial di hadapan pengadilan. Sistem ini memperbolehkan pihak mana
pun dalam suatu kasus yang kontroversial (jika tidak ada salah satu warga negara dari partai
tersebut yang duduk di pengadilan) untuk memilih satu orang tambahan untuk duduk sebagai
hakim dalam kasus tersebut saja. Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa sebanyak tujuh
belas hakim dapat menangani satu kasus.

Sistem ini mungkin tampak aneh jika dibandingkan dengan proses pengadilan dalam
negeri, namun tujuannya adalah untuk mendorong negara agar mengajukan kasus. Misalnya,
jika suatu negara mengetahui bahwa negara tersebut mempunyai petugas peradilan yang
dapat berpartisipasi dalam musyawarah dan memberikan pengetahuan lokal serta pemahaman
tentang perspektif negara kepada hakim lain, maka negara tersebut mungkin akan lebih
bersedia untuk tunduk pada yurisdiksi pengadilan. Meskipun sistem ini tidak sesuai dengan
sifat yudisial dari badan tersebut, namun biasanya dampak praktisnya kecil. Hakim ad hoc
biasanya (tetapi tidak selalu) memberikan suara mendukung negara yang menunjuk mereka
dan dengan demikian membatalkan satu sama lain.

4. Jurisdiksi Mahkamah

Yurisdiksi Mahkamah dalam proses persidangan yang didasarkan pada persetujuan


Negara-negara yang terbuka, bentuk persetujuan ini dinyatakan menentukan cara suatu
perkara dapat diajukan ke pengadilan.

(a) Perjanjian khusus

Pasal 36 ayat 1 Statuta menetapkan bahwa yurisdiksi Mahkamah terdiri dari semua
kasus yang dirujuk oleh para pihak. Kasus-kasus seperti ini biasanya dibawa ke Pengadilan
dengan pemberitahuan kepada Panitera tentang suatu perjanjian yang dikenal sebagai
perjanjian khusus, yang dibuat oleh para pihak yang khusus untuk tujuan ini, subyek sengketa
dan para pihak harus disebutkan (Statuta, Pasal 40, ayat 1; Peraturan, Pasal 39).
(b) Hal-hal yang diatur dalam perjanjian dan konvensi

Pasal 36 ayat 1 Statuta juga menyatakan bahwa yurisdiksi Mahkamah mencakup


semua hal yang secara khusus diatur dalam perjanjian dan konvensi yang berlaku. Hal-hal
tersebut biasanya diajukan ke Pengadilan melalui permohonan tertulis yang memulai proses,
ini adalah dokumen sepihak yang harus menunjukkan subjek sengketa dan para pihak.
(Statuta, Pasal 40, ayat 1) dan, sejauh mungkin, menentukan ketentuan yang menjadi
landasan yurisdiksi Pengadilan bagi pemohon.

(c) Yurisdiksi wajib dalam sengketa hukum

Statuta menetapkan bahwa suatu Negara dapat mengakui yurisdiksi Mahkamah dalam
sengketa hukum sebagai suatu hal yang wajib, sehubungan dengan Negara lain yang
menerima kewajiban yang sama. Kasus-kasus tersebut dibawa ke Pengadilan melalui
permohonan tertulis. Sifat sengketa hukum sehubungan dengan pengakuan yurisdiksi wajib
tersebut tercantum dalam Pasal 36 ayat 2-5 Statuta, yang berbunyi sebagai berikut:

“2. Negara - Negara Pihak pada Statuta ini kapan saja dapat menyatakan bahwa mereka
mengakui yurisdiksi Mahkamah dalam semua sengketa hukum mengenai:

(a) penafsiran suatu perjanjian;


(b) segala persoalan mengenai hukum internasional;
(c) adanya fakta apa pun yang, jika terbukti, merupakan pelanggaran terhadap kewajiban
internasional;
(d) sifat atau luas reparasi yang harus diberikan atas pelanggaran kewajiban internasional.

3. Pernyataan-pernyataan sebagaimana dimaksud di atas dapat dibuat tanpa syarat atau


dengan syarat timbal balik dari beberapa Negara atau Negara tertentu, atau untuk jangka
waktu tertentu.

4. Pernyataan-pernyataan tersebut harus disimpan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan


Bangsa-Bangsa, yang akan meneruskan salinannya kepada para pihak dalam Statuta dan
kepada Panitera Pengadilan.

5. Deklarasi-deklarasi yang dibuat berdasarkan Pasal 36 Statuta Mahkamah Permanen


Peradilan Internasional dan yang masih berlaku akan dianggap, antara para pihak pada
Statuta ini, sebagai penerimaan yurisdiksi wajib Mahkamah Internasional untuk jangka waktu
yang masih harus mereka jalankan dan sesuai dengan ketentuannya.”

(d) Forum prorogatum


Apabila suatu Negara belum mengakui jurisdiksi Mahkamah pada saat suatu permohonan
untuk memulai proses hukum diajukan terhadapnya, maka Negara tersebut mempunyai
kemungkinan untuk kemudian menerima jurisdiksi tersebut agar Pengadilan dapat
mengabulkan kasus tersebut: dengan demikian, Mahkamah mempunyai yurisdiksi sejak saat
itu. tanggal penerimaan berdasarkan aturan forum prorogatum.

(e) Pengadilan sendiri yang memutuskan setiap pertanyaan mengenai yurisdiksinya

Pasal 36, ayat 6, Statuta menyatakan bahwa jika terjadi perselisihan mengenai apakah
Mahkamah mempunyai yurisdiksi, permasalahan tersebut akan diselesaikan melalui
keputusan Mahkamah. Pasal 79 Peraturan ini mengatur tata cara pengajuan keberatan awal.

(f) Interpretasi putusan

Pasal 60 Statuta menyatakan bahwa jika terjadi perselisihan mengenai makna atau ruang
lingkup suatu putusan, Pengadilan akan menafsirkannya atas permintaan pihak mana pun.
Permintaan penafsiran dapat dilakukan melalui perjanjian khusus antara para pihak atau atas
permintaan salah satu pihak atau lebih (Peraturan, Pasal 98) .

(g) Revisi putusan

Permohonan untuk memperbaiki suatu putusan hanya dapat diajukan bila hal itu didasarkan
pada ditemukannya fakta-fakta yang bersifat menentukan, yang pada saat putusan itu
diberikan, tidak diketahui oleh Pengadilan dan juga oleh Pengadilan. pihak yang menuntut
revisi, selalu dengan ketentuan bahwa ketidaktahuan pihak tersebut bukan karena
kelalaiannya (Statuta, Pasal 61, ayat 1). Permohonan revisi dilakukan melalui permohonan.

5. Cara Berperkara di Muka Mahkamah

Dalam Perkara Perderbatan (contentious case)


menurut pasal 34 ayat (1) “hanya negara-negara yang dapat menjadi pihak dalam perkara-
perkara di muka Mahkamah, Negara-negara itu secara jelas dikelompokkan dalam tiga
kategori, kategori pertama mencakup semua anggota PBB yang Pasal 93 (1) Charter PBB,
ipso facto adalah peserta Statuta mahkamah.

Kategori kedua yaitu negara-negara yang bukan anggota PBB yang menunjukkan
hasrat berasosiasi tetap dengan Mahkamah dan menurut Pasal 93 (2) telah menjadi anggota
Statuta dengan syarat-syarat Umum berdasarkan rekomendasi Dewan Keamanan,

Kategori ketiga meliputi negara-negara yang buk anggota PBB namun ingin tampil di
muka Mahkamah seb pihak-pihak dalam sengketa tertentu atau kelompok sengketa tertentu
namun tanpa menjadi Peserta Statuta. Menurut Pasal 35 (2) Statuta, dan Resolusi Dewan
Keamanan 15 Oktober 1946, memungkinkan mengenakan persyaratan-persyaratan terhadap
negara-negara itu dan mematuhi keputusan-keputusan Mahkamah dan menerima syarat-
syarat dalam Pasal 94 Charter; Mahkamah sendiri telah menentukan jumlah biaya perkara
tertentu secara layak.

Perbedaan jarak antara kategori kedua dan ketiga adalah bahwa, peserta kategori
kedua dapat berpartisipasi penuh dalam pola untuk yurisdiksi, menurut Pasal 36 (3) -
Optional Clause - kategori ketiga dapat menandatangani optional clause tetapi tidak dapat
menggunakannya sebagai sandaran jika berhadapan dengan negara-negara yang menjadi
peserta Statuta (yaitu kategori kesatu dan kedua) kecuali jika ada perjanjian khusus.

6. Peranan Institusio0nal Mahkamah

Hubungan dengan PBB

Statuta ICj merupakan “Bagian integral” dari charter perserikatan bangsa-bangsa dan
ICj dengan sendirinya merupakan adalah “Organ peradilan utama dari perserikatan bangsa-
bangsa”, (Pasal 93)1)), ini tidak sama dengan pada Liga, akan tetapi secara bersamaan
dengan Liga adalah bahwa penyelesaian hukum oleh Mahkamah menjadi suatu bagian
penting dari prosedur-prosedur untuk penyelesaian yang dimuat dalam konstitusi organisasi
dalam bentuk umum, walaupun tanpa pemberian kekuasaan untuk menyelesaikan
penyelesaian peradilan wajib kepada organ yang diseburt tersebut.

Majelis Umum dan Dewan Keamanan diberi peranan yang sama dalam proses
pemiliha hakim sebagaimana yang diberukan kepada Assembly dan Council Liga, dan
Dewan Keamanan dapat peran yang sama seperti Council Liga berkenaan dengan
pelaksanaan keputusan yang dikeluarkan Mahkamah. Keputusan-keputusan Mahkamah (Pale
Dalam Charter, Pasal 94 (2) mengatur;

"Apabila suatu pihak dalam suatu perkara tidak mem kewajiban yang dibebankan kepadanya
oleh suatu keput keluarkan Mahkamah, pihak yang lain dapat meminta h Dewan Keamanan,
yang jika dianggap peda, dapat megs mendasi-rekomendas atau memutuskan tentang tindaka
diambil guna melaksanakan keputusan itu.”

Anda mungkin juga menyukai