NIM : 02011382126510
Mata Kuliah : Hukum Organisasi Internasional
Pembahasan
Namun setelah pecah perang dunia ke II secara politis telah menghentikan kegiatan-
kegiatan Permanent International Court Of Justice, dan terjadinya peperangan yang terus
menerus, akhirnya menyebabkan Permanent International Court Of Justice menjadi bubar.
Setelah hampir 3 tahun vakum, akhirnya pada tahun 1942 Menteri Amerika dan Inggris
menyatakan sepakat untuk mengaktifkan dan membentuk kembali inisiatif dengan
mengundang para ahli untuk membentuk Komisi dan mengkaji masalah tersebut.
dan pada akhirnya dicapai kesepakatan pada Konferensi San Fransisco pada tahun 1945 yang
memutuskan akan dibentuk suatu badan Mahkamah Internasional baru yang kemudian badan
ini merupakan badan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Mahkamah akan terdiri dari hakim-hakim yang ditunjuk untuk mengadili semua kasus
yang menjadi wewenangnya. Mahkamah yang demikian akan terjaga kontinuitasnya dalam
administrasi pengadilan internasional, karena setiap keputusan akan didokumentasikan.
Hakim International Court of Justice terdiri dari 15 hakim dan masing-masing mempunyai
kewarganegaraan yang berbeda. Hakim dipilih secara independen oleh Dewan Keamanan dan
Majelis Umum PBB. Dalam pemilihan hakim tidak ada perbedaan antara suar anggota tetap
dan tidak tetap Dewan Keamanan. Masa jabatan hakim untuk Sembilan tahun dan dapat
dipilih kembali.
2. Tujuan dan Peran International Court of Justice (ICJ)
1. Majelis Umum
2. Dewan Keamanan
3. Dewan Ekonomi dan Sosial
4. Dewan Perwalian
5. Mahkamah Peradilan Internasional dan
6. Sekretariat
“ The International Court of Justice shall be the principal judicial organ of The
United Nations. It shall function in accordance with the annexed Statute, which is base upon
the Statute of The Permanent Court of Justice and form an integral part of the present
Charter.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka ada tiga hal yang di atur yaitu terdiri dari:
Hal yang penting adalah adanya integrasi dan koordinasi antara dua subjek yang
berbeda diletakkan di bawah suatu instrument internasional tunggal yaitu Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konsekuensi logis dari hubungan khusus ini adalah bahwa
International Court of Justice terikat untuk mengadakan kerja sama dengan organ-organ PBB
dan Statuta Mahkamah Internasional. Sebagai organ utama PBB maka pelaksanaan tugasnya
sejalan dengan tujuan PBB yang ditentukan dalam Piagam. Status International Court of
Justice sebagai organ utama PBB menentukan tanggung jawabnya dan kesamaan derajad
dengan organ utama lainnya sesuai dengan kewenangannya. 60 Rechtidee Jurnal Hukum,
Vol. 9. No. 1, Juni 2014
- Kedua, semua anggota PBB ipso facto menjadi pihak International Court Of Justice
(ICJ).
- Ketiga, dalam hal pelaksanaan keputusan berdasarkan pasal 94 (1) Piagam PBB
bahwa setiap anggota PBB mematuhi keputusan International Court of Justice dalam perkara
apapun dimana anggota tersebut menjadi salah satu pihak. Sedangkan pada pasal 94 (2)
disebutkan Piagam PBB menentukan suatu pihak dalam perkara tidak memenuhi kewajiban
yang dibebankan kepadanya oleh suatu keputusan International Court of Justice, pihak yang
lain dapat meminta perhatian Dewan Keamanan, jika perlu dapat memberikan rekomendasi
atau menentukan tindakan yang akan diambil untuk terlaksananya keputusan itu.
3. Susunan Keanggotaan
ICJ terdiri dari lima belas hakim yang dipilih untuk masa jabatan sembilan tahun oleh
Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB dari daftar orang-orang yang dicalonkan
oleh kelompok nasional di Pengadilan Tetap Arbitrase . Proses pemilu diatur dalam Pasal 4–
19 Statuta ICJ. Pemilihan umum dilakukan secara terhuyung-huyung, dengan lima hakim
dipilih setiap tiga tahun untuk menjamin keberlangsungan peradilan. Jika seorang hakim
meninggal saat menjabat, praktik yang lazim dilakukan adalah memilih seorang hakim dalam
pemilihan khusus untuk menyelesaikan masa jabatannya. Secara historis, hakim-hakim yang
meninggal dunia digantikan oleh hakim-hakim yang berasal dari wilayah yang sama,
meskipun tidak —seperti yang sering disalahartikan—berasal dari kewarganegaraan yang
sama.
Pasal 3 menyatakan bahwa tidak boleh ada dua orang hakim yang
berkewarganegaraan dari satu negara. Menurut Pasal 9, keanggotaan pengadilan seharusnya
mewakili "bentuk utama peradaban dan sistem hukum utama dunia". Hal ini telah ditafsirkan
untuk mencakup hukum umum , hukum perdata , hukum sosialis , dan hukum Islam ,
sementara arti sebenarnya dari "bentuk utama peradaban" masih diperdebatkan.
Pasal 6 Statuta menetapkan bahwa semua hakim harus “dipilih tanpa memandang
kewarganegaraan mereka di antara orang-orang yang memiliki karakter moral tinggi” yang
memenuhi syarat untuk menduduki jabatan peradilan tertinggi di negara asal mereka atau
dikenal sebagai pengacara dengan kompetensi yang memadai dalam hukum internasional.
Independensi peradilan diatur secara khusus dalam Pasal 16–18.
Hakim tidak dapat memegang jabatan lain atau bertindak sebagai penasihat hukum.
Dalam praktiknya, anggota pengadilan mempunyai penafsiran sendiri terhadap peraturan ini
dan banyak yang memilih untuk tetap terlibat dalam arbitrase luar dan memegang jabatan
profesional selama tidak ada konflik kepentingan. Mantan hakim Bruno Simma dan hakim
saat ini Georg Nolte telah mengakui bahwa pekerjaan sampingan harus dibatasi.
Sistem ini mungkin tampak aneh jika dibandingkan dengan proses pengadilan dalam
negeri, namun tujuannya adalah untuk mendorong negara agar mengajukan kasus. Misalnya,
jika suatu negara mengetahui bahwa negara tersebut mempunyai petugas peradilan yang
dapat berpartisipasi dalam musyawarah dan memberikan pengetahuan lokal serta pemahaman
tentang perspektif negara kepada hakim lain, maka negara tersebut mungkin akan lebih
bersedia untuk tunduk pada yurisdiksi pengadilan. Meskipun sistem ini tidak sesuai dengan
sifat yudisial dari badan tersebut, namun biasanya dampak praktisnya kecil. Hakim ad hoc
biasanya (tetapi tidak selalu) memberikan suara mendukung negara yang menunjuk mereka
dan dengan demikian membatalkan satu sama lain.
4. Jurisdiksi Mahkamah
Pasal 36 ayat 1 Statuta menetapkan bahwa yurisdiksi Mahkamah terdiri dari semua
kasus yang dirujuk oleh para pihak. Kasus-kasus seperti ini biasanya dibawa ke Pengadilan
dengan pemberitahuan kepada Panitera tentang suatu perjanjian yang dikenal sebagai
perjanjian khusus, yang dibuat oleh para pihak yang khusus untuk tujuan ini, subyek sengketa
dan para pihak harus disebutkan (Statuta, Pasal 40, ayat 1; Peraturan, Pasal 39).
(b) Hal-hal yang diatur dalam perjanjian dan konvensi
Statuta menetapkan bahwa suatu Negara dapat mengakui yurisdiksi Mahkamah dalam
sengketa hukum sebagai suatu hal yang wajib, sehubungan dengan Negara lain yang
menerima kewajiban yang sama. Kasus-kasus tersebut dibawa ke Pengadilan melalui
permohonan tertulis. Sifat sengketa hukum sehubungan dengan pengakuan yurisdiksi wajib
tersebut tercantum dalam Pasal 36 ayat 2-5 Statuta, yang berbunyi sebagai berikut:
“2. Negara - Negara Pihak pada Statuta ini kapan saja dapat menyatakan bahwa mereka
mengakui yurisdiksi Mahkamah dalam semua sengketa hukum mengenai:
Pasal 36, ayat 6, Statuta menyatakan bahwa jika terjadi perselisihan mengenai apakah
Mahkamah mempunyai yurisdiksi, permasalahan tersebut akan diselesaikan melalui
keputusan Mahkamah. Pasal 79 Peraturan ini mengatur tata cara pengajuan keberatan awal.
Pasal 60 Statuta menyatakan bahwa jika terjadi perselisihan mengenai makna atau ruang
lingkup suatu putusan, Pengadilan akan menafsirkannya atas permintaan pihak mana pun.
Permintaan penafsiran dapat dilakukan melalui perjanjian khusus antara para pihak atau atas
permintaan salah satu pihak atau lebih (Peraturan, Pasal 98) .
Permohonan untuk memperbaiki suatu putusan hanya dapat diajukan bila hal itu didasarkan
pada ditemukannya fakta-fakta yang bersifat menentukan, yang pada saat putusan itu
diberikan, tidak diketahui oleh Pengadilan dan juga oleh Pengadilan. pihak yang menuntut
revisi, selalu dengan ketentuan bahwa ketidaktahuan pihak tersebut bukan karena
kelalaiannya (Statuta, Pasal 61, ayat 1). Permohonan revisi dilakukan melalui permohonan.
Kategori kedua yaitu negara-negara yang bukan anggota PBB yang menunjukkan
hasrat berasosiasi tetap dengan Mahkamah dan menurut Pasal 93 (2) telah menjadi anggota
Statuta dengan syarat-syarat Umum berdasarkan rekomendasi Dewan Keamanan,
Kategori ketiga meliputi negara-negara yang buk anggota PBB namun ingin tampil di
muka Mahkamah seb pihak-pihak dalam sengketa tertentu atau kelompok sengketa tertentu
namun tanpa menjadi Peserta Statuta. Menurut Pasal 35 (2) Statuta, dan Resolusi Dewan
Keamanan 15 Oktober 1946, memungkinkan mengenakan persyaratan-persyaratan terhadap
negara-negara itu dan mematuhi keputusan-keputusan Mahkamah dan menerima syarat-
syarat dalam Pasal 94 Charter; Mahkamah sendiri telah menentukan jumlah biaya perkara
tertentu secara layak.
Perbedaan jarak antara kategori kedua dan ketiga adalah bahwa, peserta kategori
kedua dapat berpartisipasi penuh dalam pola untuk yurisdiksi, menurut Pasal 36 (3) -
Optional Clause - kategori ketiga dapat menandatangani optional clause tetapi tidak dapat
menggunakannya sebagai sandaran jika berhadapan dengan negara-negara yang menjadi
peserta Statuta (yaitu kategori kesatu dan kedua) kecuali jika ada perjanjian khusus.
Statuta ICj merupakan “Bagian integral” dari charter perserikatan bangsa-bangsa dan
ICj dengan sendirinya merupakan adalah “Organ peradilan utama dari perserikatan bangsa-
bangsa”, (Pasal 93)1)), ini tidak sama dengan pada Liga, akan tetapi secara bersamaan
dengan Liga adalah bahwa penyelesaian hukum oleh Mahkamah menjadi suatu bagian
penting dari prosedur-prosedur untuk penyelesaian yang dimuat dalam konstitusi organisasi
dalam bentuk umum, walaupun tanpa pemberian kekuasaan untuk menyelesaikan
penyelesaian peradilan wajib kepada organ yang diseburt tersebut.
Majelis Umum dan Dewan Keamanan diberi peranan yang sama dalam proses
pemiliha hakim sebagaimana yang diberukan kepada Assembly dan Council Liga, dan
Dewan Keamanan dapat peran yang sama seperti Council Liga berkenaan dengan
pelaksanaan keputusan yang dikeluarkan Mahkamah. Keputusan-keputusan Mahkamah (Pale
Dalam Charter, Pasal 94 (2) mengatur;
"Apabila suatu pihak dalam suatu perkara tidak mem kewajiban yang dibebankan kepadanya
oleh suatu keput keluarkan Mahkamah, pihak yang lain dapat meminta h Dewan Keamanan,
yang jika dianggap peda, dapat megs mendasi-rekomendas atau memutuskan tentang tindaka
diambil guna melaksanakan keputusan itu.”