1) Pembukaan
2) Bab I Kepribadian
3) Bab II Kecakapan Profesional
4) Bab III Tanggung Jawab
5) Bab IV Ketentuan Khusus
6) Bab V Pelaksanaan Kode Etik
7) Bab VI Suplemen dan Penyempurnaan
8) Bab VII Penutup
9) Bab VIII Pengesahan
Pada tahun1998 sampai sekarang nama itu diubah kembali ke “Kode Etik Ikatan Akutansi
Indonesia (Kode Etik IAI). Dengan struktur etika profesional yang baru yaitu “Delapan Prinsip
Etika” yang berlaku bagi seluruh anggota IAI (seluruh Kompartemen dibawah naungan IAI)
AKUTAN PUBLIK DAN AUDITOR INDEPENDEN
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa
assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance.
• Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu
informasi bagi pengambil keputusan.
• Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang
disepakati (agreed upon procedure).
• Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang
independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal
yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.
• Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya
ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk
lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik
adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Auditor Independen : akutan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan
keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standart auditing SPAP.
KERANGKA KODE ETIK IAI
(1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, (3) Interprestasi Aturan Etika, (4) Tanya dan Jawab
1. PRINSIP ETIKA
a. Prinsip Pertama: Tanggung Jawab Profesi
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan
peranan tersebut, anggota memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional
mereka.
b. Prinsip Kedua: Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, mengormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
c. Prinsip Ketiga: Integritas
Integritas adalah suatu satu kesatuan yang mendasari munculnya pengakuan profesional.
Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan standar bagi
anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
d. Prinsip Keempat: Objektivitas
Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota
berdasarkan apa yang telah pemberi nilai dapatkan. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota
bersikap adil, tidak memihak, jujur, secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas
dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain
e. Prinsip Kelima: Kompetensi dan Kehati- hatian Profesional
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota tidak diperkenankan
menggambarkan pengalaman kehandalan kompetensi atau pengalaman yang belum anggota
kuasai atau belum anggota alami. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 fase yang
terpisah: (1) Pencapaian Kompetensi Profesional.(2) Pemeliharaan Kompetensi Profesional
f. Prinsip Keenam: Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selam melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staff di bawah pengawasannya dan
orang- orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
g. Prinsip Ketujuh: Perilaku Profesional
Kewajiban untuk menghindari perbuatan atau tingkah laku yang dapat mendiskreditkan atau
mengurangi tingkat profesi harus dipenuhi oleh anggota sebgai perwujudan tanggung jawabnya
kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staff, pemberi kerja dan masyarakat
umum.
h. Prinsip Kedelapan : Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan profesionalitasnya sesuai dengan standar teknis dan standar
professional yang ditetapkan secara relevan. Standar teknis dan standar professional yang harus
ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh IAI, International Federation of
Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang- undangan yang relevan.
2. ATURAN ETIKA KOMPARTEMEN AKUTAN PUBLIK
a) 101 Independensi : Dalam menjalankan tugas seorang anngota KAP harus menerapkan sikap
independensi baik dalam fakta maupun penampilan.
b) 102 Integritas dan Objektivitas : Seorang anggota KAP harus bebas dari benturan kepentingan
dan tidak boleh membiarkan fakta salah saji material.
c) 201 Standart Umum : Anggota KAP harus mematuhi standart umum yang sudah ditetapkan
oleh IAI.
d) 202 Kepatuhan terhadap Standart : Anggota KAP dalam melakukan tugas jasa auditing wajib
mematuhi standart yang dikeluarkan oleh IAI.
e) 300 Tanggung Jawab Kepada Klien : Anggota KAP harus bertanggung jawab atas
pekerjaanya terhadap orang atau badan yang mengadakan perikatan dengan KAP.
f) 400 Tanggung Jawab Kepada Rekan Seprofesi
g) 500 Tanggung Jawab dan Praktik lain
BAB 3
BUKTI AUDIT
.
ARSESI MANAJEMEN DALAM LAPORAN KEUANGAN
Arsesi : pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan
keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit serta dapat
diklasifikasikan berdasarkan penggolongan besar sebagai berikut ini:
1) Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva atau utang
entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode
tertentu.
2) Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang
seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai contoh,
manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan dicantumkan
dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa utang usaha di
neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.
3) Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak entitas
dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu
4) Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah komponen- komponen
aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada
jumlah yang semestinya
5) Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen-
komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya
STANDART PEKERJAAN LAPANGAN KETIGA
Standart pekerjaan lapanga ketiga berbunyi : “Bukti kompeten yang cukup harus diperoleh
melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang layak
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.”
Empat standar penting itu sebagai berikut :
a) Bukti Audit
Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan oleh auditor dalam pembuatan kesimpulan
(opini) dibuat. Bukti audit termasuk di dalamnya adalah: (1). catatan akuntansi yang
menghasilkan laporan keuangan, dan (2). Informasi lainnya yang berhubungan/terkait dengan
catatan akuntansi dan pendukung alasan logis dari auditor tentang laporan keuangan yang layak.
b) Cukup atau tidaknya bukti audit : berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan
oleh auditor. Faktor yang mempengaruhinya adalah (a) Materialitas dan resiko, (b) Faktor
Ekonomi (c) Ukuran dan karakteristik populasi
c) Kompetensi Bukti Audit : berhubungan dengan kualitas atau keandalan data dan informasi
penguat
d) Bukti Audit sebagi Dasar yang Layak Menyatakan Pendapat Auditor : Pertimbangan
auditor tentang kelayakan bukti audit dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini : (a)
Pertimbangan Profesional (b) Integritas manajemen (c) Kepemilikan publik versus terbatas (d)
Kondisi keuangan
PROSEDUR AUDIT
1. Inspeksi
2. Pengamatan
3. Konfirmasi
4. Permintaan keterangan
5. Penelusuran
6. Pemeriksaan dokumen pendukung.
7. Perhitungan
8. Scanning
9. Pelaksanaan ulang
10. Teknik audit berbantuan komputer (computer-assisted audit techniques)
BAB 4
KERTAS KERJA
BAB 5
PENERIMAAN PERIKATAN DAN PERENCANAAN AUDIT
d. Menilai independensi
Standar umum yang kedua: “dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.” Oleh karena itu, sebelum auditor
menerima suatu perikatan audit, ia harus memastikan bahwa setiap profesional yang menjadi
anggota tim auditnya tidak terlibat atau memiliki kondisi yang menjadikan independensi tim
auditnya diragukan oleh pihak yang mengetahui salah satu dari delapan golongan informasi.
PERENCANAAN AUDIT
Setelah auditor memutuskan untuk menerima perikatan audit dari kliennya, langkah berikutnya
yang perlu ditempuhhhh adalah merencanakan audit. Ada tujuah tahap yang harus ditempuh oleh
auditor dalam merencanakan auditnya:
1) Memahami bisnis dan industri klien
Pemahaman atas bisnis klien memberikan panduan tentang sumber informasi bagi auditor untuk
memahami bisnis dan industri klien.
2) Melaksanakan prosedur analitik
Prosedur analitik memberikan panduan bagi auditor dalam menggunakan prosedur analitik pada
tahap perencanaan audit, pada tahap pengujian dan pada tahapreview menyeluruh terhadap hasil
audit. Prosedur analitik dilaksanakan melalui enam tahap, yaitu:
Menidentifikasi perhitungan/perbandingan yang harus dibuat
Megembangkan harapan
Melaksanakan perhitungan/perbandingan
Menganalisa data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan
Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak terduga dan mengevaluasi perbedaan tersebut
Menentukan dampak hasil prosedur analitik terhadap perencanaan audit
3) Mempertimbangkan tingkat materialitas awal
Pada tahap perencanaan audit, audit perlu mempertimbangkan materialitas awal pada dua tingkat
berikut ini:
Tingkat kaporan keuangan
Materialitas awal pada tingkat laporan keuangan diterapkan oleh auditor karena pendapat
auditor atas kewajaran laporan keuangan diterapkan pada laporan keungan sebagai keseluruhan.
Tingkat saldo akun
Materialitas awal pada tingkat saldo akun ditentukan oleh auditor pada tahap perencanaan audit
karena untuk mencapai kesimpulan tentang kewajaran laporan keuangan sebagi keseluruhan,
auditor perlu melakukan verifikasi saldo akun.
4) Mempertimbangkan risiko bawaan
Dalam keseluruhan proses audit, auditor mempertimbangkan berbagai risiko, sesuai dengan
tahap-tahap proses auditnya. Berbagai risiko yang harus dipertimbangkan oleh auditor dalam
setiap tahap proses auditnya.
5) Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal, jika periaktan
dengan klien berupaa audit tahun pertama
Auditor harus menetukan bahwa saldo awal mencerminkan penerpaan kebijakan akuntansi yang
semestinya dan bahwa kebijakan tersebut diterapkan secara konsisten dalam laporan keuangan
tahun berjalan. Bila terdapat perubahan dalam kebijakan akuntansi atau penerapnnya, auditor
harus memperoleh kepastian bahwa perubahan tersebut memang semestinya dilakuakn, dan
dipertanggungjawabkan, serta diungkapkan.
6) Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan
Dengan adanya keterkaitan antara bukti audit, materialitas dan komponen risiko audit (risiko
bawaan, risiko pengendalian dan riiko deteksi), auditor dapat memilih strategi audit awal dalam
perencanaan audit terhadap asersi individual atau golongan transaksi. Ada dua strategi audit awal
yang dapat dipilih oleh auditor:
Primarily substantive approach
Lower assessed level of control risk approach
7) Memahami pengendalian intern klien
Langkah pertama dalam pengendalian intern adalah dengan mempelajari unsur-unsur
pengendalian intern yang berlaku. Langkah berikutnya adalah melakukan penilaian terhadap
efektivitas pengendalian intern dengan menentukan kekuatan dan kelemahan pengendalian intern
tersebut. Untuk mendukung keyakinan atas efektivitas pengendalian intern tersebut, auditor
melakukan pengujian pengendalian.
BAB 6
MATERIALITAS, RISIKO DAN STATEGI AUDIT AWAL
MATERIALITAS
Pengertian Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan
perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji
itu.
Pertimbangan Awal mengenai Materialitas
Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya.
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif yang berkaitan dengan hubungan
salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan dan kualitatif yang berkaitan
dengan penyebab salah saji.
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat berikut
ini :
a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan
keuangan sebagai keseluruhan.
b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan
menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas
pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini :
1. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi kekeliruan atau
kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secara gabungan, sedemikian signifikan
sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum. Dalam keadaan ini, salah saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan
secara keliru prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, penyimpangan dari fakta, atau
penghilangan informasi yang diperlukan.
Berikut ini diberikan contoh beberapa panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik :
a. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 5 % sampai
10 % dari laba sebelum pajak.
b. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½ %
sampai 1 % dari total aktiva.
c. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1 % dari
total pasiva.
d. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½ %
sampai 1 % dari pendapatan bruto.
2. Materialitas pada Tingkat Saldo Akun
Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam
saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada timgkat saldo
akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material. Saldo akun material
adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan
jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan.
RESIKO AUDIT
Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan
pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk
menanggungnya.
Resiko Audit dibagi menjadi 2 :
a) Resiko Audit Keseluruhan : merupakan besaranya risiko audit yang dapat ditanggung oleh
auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar.
b) Risiko Audit Individual : pengalokasian resiko audit keseluruhan ke akun-akun secara
individual, sehingga sangat diperlukan penentuan risiko untuk setiap akun.
Unsur Resiko Audit :
a) Risiko Bawaan : kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji
material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang
terkait.
b) Risiko Pengendalian : risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat
dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern.
c) Risiko Deteksi : risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang
terdapat dalam suatu asersi.
Penggunaan Informasi Audit :
Risiko Audit individual = Risiko bawaan x Risiko pengendalian x Risiko
deteksi
Formula risiko audit
BAB 7
PEMAHAMAN ATAS PENGENDALIAN INTERN
Dari definisi pengendalian tersebut terdapat beberapa konsep dasar berikut ini:
a) Pengendalian intern merupakan proses. Artinya suatu rangkaian tindakan yang bersifat perva
sif dan menjadi bagian tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai tambahan, dari infrastruktur
entitas.
b) Pengendalian intern dijalankan oleh orang. Artinya bukan hanya terdiri dari pedoman
kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang
mencakup dewan komisaris, manajemen, dan personal lain.
c) Pengendalian intern diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai, bukan
keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan komisaris entitas.
d) Pengendalian Intern ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan ; pelaporan
keuangan, kepatuhan dan operasi.
TUJUAN PENGENDALIAN INTERN
Tujuan pengendalian intern :
(1) keandalan informasi keuangan,
(2) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku,
(3) efektivitas dan efisiensi operasi.
Auditor berkewajiban untuk memahami pengendalian intern yang ditujukan untuk memberikan
keyakinan memadai bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akutansi berterima umum di Indonesia dan untuk menentukan apakah audit mungkin
dilaksanakan terjadi salah saji material.
AUDIT INTERN
Menurut Sukrisno Agoes (2004:221), internal audit (pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan
yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan
catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang
telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan
profesi yang berlaku.
Fungsi internal auditor yang dikemukakan oleh Holmes dan Overmayer yang menggolongkan
secara terperinci:
a) Menentukan baik tidaknya internal control dengan memperhatikan pemeriksaan fungsi dan
apakah prinsip akuntansi benar-benar telah dilaksanakan.
b) Bertanggung jawab dalam menentukan apakah pelaksanaan sesuai dengan rencana policy dan
prosedur yang telah ditetapkan sampai nilai apakah hal tersebut telah diperbaiki atau tidak,
c) Menverifikasi adanya keuntungan kekayaan atau asset termasuk mencegah dan menentukan
penyelesaian.
d) Menverifikasikan dan menilai tingkat kepercayaan terhadap sistem akuntansi dan pelaporan.
e) Melaporkan secara objektif apa yang diketahui kepada manajemen disertai rekomendasi
perbaikan.
BAB 8
PENAKSIRAN RESIKO DAN DESAIN PENGUJIAN
a) Permintaan keterangan
b) Pengamatan
c) Inspeksi
d) Pelaksanaan kembali
Jika tingkat risiko pengendalian final sama dengan yang direncanakan. Auditor dapat
melanjutkan untuk mendesain pengujian substantif khusus berdsarkan tingkat pengujian
substantif yang telah direncanakan. Namun jika tingkat risiko pengendalian final tidak sama
dengan yang direncanakan, auditor harus mengubahtingkat pengujian substantif sebelum auditor
mendesain pengujian substantif khusus untuk menampung tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima.
Hubungan antara strategi audit awal, risiko deteksi yang direncanakan dan tingakat
pengujian substantif yang direncanakan secara ringkas digambarkan sebagai berikut:
Risiko Deteksi yang Tingkat Pengujian Substantif
Strategi Audit Awal
Direncanakan yang direncanakan
Pendekatan Terutama
Rendah atau sangat rendah Tingkat tinggi
substantif
BAB 9
ATTRIBUTR SAMPLING UNTUK PENGUJIAN PENGENDALIAN
STATISTICAL SAMPLING
AU 350.01 mendefinisikan sampling audit (audit sampling) sebagai penerapan prosedur audit
terhadap unsur-unsur suatu saldo akun atau kelompok transaksi yang kurang dari 100 % dengan
tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut.
Sampling audit diterapkan baik untuk pengujian pengendalian dan pengujian substantif. Namun
demikian, hal tersebut bukan berarti dapat diterapkan untuk seluruh prosedur audit yang dapat
digunakan dalam pengujian-pengujian tersebut. Contoh, sampling audit secara luas di
gunakandalam pemeriksaan (vouching), konfirmasi (confirming), dan penelusuran (tracing),
tetapi haltersebut tidak biasa digunakan dalam pengajuan pertanyaan, observasi, dan prosedur
analitis
Ada dua Model sampling : (1) Attribute Sampling
(2) Variable Sampling
Ada empat tipe sampel dalam pengujian pengendalian yaitu:
1. Sample 100%
Auditor memilih anggota sample berdasarkan unsur penting atau kunci dengan memeriksademua
dokumen atau catatan yang bersangkutan dengan transaksi tertentu.
2. Judgement Sample
Auditor memilih anggota sample berdasarkan pertimbangannya sendiri dimana sampleyang
diambil adalah semua dokumen atau catatan suatu transaksi pada suatu periodetertentu saja.
3. Representative Sample
Auditor memilih anggota sampel secara acak dari seluruh anggota populasi tetapi sampelyang
dipilih dalam metode ini tidak dapat dianalisis secara matematis.
4. Statistical Sample
Auditor memilih anggota sampel secara acak dari seluruh anggota populasi danmenganalisis
hasil pemeriksaan terhadap anggota sample secara matematis
ATTRIBUTE SAMPLING MODELS
Terdiri dari : (1) Fixed-sample-size atribute sampling (2) Stop-or-go sampling (3) Discovery
sampling
1. Fixed Sample Size Attribute Sampling.
Model ini paling banyak digunakan dalam audit. Pengambilan sampel dengan model iniditujukan untuk
memerkirakan persentase terjadinya mutu tertentu dalam suatu populasi. Prosedur pengambilan
sample dari model ini adalah sebagai berikut:
a) Penentuan attribute yang akan diperiksa untuk menguji efektivitas pengendalian intern
b) Penentuan populasi untuk mengambil samplenya
c) Penentuan besarnya sample
d) Pemilihan anggota sample dari seluruh anggota populasi
e) Penafsiran terhadap attribute yang menunjukkan efektivitas unsur pengendalian intern
f) Evaluasi hasil pemeriksaan terhadap attribute anggota sample
BAB 10
VARIABEL SAMPLING UNTUK PENGUJIAN SUBTANTIF
VARIABEL SAMPLING
Variabel sampling adalah tehnik statistik yang digunakan oleh auditor untuk menguji
kewajaran suatu jumlah atau saldo dan untuk mengestimasi jumlah rupiah suatu saldo
akun atau kuantitas yang lain. Dalam pengujian subtantif auditor dapat menghadapi dua
keputusan : (1) Melakukan estimasi suatu jumalah (misal saldo suatu akun).
(2) Menguji kewajaran suatu jumlah
Ketidakpastian, Risiko Sampling, dan Risiko Audit : Auditor dimungkinkan untuk
menerima sejumlah ketidakpastian dalam pengujian subtantif, apabila waktu dan biaya
untuk memeriksa unsur-unsur dalam populasi menurut pertimbangannya akan lebih
besar daripada akibat kemungkinan menyatakan pendapat yang keliru dari hasil
pemeriksaan hanya pada data sampel.
VARIABEL SAMPLING UNTUK UJI HIPOTESIS
Dalam pengambilan sampel terdapat dua cara yaitu : (1) Sampling Statistik
(2) Sampling nonstatistik
Dengan tujuh tahap pengambilan sample yang sama antara dua cara tersebut yaitu berikut :
a) Penentuan tujuan pengambilan sample
1. Menentukan jumalh saldo akun yang dianggap benar oleh auditor dengan menggunakan teknik
penaksiran berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap sample
2. Menentukan apakah auditor dapat menerima bahwa perbedaan antara jumlah yang ditaksir
tersebut dengan jumlah yang bersangkutan didalam buku secara material benar atau menolaknya
karena secara material kliru.
Simbol hipotesis nol dan hipotesis alternatif : Ho: |AV-BV|<A
H1: |AV-BV|≥A
b) Penentuan Populasi
Populasi terdiri dari kelompok transaksi atau saldo akun yang diuji. Untuk setiap
populasi, auditor harus memutuskan apakah seluruh item tersebut akan diikutkan. Unit
sampling dalam sampling PPS adalah rupiah itu sendiri, dan populasinya adalah jumlah
rupiah yang sama dengan jumlah total rupiah pada populasi tersebut. Meskipun setiap
rupiah tersebut merupakan dasar pemilihan sampel, namun yang diuji auditor adalah
akun, transaksi, dokumen, atau itemitem sejenis yang berkaitan dengan rupiah yang
dipilih
c) Penentuan sampling unit
Sampling unit adalah unsur-unsur secara individual yang terdapat dalam populasi, yang dapat
berupa: (1)Suatu Saldo Akun, (2) Suatau transaksi yang membentuk suatu saldo akun, (3) Suatu
dokumen yang menjadi bukti transaksi,
d) Penentuan besarnya sample
A=M UR
UR + Z beta
BAB 11
AUDIT DALAM LINGKUNGAN SISTEM INFORMASI AKUTANSI
Ada tiga metode yang digunakan dalam melaksanakan EDP Audit yakni:
a. Audit Around The Computer
Auditing sekitar komputer dapat dilakukan jika dokumen sumber tersedia dalam bahasa
non mesin, dokumen-dokumen disimpan dengan cara yang memungkinkan
pengalokasiannya untuk tujuan auditing, outputnya memuat detail yang memadai, yang
memungkinkan auditor menelusuri suatu transaksi dari dokumen sumber ke output atau
sebaliknya.
BAB 13
RENCANA AUDIT DAN PROGRAM AUDIT SECARA KESELURUHAN
JENIS PENGUJIAN
Auditor memiliki lima jenis pengujian (testing) yang dapat digunakan untuk menentukan apakah
laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Pengujian tersebut meliputi:
1. Prosedur untuk Memperoleh Pemahaman atas Internal Control
Auditor harus memahami efektivitas aspek rancangan dan operasional dari pengendalian
intern. Lima jenis prosedur audit yang berhubungan dengan pemahaman auditor terhadap
pengendalian intern yaitu:
· Memperbaharui dan mengevaluasi pengalaman auditor terdahulu
· Meminta keterangan dari personil klien
· Membaca manual sistem dan kebijakan klien
· Menguji dokumen dan arsip
· Mengamati aktivitas dan operasional entitas
2. Tests of Controls (Uji Pengendalian)
Pengujian pengandalian adalah prosedur audit yang digunakan untuk menentukan efektivitas
kebijakan dan operasi pengendalian intern atauprosedur pengendalian yang diterapkan untuk
menilai control risk (risiko pengendalian) Pengujian tersebut meliputi jenis prosedur audit
sebagai berikut :
· Meminta keterangan dari personil klien
· Menguji dokumen, arsip, dan laporan
· Mengamati aktivitas yang terkait dengan pengendalian
· Melaksanakan kembali prosedur klien
3. Substantive Test of Trans actions (Uji Substantif atas Transaksi)
Adalah perosedur yang digunakan untuk menguji kekeliruan atau ketidak beresan dalam bentuk
uang yang langsung mempengaruhi kebenaran saldo laporan keuangan. Kekeliruan tersebut
sering disebut dengan salah saji moneter (dalam satuan mata uang) yang merupakan indikasi
yang jelas terjadinya salah saji dalam saldo laporan keuangan.
4. Analitycal Procedure (Prosedur Analitis)
Prosedur analitis meliputi perbandingan dari jumlah yang tercatat dengan dengan angka tertentu
yang dikembangkan oleh auditor.
5. Detail Test of Balances (Pengujian Terinci atas Saldo)
Adalah merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji salah saji moneter (monetary
misstatement) untuk menentukan apakah 9 balance-related audit objective (tujuan audit terkait
dengan saldo) telah terpenuhi.
MEMILIH JENIS PENGUJIAN YANG AKAN DIPAKAI
Hubungan antara Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif
a. Pengecualian dalam pengujian pengendalian, Merupakan suatu indikasi kemungkinan salah saji
yang mempengaruhi nilai dolar dari laporan keuangan
b. Pengecualian dalam pengujian substantif daritransaksi atau pengujian rincian saldo, merupakan
deviasipengujian pengendalian
c. Pengujian substantif transaksi atau pengujian rinciansaldo, harus dilakukan untuk menentukan
apakahsalah saji dolar sudah benar-benar terjadi
Hubungan antara pengujian dan bahan bukti
1. Biaya relative
Jenis pengujian tersebut diurutkan berdasarkan makin besarnya biaya yang diperlukan
Prosedur analitis (prosedur byang paling mudah)
Prosedur untuk memperoleh pemahaman atas struktur pengendalian intern dan pengujian atas
pengendalian.
Pengujian subtantif atas transaksi
Pengujian terinci atas saldo
2. Trade-off antara pegujian atas pengendalian dan pengujian substantive
Auditor membuat keputusan selama perencanaan apakah akan menetapkan risiko pengendalian
dibawah maksimum. Jika risiko pengendalian yang ditetapkan dibawah maksimum, resiko
penemuan yang direncanakan dalam model risiko audit ditingkatkan sehingga pengujian
substantive yang direncanakan dapat dikurangi.
DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP PENGUJIAN AUDIT
SAS 80 (AU 236) dan SAS 94 (AU 319) Tidak praktis untuk mengurangi resiko pendeteksian
dengan hanya melakukan ujian substantive. Auditor perlu melaksanakan pengujian pengendalian
untuk mendukung penilaian resiko pengendalian menajdi dibawah maksimum.
BAURAN BUKTI
Kombinasi dari kelima jenis pengujian yang digunakan untuk siklus manapun dan bauran bukti
dibagi menjadi empat audit yang berbeda :
a. Analisa Audit 1
Klien perusahaan besar dengan pengendalian internal yang canggih dan resiko inheren yang
rendah
b. Analisa Audit 2
Perusahaan berukuran sedang, banyak pengandalian dan beberaparesiko inheren.
c. Analisa Audit 3
Perusahaan berukuran sedang tetapi mempunyai sedikitpengendalian efektif dan resiko inheren
yang besar.
d. Analisa Audit 4
Auditor menemukan penyimpangan pengujian pengendalianekstensif san salah saji yang penting
selagi melakukan pengujian substantif transaksi dan prosedur analitis.