A. Pendahuluan
Perkembangan teknologi pada saat ini amat pesat. Hampir semua kegiatan
dapat berbasis aplikasi yang dapat memangkas kebutuhan biaya akan ruang dan
waktu. Pendidikan tidak lagi membutuhkan kelas, buku-buku dapat berbentuk
soft file yang dapat dikirimkan melalui aplikasi media sosial. Sebuah gadget
dapat menjadi pustaka untuk semua disipiln ilmu. Pembelajaran pun dapat
dilaksanakan secara Online melalui E-learning atau yang sejenisnya.
Pengetahuan dan ilmu hasil karya orang lain dapat dibaca dan diperoleh kapan
saja dan dimana saja. Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana
dengan hak-hak orang yang telah membuat karya tersebut? Tentu dibutuhkan
suatu aturan yang mengatur tentang hal yang demikian. Ini merupakan salah
satu aspek dan masih banyak aspek lain yang mempunyai permasalahan yang
sama. Dan dalam hal ini negara harus hadir untuk memfasilitasi akan kebutuhan
tersebut.
Pelanggaran hukum lintas negara dapat melibatkan antara dua negara atau
lebih. Negara-negara yang mempunyai permasalahan yang sama harus
mendapatkan jalan keluar agar tidak muncul dampak yang lebih besar.
Pertemuan antar negara untuk memikirkan langkah-langkah kongkrit sebagai
problem solving harus menjadi isu utama. Dalam hal ini Hukum Internasional
akan mengambil peranan yang sangat penting. Sehingga Hukum tetap dapat
ditegakkan dalam situasi apapun. Fiat Justitia Ruat Caelum.
1
B. Pembahasan
1. Pengertian dan Sejarah Hukum Internasional
2
perjanjian, hak dan kewajiban raja dan juga pengaturan hukum perang. Pada
Zaman India Kuno telah ada sebuah buku yang ditulis oleh Kautilya yang
berjudul Artha Sastra Gautamasutra yang berisi tentang hukum kerajaan dan
hukum keluarga, serta hukum kasta. Hingga pada akhirnya pada abad ke 5
Masehi lahir Undang-undang Manupada yang memuat tentang hukum kerajaan
dan hubungan antara raja-raja.
Selanjutnya periode yang kedua yaitu Periode bangsa Yahudi. Periode ini
telah mengenal hukum bangsa-bangsa yang merupakan pengembangan dari
kebudayaan Bangsa Yahudi yang telah mengatur ketentuan-ketentuan mengenai
perjanjian, perlakuan terhadap bangsa asing asing dan tata cara melakukan
perang. Mereka membuat aturan secara umum tentang perang dan juga
membuat pengecualian dari hukum perang itu sendiri.
Periode ketiga adalah permulaan masa Yunani. Pada masa ini proses
pembentukan kaidah-kaidah kebisaaan hukum internasional dari adat-istiadat
yang ditaati oleh negara-negara dalam hubungan mereka bernegara. Pada
zaman ini penduduk digolongkan menjadi dua yaitu: golongan Yunani dan
orang luar Yunani. Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan-ketentuan
mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat
perkembangannya. Yunani mengenalkan Konsep Hukum Alam yaitu hukum
yang berlaku secara mutlak dimanapun juga dan yang berasal dari ratio atau
akal manusia yang merupakan hasil pemikiran ahli filsafat yang hidup dalam
abad ke III sebelum masehi. Walaupun demikian yang memperkenalkan
Konsep Hukum Alam kepada dunia adalah Roma.
3
inter gentes yang mengatur hubungan antara publik dengan individu. Selain
dari pada itu di Zaman Romawi terdapat dua masyarakat besar yang berbeda
yaitu Kekaisaran Byzantium, yang memperkenalkan praktek diplomasi dan
memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum internasional, dan dunia
Islam memberikan sumbangan perkembangan di bidang hukum perang.
4
guru besar hukum perdata di Oxford, pandangannya lebih mementingkan
praktik negara sebagai sumber hukum sebagaimana terwujud dalam
kebisaaan dan perjanjian-perjanjian. Berikutnya Emmerich Vattel, diplomat
berkebangsaan Swiss, memilih segi-segi baik dari aliran hukum alam maupun
aliran positivis. Selain di Amerika Serikat pandangan Emmerich Vattel banyak
berpengaruh terhadap perkembangan hukum Internasional diantaranya
kebisaaan dan perjanjian antarnegara yang berharga dijadikan sebagai sumber
atau (evidence) hukum. Pada abad ini para ahli hukum untuk lebih
mengemukakan kaidah-kaidah hukum internasional terutama dalam bentuk
kebisaaan dan traktat, dan mengurangi sedikit mungkin kedudukan hukum alam
ataupun nalar, sebagai sumber dari prinsip-prinsip tersebut.
5
2. Teori Hukum / Dasar Berlakunya Hukum Internasional
Namun pendapat Austin dapat dibantah melalui dua hal; pertama, tidak
adanya badan pembuat bukanlah berarti tidak ada hukum, contohnya adalah
hukum adat. Kedua, harus dibedakan antara ada-tidaknya hukum dan efektif-
tidaknya hukum. Dengan tidak adanya lembaga eksekutif, legislatif, kehakiman,
kepolisian dan yang lainnya merupakan pertanda bahwa hukum internasional
belum efektif bukan berarti tidak ada.
6
tinggi. Teori hukum alam memberikan pengaruh yang besar bagi hukum
internasional dengan menjadi dasar dari pembentukan hukum yang ideal
melalui konsep hidup bermasyarakat internasional merupakan suatu
keharusan yang diperintahkan oleh rasionalitas manusia.
Teori Hukum positif ini terbagi lagi dalam tiga kelompok yang mempunya
ciri masing-masing.
7
Teori Kehendak Bersama Negara-negara ini mengandung kelemahan,
yaitu: Pertama, Teori ini tidak mampu memberikan penjelasan
bagaimana jika negara-negara tersebut secara bersama-sama menarik
persetujuannya untuk tidak terikat pada hukum internasional. Kedua,
dengan mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional itu pada
kehendak negara, maka Teori ini hanya menganggap hukum
internasional itu hanya sebagai hukum perjanjian antar negara- negara,
padahal hukum internasional bukan semata-mata lahir dari perjanjian
internasional.
2.3.Teori Perancis
8
mengikat hukum internasional itu, sebagaimana halnya dasar
mengikatnya setiap hukum, terdapat dalam kenyataan sosial yaitu pada
kebutuhan manusia untuk hidup bermasyarakat. Adapun pelopornya,
antara lain, Leon Duguit, Fauchile, dan Schelle.
9
bangsa-bangsa beradab; dan sumber hukum tambahan seperti pada poin 4)
Putusan-putusan pengadilan dan ajaran dari sarjana yang bereputasi tinggi dari
berbagai bangsa. Berikut adalah sumber Hukum Internasional, yaitu:
3.1.Perjanjian Internasional
10
dibuat oleh negara, 2) perjanjian multilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh
lebih dari dua negara. Pengklasifikasian lainnya adalah pengklasifikasian
berdasarkan akibat hukum yang ditimbulkan oleh perjanjian yang dibuat: (1)
Treaty Contract adalah perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang
membuatnya. Perjanjian ini hanya menimbulkan hak dan kewajiban. Misalnya,
perjanjian tentang kewarganegaraan, perjanjian tentang batas-batas negara dan
lainnya; (2) Law Making Treaties adalah perjanjian yang meletakkan kaedah-
kaedah hukum bagi masyarakat internasional sebagai suatu keseluruhan.
Misalnya, Konvensi tentang Hukum Laut dan lain-lain.
Antara subjek hukum dan objek hukum terdapat keterkaitan. Untuk dapat
memahaminya maka harus dijelaskan satu persatu. Subjek hukum adalah segala
sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban sehingga akan
menimbulkan kewenangan dalam melakukan tindakan (Sarno Wuragil, 2017).
Dengan pengertian tersebut maka ada satu pemahaman agar dapat berbicara
lebih lanjut tentang Subjek Hukum Internasional.
11
masyarakat internasional.
4.1. Negara.
12
Internasional (Internasional Comittee of the Red Cross/ICRC) dan
berkedudukan di Jenewa-Swiss.
4.6. Individu
13
memberikan legal standing kepada individu tetapi juga kepada
sekelompok individu dan organisasi non pemerintah (Non-
Governmental Organizations).
Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan
dapat menjadi pokok dari suatu hubungan hukum yang dapat dimiliki dan
dikuasai oleh subjek hukum (Sarno Wuragil, 2017). Negara dapat menjadi
subjek hukum sekaligus objek Hukum.
14
sifat utama dari objek hukum internasional hanya dapat dikenai kewajiban
namun tidak bisa menuntuk haknya. Objek hukum merupakan hal yang berguna
bagi subjek hukum dan inilah awal dari pokok hubungan hukum yang
dilakukan oleh subjek hukum.
15
5. Penyelesaian Sengketa Hukum Internasional
Lebih lanjut, J.G. Merrills mengemukakan bahwa agar suatu sengketa dapat
disebut sebagai sengketa internasional, maka sengketa itu harus memiliki
elemen berikut: 1) Jika ketidaksepakatan melibatkan pemerintahan, institusi,
orang hukum atau perusahaan, atau individu; dan 2) terjadi di berbagai belahan
dunia yang berbeda.
16
PBB harus menyelesaikan sengketa internasional mereka dengan cara-cara
damai dengan cara yang sedemikian rupa sehingga perdamaian dan keamanan
internasional dan keadilan tidak terancam. Meskipun kewajiban ini dialamatkan
utamanya kepada Negara- negara Anggota PBB, namun tidak ada keraguan
bahwa penyelesaian sengketa semestinya dilaksanakan secara damai adalah
salah satu kewajiban utama dalam hukum international yang mesti diperhatikan
oleh semua negara.
Setelah mengetahui ketentuan Pasal 2 ayat (3) Piagam PBB dan beberapa
prinsip dalam penyelesian sengketa internasional, pertanyaan yang timbul
berikutnya adalah apa saja cara-cara damai dalam menyelesaikan sengketa
internasional yang dimaksud oleh Piagam PBB tersebut. Jika berpedoman pada
Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB yang dimaksud dengan cara damai adalah
melalui: Negosiasi, pencarian fakta, mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian
melalui peradilan dibawa ke Badan atau pengurusan regional atau berdasarkan
pilihan damai lain pihak.
17
mencari titik temu agar dapat saling memahami perbedaan pandangan
yang diutarakan. Pada proses negosiasi, tidak ada peran serta pihak
ketiga dalam proses penyelesaian sengketanya. Negosiasi bisa
dilakukan bilateral, multilateral, formal maupun informal sebab tidak
ada tata cara khusus untuk melakukannya.
b. Pencarian Fakta
Pencarian fakta pada dasarnya adalah cara penyelesaian
sengketa secara damai dengan membentuk komisi pencarian fakta
resmi, dapat berupa suatu komisi yang permanen, organisasi, maupun
individu terpilih, yang bertujuan untuk mengetahui dengan pasti
fakta-fakta yang menjadi sengketa. Pada dasarnya, cara ini dapat
dipilih untuk menyelesaiakan suatu sengketa internasional apabila
para pihak bersengketa sepakat untuk menggunakan cara ini.
Berdasarkan pengertian di atas diketahui bahwa dalam proses
pencarian fakta melibatkan peran pihak ketiga.
c. Mediasi
Mediasi merupakan suatu upaya menyelesaikan sengketa
internasional dengan menggunakan pihak ketiga yang disepakati oleh
pihak yang bersengketa, dapat berupa negara, organisasi internasional
atau individu, yang tidak memihak dan netral sehingga dapat
membantu pihak-pihak yang bersaing secara sukarela mencapai
penyelesaian yang dapat diterima bersama.
d. Konsiliasi
Konsiliasi memiliki pengertian sebagai suatu proses
penyelesaian perselisihan dengan cara para pihak bersengketa
menunjuk pihak ketiga, dapat berupa suatu komisi yang terlembaga
secara tetap atau sementara, yang tugasnya untuk menjelaskan fakta
berupa laporan yang berisi proposal untuk sebuah penyelesaian yang
tidak mengikat. Sebagaimana definisi konsiliasi di atas, usulan dari
pihak ketiga keputusannya diserahkan kepada para pihak bersengketa
apakah akan disetujui atau tidak.
18
5.1.2. Jalur hukum,
19
5.2. Penyelesaian Sengketa dengan Kekerasan
Penyelesaian sengketa internasional dengan cara kekerasan
telah lama ditinggalkan. Cara penyelesaian sengketa internasional
dengan kekerasan sangat dikecam oleh masyarakat internasional
sebagaimana misalnya terlihat dalam the Covenant of the League of
Nations 1919 (Kovenan Liga Bangsa-Bangsa), Kellog-Briand Pact
1928, dan Piagam PBB.
20
melakukan perang, namun negara korban memutuskan untuk secara
strategis memposisikan kapal perangnya di salah satu pelabuhannya
untuk menghalangi akses kapal milik negara yang bersalah tersebut.
d. Embargo
Istilah embargo merupakan tindakan sebuah negara untuk
melarang impor, ekspor, atau keberangkatan kapal komersial negara
lain, dari pelabuhan atau laut teritorialnya, selama Negara yang
bersalah tidak menghentikan tindakan ilegal yang tidak bersahabat
terhadapnya dan tidak mengganti kerusakan yang ditimbulkan.
e. Perang
Perang adalah tindakan pertempuran negara-negara, akibat
perselisihan dimana para pihak bersengketa saling berusaha memaksa
atau melakukan tindakan kekerasan yang dianggap melanggar
perdamaian hingga musuhnya menerima syarat yang dimaksud.
21
6. Hukum Internasional di Indonesia
Terhadap Aliran monoisme ada dua primat yaitu primat hukum nasional
dan primat hukum internasional. Menurut aliran monoisme dengan primat
hukum nasional, menganggap bahwa hukum internasional itu bersumber
kepada hukum nasional. Hal ini disebabkan karena tidak ada satu organisasi di
atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara di dunia, dan dasar hukum
internasional yang mengatur hubungan internasional justru terletak di dalam
wewenang negara-negara dalam melaksanakan perjanjian-perjanjian
internasional.
22
6.2 Aliran Dualisme
23
hukum nasional memiliki supremasi yang lebih tinggi daripada hukum
internasional (Wisnu Aryo Dewanto, 2012). Hukum Internasional bisa berlaku
pada sistem Hukum di Indonesia setelah melalui proses transformasi menjadi
Undang-undang.
24
Indonesia dari ekonomi kolonial ke ekonomi yang bersifat nasional secara
radikal. Dalil klasik prompt, effective dan adequate yang berlaku dalam hukum
internasional harus tunduk pada hukum nasional karena interpretasi prompt,
effective dan adequate masing-masing Negara berbeda disesuaikan dengan
kemampuannya. Dalam hal ini terlihat bahwa Hukum Internasional harus
tunduk pada Hukum Nasional.
25
7. Pandangan Internasional Terhadap Wabah Covid-19
Belum banyak yang mengetahui apa sebenarnya Virus Corona dan akibat
yang ditimbulkannya. Sebagian besar virus corona hanya menyebabkan gejala
flu seperti Syndrome Pernapasan Akut Parah (SARS) dan Sindrom Pernafasan
Timur Tengah (MERS) yang dapat menyebabkan pneumonia dan kematian
(Puti Yasmin, 2020). Virus Corona atau COVID-19 adalah virus yang
menyerang sistem pernapasan manusia. Gejala yang ditimbulkannya mirip
dengan flu biasa namun efeknya sangatlah berbeda dari flu. Seperti halnya virus
kebanyakan Virus Corona mempunyai masa inkubasi sehingga penderitanya
tidak memperlihatkan gejala. Dari sinilah berawal penyebaran virus corona
hingga lintas negara tanpa bisa diketahui.
Karena sifat dan dimensi penyebaran wabahnya yang lintas batas negara,
maka meskipun beberapa negara melakukan lock down, penanganan Corona
tetap memerlukan kerjasama antar negara di seluruh dunia. Yakni, dengan
bersama-sama berusaha menemukan vaksin untuk mengatasi Covid-19 yang
dikoordinir oleh WHO sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh umat
manusia (Rahmi Fitriyanti, 2020).
26
berubahnya bentuk hubungan sosial kemasyarakatan. Masyarakat sangat
berhati-hati dalam beraktifitas diluar rumah. Banyak terjadi gerakan secara
massal upaya untuk mendapatkan peralatan medis seperti masker dan hand
sanitizer untuk pencegahan yang mengakibatkan langkanya barang. Hal ini juga
berlaku terhadap bahan pokok yang mengakibatkan beberapa negara melakukan
upaya membantu menyediakan bahan pokok agar penduduknya tetap berada di
rumah sebagai upaya menekan penyebaran Pandemik Corona.
Jika dilihat dari segi ekonomi dampak dari Pandemik Corona ini membuat
perputaran ekonomi berjalan lambat. Beberapa negara yang mengandalkan
sektor pariwisata sebagai sumber devisa negara terpaksa menutup bandara dan
lokasi pariwisata untuk meredam penyebaran Virus. Hal ini terpaksa dilakukan
karena dampak yang lebih buruk akan menghancurkan stabilitas negara.
Jika dilihat dari aspek hukum Internasional, selaku negara yang menjadi
awal timbulnya Pandemik Corona, RRT harus mendapat sanksi dari Dunia
Internasional. Karena ketika ada upaya dari Amerika untuk meminta WHO
untuk membantu mengatasi Virus Corona saat menyebar di Taiwan, RRT
mencegahnya karena mereka menganggap Taiwan masih merupakan Willayah
dari RRT. Akibatnya penyebaran ini mengancam keamanan manusia.
Mengusai negara lain sudah tidak lagi dengan melakukan invasi militer.
Perang jauh lebih ekonomis jika dilakukan dengan menggunakan Proxy.
Senjata tidak lagi berupa benda mati, melainkan makhluk biologis. Menguasai
perekonomian negara lain berarti sudah mengusai kebijakan dalam negara
tersebut.
27
8. Kesimpulan
28
Daftar Pustaka
Dewanto, Wisnu Aryo. 2012. “Status Hukum Internasional dalam Sistem Hukum
di Indonesia”.
https://www.researchgate.net/publication/265027289_Status_Hukum_Intern
asional_dalam_Sistem_Hukum_di_Indonesia. diakses pada 08 April 2020
pukul 23.55.
Diantha, I Made Pasek dkk. 2017. “ Buku Ajar Hukum Internasional”.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/96cf501a1391c79b52
c219d79df67933.pdf, diakses pada 31 Maret 2020 Pukul 21.00.
Fitriyanti, Rahmi. 2020. “Pandemik Corona (Covid-19) dalam Perspektif
Hubungan Internasional. https://waspada.id/opini/pandemik-corona-covid-
19-dalam-perspektif-hubungan-internasional/. Diakses pada 09 April 2020
pukul 21.40.
Sari, Arum Puspita. 2018. “Pada Hukum Internasional dalam Hukum Nasional,
Indonesia: Monoisme atau Dualisme?”, https://bahasan.id/arum/pada-
hukum-internasional-dalam-hukum-nasional-indonesia-monoisme-atau-
dualisme/, diakses pada 08 April 2020 pukul 14.14.
Wuragil, Sarno. 2017. “Subjek Hukum dan Objek Hukum”,
https://www.sarno.id/2017/01/subjek-hukum-dan-objek-hukum/, diakses
pada 08 April 2020 pukul 14.54.
Yasmin, Puti. 2020. “ Apa Itu Virus Corona dan Covid-19? Ini Info yang Perlu
Diketahui”. https://news.detik.com/berita/d-4941084/apa-itu-virus-corona-
dan-covid-19-ini-info-yang-perlu-diketahui. diakses pada 09 April 2020
pukul 22.08.
29