Anda di halaman 1dari 6

Dosen : Susanti Sembiring, SH., M.

Hum
Nama : Akhiro Murio
No. Bp : 1910003600411
Kelas : 2H7

Resume
Pedagang Besar, Pedagang Eceran dan Pedagang Kaki Lima

1. Pedagang Besar
Wholesaler atau pedagang besar adalah pedagang yang membeli barang dalam
jumlah besar langsung dari produsennya untuk dijual lagi kepada para pengecer atau
kepada perusahaan-perusahaan industri. Pedagan besar merupakan penghubung antara
produsen dengan pedagang dengan modal kecil. Kelebihan yang diperoleh oleh pedagang
besar dari produsen adalah harga yang sangat bersaing yang membuat pedagang besar
dapat mengambil selisih harga dengan kelipatan jumlah barang. Dengan mempertahankan
jumlah selisih yang tidak terlalu tinggi maka akan membuat pengecer untuk tetap
mengambil barang pada pedagang besar.
Dengan demikian pedagang besar berfungsi sebagai perantara antara produsen dan
pengecer, atau antara produsen dan konsumen industri. Pedagang besar juga populer
dengan sebutan grosir atau distributor. Secara tidak langsung ketentuan minimal
pengambilan jumlah barang dari produsen membuat pedagang besar akan dapat bertahan
karena jumlah modal besar mereka. Sedangkan pengecer tetap mendapatkan keuntungan
karena mereka menjual langsung pada konsumen akhir. Hubungan seperti inilah yang
membuat terjadinya perputaran roda ekonomi.
Keuntungan Menggunakan Jasa Pedagang Besar adalah karena Pedagang Besar
memiliki tenaga penjualan yang dapat mencapai banyak pelanggan kecil di pelosok-
pelosok dengan biaya relatif rendah. Umumnya pengecer lebih mempercayai pedagang
besar daripada produsen. Dan sebagian pedagang besar menyediakan berbagai barang,
sehingga mempermudah pelanggannya memenuhi kebutuhan barang dari satu sumber.
Kelebihan lain yang juga didapatkan dengan belanja pada pedagang besar adalah
pelanggan dapat ikut memanfaatkan potongan harga yang didapat pedagang besar dari
pembelian dalam skala besar. Keunggulan ini membuat banyak pengecer turut serta
mendapatkan keuntungan. Sementara keuntungan yang didapat oleh pedagang besar secara
nilai mungkin berkurang namun karena kelipatan jumlah barang yang banyak membuat
pedagang besar mendapatkan keuntungan yang besar juga. Dan modal usahanya pun dapat
diputar kembali untuk pembelian berikutnya.
Dengan adanya pedagang besar maka Produsen atau pengecer tidak perlu
menyediakan gudang penyimpanan yang besar. Karena seluruh stock dan hasil produksi
disimpan oleh pedagang besar digudang yang mereka miliki. Fasilitas inilah yang membuat
pedagang besar mampu bertahan sehingga dapat dipercaya oleh Produsen sekaligus
pedagang ecer.
Klasifikasi Pedagang Besar dibedakan berdasarkan jenis produk dan fungsinya.
Berdasarkan jenis produknya pedagang besar dibedakan menjadi pedagang besar umum
dan pedagang besar khusus Berdasarkan fungsinya pedagang besar dibedakan menjadi
pedagang grosir, pialang atau broker.

2. Pedagang Ecer
Pedagang eceran adalah pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
melakukan penyerahan barang melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung
mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya. Dengan
cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului
dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak,atau lelang; dan pada umumnya
penyerahan barang atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual atau pembeli
langsung menyerahkan atau membawa barang yang dibelinya. Pada umumnya pembayaran
atas penyerahan jasa dilakukan secara tunai. Contoh tempat penjualan eceran yaitu toko
dan kios. Yang dimaksud dengan "konsumen akhir" adalah pembeli yang mengkonsumsi
secara langsung barang tersebut, dan tidak digunakan atau dimanfaatkan untuk kegiatan
produksi atau perdagangan.
Pengecer atau penjualan eceran atau dikenal dengan istilah ritel adalah kegiatan
bisnis perdagangan (penjualan barang atau jasa) yang langsung disalurkan kepada
konsumen akhir untuk digunakan sebagai kebutuhan pribadi, keluarga atau keperluan
rumah tangga bukan untuk dijual kembali. Pengecer merupakan perantara dalam sistem
saluran pemasaran, dimana pengecer mendapatkan barang dari produsen dan atau pedagang
besar yang kemudian menjualnya kepada konsumen akhir. Berikut ini beberapa pengertian
pengecer, perdagangan eceren, penjualan eceran atau ritel dari beberapa sumber buku:
a. Hendri Ma’ruf (2005:71), ritel adalah kegiatan usaha menjual barang atau jasa
kepada perorangan untuk keperluan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga.
Sedangkan pengecer adalah pengusaha yang menjual barang atau jasa secara
eceran kepada masyarakat sebagai konsumen, ritel perorang atau peritel kecil
memiliki jumlah gerai bervariasi, mulai dari satu gerai hingga lebih.
b. Tjiptono (2008:191), Pedagang eceran (retailling) merupakan semua kegiatan
penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk
pemakaian pribadi dan rumah tangga, bukan untuk keperluan bisnis. 
c. Kotler (2007:592), usaha eceran (retailing) adalah semua kegiatan yang
melibatkan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir
untuk penggunaan pribadi bukan untuk bisnis. 
d. Gilbert (2003:6), ritel adalah semua usaha bisnis yang mengarahkan secara
langsung kemampuan pemasarannya untuk memuaskan konsumen akhir
berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti dari distribusi. 
e. Berman dan Evan (2007:3), penjualan eceran adalah tingkat terakhir dari proses
distribusi, yang di dalamnya terdapat aktivitas bisnis dalam penjualan barang
atau jasa kepada konsumen.

Tujuan dan Fungsi Penjualan Eceran (Ritel)


Perdagangan eceran melakukan aktivitas pengemasan menjadi bagian yang lebih
kecil, menyimpan persediaan, menyediakan jasa agar pelanggan dapat memperoleh barang
dengan mudah. Tujuan penjualan eceran (ritel) antara lain adalah sebagai berikut (Weits
dkk, 2007:4): menciptakan tersedianya pilihan akan kombinasi sesuai dengan yang
diinginkan oleh konsumen. Memberikan penawaran produk dan jasa pelayanan dalam unit
yang cukup kecil sehingga memungkinkan para konsumen memenuhi kebutuhannya. 
Menyediakan pertukaran nilai tambah dari produk (ready exchange of value). Mengadakan
transaksi dengan para konsumen-nya.
Sedangkan menurut Sudjana (2005:117), terdapat empat tujuan perdagangan eceran
atau retail, yaitu sebagai berikut: Perantara antara distributor dengan konsumen
akhir. Penghimpunan berbagai kategori jenis barang yang menjadi kebutuhan konsumen.
Tempat rujukan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan konsumen. Penentu eksistensi
barang dari manufaktur di pasar konsumen.
Adapun fungsi perdagangan eceran atau ritel menurut Utami (2008:8-9) adalah
sebagai berikut: Menyediakan berbagai jenis produk dan jasa. Konsumen selalu
mempunyai pilihan sendiri terhadap berbagai jenis produk dan jasa. Untuk itu, dalam
fungsinya sebagai peritel, mereka berusaha menyediakan beraneka ragam produk dan jasa
yang dibutuhkan konsumen. Diantaranya adalah:
a. Memecah (breaking bulk) di sini berarti memecah beberapa ukuran produk
menjadi lebih kecil, yang akhirnya menguntungkan produsen dan konsumen.
b. Penyimpan persediaan. Fungsi utama ritel adalah mempertahankan persediaan
yang sudah ada, sehingga produk akan selalu tersedia saat konsumen
menginginkannya. 
c. Penyedia jasa. Dengan adanya ritel, maka konsumen akan mendapat kemudahan
dalam mengkonsumsi produk-produk yang dihasilkan produsen. 
d. Meningkatkan nilai produk dan jasa. Dengan adanya beberapa jenis barang atau
jasa, maka untuk suatu aktivitas pelanggan dapat ditingkatkan manfaat yang
diperoleh oleh pelanggan dari nilai yang diperoleh dari produk/jasa tersebut.

3. Pedagang Kaki Lima


Pedagang kaki lima merupakan pelaku usaha yang bersentuhan langsung dengan
konsumen. Menurut peraturan Gubernur DKI tentang Pedagang Kaki Lima (PKL) melalui
Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL
adalah pelaku kegiatan usaha jasa perdagangan yang tergolong mikro yang menempati
fasilitas umum baik milik pemerintah maupun milik perorangan yang telah mendapatkan
izin. Berkat Pergub tersebut, nama PKL yang sebelumnya berkonotasi negatif, kini
mendapatkan tempat khusus sebagai penunjang perekonomian kota.
Ada pendapat yang menggunakan istilah PKL untuk pedagang yang menggunakan
gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima.
Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" (yang sebenarnya
adalah tiga roda, atau dua roda dan satu kaki kayu).
Menghubungkan jumlah kaki dan roda dengan istilah kaki lima adalah pendapat
yang mengada-ada dan tidak sesuai dengan sejarah. Pedagang bergerobak yang 'mangkal'
secara statis di trotoar adalah fenomena yang cukup baru (sekitar 1980-an), sebelumnya
PKL didominasi oleh pedagang pikulan (penjual cendol, pedagang kerak telor) dan gelaran
(seperti tukang obat jalanan).
Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda.
Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun
hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima
kaki atau sekitar satu setengah meter.
Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk
pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan. Dahulu namanya
adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima. Padahal jika
merunut sejarahnya, seharusnya namanya adalah pedagang lima kaki.
Di beberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena mengganggu para
pengendara kendaraan bermotor, mengunakan badan jalan dan trotoar. Selain itu ada PKL
yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci.
Sampah dan air sabun dapat lebih merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan
menyebabkan eutrofikasi. Tetapi PKL kerap menyediakan makanan atau barang lain
dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah daripada membeli di toko. Modal dan
biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap mengundang pedagang yang hendak memulai
bisnis dengan modal yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya
mendirikan bisnisnya di sekitar rumah mereka.
Banyak PKL yang menjajakan dagangannya di trotoar yang seharusnya digunakan
untuk pejalan kaki. Hal ini menjadi awal mula penyebutan istilah Pedagang Kaki Lima.
Pada masa kolonial Belanda, ditetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun harus
menyediakan sarana untuk pejalanan kaki dengan lebar lima kaki atau sekitar satu setengah
meter. Setelah Indonesia merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki tersebut banyak digunakan
oleh pedagang untuk berjualan dan kelamaan umum disebut sebagai pedagang kaki lima.
Jenis usaha sebagai PKL populer terutama di kota besar seperti Jakarta karena
mereka bisa menyediakan berbagai macam barang dengan harga murah dan berada di
tempat yang mudah dijangkau, seperti di dekat tempat tinggal atau tempat kerja. PKL
semakin menjamur karena potensi keuntungannya cukup menggiurkan, juga modal usaha
yang relatif kecil jika dibandingkan membuka toko atau tempat makan menggunakan
bangunan permanen.
Untuk memfasilitasi PKL agar mendapatkan tempat usaha yang layak, sekaligus
tidak mengganggu kepentingan umum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui dalam
Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL
mewajibkan setiap mal di Jakarta harus menyediakan lahan bagi PKL dengan luas sepuluh
hingga dua puluh persen dari total kawasan pusat perbelanjaan tersebut. Selama ini, mal
menjadi magnet untuk PKL berjualan di sekitarnya karena umumnya karyawan yang
bekerja di pusat perbelanjaan tersebut keberatan jika membeli makan di dalam lokasi
tempat kerjanya.
Beberapa mall yang sudah memenuhi kewajiban untuk menyediakan tempat usaha
bagi PKL di pusat perbelanjaannya adalah Kota Casablanca, Emporium Mall, Gandaria
City, dan Ciputra World. Walau didukung peraturan yang jelas, pengelola mal masih
enggan memenuhi kewajiban untuk menyediakan ruang bagi PKL. Karena PKL
mendapatkan keistimewaan untuk tidak membayar uang sewa, namun hanya membayar
biaya listrik. Padahal membebaskan PKL dari biaya sewa bisa juga menjadi bentuk lain
dari tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR bagi mall tersebut.
4. Kesimpulan
Dengan adanya berbagai bentuk pedagang dari Pedagang Besar, Pedagang Ecer dan
Pedagang Kaki Lima maka dapat diketahui bahwa pembeda yang sangat besar diantara
mereka adalah jumlah modal yang mereka miliki. Sehingga terkait dengan jumlah modal
tersebut berhubungan dengan kemudahan yang akan mereka peroleh dari produsen baik
dari harga yang bersaing ataupun promosi yang disediakan.
Pedagang besar dengan kekuatan modal mampu mendapatkan selisih harga yang
bagus dari produsen. Dengan membuat kaki atau jaringan melalui Pedagang Eceran
pedagan besar dapat segera mendistribusikan stock barang melalui gudang-gudang mereka.
Dalam hal ini Pedagang Eceranlah yang mendistribusikan langsung pada konsumen akhir.
Sedangkan Pedagang Kaki Lima cara kerjanya hampir sama denga Pedagang Eceran
namun mereka menggunakan pendekatan yang berbeda sehingga mampu mengisi relung
pasar yang tidak terjangkau oleh Pedagang Eceran.

Anda mungkin juga menyukai