Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL DARI MASA

KLASIK HINGGA MASA MODEREN


Rafif
Asal Instansi
Email Penulis:

Pendahuluan
Perkembangan dunia yang ditandai dengan pesatnya kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan intensitas hubungan
dan interdependensi antarnegara. Sejalan dengan peningkatan hubungan
tersebut, semakin meningkat pula kerja sama internasional dalam
berbagai bidang dan bentuk perjanjian internasional. Negara sebagai
bagian dari masyarakat internasional membutuhkan negara lain dalam
memenuhi kebutuhan rakyatnya yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh
suatu negara, sama halnya dengan hakikat manusia sebagai makhluk
sosial (zoon politication) yang artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk
yang pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama
manusia, (Chainur, 2008: 1).
Hukum internasional mengatur segala aspek hubungan antar
negara, termasuk mengatur tata cara kehidupan dan pergaulan antar
negara yang dirumuskan dalam suatu treaty (perjanjian internasional).
Perjanjian internasional saat ini memegang peranan yang sangat penting.
Berbagai aspek dalam perjanjian internasional sudah dijadikan beberapa
acuan terhadap perjanjian-perjanjian lainnya dan diterima secara luas oleh
banyak negara, (Sefriani 2015). Setiap negara yang mengadakan suatu
perjanjian harus menjunjung tinggi dan mentaati ketentuan-ketentuan
yang terdapat didalamnya sesuai dengan amanat asas Pacta sunt
Servanda dalam hukum perjanjian internasional, yang bermakna bahwa
setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh masing-masing pihak
yang bersangkutan bagaikan undang-undang serta perumusan kerja
sama yang didasarkan pada iktikad baik atau Goog faith dari setiap pihak
yang terlibat. Suatu negara tentu juga memerlukan bantuan dari negara
lain dengan melakukan kerja sama internasional. Banyak ahli hukum
internasional yang mencoba mengemukakan batasan mengenai hukum
internasional, yang satu dengan lainnya ada perbedaan, meskipun pada
bagian-bagian tertentu ada unsur kesamaannya.

1
Terdapat hubungan yang erat antara hukum internasional dengan
masyarakat internasional. Menurut Mochtar Kusumaatmaja bahwa untuk
menyakini adanya hukum internasional maka harus ada pula masyarakat
internasional sebagai landasan sosiologis. Pada bagian lain dikemukakan
juga bahwa Hukum internasional dalam arti luas, termasuk hukum
bangsa-bangsa, maka sejarah hukum internasional itu telah berusia tua.
Akan tetapi bila hukum internasional diartikan sebagai perangkat hukum
yang mengatur hubungan antar negara, maka sejarah hukum
internasional itu baru berusia ratusan tahun” (Kusumaatmaja, Mochtar dan
Etty R. Agoes; 2003: 25).
J G. Starke juga mengungkapkan pandangan yang sama, dengan
alasan bahwa publikasi sejarah sistem hukum internasional harus dimulai
sejak awal, karena pada zaman kuno aturan yang mengatur hubungan
antara masyarakat internasional adalah dalam bentuk kebiasaan,
Perjanjian, kekebalan duta besar, aturan perang ditemukan sebelum
munculnya agama Kristen di India kuno dan Mesir. Di Tiongkok kuno,
kami menemukan aturan arbitrase dan mediasi. Itu sama di Yunani kuno
dan Roma kuno. Sedangkan sistem hukum internasional adalah produk
dari empat ratus tahun terakhir. Ini pada awalnya mengambil bentuk
kebiasaan dan praktik negara-negara Eropa modern dalam hubungan dan
interaksi mereka satu sama lain dan bersaksi tentang pengaruh ahli
hukum di abad 16, 17 dan 18. Selanjutnya, hukum internasional masih
menyandang warna konsep kedaulatan nasional, kedaulatan teritorial,
konsep persamaan dan kemerdekaan penuh negara-negara, meskipun
ditopang oleh prinsip-prinsip lain.teori politik yang mendasari sistem
ketatanegaraan modern Eropa, tetapi juga diterima oleh negara-negara
non-Eropa, (Starke: 2001: 8).
Dalam kajian mengenai hukum internasional ini, yang dimaksudkan
adalah hukum internasional dalam artian hukum Internasional Klasik dan
hukum Internasional modern. Sementara para ahli hukum internasional
mengungkap bahwa adanya hukum internasional modern dimulai sejak
perjanjian perdamaian yang mengakhiri perang Eropa 30 tahun. Namun
perlu diketahui bahwa embrio hukum internasional itu sudah ada jauh
sebelum Masehi. Dengan demikian sejarah hukum internasional sama
tuanya dengan adanya masyarakat internasional meskipun dalam taraf
tradisional yang berbeda dengan masyarakat internasional dalam arti
moderen.
Dalam penulisan artikel ini digunakan metode hukum dengan
pendekatan historis. Materi yang digunakan perpustakaan adalah
ketentuan hukum internasional yang tertuang dalam perjanjian
internasional (traktat, konvensi), buku hukum internasional dan praktik
pengadilan internasional. Bahan-bahan tersebut kemudian diolah dan
dianalisis secara deskriptif. Mengenai penggunaan metode sejarah ini,
Jawahir Tontowi dan Pranoto Iskandar berpendapat bahwa hukum

2
internasional publik berkaitan erat dengan pemahaman sejarah. Berkat
pendekatan historis ini, dimungkinkan tidak hanya untuk menentukan
proses evolusi perkembangan hukum internasional dalam urutan
kronologis dan faktual, tetapi juga sejauh mana setiap era telah
berkontribusi pada perkembangan hukum internasional”, (Tontowi,
Jawahir dan Pranoto Iskandar, 2006: 29).
Isi
Hukum Internasional Klasik
Hukum Internasional Klasik terdapat India Kuno, Cina Kuno, Yunani
Kuno, dan Romawi Kuno. Dalam kebudayaaan India kuno terdapat kaidah
dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antara kasta, suku bangsa
dan raja-raja. Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur
hubungan antar raja, yang disebut Desa Dharma. Gautama Sutera dan
undang-undang Manu memuat tentang hukum kerajaan. Hukum yang
mengatur hubungan antar raja-raja pada masa itu tidak dapat dikatakan
sebagai hukum internasional, karena belum ada pemisahan dengan
agama, soal-soal kemasyarakatan dan negara. Namun tulisan-tulisan
pada waktu itu sudah ada menunjukkan ketentuan-ketentuan yang
mengatur hubungan antara raja atau kerajaan, seperti ketentuan yang
mengatur kedudukan utusan raja dan hak istimewa utusan raja, perjanjian
dengan kerajaan lain, serta ketentuan perang dan cara berperang
(Kusumaatmaja, Mochtar dan Etty R. Agoes, 2003: 26).
Selain itu Cina Kuno, Cina memperkenalkan nilai-nilai etika dalam
proses pembelajaran untuk kelompok-kelompok berkuasa. Pembentukan
sistim kekuasaan negara yang bersifat regional tributary state.
Pembentukan perserikatan negara-negara Tiongkok yang dicanangkan
oleh Kong Hu Cu.
Selanjutnya Yunani Kuno, Menurut Vinoggradoff, pada masa itu
telah ada hukum intermunicipal, yaitu kaidah-kaidah kebiasaan yang
berlaku dalam hubungan antar negara-negara kota, seperti ketentuan
mengenai utusan, pernyataan perang, perbudakan tawanan perang.
Kaidah-kaidah intermunicipal juga diterapkan bagi masyarakat tetangga
dari negara kota. Namun kaidah intermunicipal sangat dipengrauhi oleh
pengaruh agama, sehingga tidak ada pemisahan yang tegas antara
hukum. Moral, keadilan, dan agama. (Starke, 2001: 9). Pembedaan
golongan penduduk Yunani menjadi 2 (dua) yaitu : orang Yunani dan
orang bukan Yunani (Barbar). Pada masa itu juga, telah dikenal
ketentuan perwasitan dan wakil-wakil dagang (konsul). Sumbangan yang
terpenting bagi hukum internasional adalah konsep hukum alam, konsep
ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh orang-orang Romawi.
Yang terakhir Pada masa Romawi kuno, hukum yang mengatur
hubungan antar kerajaan tidak mengalami perkembangan karena
masyarakat bangsa-bangsa adalah satu imperium, yaitu Imperium

3
Romawi. Sumbangan utama bangsa Romawi bagi perkembangan hukum
pada umumnya dan sedikit sekali bagi perkembangan hukum
internasional. Pada masa Romawi ini diadakan pembedaan antara Ius
Naturale dan Ius Gentium. Ius Gentium (hukum masyarakat) menunjukkan
hukum yang merupakan sub dari hukum alam (Ius Naturale). Pengertian
Ius Gentium hanya dapat di kaitkan dengan dunia manusia sedangkan Ius
naturale (hukum alam) meliputi seluruh penomena alam. Sumbangan
bangsa Romawi terhadap hukum pada umumnya yaitu dengan adanya
the Corpus Juris Civilis, pada masa Kaisar Justinianus. Konsep-konsep
dan asas-asas hukum perdata yang kemudian diterima dalam hukum
internasional seperti occupation, servitut, bona fides, pacta sunt servanda.
Hukum Internasional pada Abad ke 15 dan 16
Pada Abad Pertengahan atau lebih dikenal sebagai Abad
Kegelapan, hukum alam berkembang lagi melalui transformasi di bawah
gereja. Peran agama mendominasi ranah sekuler. Sistem sosial di Eropa
pada waktu itu terdiri dari beberapa negara feodal yang berdaulat dan
Tahta Suci.
Pada masa ini muncul konsep perang yang adil sesuai dengan
doktrin Kristen, untuk melakukan tindakan yang tidak bertentangan
dengan ajaran gereja. Selain itu, sejumlah karya para ahli hukum
membahas masalah perang, seperti tulisan Bartolo tentang reaksi
kesetimbangan (balas dendam), L'Arbre des Batailles karya Honoré de
Bonet, yang diterbitkan pada tahun 1380, (Tontowi, Jawahir dan Pranoto
Iskandar, 2003: 34).
Meskipun pada Abad Pertengahan hukum internasional tidak
mengalami perkembangan yang berarti, karena pengaruh yang besar dari
ajaran Gereja, di negara-negara di luar jangkauan Gereja, seperti Inggris,
Prancis, Venezia, Swedia, Portugal, benih-benih perkembangan tersebut
hukum internasional mulai muncul. Perjanjian yang ditandatangani oleh
negara lebih ditujukan untuk mengatur perang, perdamaian, gencatan
senjata, dan aliansi.
Pada akhir Abad Pertengahan, hukum internasional digunakan
dalam bidang politik, militer dan pertahanan. The Territorial Expropriation
Act berkaitan dengan penjelajahan Eropa di benua Afrika dan Amerika.
Beberapa ahli hukum seperti Francisco De Vittoria mengajar di Universitas
Salamanca di Spanyol untuk membenarkan praktik penaklukan Spanyol.
Dia menulis buku Relectio de Indies, yang menjelaskan hubungan antara
orang Spanyol dan Portugis dan orang Indian di Amerika. Dalam kitab
tersebut juga dikatakan bahwa negara tidak dapat berbuat semaunya, dan
ius inter gentes (hukum rakyat). berlaku tidak hanya untuk orang Eropa
tetapi untuk semua umat manusia.

4
Hukum Internasional Modern
Hukum negara memiliki nama baru, hukum internasional, oleh
Jeremy Bentham, (Tontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar 2006: 3).
Pemahaman baru ini sangat mempengaruhi isi hukum internasional,
khususnya pemisahan antara masalah nasional dan internasional.
Perbedaan ini merupakan akibat dari munculnya konsep kedaulatan dari
perjanjian damai Westphalia untuk mengakhiri perang antar kelompok
agama yang telah berlangsung selama lebih dari 30 tahun di Eropa.
Menurut Mochtar Kusumaatmaja, Perdamaian Westphalia dianggap
sebagai peristiwa penting dalam sejarah hukum internasional modern dan
meletakkan dasar bagi masyarakat modern. Bentuk Negara-negara tidak
lagi berdasarkan kerajaan tetapi atas Negara-Negara Nasional, serta
pemisahan antara Gereja dan urusan pemerintahan. Landasan perjanjian
Westphalia semakin diperkuat dengan perjanjian Utrecht, terutama
dengan menerima asas perimbangan kekuatan sebagai asas politik
internasional (Kusumaatmaja, Mochtar dan Etty R. Agoes, 2003: 30,32).
Ada kecendrungan dari para ahli hukum untuk lebih
mengemukakan kaidah-kaidah hukum internasional terutama dalam
bentuk traktat dan kebiasaan dan mengurangi sedikit mungkin hukum
alam sebagai sumber dari prinsip-prinsip tersebut. (Starke, 2001: 13).
Para penulis terkemuka pada abad ke 17 dan 18 antara lain : Cornelis
Van Bynkershoek (1673-1743), yang mengemukakan pentingnya actual
practice dari negara-negara dari pada hukum alam. Sumbangan pemikiran
lainnya teori tentang hak dan kewajiban dari negara netral. Christian Wolf
(1632-1694), mengemukakan teori mengenai Civitas Maxima yang
sebagai negara dunia meliputi negara-negara dunia. Von Martens (1714-
1767), dalam Receuil des Traites yaitu suatu kumpulan perjanjian yang
masih merupakan suatu kumpulan berharga hingga sekarang. Emmerich
De Vattel (1714-1767) memperkenalkan prinsip persamaan antar negara-
negara.
Hukum internasional berkembang lebih jauh. Beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan ini adalah munculnya negara-negara baru,
baik di dalam maupun di luar benua Eropa, modernisasi alat transportasi
global, penemuan-penemuan baru khususnya di bidang persenjataan
perang militer. Semua ini menimbulkan perlunya sistem hukum
internasional yang cukup kuat untuk mengatur hubungan internasional.
Abad ini juga menyaksikan perkembangan aturan perang dan netralitas,
serta semakin berkembangnya penyelesaian sengketa internasional
melalui lembaga arbitrase internasional. Praktis, negara-negara juga
akrab dengan penandatanganan perjanjian internasional untuk mengatur
hubungan antar negara. Hasil kerja para profesional hukum, yang lebih
menitikberatkan pada praktek umum dan mengesampingkan konsep
hukum alam, meskipun tidak melepaskan akal dan keadilan, apalagi jika
sesuatu itu tidak diatur oleh perjanjian atau kebiasaan. Pakar hukum

5
terkemuka saat itu antara lain: Henry Wheaton, yang menulis buku
Elements of International Law; De Martens, menulis sebuah buku yang
hanya didasarkan pada praktik negara hukum yang tidak wajar; Kent,
Kluber, Philimore, Calvo, Fiore, Hall.
Berdirinya organiasi internasional yang menampung para ahli
hukum internasional adalam wadah the Law International Association dan
Institut De Droit International. Hukum internasional juga menjadi objek
studi dalam skala yang luas dan memungkinkan penaganan persoalan
internasional secara lebih profesional.
Hukum internasional mengalami perkembangan yang cukup
penting Pada abad ini mulai dibentuk Permanent of Court Arbitration pada
Konferensi Hague 1899 dan 1907. Pembentukan Permanent Court of
International Justice sebagai pengadilan yudicial internasional pada
tahun 1921, pengadilan ini kemudian digantikan oleh International Court of
Justice tahun 1948 hingga sekarang. Terbentuk juga organisasi
internasional yang fungsinya menyerupai pemerintahan dunia untuk
tujuan perdamaian dan kesejahteraan umat manusia, seperti Liga Bangsa
Bangsa, yang kemudian digantikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Adanya perluasan ruang lingkup traktat multiulateral tidak saja dibidang
sosial ekonomi tetapi juga mencakup perlindungan hak-hak dan
kebebasan-kebesasan fundamental individu. Para ahli hukum
internasional lebih memusatkan perhatian pada praktek-praktek dan
putusan-putusan pengadilan. (Starke, 2001: 14-15).
Sejalan dengan perkembangan dalam masyarakat moderen, maka
hukum internasional dituntut agar dapat mengatur mengenai energi
nuklir dan termonuklir, perdagangan internasional. Pengangkutan
internasional melalui laut, pengaturan ruang angkasa di luar atmosfir dan
di ruang kosmos, pengawasan lingkungan hidup, menetapkan rezim baru
untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber daya alam di dasar laut
di luar batas-batas teritorial, sistim jaringan informasi dan pengamana
data-data komputer serta terorisme internasional. (Starke, 2001: 16).
Beberapa persoalan hukum internasional yang kerap kali timbul
dalam hubungan internasional antara lain adalah klaim ganti kerugian
yang menimpa warga negara suatu negara di negara lain, penerimaan
dan pengusiran warga asing oleh suatu negara, persoalan nasionalitas,
pemberlakuan extrateritorial beberapa perundangan nasional, penafsiran
perjanjian internasional, serta pemberlakuan suatu perjanjian yang rumit
diberlakukan sebagian besar negara di bidang perdagangan, keuangan,
pengangkutan, penerbangan, energi nuklir. Pelanggran hukum
internasional yang berakibat perang, perlucutan senjata dan perdagangan
senjata ilegal. (Starke, 2001: 18). Berbagai persoalan di atas
menunjukkan bahwa hukum internasional tetap diperlukan untuk
mengatasi berbagai persoalan yang terjadi dalam hubungan internasional
Hukum iunternasional diharapkan dapat mengatur dan memberikan

6
penyelesaian hukum yang tepat dan adil sehingga dapat diakui dan
diterima oleh negara-negara atau pihak-pihak yang bertikai, tidak
bertentangan dengan perundangan nasional suatu negara, dalam suatu
tatanan sistim hukum internasional yang bersifat global.

Penutup
Hukum internasional berkembang pada masanya, dimulai pada
zaman klasik, seperti di India kuno, Cina kuno, Yunani kuno dan Roma
kuno, dalam bentuk aturan, aturan dan hukum adat yang ditetapkan oleh
suatu negara atau kerajaan yang mengatur hubungan mereka, dengan
bentuk yang sederhana dan terbatas pada daerah tertentu. Pada zaman
klasik dan abad pertengahan, hukum internasional tidak banyak
mengalami kemajuan. Baru setelah itu, tepatnya abad ke 16, 17, 18, 19,
dan 20 dan sekarang ini, hukum internasional modern tumbuh dan
berkembang mengikuti perkembangan zaman baik dari segi teori, asas-
asas maupun kelembagaan hukum internasional. Hal yang sama berlaku
untuk isi dan sifat keputusan organisasi internasional dan keputusan
pengadilan internasional.
Hukum internasional saat ini berkembang sesuai dengan
perkembangan masyarakat modern, dibidang teknologi industri, informasi,
militer, luar angkasa, lingkungan, perdagangan dan hak asasi manusia.
Ruang lingkup kerja sama internasional mencakup semua bidang
kehidupan masyarakat internasional modern, keanggotaan organisasi
global dan regional, baik dalam bentuk perjanjian bilateral maupun
multilateral. Peran organisasi internasional dan perjanjian internasional
yang membentuk perjanjian internasional serta keputusan Mahkamah
Internasional merupakan faktor utama dalam membentuk hukum
internasional modern untuk memenuhi kebutuhan penyelesaian
internasional urusan internasional yang berlangsung saat ini. Hukum
internasional perlu menjadi prinsip yang tegas dalam mengatur hubungan
dalam masyarakat internasional, sekaligus menegaskan bahwa hukum
internasional tetap ada dan diakui sebagai sistem hukum global.

7
Daftar Pustaka
Chainur Arrasjid.S. 2008. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar
Grafika.
Istanto, F., Sugeng. 1998. Hukum Internasional. Penerbit Univ.
Yogyakarta: Atmajaya.
J.G. Starke. 2001. Hukum Internasional 1. Jakarta: Sinar Grafika.
Boer Mauna. 2001. Hukum Internasional Peranan, Fungsi Dalam Era
Dinamika Global. Bandung: Alumni.
Kusumaatmaja, Mochtar, dan Etty R. Agoes. 2003. Pengantar Hukum
Internasional. Bandung: Alumni.
Yudha Bhakti Ardhiwisastra. 2003. Hukum Internasional Bunga Rampai.
Bandung: Alumni.
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar. 2006. Hukum Internasional
Kontemporer. Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai